You are on page 1of 18

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA II

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL TUMBUHAN KELOR


(MORINGA OLIEFERA L)

OLEH:
NAMA

: SETIANTI RAHAYU MUHLIS

STAMBUK

: 15020130081

KELAS

: C.3

KELOMPOK : II
ASISTEN

: MUS MUALIM S.Farm

PROGRAM STUDI FARMASI


LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMA
FAAKULTAS FARMASI
MAKASSAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pengobatan tradisional yang menggunakan bahan-bahan alam
telah sangat berkembang hingga saat ini, dan sangat menarik minat
masyarakat pada umumnya untuk kembali menggunakan bahanbahan alam sebagai obat karena mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan obat-obat sintesis. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pemisahan senyawa bermanfaat dari tanaman untuk dapat
di manfaatkan secara maksimal.
Dalam bidang bioteknologi, kromatografi mempunyai peranan
yang sangat besar. Misalnya dalam penentuan, baik kualitatif
maupun kuantitatif, senyawa dalam protein. Protein sering dipilih
karena ia sering menjadi obyek molekul yang harus di-purified
(dimurnikan)

terutama

untuk

keperluan

dalam

bio-farmasi.

Kromatografi juga bisa diaplikasikan dalam pemisahan molekulmolekul penting seperti asam nukleat, karbohidrat, lemak, vitamin
dan molekul penting lainnya. Dengan data-data yang didapatkan
dengan menggunakan kromatografi ini, selanjutnya sebuah produk
obat-obatan dapat ditingkatkan mutunya, dapat dipakai sebagai data
awal untuk menghasilkan jenis obat baru, atau dapat pula dipakai
untuk mengontrol kondisi obat tersebut sehingga bisa bertahan lama.

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan


paling kuat. Karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara
luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi
analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan, dan
kromatografi preparatif hanya dilakukan jika diperlukan fraksi murni
dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan
cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari
molekul. Pemisahan senyawa biasanya menggunakan beberapa
teknik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar
bergantung

pada

sifat

kelarutan

senyawa

yang

akan

dipisahkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka akan membahas


tentang metode kromatografi kolom.
1.2. Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1. Maksud Percobaan
Adapun maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui
dan memahami cara penggunaan serta prinsip kerja kromatografi
kolom

konvensional menggunakan fraksinasi

kasar

daun kelor

(Moringa Oliefera L).


1.2.2. Tujuan Percobaan
Adapun
senyawa

tujuan

kimia

percobaan

fraksinasi

kasar

ini

yaitu

untuk memisahkan

daun Johar

(Cassia folium)

menggunakan kromatografi kolom konvensional berdasarkan warna


dan tingkat kepolaran.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman
1. Klasifikasi Sampel (itis.gov)
Kelor (Moringa Oliefera L).
Kingdom
: Plantae
Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Brassicales

Famili

: Moringaceae

Genus

: Moringa

Spesies
: Moringa oliefera L.
2. Morfologi Tanaman (Bose, 2007)
Moringa oleifera L. dapat berupa semak atau dapat pula berupa
pohon dengan tinggi 12 m dengan diameter 30 cm. Kayunya
merupakan jenis kayu lunak dan memiliki kualitas rendah. Daun
tanaman kelor memiliki karakteristik bersirip tak sempurna, kecil,
berbentuk telur, sebesar ujung jari. Helaian anak daun memiliki
warna hijau sampai hijau kecoklatan, bentuk bundar telur atau
bundar telur terbalik, panjang 1-3 cm, lebar 4 mm sampai 1 cm,
ujung daun tumpul, pangkal daun membulat, tepi daun rata. Kulit
akar berasa dan berbau tajam dan pedas, dari dalam berwarna
kuning pucat, bergaris halus, tetapi terang dan melintang. Tidak
keras, bentuk tidak beraturan, permukaan luar kulit agak licin,

permukaan dalam agak berserabut, bagian kayu warna cokelat


muda, atau krem berserabut, sebagian besar terpisah.
3. Kandungan Kimia dan Manfaat tumbuhan (Bose, 2007)
Moringa oleifera L. mengandung kombinasi senyawa yang
unik

yaitu

merupakan

isotiosianat

dan

zat

terdapat

yang

glukosinolat.
dalam

Isotiosianat
berbagai

(ITC)

tanaman,

termasuk Moringa oleifera L., dan memiliki potensi sebagai agen


kemopreventif. Secara in vivo, isotiosianat telah menunjukkan
aktivitas sebagai agen antikanker. Di alam isotiosianat berada
dalam bentuk benzil isotiosianat (BITC), phenetil isotiosianat
(PEITC), atau phenyl isotiosianat (PITC). Isotiosianat terlepas dari
tanamannya melalui aksi enzim mirosinase setelah sel tanaman itu
rusak, seperti saat dipanen atau saat dikunyah. Atas dasar faktafakta tersebut berbagai penelitian mengenai isotiosianat telah
banyak dilakukan.

B. KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL


Pada

kromatografi

kolom,

campuran

yang

akan

dipisahkan

diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom, penjerap yang berada
dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut
(fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolomkarena aliran yang

disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa
linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan
dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom. Metode ini
mdrupakan contoh kromatografi elusi karena linarut dielusi dari kolom
(Sastrohamidjojo, 1985).
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang
masih

banyak

digunakan.

Kromatografi

kolom

digunakan

untuk

memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan


adsorpsi dan partisi. Kemasan adsorben yang sering digunakan adalah
silika gel G-60, kieselgur, Al 2O3, dan Diaion. Cara pembuatannya ada dua
macam (Wijayakusuma, 1996):
a. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah
diberi kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.
b. cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan
cairan pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke
dalam kolom melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi
sedikit hingga masuk semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen
dialirkan hingga silika gel mapat, setelah silika gel mapat eluen
dibiarkan mengalir sampai batas adsorben kemudian kran ditutup dan
sampel dimasukkan yang terebih dahulu dilarutkan dalam eluen
sampai diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian sampel dipipet
dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom sedikit demi
sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur tetesannya,

serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang keluar ditampung


sebagai fraksi-fraksi.
Dalam kromatografi lapis tipis, fase diam adalah lapisan tipis jel
silikaatau alumina pada sebuah lempengan gelas, logam atau plastik.
Kolomkromatografi

berkerja

berdasarkan

skala

yang

lebih

besar

menggunakanmaterial terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertikal


(Sudjadi,1994).
Kolom yang terbuat dari gelas diisi dengan fase diam berupa serbuk
penyerap (seperti selulosa, silika gel, poliamida). Fase diam dialiri
(dielusi)dengan fase gerak berupa pelarut (Gritter,1991).
Sampel yang mengandung campuran senyawa dituangkan ke bagian
atas dari kolom, kemudian dielusi dengan pelarut sebagai fase gerak.
Setiap senyawa/komponen dalam campuran akan didorong oleh fase
gerak dan sekaligus ditahan oleh fase diam. Kekuatan senyawa ditahan
oleh fase diamakan berbeda dengan senyawa lainnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemisahan dengan kromatografi kolom adalah fase diam
yang digunakan, kepolaran pelarut (fase diam),ukuran kolom (diameter
dan panjang kolom), kecepatan alir elusi (Gritter,1991).
Untuk kromatografi kolom , kolom tertentu diisi dengan bahan
penjerap /sorpsi dan pelarut pengembang dengan tingkat kepolaran yang
berbeda. Kolom yang diisi dengan bahan penjerap /sorpsi yang disebut
kolom pemisah. Penggunaan kolom tergantung dari masalah pemisahan
yaitu kolom berfilter dengan gelas bepori, yang pada ujung bawah

menyempit (tabung allihn) atau tabung gelas yang pada bagian bawah
menyempit dan dilengkapi dengan kran sedangkan tabung bola jarang
digunakan. perbandingan panjang tabung trhadap diameter pada
umumnya ialah 40:1. Pengisian kolom dengan adsorben yang juga
disebut pengemasan kolom , harus dilakukan dengan hari-hari dengan
permukaan yang rata. Aluminium oksida atau silika gel dapat dikemas
dengan metode kering kedalam kolom . Agar pemisahan rata, tabung diisi
sambil diketuk-ketuk menggunakan tangan atau benda lunak lainnya pada
dinding kolom (Stahl,1991).
Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik
bumi (gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca
yang dilengkapi dengan kranUkuran keseluruhan kolom beragam
beragam , tetapi biasanya penjang sekurang-kurang 10 kali garis tengah
dalammnya dan mungkin juga sampai 100 kalinya. Ukuran kolom
banyaknya penjerap ditentukan oleh bobot campuran linarut (ekstrak)
yang akan dipisahkan .Sifat ,derajat atau tingkat keaktifan penjerap da
ukuran partikelnya betul-betul penting dalam pengembangan sistem
kromatografi . Ukuran penjerap biasanya lebih besar daripada untuk KLT .
Kemasan kolom biasanya 63-250 meter untuk kolom yang dijalannkan
oleh gaya gravitasi (Raymond et al,2006).
Ada 3 pendekatan yang digunakan untuk memilih pelarut meliputi
(Anonim,2013) :
1. Penelusuran pustaka

Pemilihan

pelarut

berdasarkan

pendekatan

ini

biasanya

dilakukan pada senyawa yang telah diketahui atau dipublikasikan


2. Berdasarka profil KLT
Pendekatan ini akan mempermudah penentuan sistem eluen
yang digunakan pada proses kolom karena dapat dilakukan dalam
waktu singkat dengan jumlah pelarut yang lebihh hemat sebelum
diterapkan pada kolom. Intinya sistem eluen KLT dapat diterapkan
langsung pada sistem eluen kolom jika sedah dianggap cocok.
3. Landaian bertahap
Sistem landain bertahap mengikiti sistem deret eluotropi.
Pendekatan ini mulai dari kepolaran terendah sampai tertinggi untuk
mendapatkan hasil kromatogram yang sesuai.
Pengemasan Fase Diam /penjerap
1.

Cara kering ( Raymond et al. 2006)


Selapisan kapas/pasir bersih diletakkan didasar kolom, penjerap
dituangkan kedalam kolom sedikit demi sedikit.Setiap pernambahan
silika gel, permukaannya diratakan dan dimanpatkan.Alat pemanpat
ini dapat berupa sumbat karet/bahan lunak yang dipasang pada ujung
batang kaca atau gagang stik.
Setelah semua penjerap dimasukkan, pada bagian atas dilapisi
kertas saring sehingga jika ditambahkan eluen, permukaan penjerap
tetap rata.Eluen kemudian dimasukkan menggunakan pipet tetes
secara

memutar

sambil

membuka

kran

kolom

pada

bagian

bawah.Eluen dibiarkan mengalir ke bawah melalui dan membasahi


2.

penjerap sampai eluen tersebut tepat sampai dikran kolom.


Cara basah ( Raymond et al. 2006 )

Selapisan kapas/pasir bersih dimasukkan kedalam kolom, dan


tabung diisi sepertiga dari volume kolom. Pelarut yang dipakai dalam
proses pengemasan sama dengan pelarut yang akan digunakan pada
kromotografi atau pelarut yang kepolarannya lebih rendah. Penjerap
dibuat lumpuran menggunakan

eluen

tersebut lalu

dituangkan

kedalam kolom. Lumpurkan dapat dimasukkan sekaligus atau


sedikit demi sedikit.
Selama proses pengemasan, tabung dapat diketuk-ketuk pada
semua sisi secara perlahan-lahan dengan sumbat karet atau bahan
yang lunak agar diperoleh lapisan yang seragam. Kran dapat dibuka
atau ditutup selama penambahan, namun tetap memperhatikan
permukaan pelarut agar tetap merendam seluruh permukaan
penjerap. Hal ini untuk mencegah masuknya udara dalam ruang antar
partikel silika gel yang dapat menyebabkan gangguan pada proses
isonasi.
Jika pelarut yang dipakai untuk membuat lumpuran berbeda
dengan

pelarut

yang

dipakai

pada

kromotografi,

pelarut

lumpuran harus didesak keluar dengan pelarut pengelusi terlebih


3.

dahulu sebelum cuplikan ditambahkan.


Cara kemas basah
Cara ini dapat dibuat dengan mengisi tabung setengahnya
dengan pelarut, lalu penjerap dalam keadaan kering dimasukkan
kedalam kolom berupa aliran halus melalui corang .penjerap dibiarkan
mengendap sementara tabung diketuk-ketuk ( seperti cara basah dan
kering) agar terbentuk kemasan yang seragam dan mampat. Jika

penjerap dimasukkan seluruhnya sekaligus, biasanya diperoleh


kemasan fasediam dalam kolom yang sangat baik. Pelarut berlebih
dikeluarkan dari tabung agar diperoleh kolom penjerap dan dapat pula
ditambahkan selapisan pasir yang telah dicuci untuk menutupi kertas
saring.
Keterbatasan kromatografi kolom-terbuka klasik ialah sebagai berikut
(Gritter,1991):
1. Pemisahan lambat
2. Penjerapan eluen yang tidak bolak-balik
3. Tidak dapat dipakai jika partikel terlalu kecil.

BAB III

Metode Kerja

A. Alat
Adapun alat yang digunakan pda praktikum kali ini adalah batang
pengaduk, corong kaca, kolom kaca, guntik, botol kaca, dan vial.
B. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada prakktikum kali ini adalah eluen
(n-hekan dan etil asetat), kapas, aluminium foil,kertas saring, silika gel,
dan fraksi dari daun kelor.
C. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dimasukkan kapas pada ujung kolom (dasar kolom)
3. Dimasukkan eluen

4. Dimasukkan silika gel sebanyak 40 gram secara perlahan-lahan


ditunggu beberapa saat sehingga mampat
5. Dimasukkan kertas saring
6. Dimasukkan sampel perlahan-lahan
7. Dimasukkan perbandingan eluen satu-satu mulai dari non-polar
hingga polar, perbandingannya yaitu: n-Heksan: Etil Asetat 9:1, 8:2,
7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9, dan 0:10. Masing-masing eluen dibuat
50 mL. Ditampung dalam vial hingga mencapai volume 5 mL dan
dipisahkan berdasarkan warna.
BAB IV
HASIL
a.

Hasil Kromatografi Kolom Konvensional

1.

Gambar Kromatografi Kolom Konvensional

2.

Gambar

Hasil

Fraksi-Fraksi

Kromatografi

Kolom

Konvensional
Fraksi 1

Fraksi 2

Fraksi 3

Fraksi 4

Fraksi 5

Fraksi 6

Fraksi 7

Fraksi 8

Fraksi 9

Fraksi 10

Fraksi 11

Fraksi 12

pemisahan fraksi berdasarkan warna

3.

Gambar Noda Lempeng

4.

Gambar Lempeng dibawah UV.

BAB V
PEMBAHASAN
Kromatografi kolom konvensional adalah metode kromatografi klasik
yang sampai saat ini masih banyak digunakan. Kolom kromatografi
digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak.
Prinsip dari kromatografi kolom jenis ini adalah kecenderungan komponen
kimia untuk terdistribusi ke dalam fase diam atau fase gerak dengan
proses elusi berdasarkan gaya gravitasi.
Prinsip kerja kromatografi kolom adalah dengan adanya perbedaan
daya serap dari masing-masing komponen, campuran yang akan diuji,
dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di masukan lewat puncak kolom dan
dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap. Senyawa yang lebih polar akan
terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar
terserap lebih lemah dan turun lebih cepat. Zat yang di serap dari larutan
secara sempurna oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom.

Pelarut lebih lanjut / dengan tanpa tekanan udara masin-masing zat akan
bergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan
dalam kolom
Sistem pelarut dilakukan dengan cara menggantikan / mengubah
kepolaran dari eluen yang digunakan secara bertahap. Eluen tersebut
merupakan

campuran

dua

jenis

pelarut

dengan

kepolaran

berbeda.Dengan mengubah perbandingan campurannya kita dapat


menggeser tingkat kepolaran dari eluen ini.Pada pengerjaannya di awali
dengan satu jenis pelarut yaitu berupa heksan saja, kemudian digeser
tingkat kepolarannya dengan mencampurkannya dengan pelarut etil
asetat.Pencampuran dilakukan dengan perbandingan yang divariasikan
secara bertahap, hingga diakhiri dengan hanya menggunakan etil asetat
saja sebagai eluen.Dengan ini diharapkan dapat memberikan pemisahan
yang lebih baik.
Eluen dialirkan untuk pemisahan komponen dengan kecepatan alir
sekitar 100 tetesan per menitnya.Aliran eluen diatur agar tidak terlalu
cepat agar komponen dapat terpisah. Alirannya pun diusahakan tidak
terlalu lambat agar proses tidak terlalu lama. Eluen mengalir mengelusi
sampel menyusuri fase diam di sepanjang kolom dengan memanfaatkan
gaya gravitasi.
Dengan adanya perubahan tingkat kepolaran secara bertahap,
keterikatan komponen terhadap pelarut dan keterikatan masing-masing
komponen terhadap fase diam akan berubah-ubah, sesuai dengan sifat-

sifat masing-masing komponen. Komponen ini dibawa oleh pelarut dan


tertampung pada vial penampung. Hasil pemisahan dapat diakumulasikan
dan masih dalam keadaan terlarut dalam pelarut.
Proses pemisahan pada kromatografi kolom ini bisa dikatakan
sebagai bentuk sederhana dari teknik kromatografi yang dilakukan dengan
instrument kinerja tinggi. Kita juga bisa melakukan pemisahan dengan
jenis eluen lain, atau dengan jenis absorben lainnya. Kolom di sini hanya
sebatas berfungsi sebagai wadah. Bahan yang digunakan sebagai fase
diam dapat berupa macam, baik itu dengan memanfaatkan prinsip partisi
ataupun absorbsi.
Vial-vial tersebut secara berurutan akan mengandung senyawa
nonpolar yang akan ditarik oleh senyawa non polar pula sebagai eluen.
Itulah sebabnya dalam pembuatan eluen harus dibuat senyawa non polar
ke polar. Penambahan eluen harus dilakukan 2 cm diatas sampel untuk
menghindari sampel dan silica kering, sebab jika pada bagian silika ada
yang basah dan kering akan menyebabkan tidak meratanya eluen yang
akandigunakan selanjutnya.
Keuntungan kromatografi kolom
1.
2.
3.

Dapat digunakan untuk analisis dan aplikasi preparative


Digunakan untuk menentukan jumlah komponen campuran
Digunakan untuk memisahkan dan purifikasi substansi
Kerugian kromatografi kolom
1. Dibutuhkan kemampuan teknik dan manual
2. Membutuhkan waktu yang lama
3. Sampel yang dapat digunakan terbatas

BAB VI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaanini, maka dapat disimpulkan bahwa dari
hasil kromatografi kolom konvensional di peroleh sebanyak 10 fraksi
yang dipisahkan berdasarkan tingkat kepolaran dan 6 fraksi
berdasarkan perbedaan warna.
B. SARAN
Bimbingan dari asisten sangat kami harapkan dalam melakukan
suatu praktikum agar praktikan dapat mengerjakan praktikum dengan baik

DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2013., Penuntun Praktikum Fitokimia II.,UMI; Makassar
Sudjadi., 1994., Metode Pemisahan.,Kanisius, Yogyakarta.
Gritter J.R, dkk., 1991., Pengantar Kromatografi., Penerbit ITB,
Bandung.
Raymond G. Reid and Satyajit D. Sarker, 2006.Isolation of natural Product
by Low-Pressure Collum Chromatografi in Sharker SD., Latif,Z
and Gray , Al (ED). Natural Product Isolation Humana Press.Inc.
Totowa New jersey
Sastrohamidjojo, Dr.H., 1985, Kromatografi, Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Stahl, E.1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopis.
Terjemahan kosasih P., Iwang S., Penerbit ITB ;Bandung.
Wijaya, Kusuma Hembing, 1996, Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia,
Jilid IV, Pustaka Kartini, Jakarta.

LAMPIRAN
A. Skema Kerja
B. Gambar

You might also like