You are on page 1of 13

BAB I

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat rendah
mengenai pentingnya menjaga kesehatan lambung, padahal gastritis atau
sakit maag akan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi remaja
maupun orang dewasa. Gastritis atau dikenal dengan sakit maag
merupakan peradangan (pembengkakan) dari mukosa lambung yang
disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Bahaya penyakit gastritis jika
dibiarkan terus menerus akan merusak fungsi lambung dan dapat
meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung hingga menyebabkan
kematian. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa keluhan sakit pada
penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat dari gastritis fungsional,
yaitu mencapai 70-80% dari seluruh kasus. Gastritis fungsional merupakan
sakit yang bukan disebabkan oleh gangguan pada organ lambung
melainkan lebih sering dipicu oleh pola makan yang kurang sesuai, faktor
psikis dan kecemasan (Saydam, 2011).
Gastritis merupakan masalah saluran pencernaan yang paling
sering di temukan. Gastritis dapat bersifat akut yang datang mendadak
dalam beberapa jam atau beberapa hari dan dapat juga bersifat kronis
sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun (Diyono,2013).
Dampak dari penyakit gastritis dapat menggangu keadaan gizi atau
status gizi. Keadaan gizi dapat berupa gizi kurang, baik atau normal
maupun gizi lebih. Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan
penyakit berupa penyakit defisiensi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari penyakit Gastritis?
2. Bagaimana klasifikasi dari penyakit Gastritis?
3. Bagaimana epidemologi dari penyakit Gastritis?
4. Bagaimana etiologi dari penyakit Gastritis?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit Gastritis?
6. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit Gastritis?
7. Bagaimana diagnosis dari penyakit Gastritis?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit Gastritis?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit Gastritis?
1

10. Bagaimana komplikasi dari penyakit Gastritis?


C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi dari penyakit Gastritis
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit Gastritis
3. Untuk mengetahui epidemologi dari penyakit Gastritis
4. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Gastritis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit Gastritis
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Gastritis
7. Untuk mengetahui diagnosis dari penyakit Gastritis
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari penyakit Gastritis
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit Gastritis
10. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit Gastritis

BAB II
Pembahasan
A. Defenisi Gastritis
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau pendarahan
mukosa lambung yang dapat bersidat akut, kronis, difus, atau local (Price,
2006). Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung.
Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukos labung sampai
terlepasnya epitel akan gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel

akan

merangsang

timbulnya

proses

inflamasi

pada

lambung

(Sjamsuhidajat, 2015). Gastritis merupakan peradangan (inflamasi) dari


mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi (Saydam,
2011).
B. Klasifikasi Gastritis
Secara umum terdapat dua pembagian dari penyakit gastritis yang
terdiri dari gastritis akut dan kronik:
1. Gastritis Akut
Bentuk gastritis akut yang paling dramatic ilah gastritis hemoragik
akut, yang biasa juga disebut sebagai gastritis erosive akut. Istilah ini
mencerminkan pendarahan dari mukosa lambung hampir selalu
ditemukan pada gastritis bentuk ini dan kehilngan integritas yang
karakteristik dari mukosa lambung (erosi) yang menyertai lesi
peradangan. Pemeriksaan makroskopik pada

gastritis hemoragik

menunjukkan edema, kerapuhan mukosa, erosi dan tempat pendarahan


dengan ekstravasasi darah ke dalam mukosa dan lumen lambung. Erosi
lambung dan tempat pendarahan dapat tersebar secara difus pada
seluruh mukosa lambung atau setempat pada korpus atau antrum
lambung (Isselbacher, 2014).

2. Gastritis kronik
Gastritis kronis digolongkan menjadi dua kategori (Price, 2006):
a. Gastritis tipe A (atrofik atau fundal)
Disebut juga gastritis atrofik atau fundal karena mengenai bagia
fundus lambung. Gastritis tipe A merupakan suatu penyakit
autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibody terhadap sel
parietal kelanjar lambung dan factor intriksik dan berkaitan dengan
tidak adanya sel parietal dan Chief cells, yang menurunkan sekresi
asam dan menyebabkan tingginy kadar gastrin. Gastritis tipe A
lebih sering terjaid pada orang tua. Anemia pernisiosa seringkali
dijumpai pasien karena tidak tersedianya factor intriksik untuk
mempermudah absorbs vitamin B.

b. Gastritis tipe B
Disebut juga gastritis antral karena umumnya mengenai daerah
antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan
gastritis tipe A. gastritis tipe B memiliki bentuk sekresi asam yang
normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar
gastrin serum yang rendah sring terjadi. Penyebab utam gastritis
kronis tipe B adalah infeksi kronis dari kuman H.Pylori.
C. Epidememologi Gastritis
Menurut data dari World Health Organization (WHO), Indonesia
menempati urutan ke empat dengan jumlah penderita gastritis terbanyak
setelah negara Amerika, Inggris dan Bangladesh yaitu berjumlah 430 juta
penderita gastritis. Insiden gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari
jumlah penduduk setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2008). Gastritis
termasuk ke dalam sepuluh besar penyakit dengan posisi kelima pasien
rawat inap dan posisi keenam pasien rawat jalan di rumah sakit. Rata-rata
pasien yang datang ke unit pelayanan kesehatan baik di puskesmas
maupun rumah sakit mengalami keluhan yang berhubungan dengan nyeri
ulu hati.
Di Negara berkembang pravalensi infeksi helicobacter pylori pada
orang dewasa mendekati 90%. Sedangkan pada anak-anak pravalensinya
lebih tinggi. Hal ini menunjukkan pentingnya infeksi pada masa balita. Di
Indonesia , pravalensi infeksi kuman helicobacter pylori yang dinilai
dengan urea breath test pada pasien dyspepsia dewasa, menunjukkan
tendensi menurun. Di Negara maju pravalensi kuman pada anak sangat
rendah (Sudoya, 2007).
D. Etiologi Gastritis
1. Gastritis Akut
Menurut Kumar dalam Buku Ajar Patologi (2007) Penyakit gastritis
akut biasa dikaitkan dengan beberapa hal berikut :
a. Pemakaian obat antiimflamasi Non steroid (NSAID), terutama
aspirin dalam jumlah yang besar
b. Komsumsi alcohol yang berlebih, Bahan etanol merupakan salah
satu bahan yang dapat merusak sawar pada mukosa lambung.

Rusaknya

sawar memudahkan terjadinya iritasi pada mukosa

lambung (Ratu,2013).
c. Banyak merokok, asam nikotinat pada rokok dapat meningkatkan
adhesi trombusyang berkontibusi pada penyempitan pembuluh
darah sehingga suplai pembuluh darah ke lambung mengalami
penurunan. Penuruna ini dapat berdampak pada penurunan
produksi mukus yang salah satu fungsinya untuk melindungi
lambung dari iritasi. Selain itu CO yang dihasilkan oleh rokok
lebih mudah diikat Hb daripada oksigen sehingga memungkinkan
penurunan perfusi jaringan pada lambung (Ratu, 2013).
d. Pemberian obat kemoterapi anti kanker
e. Uremia pada darah dapat mempengaruhi proses metabolisme di
dalam tubuh terutama saluran pencernaan (gastrointestinaluremik).
Perubahan ini dapat memicu kerusakan pada epitel mukosa
f.
g.
h.
i.
j.

lambung
Infeksi sitemik
Stress berat
Iskemia dan syok
Upaya bunuh diri dengan larutan asam basah
Setelah gastrektomi distal disertai refpluks bahan yang mengadung

empedu
2. Gastritis Kronik
Secara umum gastritis kronik disebabkan karena infeksi kuman
helicobacter pylori namun dapat pula terjadi karena komsumsi alcohol
yang berlebihan, merokok dan refluks emperdu kronis dengan kofaktor
H.Pylori. ((Price, 2006).
E. Manifestasi Klinis
Nyeri lambung atau epigastrikpain merupakan gejala klinis yang
paling sering umum ditemukan pada gateritis akut. Gejala klinis lain
meliputi mual, muntah ,pusing ,malaise,anoreksia dan hiccup (cuguen).
Pada gasteritis kronis kadang tidak menimbulkan gejala yang begitu berat.
(Diyono, 2013). Selain itu pada gastritis kronis terdapat keluhan anoreksia,
nyeri ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa asam dimulut, atau mual
dan muntah. Dan asien gastritis kronis akibat defisiensi vitamin biasanya
diketahui mengalami malabsorpsi vitamin B12 (Nasar, 2010)

F. Patofisologi
Mukosa lambung yang mengalami pengikisan akibat konsumsi
alkohol, obat-obatan antiinflamasi nonsteroid, infeksi helicobacter pylori.
Pengikisan ini dapat menimbulkan reaksi peradangan. Inflamasi pada
lambung juga dapat dipicu oleh peningkatan sekresi asam lambung. Ion
H+ yang merupakan susunan utama asam lambung di produksi oleh sel
parietal lambung dengan bantuan enzim Na+/K+ ATPase. Peningkatan
sekresi lambung dapat dipicu oleh peningkatan rangsangan persyarafan,
misalnya dalam kondisi cemas, stres, marah melalui saraf parasimpatik
vagus akan terjadi peningkatan transmitter asetikolin, histamine, gastrin
releasing eptide yang dapat meingkatkan sekresi lambung. Peningkatan
ion H+ yang tidak diikuti peningkatan penawarnya seperti postaglandin,
HCO3 +, mukus akan menjadikan lapisan mukosa lambung tergerus
terjadi reaksi inflamasi.
Peningkatan sekresi lambung dapat memicu rangsangan serabut
aferen nervus vagus yang menuju medulla oblongata melalui kemoreseptor
yang banyak mengandung neurotransmitter epinefrin, serotonin, GABA
sehingga lambung teraktivasi oleh rasa mual dan muntah.
Mual dan muntah mengakibatkan berkurangnya asupan nutrisi.
Sedangkan muntah selain mengakibatkan penurunan asupan nutrisi juga
mengakibatkan penurunan cairan tubuh dan cairan dalm darah
(hopovolemia). Kekurangan cairan merangsang pusat muntah untuk
meningkatkan sekresi antidiuretik hormon (ADH) sehingga terjadi retensi
cairan, kehilangan Nacl, NaHCO3 berlebihan ditambahkan dengan
kehilangan

natrium

lewat

muntah

maka

penderita

dapat

jatuh

hiponatremia. Muntah juga mengakibatkan penderita kehilangan K+


(hipokalemia) dan penderita dapat jatuh pada kondisi alkalosis yang
diperburuk oleh hipokalemia. Muntah yang tidak terkontrol juga dapat
mengancam saluran pernapasan melalui aspirasi muntahan.
Perbaikan sel epitel dapat dicapai apabila penyebab yang
menggerus di hilangkan. Penutupan celah yang luka dilakukan melalui

migrasi sel epitel dan pembelahan sel yang dirangsang oleh insulin seperti
growth factore dan gastrin (Ratu, 2013).
G. Diagnosis gastritis
Kebanykan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai
keluhan biasanya berupa keluhan tidak khas. Keluhan yang sering
dihubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati
disertai mual kadang-kadang sampai muntah. Keluhan-keluahan tersebut
sebenarnya tidak berkolerasi baik dengan gastritis. Keluhan- keluhan
tersebut juga tidak dapat diguunakan sebagai alat evaluasi keberhasilan
pengobatan. Pemeriksaan fisik juga tidak dapat memberikan informasi
yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

endoskopi

dan

hispatologi.sebaiknya biposi dilakukan dengan sistematis sesuai dengan


update Sydney system yang mengharuskan mencamtumkan topografi,
gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flaterosion, raises erosion, pendarahan, edematous rugae. Perubahan
perubahan histopatologi selain menggambarkan perubahan marfologi
sering juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya
otoimun, atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan perubahan yang
terjadi berupa degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi netrofil,
inflamasi sel monokuler

, folikel limpid, atrofi, intestinal metaplasia,

hyperplasia sel endokrin, kersakan sel parietal. Pemeriksaan histopatologi


sebaikknya juga menyertakan pemeriksaan kuman helicobacter pylori
(Sudoya, 2007).
H. Pemeriksaan penunjang
Menurut Nurarif (2015) dalam buku aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnose medis dan Nanda pemeriksaan penujang terdiri atas:
a. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya
antiobodi H.pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan
bahwa pasien perna kontak dengan bakteri tersebut. Tes darah juga
dapat dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat
pendarahan lambung akibat gastritis.

b. pemeriksaan feces untuk memeriksa adanya H.pylori dalam feces atau


tidak
c. endoskopi saluran cerna atas untuk melihat ketidaknormalan pada
saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat pada sinar X
d. ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tandatanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diinta
menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen.
Cairan ini kan melapisi saluran cerna dan akan terlihat jelas ketika di
ronsen
I. Penatalaksanaan
Dalam 1-3 hari pada umumnya lambung dapatmemperbaiki mukosa
yang rusak secara mandiri. Tindakan keperawatan untuk mendukung proses
ini adalah dengan menghentikan asupan makanan iritatif seperti rokok
,alkohol,kopi, dan sejenisnya. Bila ada perdarahan maka sebaiknya pasien
dipuaskan. Obat-obat untuk menetralkan asam lambung seperti aluminium
hidroksida atau antacid dibutuhkan bila penyebab gasteritis sangat iritatif.
Terapi suportif seperti pemasangan Naso Gastric Tube (NGT) analgetik sedatif
,antacid dan terapi intravena perlu dilakukan bila ada indikasi terjadi kondisi
yang lebih buruk seperti dehidrasi ,perdarahan hebat,syok (Diyono,2013).
Pada gasteritis kronis modifikasi gaya hidup yang kurang sehat adalah
utama. Menghentikan gaya hidup yang kurang sehat adalah hal utama.
Menghentikan kebiasaan minum alkohol,merokok ,kopi sangat penting
dilakukan selain juga mengatur diet dan mencukupi kebutuhan istirahat. Bila
ditemukan adanya kontaminasi oleh bakteri Hekicobakter pylory maka dapat
dilakukan eradaksi

dengan pemberian antibiotik (seperti tetracycline atau

amocxilin ,dikombinasi clarithromyin) dan proton pump inhibator (seperti


lansoprazole ,garam bismuth )(Diyono,2013).
Contoh rigmen untuk eradikasi infeksi helicobacter pylori
Obat 1
PPI dosis ganda

Obat 2
Klarithomisin

Oabat 3
Amoksisilin

Obat 4

2x500 mg
2x1000 mg
Klarithomisin
Metronidazon
2x500 mg
2x500 mg
PPI dosis ganda
Tetrasiklin
Metronidazol
4x500 mg
2x500 mg
Regimen diberikan selama 1 minggu
PPI dosis ganda

Subsalisilat/subsitral

Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakuak oleh seorang ilmuan


mesir Dr. Zakariah Khayyat menjelaskan bahwa unur seng (zinc) dalam madu
memiliki peran penting dalam meningkatkan antibody yang menjadi hal
pokok dalam mencegah kanker. Dan kandungan lain seperti karbohidrat,
protein, mineral, dan berbagai unsure penting seperti potassium, tembaga,zat
besi, magan , krom memiliki khasiat yang sangat penting.
Para peneliti lainnya juga sepakat dan berpendapat bahwa empat
sendok madu sehari dapat mengobati luka dalam lambung. Hal itu
memungkinkan karena madu memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Menghilngkan bakteri dari dalam lambung
b. Terserapnya madu ke bagian dinding atas lambung, tidak hanya
membunuh bakteri namun juga dapat mencegah radang lambung
c. Menstabilkan pencernaan dan mencegah infeksi
Sesuai dengan hadist
Kesembuhan ada dalam tiga hal : Hijamah (Berbekam), meminum madu
dan menyetrika dengan api. Namun aku melarang umatku berobat dengan
cara menyertika dengan api (HR. Bukhari)
Hendaknya kalian menggunakan dua obat: Madu dan Al-Quran (HR. Ibnu
Majah)
Dari penelitian yang telah dilakukan telah membuktika kebenaran hadist
tentang manfaat yang luar biasa dari mengonsumsi madu. (Asy-Syahawi,
2011)
Selain itu, Ibnu Majah dalam kitabnya meriwayatkan dari Al-Miqdam
bin Madi Karib yang mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Perbuatan manusia yang paling jelek dalam memenuhi perut.
Menusia cukup mememkan beberapa suap untuk menguatkan tulangnya. Jika
9

ia mampu mengendalikan diri, sebaiknya sepertiga untukmakanan, sepertiga


untuk minuman dan seperrtiga untuk udara. (HR. Ibnu Majah)
Hadist ini juga diriwayatkan oleh Ahmad dari sahabat yang sama. Dari
hadist tersebut Rasulullah SAW memberikan berbagai pelajaran. Beliau
mengumpamakan lambung dengan bejana, memenuhi bejana tersebut dengan
banyak makanan merupakan bencanaa bagi manusia. Oleg karena itu, beliau
menganjurkan mengonsumsi makanan secukupnya. Lebih jauhmembagi
ruang lambung dalam tiga bagian, yakni sepertiga unutk makanan, sepertga
unutk minuman dan sepertiga unutk udara. (Syuaib, 2015)
J. Komplikasi
1. Gastritis Akut
Komplikasi yang timbul pada gastritis akut adalah pendarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA), berupa hematemesis dan melena yang
berakhir pada shock hemoragik. Apabila prosesnya hebat, sering juga
terjadi ulkus, namun jarang terjadi perforasi (Pratiwi, 2013)
2. Gastritis kronis
Komplikasi yang ditimbulkan adalah gangguan penyerapan vitamin
B12 dan akan menyebakan timbulnya anemia pernesiosa, gangguan
penyerapan zat besi, dan penyempitan daerah pylorus (pelepasan dari
lambung ke usus dua belas jari) (Pratiwi, 2013)

10

BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Gastritis adalah inflamasi pada mukosa lambung yang disertai
kerusakan atau erosi pada mukosa (Diyono,2013).
Penyebab
Gasteritis akut bisanya disebabkan karena pola makan yang kurang
tepat,baik dalam frekuensi maupun waktuyang tidak teratur selain karena
faktor isi atau jenis makanan yang iritatif terhadap mukosa .makanan yang
terkontaminasi dengan mikroganisme juga dapat menyebabkan kondisi ini.
Selain itu,gasteritis akut juga dapat disebabkan karena penggunaan obat
analgetik seperti aspirin termasuk obat ani-inflamasi nonsteroid (Non
Steroid Anti

Inflamation

Drug/NSAID).

Kebiasaan

mengonsumsi

alkohol,kafein,refluk,bilier, dan terapi radiasi juga dapat menyadi penyakit


gasteritis
Gasteritis kronis merupakan kelanjutan dari gasteritis akut yang
terjadi

karena faktor-faktor di atas, juga karena

peran dari bakteri

Helicobacter pylori yang bahkan sering mneyebabkan keganasan atau


kanker lambung. Faktor auto-imun dan anemia juga ikut andil dalam
proses ini
Manifestasi klinis
Nyeri lambung atau epigastrikpain merupakan gejala klinis yang
paling sering umum ditemukan pada gateritis akut. Gejala klinis lain
meliputi mual, muntah ,pusing ,malaise,anoreksia dan hiccup (cuguen).
Pada gasteritis kronis kadang tidak menimbulkan gejala yang begitu berat.
Gasteritis kronis biasanya ditandai dengan penurunan berat badan
,perdarahan,dan anemia pernisiosa sebagai akibat menurunya absorbsi
vitamin B karena hilangnya

faktor instrinsik lambung. Kondisi

hypochlorhydria dan anchlorhydria sering ditemukan pada kondisi ini


B. Saran

11

Penulis sangat berharap masukan berupa saran maupun kritikan yang


sifatnya dapat membangun dan semoga makalah ini dapat menjadi sumber
lain untuk menambah wawasan kita

Daftar Pustaka
Asy-syahawi, Majdi Muhammad. 2011. Ingin Sehat? Berobat dengan Al-Quran
dan Madu. Jakarta: Gema Insani
Depkes
RI.
2008.
Profil
http://www.pppl.depkes.go.id

PP&PL.

(Online)

avalaible

on

Diyono & Sri .2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencarnaan. Jakarta:
Kencana
Saydam. 2011. Memahami Berbagai Penyakit (Penyakit Pernapasan dan
Gangguan Pencernaan). Bandung : Alfabeta.
Isselbacher, Kurt J dkk. 2014. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC
12

Kumar, Vinay Dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 2, Jakarta:
EGC
Nasar, I Made Dkk. 2010. Buku Ajar Patologi II (Khusus) edisi 1. Jakarta: Sagung
Seto
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhakn Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Yokyakarta: Media Action
Price, Sylvia Anderson dkk. 2006. Patofisologi: Konsep Klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC
Pratiwi, Wahyu. 2013. Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di
Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung Yajanti Tangerang. Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesahatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Ratu, R Ardian. & Adwan, G Made. 2013. Penyakit Hati, Lambung, Usus, dan
Ambeien. Yogyakarta : Nuha Medika.
Sjamsuhidajat, R. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta:EGC
Sudoya, Aru w Dkk. 2007. Buku ajar ilmu penyakit dalam jild 1 edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Syuaib, Miswani Mukani, 2015. Fisiologi. Makassar: Alauddin University Press

13

You might also like