Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh
Homegroup 1
Anindini Winda Amalia, 0906510634
Ayu Puspita Sari, 0906510672
Chandri Bunga W. 0906493325
Naila Authar,0906629492
Ririn Septiani, 0906493400
Rizkiyani Istifada, 0906493413
Sri Mauliani, 0906629706
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini berjudul
Asuhan Keperawatan pada Lansia Kasusu PPOK yang bertujuan untuk memenuhi tugas
Mata Ajar Keperawatan Gerontik 1 pada semester 6.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi secara
optimal sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing kami, Bapak Suki yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini.
Penyusun berharap makalah ini dapat memberi kontribusi manfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu, penyusun menerima berbagai kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.
Penyusun
Homegroup 1
ABSTRAK
Penyakit paru obstruksi kronik yang merupakan sekumpulan penyakit paru yang disebabkan
oleh beberapa faktor risiko. Lansia memiliki kerentanan dalam penyakit paru, hal ini disebabkan
oleh faktor penurunan fisiologis yang dialami oleh lansia. Pada perubahan sruktur anatomis dan
fisiologis dapat menyebabkan perubahan juga dalam pola nafas lansia, seperti adanya masalah
terhadap pemenuhan kebutihan oksigen yang ditandai dengan adanya penyakit PPOK, Tb paru,
asma, dan pneumonia. Pemenuhan kebutuhan oksigenasi lansia dapat dibantu dengan beberapa
terapi modalitas dan terapi farmakologis, serta asuhan keperawatan yang sebelumnya dilakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang terkait dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Kata Kunci: penyakit paru obstruksi, perubahan anatomis dan fisiologis, PPOK, Tb paru, asma,
penumonia, terapi modalitas, terapi farmakologis, asuhan keperawatan, pemeriksaan fisik dan
penunjang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lansia merupakan tahap akhir dari rentang perkembangan manusia setelah tahap dewasa
akhir. Lansia mengalami perubahan anatomi dan fungsi dari semua sistem dalam tubuh, salah
satunya pada sistem pulmonal. Perubahan anatomi sistem pulmonal pada lansia berperan
terhadap perubahan fungsi pulmonal dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Perubahan
anatomi dan fungsi pulmonal serta perubahan sistem imun mengakibatkan lansia rentan
mengalami masalah dalam pernafasan salah satunya Penyakit Paru Obstuksi Kronik (PPOK).
PPOK merupakan sekumpulan penyakit paru yang terjadi dalam waktu yang lama
menyebabkan klien lansia mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
Oksigenasi merupakan kebutuhan yang paling utama, sehingga jika terjadi gangguan terkait
kebutuhan oksigenasi akan bermanifestasi pada banyak hal yang akan mempengatuhi aktivitas
lansia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi pada lansia?
2. Bagaimana terjadinya gangguan terkait kebutuhan oksigenasi yaitu PPOK pada lansia?
3. Apa manifestasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)?
4. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien PPOK?
5. Bagaimana terapi modalitas dan terapi farmakologi untuk PPOK?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penyusun memiliki beberapa tujuan penulisan
makalah ini antara lain:
1. Mengetahui dan memahami perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi lansia
2. Mengetahui bagaimana terjadinya gangguan terkait kebutuhan oksigenasi yaitu PPOK pada
lansia.
3. Mengetahui apa saja manifestasi klinis PPOK.
4. Mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada klien PPOK.
5. Mengetahui bagaimana terapi modalitas serta terapi farmakologi PPOK.
Makalah ini terdiri atas empat bab, Bab I yaitu pendahuluan yang mencakup latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II yaitu tinjauan pustaka yang berisi konsep umum gangguan pada lansia terkait oksigenasi
yaitu PPOK. Bab III yang berisi pembahasan kasus serta asuhan keperawatan. Bab IV
merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
ISI
2.1 Perubahan fisiologis sistem respirasi lansia
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh
susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ. Perubahan anatomi dan
fisiologis yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai berikut (Stanley,2006):
1. Perubahan Anatomi
a. Paru-paru kecil dan kendur.
b. Hilangnya recoil elastic.
c. Pembesaran alveoli.
d. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu.
e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
f. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
g. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
h. Kelenjar mucus kurang produktif.
i. Penurunan sensivitas sfingter esophagus
j. Penurunan sensivitas kemoreseptor.
2. Perubahan-perubahan fisiologis Sistem Respirasi
Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan structural dan fungsional pada toraks dan
paru paru. Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi
kurang elastic dan lebih berserabut serta berisi kapiler kapiler yang kurang berfungsi, sehingga
kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru paru untuk oksigen tidak dapat
memenuhi permintaan tubuh Daya pegas paru paru berkurang, sehingga secara normal
menahan thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot
rangka pada toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan
menjadi lemah, amka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun.
Dekalsifikasi iga dan peningkatan klasifiaksi dari akrtilago kostal juga terjadi. Membran
mukosa lebih kering, sehingga menghalangi pembuangan secret dan menciptakan risiko tinggi
terhadap infeksi pernapasan. (Maryam, 2008). Sedangkan menurut Stokslager, 2003 perubahan
fisiologis pada sisitem pernapasan sebagian berikut:
a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.
b. Atrofi umum tonsil.
c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolism kalsium dan
kartilago iga.
e. Kekakuan paru ; penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
f. Kifosis.
g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan
h. Penurunana kapasitas difusi
bradikinin dan anafilatoksin. Hasil dari hal tersebut timbul 3 gejala yaitu berkontraksinya otot
polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mukus.
BRONCHITIS KRONIK
Bronchitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus
yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum
selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun brturut-turut.
Sputum yang terbentuk pada bronchitis kronik dapat mukoid atau mukopurulen.
Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun
non-infeksi. Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme. Tidak seperti emfisema, bronchitis lebih
mempengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan pada alveolinya. Aliran udara dapat atau
mungkin juga tidak mengalami hambatan. Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami
peningkatan kelenjar mukus, mukus menjadi lebih kental, dan kerusakan fingsi silia yang
meningkatkan resiko terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan
meningkat. Dinding bronchial meradang dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersamasama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada
bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan
pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi.
EMFISEMA
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomi parenkim paru yang ditandai oleh
pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta distruksi dinding alveolar.
Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema
merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas
sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan
diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan
menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak mengalami
pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi
jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga
menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan
ventilasi.
Tanda dan gejala PPOK yaitu batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di
saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan
produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai
dengan produksi dahak yang semakin banyak. Pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan
kehilangan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan,
penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system
gastrointestinal.
2.3 Pemeriksaan fisik dan penunjang
A. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada
PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat
sedang dan PPOK derajat berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk
anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Inspeksi
-
Pola napas klien (kecepatan, kedalaman, dan siklus inspirasi serta ekspirasi), frekuensi nafas
menurun
Warna, suhu, dan penampakan dari ekstremitas serta adakah clubbing fingers (jika ada, klien
menderita hipoksia kronik, COPD, sistik fibrosis, atau penyakit jantung bawaan)
Jika memproduksi sputum kaji warna, konsistensi, jumlah, dan bau sputum.
Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong) iganya lebih melebar dan spasium
interkostanya cenderung untuk menggembung saat ekspirasi.
2. Auskultasi
-
Fremitus melemah
Ekspirasi memanjang
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
3. Palpasi
Posisi trakea, karakteristik dinding dada secara umum (apakah terdapat emfisema subkutan
atau krepitasi), toraks (simetris atau asimetris saat ekskursi pernapasan, nyeri tekan, massa),
dan taktil fremitus.
4. Perkusi
Bunyi hipersonor terdengar pada pasien PPOK. Pada emfisema hipersonor dan batas jantung
mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong
ke bawah
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips
Breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang.
Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain :
Radiologi (foto toraks)
Foto toraks (CXR/chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma datar,
bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan
ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto toraks dapat normal pada
stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitif untuk diagnosis PPOK. Perubahan
emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan toraks namun pemeriksaan ini tidak costeffective atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK.
Uji Faal Paru
-
Spirometri
Spirometri merupakan pemeriksaan faal paru yang terpenting untuk mendeteksi adanya
obstruksi jalan nafas maupun derajat obstruksi. Hasil spirometri dapat mengindikasikan
klasifikasi PPOK.
- Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah
pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat
perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
GOLD
Severity
Symptoms
Stage
0
At Risk
Chronic
Mild
production.
With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and FEV1 80% predicted
cough
Moderate
Spirometry
cough,
or
sputum Normal
sputum
production.
With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and 50% FEV1 <80% predicted
cough
or
sputum
GOLD
Severity
Symptoms
Spirometry
Severe
production.
With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and 30% FEV1 <50% predicted
Stage
3
cough
4
or
sputum
Very
production.
With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and FEV1 <30% predicted
Severe
cough
or
production.
EKG
Hipertensi pulmonal pada tingkat lanjut PPOK dapat diketahui dengan EKG. Gambaran
abnormal EKG antara lain :
P pulmonal.
P pulmonal R V6 < 5, R/S < = 1 adalah yang paling sering terdapat pada gambaran
EKG
Laboratorium darah rutin
Timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik)
Analisa gas darah
Penentuan analisa gas darah penting dalam menilai derajat insufisiensi pernafasan atau
kegagalan pernafasan. Asidosis dapat terjadi pada eksaserbasi akut yang umumnya disusul
dengan kompensasi gunjal yang mengembalikan pH darah dalam batas-batas normal.
Analisa gas darah juga direkomendasikan ketika FEV1 bernilai 40% di bawah nilai prediksi
dengan adanya tanda cor pulmonale dan selama eksaserbasi akut berat untuk menilai
oksigenasi dan kemungkinan adanya hiperkapnia.
Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan
tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit
paru
lainnya
atau
menyingkirkan
diagnosis
banding
dari
keluhan
pasien.
a. Bahaya Interpersonal
Meniadakan faktor etiologi misalnya segera menghentikan merokok. Merokok adalah salah
satu faktor resiko yang dapat dihilangkan, dan berhenti merokok dapat memberikan efek
yang menguntungkan bahkan pada lansia. Efek merokok pada sistem respirasi cukup
banyak. Karbon monoksida bersaing dengan oksigen untuk mendapatkan molekul
hemoglobin, sehingga mengurangi kapasitas pengangkutan oksigen. Oleh karena itu Bapak
A mengalami sesak napas.
b. Bahaya Lingkungan
Meniadakan faktor presipitasi misalnya menghindari polusi udara. Polusi udara memiliki
dampak negative pada sistem pulmonal. Lansia lebih cenderung untuk mengalami
konsekuensi dari polusi karena adanya kelemahan pada sistem pulmonalnya dan karena zat
yang berbahaya di tempat kerja. Terlihat pada Bapak A yang mengalami batuk karena sejak
muda Bapak A bekerja di tempat yang berasap dan berdebu.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dengan cara pengkajian memberikan asuhan keperawatan. Pengkajian
dengan inspeksi meliputi kulit dan warna membran mukosa. Walaupun dinding dada menjadi kaku
seiring dengan penambahan usia, ekspansi seharusnya tetap simetris. Hasil palpasi harus
menunjukan pengembangan pada saat respirasi dan fremitus taktil yang seimbang. Perkusi yang
resonan merupakan hal yang normal. Tetapi pada sebagian lansia yang sehat, suara yang terdengar
adalah hiperesonan. Sebelum memulai auskultasi, pasien harus mengambil napas dalam dan batuk
untuk membersihkan jalan napas dan mengembangkan bagian dasar alveoli.
Pada kasus, asuhan keperawatan yang diberikan adalah mempertahankan kepatenan jalan
napas, memudahkan pertukaran gas, memaksimalakan pola napas, dan memberikan edukasi.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan Tersier dengan cara rehabilitasi pulmonal. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
c. Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.
4. Promosi Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan
a. Diet
Berikan makanan dengan porsi kecil tetapi sering (hindari makan banyak karena hal
tersebut dapat menyebabkan distensi lambung dan kelemahan respirasi). Berikan diet
seimbang yang baik (hindari diet tinggi karbohidrat karena hal tersebut dapat meningkatkan
kandungan CO2 dan meningkatkan ventilasi).
b. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera:
peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas
pendek, rasa sesak didada, keletihan. Bantu Bapak A mengerti tentang tujuan jangka panjang
dan jangka pendek; ajarkan Bapak A tentang penyakit dan perawatannya.
2.5 Terapi Farmakologi
Pengobatan farmakologi untuk Bapak X dapat diberikan dengan cara:
1.
merokoknya, tampak suatu perbaikan yang signifikan dalam laju penurunan fungsi paru. Paru-paru
kembali mengalami perubahan sehingga menyerupai pasien-pasien yang tidak merokok. Maka dari
itu sudah seharusnya semua pasien PPOK dengan segera berhenti merokok dan diajarkan tentang
berbagai keuntungan berhenti merokok. Ada dua pendekatan farmakologi yang terpenting yakni:
bupropion, sebagai obat anti depresan, dan terapi pengganti nikotin, tersedia dalam bentuk permen
karet, transdermal patches, inhaler, dan nasal spray.
2.
Bronkodilator
Umumnya bronkodilator digunakan untuk kepentingan simtomatis pada pasien PPOK. Pilihan
pemberian secara inhalasi oleh karena efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan
dengan pemberian secara parenteral. Digunakan rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila
diperlukan (gejala intermitten). Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi
3.
Agen Antikolinergik
Walaupun penggunaan ipratropium bromide secara rutin tidak menunjukkan pengaruh terhadap
laju penurunan fungsi paru, namun telah dilaporkan dapat memperbaiki gejala dan menghasilkan
perbaikan yang cepat pada FEV1. Efek samping kecil, dan pemberian antikolinergik inhalasi
dianjurkan pada pasien-pasien dengan gejala PPOK.
4.
agonis
Obat digunakan sebagai terapi simtomatis. Efek samping yang paling utama adalah tremor dan
takikardi. 2,3 Long-acting agonis inhalasi, seperti salmeterol, memiliki keuntungan yang
sebanding dengan ipratropium bromide. Kegunaannya lebih baik dari pada short-acting agent.
Tambahan agonis pada terapi antikolinergik inhalasi telah menunjukkan adanya keuntungan
tambahan. Terbutalin selain mempunyai efek bronkodilator, juga mempunyai efek terhadap
pengeluaran mukus, terutama bila diberikan secara aerosol.
5.
Glukokortikoid inhalasi
Penggunaan glukokortikoid inhalasi menyebabkan penurunan frekuensi eksaserbasi sebesar 25-
30%, akan tetapi perngguanaan obat ini dapat meningkatkan kejadian oropharyngeal candidiasis
dan peningkatan kecepatan berkurangnya densitas tulang.
6.
Kortikosteroid parenteral
Penggunaan glukokortikoid oral dalam jangka waktu lama sebagai terapi PPOK tidak
dianjurkan oleh karena tidak menguntungkan. Penggunaan glukokortikoid oral dalam jangka waktu
lama menghasilkan efek samping yang signifikan, termasuk osteoporosis, penambahan berat badan,
katarak, glukosa intoleran, dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
7.
Theophylline
Theophylline menghasilkan perbaikan yang sedang terhadap kecepatan arus ekspirasi dan
kapasitas vital dan sedikit perbaikan pada kadar oksigen dan karbon dioksida arteri pasien PPOK
derajat sedang sampai berat. Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kgBB per oral. Konsentrasi
dalam darah yang baik adalah antara 10-15 mg/L.4 Nausea adalah efek samping yang paling sering,
lalu takikardi serta tremor.
8.
Oksigen
Pemberian O2 adalah merupakan terapi untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan
PPOK. Untuk pasien dengan hipoksemia istirahat (saturasi O2 istirahat <88% atau <90% dengan
tanda-tanda hipertensi pulmonal atau gagal jantung kanan), pemberian O2 memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap penurunan mortalitas. Pemberian O2 terus-menerus dan jangka panjang
telah terbukti berguna pada pasien-pasien bronkitis kronis dan emfisema lanjut dengan hipoksemia
kronis. Hipoksemia kronis dapat menyebabkan vasospasme dan hipertensi pulmonal, serta
polisitemia, sehingga terjadi kor pulmonal.3 Pemberian O2 juga umumnya dianjurkan untuk pasien
dengan exertional hipoksemia ataupun nocturnal hipoksemia.
9.
N-acetyl cystein
N-acetyl cystein telah digunakan pada pasien-pasien PPOK baik sebagai mukolitik ataupun
antioksidan. Terapi khusus dalam bentuk terapi tambahan 1AT intravena tersedia bagi mereka yang
mengalami defisiensi 1AT yang berat. Walaupun efek biokimia dari terapi tambahan 1AT dapat
dilihat, dari beberapa penelitian terhadap terapi tambahan 1AT, tidak pernah membuktikan efek
dari terapi tambahan dalam menekan penurunan fungsi paru.
BAB III
ANALISA KASUS
Seseorang laki-laki berusia 67 tahun mengeluh pada perawat yang datang berkunjung ke rumah,
batuk kering tidak berdahak, dada terasa sakit dan lelah karena tidak sembuh-sembuh. Hasil
pemeriksaan fisik klien tampak lemah kurus, frekuensi nafas 28 x/mnt, frekuensi nadi 82x/mnt,
tekanan darah 110/70 mmHg suara nafas wheezing, dan terdapat penggunaan otot bantu nafas.
Klien memiliki riwayat merokok dan bekerja selama hampir 24 tahun sebagai pembuat krupuk yang
selalu mencium adap pembakaran kayu.
1.
Pengkajian
Nama
: Tuan X
Umur
: 67 tahun
Hasil Pemeriksaan fisik: (frekuensi nafas 28 x/mnt, frekuensi nadi 82x/mnt, tekanan darah 110/70
mmHg suara nafas wheezing, dan terdapat penggunaan otot bantu nafas)
Riwayat Kesehatan : Klien memiliki riwayat merokok dan bekerja selama hampir 24 tahun
sebagai pembuat krupuk yang selalu mencium adap pembakaran kayu
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise,
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
Keletihan
Gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
2. Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi jantung
Distensi vena leher
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAP dada)
Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis
perifer
Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala :
Peningkatan factor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda :
Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan/Cairan
Gejala :
Mual/muntah
Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan meninjukkan
edema (bronchitis)
Tanda :
Turgor kulit buruk
Edema dependen
Berkeringat
Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema)
Pa;pitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis)
5. Higine
Gejala :
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda :
serbuk gergaji)
Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang dengan
nafas (asma)
Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan emfisema); bunyi
7. Keamanan
Gejala :
Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
Adanya/berulang infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala : penurunan libido
9. Interaksi Sosial
Gejala :
Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagosa keperawatan yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain:
1. Tidak efektifnnya bersihan jalan nafas
2. Pola napas tidak efektif
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Intoleransi aktivitas
5. Risiko tinggi infeksi
3. Perencanaan
Dari diagnosa di atas dapat di susun perencanaan sebagai berikut :
Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan
1.Setelah
Kreteria hasil
Frekuensi
dilakukan
napas normal
ASKEP selama
(16-20x/menit)
Tidak sesak
Tidak ada
sputum
Batuk
x jam
diharapkan
bersihan jalan
nafas kembali
Intervensi
Rasional
Mandiri
krekels, ronki
dapat/tak dimanifestasikan
adanya bunyi napas
adventisius, mis.,
berkurang
efektif
penyebaran, krekels
basah, (bronchitis); bunyi
napas redup dengan
ekspirasi mengi
(emfisema); atau tak
adanya bunyi napas (asma
berat).
Kaji/pantau frekuensi
inspirasi/ekspirasi.
tidur mempermudah
menggunakan graviatsi.
padasandaran tempat
tidur.
Pertahankan posisi
lingkungan minimum,
Memberikan pasien
Dorong/bantu latihan
mengatasi dan
bibir
Observasi karakteristik
batuk, mis., menetap,
memperbaiki
keefektifan upaya
batuk.
Tingkatkan masukan
Hidrasi memebantu
cairan sampai
menurunkan kekentalan
3000ml/hari sesuai
sekret, mempermudah
toleransi jantung.
pengeluaran.
Pengguanaan cairan
hangat dapat menurunkan
spasme bronkus. Cairan
selama makan dapat
meningkatkan distensi
gaster dan tekanan pada
diafragma.
Kolaborasi
indikasi.
Bronkodilator, mis., -
agonis: epinefrin
(Adrenalin,
Vaponefrin); albuterol
( Proventil, Ventolin);
terbutalin (Brethine,
Menurunkan edema
Brethaire); isoetarin
(Brokosol,
Bronkometer);
menurunkan kelemahan
Xantin, mis.aminofilin,
oxtrifilin, teofilin.
kontraktilitas diafragma.
Menurunkan inflamasi
jalan napas lokal dan
Kromolin (intal),
edema dengan
flunisolida (Aerobid)
menghambat efek
histamin dan mediator
lain.
Kortikosteroid digunakan
untuk mencegah reaksi
inhalasi;
pengeluaran histamin,
metilprednisolon
(Medrol);
deksametason
(Decadral);
dan dispnea
antihistamin mis.
Beklometason,
diindikasikan untuk
triamnisolon;
mengontrol infeksi
pernapasan/pneumonia.
Antimikrobal;
Analgesik, penekan
batuk/antitusif mis.,
istirahat.
kodein, produk
dextrometorfan (Benylin
kekentalan sekret
DM, Comtrex,
mempermudah
Novahistine).
Kelembaban menurunkan
Berikan humidifikasi
membantu
tambahan, mis.,
menurunkan/mencegah
nebuliser ultranik,
pembentukan mukosa
humidifier aerosol
ruangan
untuk membuang
Bantu pengobatan
banyaknya sekresi/kental
fisioterapi dada.
Catatan: dapat
meningkatkan spasme
bronkus pada asma.
pengawasan
kemajuan/kemunduran
foto dada.
Kreteria
Melatih
Intervensi
Ajarkan pasien
Rasional
Membantu pasien
dilakukan
pernapasan
pernapasan
memperpanjang waktu
ASKEP
bibir dirapatkan
diafragmatik dan
selama ...x...
dan
pernapasan bibir
jam diharapkan
diafragmatik
dirapatkan.
pola napas
serta
efektif
menggunakanny
keputusan (mandi,
bercukur) tentang
upaya bernapas
dan membuat
otot inspirasi
membuat beberapa
penurunan
pelatihan otot-
Biarkan pasien
aktivitas
Memperlihatkan
tanda-tanda
memungkinkan pasien
periode istirahat.
melakukan
aktivitas.
Menggunakan
aktivitas akan
aktivitas dengan
jarak dalam
untuk menyelingi
a ketika sesak
Berikan dorongan
Menguatkan dan
perawatannya
mengkondisikan otot-otot
berdasarkan pada
pernapasan.
seperti yang di
haruskan.
Diagnosa 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan
Kriteria
Intervensi
Rasional
Setelah
Mandiri
Kaji kebiasaan diet,
menunjukkan
dilakukan
perilaku
ASKEP
mempertahan
selama ...x...
kn
jam diharapkan
nutrisi
terpenuhinya
adekuat
kebutuhan
masukan
Mengidentifik
nutrisi sesuai
asi kebutuhan
kebutuhan.
nutrisi
kesulitan makanan.
PPOM mempunyai
kebiasaan makan buruk,
meskipun kegagalan
pernapasan membuat
individual
status hipermetabolik
Peningkatan
dengan peningkatan
asupan
masukan dari
sepertiga porsi
Pasien distress
masuk RS dengan
menjadi
beberapa derajat
setengah porsi
untuk setiap
mengaliami emfisema
kali makan
perototan kurang.
Penurunan bising usus
menunjukkan penurunan
konstipasi (komplikasi
tisu.
makanan buruk,
hipoksemia.
Rasa tak enak, bau dan
sering.
Hindari makanan
penghasil gas dan
penampilan adalah
pencegah utama terhadap
minuman karbonat.
muntah dengan
peningkatan kesulitan
sangat dingin.
Timbang berat badan
napas.
Membantu menurunkan
sesuai indikasi
Kolaborasi
meningkatkan masukan
kalori total.
Dapat menghasilkan
memberikan makanan
kesempatan untuk
mengganggu napas
mis.nutrisi tambahan
oral/selang, nutrisi
parental
Kaji pemeriksaan
meningkatkan dispnea.
Suhu ekstrem dapat
laboratorium,
mencetus/meningkatkan
mis.albumin serum,
spasme batuk.
Berguna untuk
menentukan kebutuhan
amino, besi,
pemeriksaan
keseimbangan nitrogen,
keadekuatan rencana
glukosa, pemeriksaan
fungsi hati, elektrolit.
Berikan
nutrisi.
Metode makan dan
kebutuhan kalori
vitamin/mineral/erlektro
didasarkan pada
situasi/kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi
maksimal dengan upaya
minimal
pasien/penggunaan
energy.
Mengevaluasi/mengatasi
kekurangan dan
mengawasi keefektifan
tiap nutrisi.
Kriteria
Melakukan
Intervensi
Dukung pasien dalam
Rasional
Otot-otot yang
dilakukan
aktivitas dengan
menegakkan regimen
mengalami kontaminasi
ASKEP
napas pendek
membutuhkan lebih
lebih sedikit.
Mengungkapkan
memberikan beban
dapat
perlunya untuk
melakukan
melakukan
aktivitas seperti
latihan setiap
perlahan.
Sarankan konsultasi
orang normal
hari dan
(sehat)
memperagakan
untuk menentukan
rencana latihan
yang akan di
terhadap kemampuan
lakukan di
rumah.
Berjalan dan
selama ...x...
jam diharapkan
secara bertahap
meningkatkan
waktu dan jarak
berjalan untuk
memperbaiki
kondisi fisik.
Minimal bisa
berjalan 10-15
meter.
Kriteria
Pasien tidak
demam
Intervensi
Mandiri
Awasi suhu
Rasional
Demam dapat
Pasien dapat
melakukan aktivitas
mempraktekkan
bagaimana cuci
(sehat)
terjadi karena
Kaji pentingnya
latihan napas,
dehidrasi.
batuk efektif,
perubahan posisi
sering, dan
seimbang.
masukan cairan
meningkatkan
mobilisasi dan
pengeluaaran
adekuat.
Tunjukan dan
secret untuk
menurunkan
bantu pasien
resiko terjadinya
tentang
pembuangan tisu
an sputum.
Aktivitas ini
infeksi paru.
Mencegah
penyebaran
Tekankan cuci
pathogen melalui
cairan.
(perawat dan
pasien) dan
penggunaan
sarung tangan bila
memegang/membu
ang tisu, wadah
sputum.
Awasi pengunjung;
berikan masker
Menurunkan
potensial terpajan
sesuai indikasi.
Dorong
pada penyakit
keseimbangan
infeksius
antara aktivitas
(mis.ISK)
dan istirahat.
Menurunkan
konsumsi/kebutuh
an keseimbangan
Diskusikan
oksigen dan
kebutuhan
memperbaiki
masukan nutrisi
pertahanan pasien
adekuat.
terhadap infeksi.
Kolaborasi
Meningkatkan
specimen sputum
penyembuhan.
Dapatkan
Malnutrisi dapat
mempengaruhi
penghisapan untuk
kesehatan umum
pewarnaan kuman
dan menurunkan
Gram,
tahanan terhadap
kultur/sensitivitas.
Berikan
infeksi.
antimikroba sesuai
indikasi.
Dilakukan untuk
mengidentifikasi
organism
penyebab dan
kerentanan
terhadap berbagai
antimicrobial.
Dapat diberikan
untuk organism
khusus yang
teridentifikasi
dengan kultur dan
sensitivitas, atau
diberikan secra
profilaktit karena
resiko tinggi.
Implementasi
Implementasi dibuat berdasarkan perencanaan yang sudah dibuat.
Evaluasi
Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kontriksi bronkus
peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Pasien mengatakan tidak sesak.
Pada saat batuk produksi sputum berkurang,
Frekuensi napas normal (16-20 x/menit)
mengalami sesak.
Tidak menunjukkan tanda-tanda gelisah,
Tidak terdapat disritmia
Tidak Dispnea
Tidak ada sianosis
Diagnosa 3 : Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek dan
produksi sputum.
Pasien mengatakan sudah bisa menggunakan pernapasan diafragma dan bibir
dirapatkan.
Klien menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas.
Biodata Pasien
Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien
atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat
kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
a.
Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang
kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang
sudah berlangsung lasa sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas . keluhan
lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,, sesak semakin bertambah, dan badan lemah.
b.
Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi. Namun
polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit
tersebut.
3.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik focus pada PPOK
a.
Inspeksi
saat inspeksi bapak Y terlihat lemah, adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu nafas (sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, juga terlihat klien
mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas
dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut,
dispnea terjadi pada saat beraktifitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan
dan mandi. Bapak Y juga terlihat batuk kering tidak berdahak.
b.
Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c.
Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan diafragma mendatar/menurun.
d.
Auskultasi
Saat pemeriksaan auskultasi didapatakan suara wheezing ada bapak Y sesuai tingkat keparahan
obstruktif pada bronkhiolus.
(Muttaqin. 2008)
e. TTD
Frekuensi Nafas 28x/menit
Nadi : 82x/menit
TD : 110/70
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain:
1. Gangguan pertukaran gas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y, berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan PPOK
2. Gangguan rasa nyaman pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y, berhubungan dengan
proses peradangan pada selaput paru-paru
3. Resiko Intoleransi aktivitas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y,
berhubungan
dengan hipoksemia, keletihan, pola nafas tidak efektif serta ketidakmampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah.
III. Intervensi
Dari diagnosa diatas, dapat disusun intervensi sebagai berikut :
a. Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y,
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan PPOK.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan keluarga dapat
merawat Bapak Y dan tidak terjadi gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasil, klien akan :
Rasional
Berguna dalam evaluasi derajat disstres
Catat penggunaan otot aksesori, napas pernafasan dan atau kronisnya proses penyakit.
bibir, keridakmampuan berbicara.
Pengiriman oksigen
3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan kuku) atau sentral (terlihat di sekitar bibir atau
warna membrane mukosa.
4. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
penurunan aliran udara dan atau bunyi Adanya
tambahan.
mengi
mengindikasikan
spasme
bronkus/tertahannya secret.
6. Awasi tanda vital dan irama jantung. dapat menunjukan efekl hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
klien
dengan
baik
dan
dapat
keluarga
dalam
meningkatkan
Diagnosa 2 : Gangguan rasa nyaman pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y,
berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
* Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
* Ekspresi wajah rileks.
Intervensi
1. Tentukan karakteristik nyeri,
Rasional
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa
karakter/intensitasnyeri/lokasi.
endokarditis.
musik tenang/perbincangan,
relaksasi/latihan napas.
terapi analgesic.
sering.
upaya batuk.
batuk.
Obat ini dapat digunakan untuk menekan
6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai
indikasi.
Rasional :
Obat ini dapat digunakan untuk menekan (Doenges, 1999. hal 171).
batuk non produktif/proksimal atau
menurunkan mukosa berlebihan,
meningkatkan kenyamanan/istirahat
umum.
(Doenges, 1999. hal 171).
d. Diagnosa 3 : Resiko Intoleransi aktivitas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y,
berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, pola nafas tidak efektif serta ketidakmampuan keluarga
memelihara lingkungan rumah.
Tujuan
Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan rencana
latihan yang akan dilakukan di rumah.
Berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memperbaiki
kondisi fisik.
Rasional
regimen
latihan
teratur
dengan
berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, memberikan beban tambahan pada paru-paru.
seperti berjalan perlahan, latihan berdiri Melalui
tanpa alat bantu, dll.
latihan
yang
teratur,
bertahap,
untuk menentukan program latihan spesifik latihan fisik yang akan diberikan pada klien,
terhadap kemampuan pasien.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem
pernapasan lansia mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia. Lansia memiliki
kerentanan yang tinggi terhadap risiko-risiko infeksi dan masalah lain pada sistem pernapasannya.
Faktor-faktor risiko yang ada dapat muncul menjadi pemicu terjadinya gangguan lebih lanjut pada
sistem pernapasan salah satunya disebut PPOK. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan
istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Penyakit
yang paling sering muncul di kalangan masyarakat terkait PPOK antara lain bronkitis kronik,
emfisema, dan asma bronkial. Penyakit-penyakit tersebut dapat dihubungkan dengan kesamaan
akan etiologi, patogensesis, dan pengobatan. Jika proses obstruksi dihubungkan dengan hipersekresi
mukus hal itu disebut bronkitis kronis, dan jika terdapat kerusakan jaringan alveolar, hal itu dikenal
dengan efisema. Namun apabila proses obstruksi masih telah dapat diperbaiki, maka dapat disebut
dengan asma.
Perlu dilakukan berbagai pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa PPOK baik dari
pemeriksaan fisik maupun penunjang. Selain itu dilakukan pula penatalaksanaan secara famokologi
dengan obat-obatan serta secara non farmakologi salah satu dengan edukasi keperawatan ini terbagi
menjadi 3 yaitu pencegahan primer yaitu pencegahan yang ditujukan bagi orang sehat supaya tidak
terjadi masalah respirasi, pencegahan sekunder yaitu pencegahan yang ditujukan bagi orang yang
mempunyai potensi tinggi dan mengalami masalah respirasi, dan pencegahan tersier yaitu tahap
rehabilitasi bagi orang yang mempunyai masalah respirasi. Asuhan keperawatan yang diberikan
pada klien lansia dengan gangguan pernapasan harus mencakup pengkajian holistik terhadap
kondisi terkini masalah kesehatan dan riwayat-riwayat kesehatannya terdahulu. Selain itu,
pendidikan kesehatan mengenai kondisi kesehatan pernapasan yang adekuat juga menjadi fokus
pada perawatan kesehatan lansia.
4.2 Saran
Pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi pernapasan lansia serta keadaan abnormalitas
terkait dengan organ terkait seperti asma, bronchitis kronis, emfisema, PPOK dan sebagainya
merupakan kompetensi yang harus dipahami oleh perawat profesional dalam memberikan
pelayanan yang optimal kepada klien lansia. Pemberian intervensi dihubungkan dengan etiologi
penyebab gangguan pernapasan yang muncul pada lansia tersebut.Selain memberikan asuhan
keperawatan yang holistik, perawat juga harus dapat memberikan edukasi kepada klien untuk untuk
mencegah terkena suatu resiko penyakit maupun mencegah berulangnya suatu penyakit. Selain itu
edukasi keperawatan juga perlu dilakukan kepada keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu,
pemahaman mengenai sistem pernapasan pada lansia harus ditingkatkan demi kesejahteraan
kesehatan lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.
Brunner & Suddarth. (2002). Textbook of Medical Surgical Nursing. USA: Lippincott Publishers.
Carpenito-Moyet, Lynda Juall.(2006).Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Moorhouse, Geissler. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.
Lueckenotte, Annette. G. (1996). Gerontological nursing. Missouri: Mosby-Year Book.
Matteson, Mary Ann. (1988). Gerontological nursing: concepts and practice. Philadelphia: W.B.
Saunders Company.
Meiner, Sue E. and A.G. Lueckenotte. (2006). Gerontologic nursing. 3rd Ed. Missouri : Mosby
Elsevier.
NANDA.(2005). Panduan Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia. (2003) . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Reilly JJ, Silverman EK, Shapiro SD. (2004). Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
16th