You are on page 1of 38

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA KASUS PPOK

Disusun Oleh
Homegroup 1
Anindini Winda Amalia, 0906510634
Ayu Puspita Sari, 0906510672
Chandri Bunga W. 0906493325
Naila Authar,0906629492
Ririn Septiani, 0906493400
Rizkiyani Istifada, 0906493413
Sri Mauliani, 0906629706

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2011

KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini berjudul
Asuhan Keperawatan pada Lansia Kasusu PPOK yang bertujuan untuk memenuhi tugas
Mata Ajar Keperawatan Gerontik 1 pada semester 6.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi secara
optimal sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing kami, Bapak Suki yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini.
Penyusun berharap makalah ini dapat memberi kontribusi manfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu, penyusun menerima berbagai kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun.
Penyusun

Homegroup 1

ABSTRAK

Penyakit paru obstruksi kronik yang merupakan sekumpulan penyakit paru yang disebabkan
oleh beberapa faktor risiko. Lansia memiliki kerentanan dalam penyakit paru, hal ini disebabkan
oleh faktor penurunan fisiologis yang dialami oleh lansia. Pada perubahan sruktur anatomis dan
fisiologis dapat menyebabkan perubahan juga dalam pola nafas lansia, seperti adanya masalah
terhadap pemenuhan kebutihan oksigen yang ditandai dengan adanya penyakit PPOK, Tb paru,
asma, dan pneumonia. Pemenuhan kebutuhan oksigenasi lansia dapat dibantu dengan beberapa
terapi modalitas dan terapi farmakologis, serta asuhan keperawatan yang sebelumnya dilakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang terkait dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Kata Kunci: penyakit paru obstruksi, perubahan anatomis dan fisiologis, PPOK, Tb paru, asma,
penumonia, terapi modalitas, terapi farmakologis, asuhan keperawatan, pemeriksaan fisik dan
penunjang

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lansia merupakan tahap akhir dari rentang perkembangan manusia setelah tahap dewasa
akhir. Lansia mengalami perubahan anatomi dan fungsi dari semua sistem dalam tubuh, salah
satunya pada sistem pulmonal. Perubahan anatomi sistem pulmonal pada lansia berperan
terhadap perubahan fungsi pulmonal dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Perubahan
anatomi dan fungsi pulmonal serta perubahan sistem imun mengakibatkan lansia rentan
mengalami masalah dalam pernafasan salah satunya Penyakit Paru Obstuksi Kronik (PPOK).
PPOK merupakan sekumpulan penyakit paru yang terjadi dalam waktu yang lama
menyebabkan klien lansia mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
Oksigenasi merupakan kebutuhan yang paling utama, sehingga jika terjadi gangguan terkait
kebutuhan oksigenasi akan bermanifestasi pada banyak hal yang akan mempengatuhi aktivitas
lansia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi pada lansia?
2. Bagaimana terjadinya gangguan terkait kebutuhan oksigenasi yaitu PPOK pada lansia?
3. Apa manifestasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)?
4. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien PPOK?
5. Bagaimana terapi modalitas dan terapi farmakologi untuk PPOK?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penyusun memiliki beberapa tujuan penulisan
makalah ini antara lain:
1. Mengetahui dan memahami perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi lansia
2. Mengetahui bagaimana terjadinya gangguan terkait kebutuhan oksigenasi yaitu PPOK pada
lansia.
3. Mengetahui apa saja manifestasi klinis PPOK.
4. Mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada klien PPOK.
5. Mengetahui bagaimana terapi modalitas serta terapi farmakologi PPOK.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan yang dipergunakan dalam pembuatan makalah ini adalah telusur
pustaka, yaitu dengan mencari referensi dari dari beberapa buku dan literatur digital (website)
yang relevan serta valid untuk mendukung pembuatan makalah ini. Setelah mendapatkan data
yang dibutuhkan, penyusun melakukan diskusi kelompok sehingga disusunlah makalah ini
sesuai dengan tujuan penyusunan yang diharapkan.
1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri atas empat bab, Bab I yaitu pendahuluan yang mencakup latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II yaitu tinjauan pustaka yang berisi konsep umum gangguan pada lansia terkait oksigenasi
yaitu PPOK. Bab III yang berisi pembahasan kasus serta asuhan keperawatan. Bab IV
merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

BAB II
ISI
2.1 Perubahan fisiologis sistem respirasi lansia
Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh
susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ. Perubahan anatomi dan
fisiologis yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai berikut (Stanley,2006):

1. Perubahan Anatomi
a. Paru-paru kecil dan kendur.
b. Hilangnya recoil elastic.
c. Pembesaran alveoli.
d. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu.
e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
f. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
g. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
h. Kelenjar mucus kurang produktif.
i. Penurunan sensivitas sfingter esophagus
j. Penurunan sensivitas kemoreseptor.
2. Perubahan-perubahan fisiologis Sistem Respirasi
Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan structural dan fungsional pada toraks dan
paru paru. Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi
kurang elastic dan lebih berserabut serta berisi kapiler kapiler yang kurang berfungsi, sehingga
kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru paru untuk oksigen tidak dapat
memenuhi permintaan tubuh Daya pegas paru paru berkurang, sehingga secara normal
menahan thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot
rangka pada toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan
menjadi lemah, amka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun.
Dekalsifikasi iga dan peningkatan klasifiaksi dari akrtilago kostal juga terjadi. Membran
mukosa lebih kering, sehingga menghalangi pembuangan secret dan menciptakan risiko tinggi
terhadap infeksi pernapasan. (Maryam, 2008). Sedangkan menurut Stokslager, 2003 perubahan
fisiologis pada sisitem pernapasan sebagian berikut:
a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.
b. Atrofi umum tonsil.
c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolism kalsium dan
kartilago iga.
e. Kekakuan paru ; penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
f. Kifosis.
g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan
h. Penurunana kapasitas difusi

i. Penurunanan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi; penurunan kapasitas vital


j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastic paru dan
peningkatan kapasitas residual.
k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas ) yang mengakibatkan penurunan
area permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen.
l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%
m. Penurunana cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian risisko infeksi paru dan sumbat mukus.
n. Toleransi rendah terhadap oksigen.
2.2 Masalah/ gangguan pada lansia terkait kebutuhan oksigenasi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung dalam waktu yang lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price & Wilson, 2005).
Bronkhitis kronik, emfisema paru, dan asma bronchiale membentuk kesatuan yang disebut PPOK.
Beberapa faktor berperan dalam meningkatkan risiko munculnya PPOK. Pertama,
kebiasaan merokok yang merupakan penyebab utama PPOK. Seseorang yang menjadi perokok
aktif, pasif, maupun punya riwayat merokok sangat berisiko terkena PPOK. Kedua, polusi udara
termasuk zat-zat kimia, debu, asap kendaraan, asap kompor, dan gas beracun di udara. Ketiga,
mempunyai riwayat infeksi saluran nafas. Dan keempat, faktor genetis atau keturunan. Pada kasus
Tn. X 67 tahun memiliki riwayat merokok dan bekerja hampir 24 tahun sebagai pembuat kerupuk
sehingga menghisap asap dari kayu pembakaran merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya
PPOK.
ASMA BRONCHIAL
Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang trakeobronkial
terhadap pelbagai jenis rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan jalan napas
secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme. Manifestasi asma mudah dikenali. Setelah
klien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dispnea (sesak napas).
Klien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga
untuk bernapas.
Asthma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T
dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan
dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asthma bersifat airborne dan supaya
dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk
periode waktu tertentu. Keadaan internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan
antibodi yang mengakibatan dikeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan
mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan yang dapat berupa dikeluarkannya histamin,

bradikinin dan anafilatoksin. Hasil dari hal tersebut timbul 3 gejala yaitu berkontraksinya otot
polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mukus.

BRONCHITIS KRONIK
Bronchitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus
yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum
selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun brturut-turut.
Sputum yang terbentuk pada bronchitis kronik dapat mukoid atau mukopurulen.
Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun
non-infeksi. Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme. Tidak seperti emfisema, bronchitis lebih
mempengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan pada alveolinya. Aliran udara dapat atau
mungkin juga tidak mengalami hambatan. Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami
peningkatan kelenjar mukus, mukus menjadi lebih kental, dan kerusakan fingsi silia yang
meningkatkan resiko terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan
meningkat. Dinding bronchial meradang dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersamasama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada
bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan
pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi.
EMFISEMA
Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomi parenkim paru yang ditandai oleh
pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta distruksi dinding alveolar.

Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema
merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas
sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan
diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan
menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak mengalami
pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi
jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga
menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan
ventilasi.

Tanda dan gejala PPOK yaitu batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di
saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan
produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai
dengan produksi dahak yang semakin banyak. Pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan
kehilangan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan,
penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system
gastrointestinal.
2.3 Pemeriksaan fisik dan penunjang
A. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada
PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat

sedang dan PPOK derajat berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk
anatomi toraks.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1. Inspeksi
-

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Pola napas klien (kecepatan, kedalaman, dan siklus inspirasi serta ekspirasi), frekuensi nafas
menurun

Penggunaan otot-otot bantu pernapasan dan hipertrofi otot bantu nafas

Pergerakan dinding dada (simetris atau asimetris)

Warna, suhu, dan penampakan dari ekstremitas serta adakah clubbing fingers (jika ada, klien
menderita hipoksia kronik, COPD, sistik fibrosis, atau penyakit jantung bawaan)

Jika memproduksi sputum kaji warna, konsistensi, jumlah, dan bau sputum.

Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong) iganya lebih melebar dan spasium
interkostanya cenderung untuk menggembung saat ekspirasi.

Pelebaran sela iga

Penampilan pink puffer atau blue bloater

2. Auskultasi
-

Fremitus melemah

Suara nafas vesikuler melemah atau normal

Ekspirasi memanjang

Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

3. Palpasi
Posisi trakea, karakteristik dinding dada secara umum (apakah terdapat emfisema subkutan
atau krepitasi), toraks (simetris atau asimetris saat ekskursi pernapasan, nyeri tekan, massa),
dan taktil fremitus.
4. Perkusi
Bunyi hipersonor terdengar pada pasien PPOK. Pada emfisema hipersonor dan batas jantung
mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong
ke bawah
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips
Breathing
Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang.
Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain :
Radiologi (foto toraks)
Foto toraks (CXR/chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma datar,
bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan
ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto toraks dapat normal pada
stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitif untuk diagnosis PPOK. Perubahan
emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan toraks namun pemeriksaan ini tidak costeffective atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK.
Uji Faal Paru
-

Spirometri

Spirometri merupakan pemeriksaan faal paru yang terpenting untuk mendeteksi adanya
obstruksi jalan nafas maupun derajat obstruksi. Hasil spirometri dapat mengindikasikan
klasifikasi PPOK.
- Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah
pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat
perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
GOLD

Severity

Symptoms

Stage
0

At Risk

Chronic

Mild

production.
With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and FEV1 80% predicted
cough

Moderate

Spirometry

cough,

or

sputum Normal

sputum

production.
With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and 50% FEV1 <80% predicted
cough

or

sputum

GOLD

Severity

Symptoms

Spirometry

Severe

production.
With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and 30% FEV1 <50% predicted

Stage
3

cough
4

or

sputum

Very

production.
With or without chronic FEV1/FVC <0.7 and FEV1 <30% predicted

Severe

cough

or

sputum Or FEV1 <50% predicted with respiratory failure or

production.

signs of right heart failure

EKG
Hipertensi pulmonal pada tingkat lanjut PPOK dapat diketahui dengan EKG. Gambaran
abnormal EKG antara lain :

P pulmonal.

Deviasi aksis kekanan

Low voltage sering pada emfisema.

Tanda-tanada hipertrofi ventikei kanan (RVH).

P pulmonal R V6 < 5, R/S < = 1 adalah yang paling sering terdapat pada gambaran

EKG
Laboratorium darah rutin
Timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik)
Analisa gas darah
Penentuan analisa gas darah penting dalam menilai derajat insufisiensi pernafasan atau
kegagalan pernafasan. Asidosis dapat terjadi pada eksaserbasi akut yang umumnya disusul
dengan kompensasi gunjal yang mengembalikan pH darah dalam batas-batas normal.
Analisa gas darah juga direkomendasikan ketika FEV1 bernilai 40% di bawah nilai prediksi
dengan adanya tanda cor pulmonale dan selama eksaserbasi akut berat untuk menilai
oksigenasi dan kemungkinan adanya hiperkapnia.
Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi)
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan
tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit
paru

lainnya

atau

menyingkirkan

diagnosis

banding

2.4 Terapi Modalitas fisioterapi dada dan inhalasi Sederhana


Penatalaksanaan Keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer

dari

keluhan

pasien.

a. Bahaya Interpersonal
Meniadakan faktor etiologi misalnya segera menghentikan merokok. Merokok adalah salah
satu faktor resiko yang dapat dihilangkan, dan berhenti merokok dapat memberikan efek
yang menguntungkan bahkan pada lansia. Efek merokok pada sistem respirasi cukup
banyak. Karbon monoksida bersaing dengan oksigen untuk mendapatkan molekul
hemoglobin, sehingga mengurangi kapasitas pengangkutan oksigen. Oleh karena itu Bapak
A mengalami sesak napas.
b. Bahaya Lingkungan
Meniadakan faktor presipitasi misalnya menghindari polusi udara. Polusi udara memiliki
dampak negative pada sistem pulmonal. Lansia lebih cenderung untuk mengalami
konsekuensi dari polusi karena adanya kelemahan pada sistem pulmonalnya dan karena zat
yang berbahaya di tempat kerja. Terlihat pada Bapak A yang mengalami batuk karena sejak
muda Bapak A bekerja di tempat yang berasap dan berdebu.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dengan cara pengkajian memberikan asuhan keperawatan. Pengkajian
dengan inspeksi meliputi kulit dan warna membran mukosa. Walaupun dinding dada menjadi kaku
seiring dengan penambahan usia, ekspansi seharusnya tetap simetris. Hasil palpasi harus
menunjukan pengembangan pada saat respirasi dan fremitus taktil yang seimbang. Perkusi yang
resonan merupakan hal yang normal. Tetapi pada sebagian lansia yang sehat, suara yang terdengar
adalah hiperesonan. Sebelum memulai auskultasi, pasien harus mengambil napas dalam dan batuk
untuk membersihkan jalan napas dan mengembangkan bagian dasar alveoli.
Pada kasus, asuhan keperawatan yang diberikan adalah mempertahankan kepatenan jalan
napas, memudahkan pertukaran gas, memaksimalakan pola napas, dan memberikan edukasi.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan Tersier dengan cara rehabilitasi pulmonal. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
c. Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.
4. Promosi Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan
a. Diet
Berikan makanan dengan porsi kecil tetapi sering (hindari makan banyak karena hal
tersebut dapat menyebabkan distensi lambung dan kelemahan respirasi). Berikan diet
seimbang yang baik (hindari diet tinggi karbohidrat karena hal tersebut dapat meningkatkan
kandungan CO2 dan meningkatkan ventilasi).
b. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera:
peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas

pendek, rasa sesak didada, keletihan. Bantu Bapak A mengerti tentang tujuan jangka panjang
dan jangka pendek; ajarkan Bapak A tentang penyakit dan perawatannya.
2.5 Terapi Farmakologi
Pengobatan farmakologi untuk Bapak X dapat diberikan dengan cara:
1.

Menghentikan Kebiasaan Merokok


Pada para perokok usia pertengahan yang berhasil menghentikan sama sekali kebiasaan

merokoknya, tampak suatu perbaikan yang signifikan dalam laju penurunan fungsi paru. Paru-paru
kembali mengalami perubahan sehingga menyerupai pasien-pasien yang tidak merokok. Maka dari
itu sudah seharusnya semua pasien PPOK dengan segera berhenti merokok dan diajarkan tentang
berbagai keuntungan berhenti merokok. Ada dua pendekatan farmakologi yang terpenting yakni:
bupropion, sebagai obat anti depresan, dan terapi pengganti nikotin, tersedia dalam bentuk permen
karet, transdermal patches, inhaler, dan nasal spray.
2.

Bronkodilator
Umumnya bronkodilator digunakan untuk kepentingan simtomatis pada pasien PPOK. Pilihan

pemberian secara inhalasi oleh karena efek samping yang ditimbulkan lebih kecil dibandingkan
dengan pemberian secara parenteral. Digunakan rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila
diperlukan (gejala intermitten). Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi
3.

Agen Antikolinergik
Walaupun penggunaan ipratropium bromide secara rutin tidak menunjukkan pengaruh terhadap

laju penurunan fungsi paru, namun telah dilaporkan dapat memperbaiki gejala dan menghasilkan
perbaikan yang cepat pada FEV1. Efek samping kecil, dan pemberian antikolinergik inhalasi
dianjurkan pada pasien-pasien dengan gejala PPOK.
4.

agonis
Obat digunakan sebagai terapi simtomatis. Efek samping yang paling utama adalah tremor dan

takikardi. 2,3 Long-acting agonis inhalasi, seperti salmeterol, memiliki keuntungan yang
sebanding dengan ipratropium bromide. Kegunaannya lebih baik dari pada short-acting agent.
Tambahan agonis pada terapi antikolinergik inhalasi telah menunjukkan adanya keuntungan
tambahan. Terbutalin selain mempunyai efek bronkodilator, juga mempunyai efek terhadap
pengeluaran mukus, terutama bila diberikan secara aerosol.
5.

Glukokortikoid inhalasi
Penggunaan glukokortikoid inhalasi menyebabkan penurunan frekuensi eksaserbasi sebesar 25-

30%, akan tetapi perngguanaan obat ini dapat meningkatkan kejadian oropharyngeal candidiasis
dan peningkatan kecepatan berkurangnya densitas tulang.

6.

Kortikosteroid parenteral
Penggunaan glukokortikoid oral dalam jangka waktu lama sebagai terapi PPOK tidak

dianjurkan oleh karena tidak menguntungkan. Penggunaan glukokortikoid oral dalam jangka waktu
lama menghasilkan efek samping yang signifikan, termasuk osteoporosis, penambahan berat badan,
katarak, glukosa intoleran, dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
7.

Theophylline
Theophylline menghasilkan perbaikan yang sedang terhadap kecepatan arus ekspirasi dan

kapasitas vital dan sedikit perbaikan pada kadar oksigen dan karbon dioksida arteri pasien PPOK
derajat sedang sampai berat. Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kgBB per oral. Konsentrasi
dalam darah yang baik adalah antara 10-15 mg/L.4 Nausea adalah efek samping yang paling sering,
lalu takikardi serta tremor.
8.

Oksigen
Pemberian O2 adalah merupakan terapi untuk menurunkan mortalitas pada pasien dengan

PPOK. Untuk pasien dengan hipoksemia istirahat (saturasi O2 istirahat <88% atau <90% dengan
tanda-tanda hipertensi pulmonal atau gagal jantung kanan), pemberian O2 memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap penurunan mortalitas. Pemberian O2 terus-menerus dan jangka panjang
telah terbukti berguna pada pasien-pasien bronkitis kronis dan emfisema lanjut dengan hipoksemia
kronis. Hipoksemia kronis dapat menyebabkan vasospasme dan hipertensi pulmonal, serta
polisitemia, sehingga terjadi kor pulmonal.3 Pemberian O2 juga umumnya dianjurkan untuk pasien
dengan exertional hipoksemia ataupun nocturnal hipoksemia.
9.

N-acetyl cystein
N-acetyl cystein telah digunakan pada pasien-pasien PPOK baik sebagai mukolitik ataupun

antioksidan. Terapi khusus dalam bentuk terapi tambahan 1AT intravena tersedia bagi mereka yang
mengalami defisiensi 1AT yang berat. Walaupun efek biokimia dari terapi tambahan 1AT dapat
dilihat, dari beberapa penelitian terhadap terapi tambahan 1AT, tidak pernah membuktikan efek
dari terapi tambahan dalam menekan penurunan fungsi paru.

BAB III
ANALISA KASUS
Seseorang laki-laki berusia 67 tahun mengeluh pada perawat yang datang berkunjung ke rumah,
batuk kering tidak berdahak, dada terasa sakit dan lelah karena tidak sembuh-sembuh. Hasil
pemeriksaan fisik klien tampak lemah kurus, frekuensi nafas 28 x/mnt, frekuensi nadi 82x/mnt,
tekanan darah 110/70 mmHg suara nafas wheezing, dan terdapat penggunaan otot bantu nafas.
Klien memiliki riwayat merokok dan bekerja selama hampir 24 tahun sebagai pembuat krupuk yang
selalu mencium adap pembakaran kayu.
1.

Pengkajian
Nama

: Tuan X

Umur

: 67 tahun

Hasil Pemeriksaan fisik: (frekuensi nafas 28 x/mnt, frekuensi nadi 82x/mnt, tekanan darah 110/70
mmHg suara nafas wheezing, dan terdapat penggunaan otot bantu nafas)
Riwayat Kesehatan : Klien memiliki riwayat merokok dan bekerja selama hampir 24 tahun
sebagai pembuat krupuk yang selalu mencium adap pembakaran kayu
1. Aktivitas dan Istirahat

Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise,
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :

Keletihan
Gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.

2. Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi jantung
Distensi vena leher
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAP dada)
Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis
perifer
Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala :
Peningkatan factor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda :
Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan/Cairan
Gejala :
Mual/muntah
Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan meninjukkan
edema (bronchitis)
Tanda :
Turgor kulit buruk
Edema dependen
Berkeringat
Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema)
Pa;pitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis)
5. Higine
Gejala :
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda :

Kebersihan buruk, bau badan


6. Pernafasan
Gejala :
Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma);

rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas (asma)


Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau,

puith, atau kuning) dapat banyak sekali (bronchitis kronis)


Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini meskipun dapat

menjadi produktif (emfisema)


Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka
panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun,

serbuk gergaji)
Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang dengan

mendengkur, nafas bibir (emfisema)


Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung.
Dada: gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut
atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi
dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi

nafas (asma)
Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan emfisema); bunyi

pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)


Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abu keseluruhan; warna
merah (bronchitis kronis, biru mengembung). Pasien dengan emfisema sedang sering
disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal

dan frekuensi pernafasan cepat.


Tabuh pada jari-jari (emfisema)

7. Keamanan
Gejala :
Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
Adanya/berulang infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala : penurunan libido
9. Interaksi Sosial

Gejala :
Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain.
2.

Diagnosa Keperawatan
Diagosa keperawatan yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain:
1. Tidak efektifnnya bersihan jalan nafas
2. Pola napas tidak efektif
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Intoleransi aktivitas
5. Risiko tinggi infeksi
3. Perencanaan
Dari diagnosa di atas dapat di susun perencanaan sebagai berikut :
Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan
1.Setelah

Kreteria hasil
Frekuensi

dilakukan

napas normal

ASKEP selama

(16-20x/menit)
Tidak sesak
Tidak ada

sputum
Batuk

x jam
diharapkan
bersihan jalan
nafas kembali

Intervensi

Rasional

Mandiri

Auskultasi bunyi napas.

Beberapa derajat spasme

Catat adanya bunyi

bronkus terjadi dengan

napas, mis., mengi,

obstruksi jalan napas dan

krekels, ronki

dapat/tak dimanifestasikan
adanya bunyi napas
adventisius, mis.,

berkurang

efektif

penyebaran, krekels
basah, (bronchitis); bunyi
napas redup dengan
ekspirasi mengi
(emfisema); atau tak
adanya bunyi napas (asma
berat).

Takipnea biasanya ada

Kaji/pantau frekuensi

pada beberapa derajat dan

pernapasan. Catat rasio

dapat ditemukan pada

inspirasi/ekspirasi.

penerimaan atau selama

stres/adanya proses infeksi


akut. Pernapasan dapat
melambat dan frekuensi
ekpirasi memanjang
disbanding inspirasi.

Peninggian kepala tempat

Kaji pasien untuk

tidur mempermudah

posisi yang nyaman,

fungsi pernapsan dengan

mis., peninggian kepala

menggunakan graviatsi.

tempat tidur, duduk

Namun pasien dengan

padasandaran tempat

distres berat akan

tidur.

mencari posisi yang


paling mudah untuk
bernapas. Sokongan
tangan/kaki dengan meja,
bantal, dan lain-lain
membantu menurunkan
kelemahan otot dan dapat
sebagai alat ekspansi
dada.

Pencetus tipe reaksi alergi

Pertahankan posisi

pernapasan yang dapat

lingkungan minimum,

mentriger episode akut.

mis., debu, asap, dan


ulu bantal yang
berhubungan dengan
kondisi individu.

Memberikan pasien

Dorong/bantu latihan

beberapa cara untuk

napas abdomen atau

mengatasi dan

bibir

mengontrol dispnea dan


menurunkan jebakan
udara.

Observasi karakteristik
batuk, mis., menetap,

Batuk dapat menetap


tetapi tidak efektif,

batuk pendek, basah.

khususnya bila pasien

Bantu tindakan untuk

lansia, sakit akut, atau

memperbaiki

kelemahan. Batuk paling

keefektifan upaya

efektif pada posisi duduk

batuk.

tinggi atau kepala di


bawah setelah perkusi
dada.

Tingkatkan masukan

Hidrasi memebantu

cairan sampai

menurunkan kekentalan

3000ml/hari sesuai

sekret, mempermudah

toleransi jantung.

pengeluaran.
Pengguanaan cairan
hangat dapat menurunkan
spasme bronkus. Cairan
selama makan dapat
meningkatkan distensi
gaster dan tekanan pada
diafragma.

Kolaborasi

Berikan obat sesuai

Merilekskan otot halus

indikasi.

dan menurunkan kongesti

Bronkodilator, mis., -

lokal, menurunkan spasme

agonis: epinefrin

jalan napas, mengi, dan

(Adrenalin,

produksi mukosa. Obat-

Vaponefrin); albuterol

obat mungkin per oral,

( Proventil, Ventolin);

injeksi, atau inhalasi.

terbutalin (Brethine,

Menurunkan edema

Brethaire); isoetarin

mukosa dan spasme otot

(Brokosol,

polos dan dapat juga

Bronkometer);

menurunkan kelemahan

Xantin, mis.aminofilin,

otot dan meningkatkan

oxtrifilin, teofilin.

kontraktilitas diafragma.

Menurunkan inflamasi
jalan napas lokal dan

Kromolin (intal),

edema dengan

flunisolida (Aerobid)

menghambat efek
histamin dan mediator
lain.

Kortikosteroid digunakan
untuk mencegah reaksi

Steroid oral, IV, dan

alergi atau menghambat

inhalasi;

pengeluaran histamin,

metilprednisolon

menurunkan berat dan

(Medrol);

frekuensi spasme jalan

deksametason

napas, inflasi pernafasan

(Decadral);

dan dispnea

antihistamin mis.

Banyak antimikroba dan

Beklometason,

diindikasikan untuk

triamnisolon;

mengontrol infeksi
pernapasan/pneumonia.

Antimikrobal;

Batuk menetap yang


melelahkan perlu ditekan
untuk menghemat energi

Analgesik, penekan

dan memungkinkan pasien

batuk/antitusif mis.,

istirahat.

kodein, produk
dextrometorfan (Benylin

kekentalan sekret

DM, Comtrex,

mempermudah

Novahistine).

Kelembaban menurunkan

pengeluaran dan dapat

Berikan humidifikasi

membantu

tambahan, mis.,

menurunkan/mencegah

nebuliser ultranik,

pembentukan mukosa

humidifier aerosol

tebal pada bronkus.

ruangan

Drainase postural dan


perkusi bagian penting

untuk membuang
Bantu pengobatan

banyaknya sekresi/kental

pernapasan mis., IPPB,

dan memperbaiki ventilasi

fisioterapi dada.

pada segmen dasar paru.

Catatan: dapat
meningkatkan spasme
bronkus pada asma.

membuat dasar untuk

Awasi/buat grafik seri

pengawasan

GDA, nadi oksimetri,

kemajuan/kemunduran

foto dada.

proses penyakit dan


komplikasi.

Diagnosa 2 : Pola napas tidak efektif


Tujuan
Setelah

Kreteria
Melatih

Intervensi
Ajarkan pasien

Rasional
Membantu pasien

dilakukan

pernapasan

pernapasan

memperpanjang waktu

ASKEP

bibir dirapatkan

diafragmatik dan

ekspirasi. Dengan teknik

selama ...x...

dan

pernapasan bibir

ini pasien akan bernapas

jam diharapkan

diafragmatik

dirapatkan.

pola napas

serta

lebih efisien dan efektif.


Memberikan jeda

efektif

menggunakanny

keputusan (mandi,
bercukur) tentang

upaya bernapas
dan membuat

otot inspirasi

tanpa distress berlebih.

membuat beberapa

penurunan

pelatihan otot-

untuk melakukan aktivitas

Biarkan pasien

aktivitas
Memperlihatkan
tanda-tanda

memungkinkan pasien

periode istirahat.

melakukan

aktivitas.
Menggunakan

aktivitas akan

aktivitas dengan

napas dan saat

jarak dalam

untuk menyelingi

a ketika sesak

Berikan dorongan

Menguatkan dan

perawatannya

mengkondisikan otot-otot

berdasarkan pada

pernapasan.

tingkat toleran pasien.


Berikan dorongan
penggunaan pelatihan
otot-otot pernapasan
jika diharuskan.

seperti yang di
haruskan.
Diagnosa 3 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tujuan

Kriteria

Intervensi

Rasional

Setelah

Mandiri
Kaji kebiasaan diet,

menunjukkan

dilakukan

perilaku

ASKEP

mempertahan

selama ...x...

kn

jam diharapkan

nutrisi

terpenuhinya

adekuat

kebutuhan

masukan

Mengidentifik

nutrisi sesuai

asi kebutuhan

kebutuhan.

nutrisi

masukan makanan saat

pernapasan akut sering

ini. Catat derajat

anoreksia karena dispnea,

kesulitan makanan.

produksi sputum, dan

Evaluasi berat badan

obat. Selain itu, pasien

dan ukuran tubuh.

PPOM mempunyai
kebiasaan makan buruk,
meskipun kegagalan
pernapasan membuat

individual

status hipermetabolik

Peningkatan

dengan peningkatan

asupan

kebutuhan kalori. Sebagai

masukan dari
sepertiga porsi

Pasien distress

akibat pasien sering

Auskultasi bunyi usus.

masuk RS dengan

menjadi

beberapa derajat

setengah porsi

malnutrisi. Orang yang

untuk setiap

mengaliami emfisema

kali makan

sering kurus dengan

Berikan perawatan oral

perototan kurang.
Penurunan bising usus

sering , buang secret,

menunjukkan penurunan

berikan wadah khusus

motilitas gaster dan

untuk sekali pakai dan

konstipasi (komplikasi

tisu.

umum) yang berhubungan


dengan pembatasan

Dorong periode istirahat

pemasukan cairan, pilihan

semalam 1 jam sebelum

makanan buruk,

dan sesudah makan.

penurunan aktivitas dan

Berikan porsi kecil tapi

hipoksemia.
Rasa tak enak, bau dan

sering.

Hindari makanan
penghasil gas dan

penampilan adalah
pencegah utama terhadap

minuman karbonat.

nafsu makan dan dapat


membuat mual dan

Hindari makanan yang

muntah dengan

sangat panas atau

peningkatan kesulitan

sangat dingin.
Timbang berat badan

napas.
Membantu menurunkan

kelemahan selama waktu

sesuai indikasi

makan dan memberikan

Kolaborasi

Konsul ahli gizi/nutrisi

meningkatkan masukan

pendukung tim untuk

kalori total.
Dapat menghasilkan

memberikan makanan

kesempatan untuk

yang mudah di cerna,

distensi abdomen yang

secara nutrisi seimbang,

mengganggu napas

mis.nutrisi tambahan

abdomen dan gerakan

oral/selang, nutrisi

diafragma, dan dapat

parental
Kaji pemeriksaan

meningkatkan dispnea.
Suhu ekstrem dapat

laboratorium,

mencetus/meningkatkan

mis.albumin serum,

spasme batuk.
Berguna untuk

transferin, profil asam

menentukan kebutuhan

amino, besi,

kalori, menyusun tujuan

pemeriksaan

berat badan, dan evaluasi

keseimbangan nitrogen,

keadekuatan rencana

glukosa, pemeriksaan
fungsi hati, elektrolit.
Berikan

nutrisi.
Metode makan dan
kebutuhan kalori

vitamin/mineral/erlektro

didasarkan pada

lit sesuai indikasi.

situasi/kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi
maksimal dengan upaya
minimal
pasien/penggunaan
energy.

Mengevaluasi/mengatasi

kekurangan dan
mengawasi keefektifan
tiap nutrisi.

Diagnose 4 : Intoleransi aktivitas


Tujuan
Setelah

Kriteria
Melakukan

Intervensi
Dukung pasien dalam

Rasional
Otot-otot yang

dilakukan

aktivitas dengan

menegakkan regimen

mengalami kontaminasi

ASKEP

napas pendek

latihan teratur dengan

membutuhkan lebih

lebih sedikit.
Mengungkapkan

cara berjalan atau

banyak oksigen dan

latihan lainnya yang

memberikan beban

dapat

perlunya untuk

sesuai, seperti berjalan

tambahan pada paru-

melakukan

melakukan

paru. Melalui latihan

aktivitas seperti

latihan setiap

perlahan.
Sarankan konsultasi

orang normal

hari dan

dengan ahli terapi fisik

kelompok otot ini

(sehat)

memperagakan

untuk menentukan

menjadi lebih terkondisi,

rencana latihan

program latihan spesifik

dan pasien dapat

yang akan di

terhadap kemampuan

melakukan lebih banyak

lakukan di

pasien. Siapkan unit

tanpa mengalami napas

rumah.
Berjalan dan

portable untuk berjaga-

pendek. Latihan yang

jaga jika diperlukan.

bertahap memutus siklus

selama ...x...
jam diharapkan

secara bertahap

yang teratur, bertahap,

yang melemahkan ini.

meningkatkan
waktu dan jarak
berjalan untuk
memperbaiki

kondisi fisik.
Minimal bisa
berjalan 10-15
meter.

Diagnosa 5 : Risiko tinggi infeksi


Tujuan
Setelah dilakukan
ASKEP selama ...x...

Kriteria
Pasien tidak
demam

Intervensi
Mandiri
Awasi suhu

Rasional

Demam dapat

jam diharapkan dapat

Pasien dapat

melakukan aktivitas

mempraktekkan

seperti orang normal

bagaimana cuci

(sehat)

tangan yang benar.


Antara aktivitas

terjadi karena

Kaji pentingnya

infeksi dan /atau

latihan napas,

dehidrasi.

batuk efektif,

perubahan posisi

dan istirahat sudah

sering, dan

seimbang.

masukan cairan

meningkatkan
mobilisasi dan
pengeluaaran

adekuat.
Tunjukan dan

secret untuk
menurunkan

bantu pasien

resiko terjadinya

tentang
pembuangan tisu
an sputum.

Aktivitas ini

infeksi paru.

Mencegah
penyebaran

Tekankan cuci

pathogen melalui

tangan yang benar

cairan.

(perawat dan
pasien) dan
penggunaan
sarung tangan bila
memegang/membu
ang tisu, wadah

sputum.
Awasi pengunjung;
berikan masker

Menurunkan
potensial terpajan

sesuai indikasi.
Dorong

pada penyakit

keseimbangan

infeksius

antara aktivitas

(mis.ISK)

dan istirahat.

Menurunkan
konsumsi/kebutuh
an keseimbangan

Diskusikan

oksigen dan

kebutuhan

memperbaiki

masukan nutrisi

pertahanan pasien

adekuat.

terhadap infeksi.

Kolaborasi

Meningkatkan

specimen sputum

penyembuhan.

Dapatkan

Malnutrisi dapat

dengan batuk atau

mempengaruhi

penghisapan untuk

kesehatan umum

pewarnaan kuman

dan menurunkan

Gram,

tahanan terhadap

kultur/sensitivitas.
Berikan

infeksi.

antimikroba sesuai

indikasi.

Dilakukan untuk
mengidentifikasi
organism
penyebab dan
kerentanan
terhadap berbagai
antimicrobial.

Dapat diberikan
untuk organism
khusus yang
teridentifikasi
dengan kultur dan
sensitivitas, atau
diberikan secra
profilaktit karena
resiko tinggi.

Implementasi
Implementasi dibuat berdasarkan perencanaan yang sudah dibuat.
Evaluasi
Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan kontriksi bronkus
peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
Pasien mengatakan tidak sesak.
Pada saat batuk produksi sputum berkurang,
Frekuensi napas normal (16-20 x/menit)

Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi


perfusi.
Pasien mengatakan saat bernapas tidak lagi menggunakan bibir dan tidak

mengalami sesak.
Tidak menunjukkan tanda-tanda gelisah,
Tidak terdapat disritmia
Tidak Dispnea
Tidak ada sianosis

Diagnosa 3 : Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek dan
produksi sputum.
Pasien mengatakan sudah bisa menggunakan pernapasan diafragma dan bibir

dirapatkan.
Klien menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas.

Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


produksi sputum berlebih.

Pasien mengatakan nafsu makannya meningkat dan mengerti bahwa tubuhnya


membutuhkan asupan makanan

Pasien menghabiskan porsi makanan yang disediakan

Diagnose 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia,keletihan, pola


napas tidak efektif.
Pasien mengatakan sudah bisa berjalan 5 meter.
Klien dapat melakukan aktivitas dan latihan dengan napas pendek lebih sedikit
Klien dapat mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan

memperagakan rencana latihan yang akan di lakukan di rumah.


Klien mampu berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan

untuk memperbaiki kondisi fisik.


Minimal bisa berjalan 10-15 meter.

Diagnosa 6 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan obstruktif kerusakan alveoli.


Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Pasien tidak demam
Pasien dapat mempraktekkan bagaimana cuci tangan yang benar.

Asuhan Keperawatan Keluarga


Pengkajian
1.

Biodata Pasien

Biodata pasien setidaknya berisi tentang


Nama : Bapak Y
Umur: 67 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : pernah bekerja di sebuah pabrik kerupuk selama 24 tahun
Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis.
Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap
terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan
klien tentang masalah atau penyakitnya.
2.

Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu. Perawat mengkaji klien
atau keluarga dan berfokus kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat
kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.

a.

Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang
kondidinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang
sudah berlangsung lasa sampai bertahun-tahun , dan semakin berat setelah beraktivitas . keluhan
lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,, sesak semakin bertambah, dan badan lemah.

b.

Riwayat Kesehatan Sekarang


Klien Y dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas,
kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan,
terjadi penumpukan lender, dan sekresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan nafas.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetic dengan
lingkungan. Pada kasus ini bapak Y pernah bekerja selama 24 tahun di pabrik kerupuk sehingga
setiap hari mencium asap hasil pembakaran kayu. Bapak Y juga punya riwayat merokok
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada
3 hal, yaitu:
Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya.
Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber
penularannya.
Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu. Selain
itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.

Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi udaranya tinggi. Namun
polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memperburuk penyakit
tersebut.
3.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik focus pada PPOK

a.

Inspeksi
saat inspeksi bapak Y terlihat lemah, adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu nafas (sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, juga terlihat klien
mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas
dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut,
dispnea terjadi pada saat beraktifitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan
dan mandi. Bapak Y juga terlihat batuk kering tidak berdahak.

b.

Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.

c.

Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan diafragma mendatar/menurun.

d.

Auskultasi
Saat pemeriksaan auskultasi didapatakan suara wheezing ada bapak Y sesuai tingkat keparahan
obstruktif pada bronkhiolus.
(Muttaqin. 2008)

e. TTD
Frekuensi Nafas 28x/menit
Nadi : 82x/menit
TD : 110/70
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun antara lain:
1. Gangguan pertukaran gas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y, berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan PPOK
2. Gangguan rasa nyaman pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y, berhubungan dengan
proses peradangan pada selaput paru-paru
3. Resiko Intoleransi aktivitas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y,

berhubungan

dengan hipoksemia, keletihan, pola nafas tidak efektif serta ketidakmampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah.

III. Intervensi
Dari diagnosa diatas, dapat disusun intervensi sebagai berikut :
a. Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y,
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan PPOK.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan keluarga dapat
merawat Bapak Y dan tidak terjadi gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasil, klien akan :

Frekuensi nafas normal (16 20 kali/menit)

Tidak terdapat disritmia

Adanya penurunan dispnea

Menunjukan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi


Intervensi
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.

Rasional
Berguna dalam evaluasi derajat disstres

Catat penggunaan otot aksesori, napas pernafasan dan atau kronisnya proses penyakit.
bibir, keridakmampuan berbicara.

Pengiriman oksigen

2. Atur posisi semifowler

Sianosis mungkin perifer (terlhat pada

3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan kuku) atau sentral (terlihat di sekitar bibir atau
warna membrane mukosa.

telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral


mengindikasikan beratnya hipoksemia.

Bunyi nafas mungkin redup karena adanya

4. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
penurunan aliran udara dan atau bunyi Adanya
tambahan.

mengi

mengindikasikan

spasme

bronkus/tertahannya secret.

Gelisah dan ansietas adalah menifestasi

5. Awasi tingkat kesadaran/status umum pada hipoksia.


mental. Selidiki adanya perubahan.

Takikardia, disritmia, dan perubahan TD

6. Awasi tanda vital dan irama jantung. dapat menunjukan efekl hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.

Keluarga dapat mengenal dan mengetahui


7. Memberikan pendidikan kesehatan penyakit

klien

dengan

baik

dan

dapat

tentang penyakit PPOK kepada keluarga merawatnya kemudian


klien
membantu

keluarga

dalam

meningkatkan

8.Perawat membantu keluarga untuk keluarga dalam mempengaruhi kesehatan pasien


mempertahanka nproses keluarga

melalui petunjuk positif


Meningkatkan taraf kesehatan lingkungan.

9 Bersama Keluarga melakukan


modifikasi lingkungan
b.

Diagnosa 2 : Gangguan rasa nyaman pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y,
berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
* Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
* Ekspresi wajah rileks.
Intervensi
1. Tentukan karakteristik nyeri,

Rasional
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa

miaalnya ; tajam, konsisten, di

derajat pneumonia, juga dapat timbul

tusuk, selidiki perubahan

komplikasi seperti perikarditis dan

karakter/intensitasnyeri/lokasi.

endokarditis.

2. Pantau tanda-tanda vital.

Perubahan frekuensi jantung atau TD


menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri,
khususnya bila alasan lain untuk perubahan
tanda-tanda vital.

3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ;

Tindakan non-analgetik diberikan dengan

pijatan punggung, perubahan posisi,

sentuhan lembut dapat menghilangkan

musik tenang/perbincangan,

ketidaknyamanan dan memperbesar efek

relaksasi/latihan napas.

terapi analgesic.

4. Tawarkan pembersihan mulut dengan

Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat

sering.

mengiritasi dan mengeringkan memberan


mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan

5. Anjurkan dan bantu pasien dalam

dada sementara meningkatkan keefektifan

teknik menekan dada selama episode

upaya batuk.

batuk.
Obat ini dapat digunakan untuk menekan
6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai

batuk non produktif/proksimal atau

indikasi.

menurunkan mukosa berlebihan,

Rasional :

meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.

Obat ini dapat digunakan untuk menekan (Doenges, 1999. hal 171).
batuk non produktif/proksimal atau
menurunkan mukosa berlebihan,
meningkatkan kenyamanan/istirahat
umum.
(Doenges, 1999. hal 171).

d. Diagnosa 3 : Resiko Intoleransi aktivitas pada anggota keluarga Bapak Y, terutama bapak Y,
berhubungan dengan hipoksemia, keletihan, pola nafas tidak efektif serta ketidakmampuan keluarga
memelihara lingkungan rumah.
Tujuan

: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama . . . . . . jam, diharapkan klien dapat

melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat)


Kriteria hasil, klien akan :

Melakukan aktivitas dengan nafas pendek lebih sedikit.

Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan memperagakan rencana
latihan yang akan dilakukan di rumah.

Berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memperbaiki
kondisi fisik.

Minimal bisa berjalan 10 15 meter.


Intervensi

Rasional

1.Dukung pasien dalam menegakkan

regimen

latihan

teratur

dengan

Otot-otot yuang mengalami kontaminasi

cara membutuhkan lebih banyak oksigen dan

berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, memberikan beban tambahan pada paru-paru.
seperti berjalan perlahan, latihan berdiri Melalui
tanpa alat bantu, dll.

latihan

yang

teratur,

bertahap,

kelpmpk otot ini menjadi lebih terkondisi, dan


pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa
mengalami nafas pendek.

2. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik

Ahli terapi fisik akan lebih tau tentang

untuk menentukan program latihan spesifik latihan fisik yang akan diberikan pada klien,
terhadap kemampuan pasien.

akan membrikan porsi yang sesuai dengan


klien.

3. Membantu keluarga memodifikasi Terciptanya keamanan lingkungan yang sehat.


lingkungan rumah

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem
pernapasan lansia mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia. Lansia memiliki

kerentanan yang tinggi terhadap risiko-risiko infeksi dan masalah lain pada sistem pernapasannya.
Faktor-faktor risiko yang ada dapat muncul menjadi pemicu terjadinya gangguan lebih lanjut pada
sistem pernapasan salah satunya disebut PPOK. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan
istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Penyakit
yang paling sering muncul di kalangan masyarakat terkait PPOK antara lain bronkitis kronik,
emfisema, dan asma bronkial. Penyakit-penyakit tersebut dapat dihubungkan dengan kesamaan
akan etiologi, patogensesis, dan pengobatan. Jika proses obstruksi dihubungkan dengan hipersekresi
mukus hal itu disebut bronkitis kronis, dan jika terdapat kerusakan jaringan alveolar, hal itu dikenal
dengan efisema. Namun apabila proses obstruksi masih telah dapat diperbaiki, maka dapat disebut
dengan asma.
Perlu dilakukan berbagai pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa PPOK baik dari
pemeriksaan fisik maupun penunjang. Selain itu dilakukan pula penatalaksanaan secara famokologi
dengan obat-obatan serta secara non farmakologi salah satu dengan edukasi keperawatan ini terbagi
menjadi 3 yaitu pencegahan primer yaitu pencegahan yang ditujukan bagi orang sehat supaya tidak
terjadi masalah respirasi, pencegahan sekunder yaitu pencegahan yang ditujukan bagi orang yang
mempunyai potensi tinggi dan mengalami masalah respirasi, dan pencegahan tersier yaitu tahap
rehabilitasi bagi orang yang mempunyai masalah respirasi. Asuhan keperawatan yang diberikan
pada klien lansia dengan gangguan pernapasan harus mencakup pengkajian holistik terhadap
kondisi terkini masalah kesehatan dan riwayat-riwayat kesehatannya terdahulu. Selain itu,
pendidikan kesehatan mengenai kondisi kesehatan pernapasan yang adekuat juga menjadi fokus
pada perawatan kesehatan lansia.
4.2 Saran
Pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi pernapasan lansia serta keadaan abnormalitas
terkait dengan organ terkait seperti asma, bronchitis kronis, emfisema, PPOK dan sebagainya
merupakan kompetensi yang harus dipahami oleh perawat profesional dalam memberikan
pelayanan yang optimal kepada klien lansia. Pemberian intervensi dihubungkan dengan etiologi
penyebab gangguan pernapasan yang muncul pada lansia tersebut.Selain memberikan asuhan
keperawatan yang holistik, perawat juga harus dapat memberikan edukasi kepada klien untuk untuk
mencegah terkena suatu resiko penyakit maupun mencegah berulangnya suatu penyakit. Selain itu
edukasi keperawatan juga perlu dilakukan kepada keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu,
pemahaman mengenai sistem pernapasan pada lansia harus ditingkatkan demi kesejahteraan
kesehatan lansia.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. (1996). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.
Brunner & Suddarth. (2002). Textbook of Medical Surgical Nursing. USA: Lippincott Publishers.
Carpenito-Moyet, Lynda Juall.(2006).Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Doenges, Moorhouse, Geissler. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC.
Lueckenotte, Annette. G. (1996). Gerontological nursing. Missouri: Mosby-Year Book.
Matteson, Mary Ann. (1988). Gerontological nursing: concepts and practice. Philadelphia: W.B.
Saunders Company.
Meiner, Sue E. and A.G. Lueckenotte. (2006). Gerontologic nursing. 3rd Ed. Missouri : Mosby
Elsevier.
NANDA.(2005). Panduan Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia. (2003) . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Reilly JJ, Silverman EK, Shapiro SD. (2004). Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

16th

ed. New York: McGraw-Hill.


Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Buku Ajar Keperawatn Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Soemantri ES, Uyainah A. (2001). Bronkitis Kronis dan Emfisema Paru. Edisi ke 2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Stanley, M dan Beare, P.G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed.2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Stanley,M. dan Beare, P.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC

You might also like