You are on page 1of 6

1

ANALISIS RELOKASI TITIK GEMPA


PADA WILAYAH SULAWESI SELATAN
DENGAN SOFTWARE VELEST & GMT
Rahmat Ilmi Haqqiqi, Prof. Bagus Jaya Santoso, Sungkono, M.Si, Fandy Aji Fathoni
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: subagjooo@gmail.com
AbstrakEksperimen relokasi gempa telah dilakukan pada
wilayah Sulawesi Selatan. Praktikum dilakukan untuk
mengetahui titik relokasi pusat gempa. Prinsip dari cara
kerja percobaan berikut adalah melalui pengambilan data
gempa dan diolah dengan software Velest & GMT. Data gempa
diambil berasal dari sumber webdc.eu yang kemudian diolah
kembali dengan software di atas. Setelah dilakukan
percobaan, dapat diperoleh hasil bahwa karakteristik relokasi
gempa sebelum dan sesudah cukup atau hampir tepat dengan
posisi awal. Nilai dari latitude dan longitude sebelum-sesudah
berselisih sedikit, hal itu karena pengolahan data dan iterasi
yang digunakan tepat, sehingga nilai yang keluar hampir
mendekati lokasi awal.
Kata Kuncirelokasi, gempa, Sulawesi, Velest, GMT.

I. PENDAHULUAN

elombang seismik merupakan gelombang elastik


yang menjalar ke seluruh bagian dalam bumi dan
melalui permukaan bumi akibat adanya lapisan
batuan yang patah secara tiba-tiba atau adanya ledakan.
Gelombang utama gempabumi terdiri dari dua ti pe yaitu
gelombang badan (body wave) dan gelombang permukaan
(surface wave). Gelombang seismik dibagi menjadi 2 untuk
penjalarannya, antara lain gelombang primer (P) dan
sekunder (S). Kemudian ketika dihubungkan gempa,
gelombang seismik menjadi 2 bentuk, gelombang badan
dan permukaan. Gelombang badan merupakan gelombang
menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasanya disebut
free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam
bumi. Gelombang badan terdiri dari gelombang primer dan
gelombang sekunder. Kemudian Gelombang primer
merupakan gelombang longitudinal atau gelombang
kompresional, gerakan partikel sejajar dengan arah
perambatannya.
Sedangkan
gelombang
sekunder
merupakan gelombang transversal atau gelombang shear,
gerakan partikel terletak pada suatu bidang yang tegak
lurus dengan arah penjalarannya.
Gelombang kompresional disebut gelombang primer (P)
karena kecepatannya paling tinggi antara gelombang lain
dan tiba pertama kali. Gelombang atau getaran yang
merambat di tubuh bumi dengan kecepatan antara 7-14
km/detik, getaran ini berasal dari hiposentrum. Gelombang
Primer (P Wave) ini menjalar akibat adanya penekanan dan
peregangan. Kalau dilihat di gambar terlihat bergetar
menekan dan meregang. kalau anda menghadap ke kiri
maka goyangan tersebut berarah kiri-kanan atau majumundur (tergantung dimana arah menghadapnya).
Gelombang primer ini memiliki kecepatan rambat sekitar 8
km/detik. Gelombang inilah yg akan dirasakan lebih
dahulu ketika gempa, karena dia akan datang lebih dulu

dibanding penjalaran gelombang yang lain. Gelombang


sekunder (gelombang transversal) adalah gelombang atau
getaran yang merambat, seperti gelombang primer dengan
kecepatan yang sudah berkurang yakni 4-7 km/detik.
Gelombang sekunder tidak dapat merambat melalui lapisan
cair. gelombang shear disebut gelombang sekunder (S)
karena tiba setelah gelombang P. Gelombang sekunder (S
Wave) ini menjalar seperti gelombang air yang mengalunalun. Jadi gelombang ini melempar-lemparkan keatas
kebawah ketika anda merasakan adanya gempa.
Gelombang sekunder ini memilki kecepatan penjalaran
sekitar 4 km/detik, tentunya akan dirasakan lebih lambat
dari gelombang primer. Namun gelombang sekunder ini
memiliki lebar goyangan (amplitudo) yg besar sehingga
gelombang ini akan memilki kekuatan yg sangat besar
dalam merontokkan bangunan, juga mengakibatkan
longsoran tebing-tebing yang curam.

Gambar 1.1 Skema gelombang primer (P)

Gambar 1.2 Skema gelombang sekunder (S)


Pada permasalahan seismik khususnya kegempaan,
terdapat nilai besarnya gempa atau disebut magnitudo.
Magnitudo merupakan besaran energi gempa, biasanya
diukur dalam satuan Skala Richter. Besaran ini merupakan
perbandingan secara logaritmik dari amplitude gelombang
gempa yang direkam oleh seismograf terhadap sembarang
amplitudo gempa lain yang lebih kecil. Ada bermacammacam jenis magnitudo gempa, diantaranya magnitudo
lokal ML (local magnitude), mgnitudo gelombang badan
MB (body-wave magnitude), magnitudo gelombang
permukaan MS (surface-wave magnitude), magnitudo
momen MW (moment magnitude), magnitudo gabungan M
(unified magnitude). Namun yang paling populer adalah
magnitudo lokal ML yang tak lain adalah magnitudo Skala
Richter (SR). Magnitudo ini dikembangkan pertama kali

2
pada tahun 1935 oleh seorang seismologis Amerika,
Charles F. Richter, untuk mengukur kekuatan gempa di
California. Richter mengukur
magnitudo gempa
berdasarkan nilai amplitudo maksimum gerakan tanah
(gelombang) pada jarak 100 km dari episenter gempa.
Besarnya gelombang ini tercatat pada seismograf.
Seismograf dapat mendeteksi gerakan tanah mulai dari
0,00001 mm (1x10-5 mm) hingga 1 m. Untuk
menyederhanakan rentang angka yang terlalu besar dalam
skala ini, Richter menggunakan bilangan logaritma
berbasis 10. Ini berarti setiap kenaikan 1 angka pada skala
Richter menunjukkan amplitudo 10 kali lebih besar.
Kemudian pada suatu gempa, pasti mempunyai sifat
pusat gempa. Titik pusat gempa dapat berada pada suatu
daerah di dalam ataupun permukaan bumi. Episenter
adalah titik pusat gempa yang berada di atas permukaan
bumi, dibawah titik ini terjadi pelepasan energi dari batuan,
yang juga menandai terjadinya sebuah patahan di kerak
bumi. Selanjutnya, hiposenter merupakan titik pusat gempa
di dalam bumi, tepat di titik terjadi perlepasan energi dari
batuan yang menandai terjadinya gempa bumi. Gelombang
gempa merambat dari hiposenter ke patahan sesar fault
rupture. Bila kedalaman fokus dari permukaan adalah 0 70 km, terjadilah gempa dangkal (shallow earthquake),
sedangkan bila kedalamannya antara 70 - 700 km,
terjadilah gempa dalam (deep earthquake). Gempa dangkal
menimbulkan efek goncangan yang lebih dahsyat
dibanding gempa dalam. Ini karena letak fokus lebih dekat
ke permukaan, dimana batu-batuan bersifat lebih keras
sehingga melepaskan lebih besar regangan (strain).
Ketika terjadi gempa, penjalaran gelombang seismik
dapat terekam pada stasiun. Semakin dekat stasiun, maka
data gempa semakin besar seiring dengan kekuatan gempa.
Metode paling sederhana adalah metode 3 lingkaran.
Misalnya gempa terekam di 3 stasiun terdekat, lalu masingmasing stasiun akan memiliki ts-tp (waktu gelombang S
dikurangi waktu gelompang P) tertentu. Maka ts-tp ini
akan menjadi radius. Pertemuan titik dari tiga lingkaran
tersebut, itulah yang disebut dengan titik episenter.

Gambar 1.3 Contoh pengambilan rekaman gempa pada 3


stasiun.
Dengan mengetahui titik episenter dan titik stasiun, serta D
dari persamaan diatas sebagai jarak hiposenter, maka kita
akan mengetahui kedalaman gempa (fokus/hiposenter).
Titik lokasi gempa tersebut, belum dianggap sebagai solusi
yang akurat. Hal ini bisa disebabkan karena penentuan
waktu tiba P dan S yang mungkin salah, atau model
kecepatan yang digunakan tidak sesuai (karena bumi

bersifat heterogen, sehingga model kecepatan akan berbeda


di setiap tempat). Oleh karena itu, salah satu solusi
memperbaiki atau merelokasi hiposenter tersebut adalah
dengan metode Double Difference. Dengan catatan,
relokasi adalah perbaikan lokasi, sehingga dalam
perhitungannya, kita membutuhkan data hiposenter yang
sebelumnya sudah ditentukan lokasinya. Relokasi berikut
menggunakan bantuan software Velest dan GMT.
Velest merupakan program yang digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan model hiposenter yang sama
pada gempa lokal (magnitud lokal). Velest menggunakan
prinsip inversi simultan untuk hiposenter dan model
kecepatan ketika keadaan pertama gelombang datang.
Untuk mengoperasikan Velest pertama dibuat command file
untuk Velest. Memasukkan nilai inversi dan parameterparameter yang akan dianalisa. Data kegempaan
dimasukkan pada program untuk mengetahui nilai
parameter lanjutan yang akan dicari. Data yang digunakan
berdasarkan sistem koordinat kartesian di mana akan
dibutuhkan nilai berdasarkan lintang dan bujur yang
disebut longitude dan latitude dari episenter gempa.
Selanjutnya GMT (Generic Mapping Tools), program yang
dijalankan untuk memanipulasi peta geografi dan data
sistem koordinat kartesian. GMT membuat output ilustrasi
PostScript dengan rentan plot x-y berupa peta kontur
permukaan bumi dan perspektif 3D.
II.METODE
Praktikum mengenai relokasi titik gempa pada wilayah
Sulawesi
Selatan
dilakukan
dengan
bantuan
program/aplikasi Velest dan GMT. Praktikum dilakukan
pertama dicari event gempa pada webdc.eu, ketika web
terbuka, dilakukan plot wilayah yang dibutuhkan. Wilayah
yang dianalisa adalah Sulawesi Selatan. Wilayah tersebut
diplot area dan dicatat posisi arahnya kemudian dicatat data
data yang diperlukan antara lain, titik tengah area plot (o
latitude dan o longitude), lalu origin time untuk event dan
stasiun. Setelah itu didownload tiap event, pada praktikum
berikut digunakan 20 event yang tercatat pada 5 atau lebih
stasiun.
Setelah dilakukan pengambilan data-data gempa yang
dibutuhkan, masuk pada tahap input data. Input data
dilakukan pada program Velest, dibuat file data gempa
(.cnv), data stasiun (.sta), dan data velest (.cmn). Langkah
berikutnya proses data input dengan aplikasi Velest33.exe
dan dipastikan dapat 3 data output. Data output yang
kemudian diolah kembali pada program GMT. pada data
GMT didapatkan 3 data, relokasi sebelum, sesudah, dan
gabungan kedua kondisi gempa. Ketika data telah
dijalankan ketiganya, didapatkan peta kontur wilayah plot
serta persebaran stasiun dan event gempa, termasuk
relokasinya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Relokasi titik gempa pada wilayah Sulawesi Selatan
dilakukan dengan 2 langkah utama pada program Velest
dan GMT. Sebelum diolah pada kedua program tersebut,
dicari data event gempa sebagai parameter sebagai berikut;

3
Tabel 1. Data hasil observasi event gempa.
ORIGI
N TIME

MA
GN

LA
T.

LO
NG
.

STAT
ION

LUW
I

122.
6
122.
5
119.
2

160.
9
148.
1
180.
3

SANI

134

155

135.
3
123.
5
122.
2
129.
7
135.
3
134.
3
137.
4
135.
2
126.
1
126.
9
138.
1
133.
8
132.
2
125.
3
122.
6
138.
9
118.
4
125.
8
138.
2
128.
1
127.
3
129.
7
127.
3

156.
3
147.
2

121

136

117.
2
129.
4
132.
8
133.

163.
7
154.
9
146.
3
160.

BNDI
20150404T08:
06:22

5.3

2.
71

FAKI
127
.78

40

TNTI
BNDI
20140521T18:
14:30

FAKI
5

2.
85

128
.11

49

LUW
I
TNTI
TOLI
2
BNDI

20140912T15:
41:50

FAKI
5.2

2.
84

129
.53

43

LUW
I
SANI
TNTI
BNDI

20151228T16:
26:02

FAKI
5.3

3.
81

128
.41

19

LUW
I
SANI
TNTI
BNDI

20160116T23:
22:35

FAKI
5.5

3.
83

127
.28

45

LUW
I
SANI
TNTI
BNDI

20130709T16:
15:39

FAKI
5

2.
87

129
.89

10

LUW
I
SANI
TNTI

20130213T05:

5.5

2.
9

130
.26

10

BNDI
FAKI

LUW
I
21:15

SANI
TNTI
BNDI

20130123T08:
23:00

FAKI
5.2

2.
91

130
.21

26

TNTI
TOLI
2

174
144.
4
172.
7
229.
5
163.
9
168.
9
157.
9
171.
6
189
158.
3
167.
6
138.
8
144.
4
158.
6
137.
9
161.
8
152.
3
158.
7
145.
8
159.
4
160.
7

SANI

BNDI
20140502T08:
43:36

FAKI
5.8

3.
75

127
.5

46

LUW
I
SANI
TNTI
BNDI

20130112T17:
33:39

FAKI
5.2

2.
93

129
.85

19

LUW
I
SANI
TNTI
BNDI

20140314T03:
22:34

FAKI
5.1

-3

129
.85

26

SANI
TNTI
TOLI
2

20140529T01:
16:50

5.1

0.
19

62

5.1

125
.3

38

139

131.
3
157.
2
144.
9
147.
2
147.
1
128.
2
150.
8
147.
4
154.
6
161.
4
147.
3
143.
8
142.
2
158.
1
182.
3
170.
8
151.
1
169.
2
156.
8
164.
1
154.
9

TOLI
2
FAKI

124

LUW
I

130.
3

SANI

0.8

1.45

122.
4
128.
4

154.
8

SANI
TNTI

0.
13

125.
9
130.
8
120.
3
117.
8
128.
5
126.
9
131.
6
127.
1
127.
8
126.
9
128.
3
130.
2
135.
1
136.
7
125.
1
136.
7
125.
6
134.
4

151

183.
1
153.
3
165.
3
158.
7
140.
4
172.
9

LUW
I
125
.08

129

149

118.
4
138.
3
138.
5
130.
1
141.
4

FAKI
20150204T17:
41:46

129.
8
127.
7
123.
2

TNTI
TOLI
2

144

186

4
BNDI
20140427T16:
23:05

FAKI
5.4

6.
28

131
.35

77

LUW
I
SANI
TNTI
BNDI

20150625T13:
44:13

FAKI
5

6.
16

131
.21

81

LUW
I
SANI
TNTI
BNDI

20130413T22:
07:27

FAKI
5

6.
25

131
.08

89

LUW
I
SANI
TNTI
FAKI

20150728T02:
38:49

5.2

2.
77

LUW
I
122
.39

26

SANI
TNTI
TOLI
2
BNDI

20150208T15:
09:06

FAKI
5.5

2.
43

119
.42

10

LUW
I
SANI
TNTI

2.
88

122
.47

39

1.
04

120
.26

18

158

10.7

LUW
I

124.
5
124.
5
142.
2

161.
4
137.
8
165

SANI

5.3

143.
9
155.
8
129.
5
135.
8
153.
3
124.
9
158.
5
158.
1
659.
9
159.
1
157.
8
182.
7
140.
5
192.
2
147.
2
147.
3
170.
2
142.
6

FAKI

LUW
I

TNTI
20140223T15:
06:52

135.
3
129.
8
139.
6
124.
4
139.
4

154

119.
7
136.
8
125.
7
61.5
5

FAKI
5.6

140

166.
9
135.
7
153.
9
137.
8
135.
2

154.
3
136.
3
167.
4
136.
4
67.8
5

BNDI
20141203T00:
27:08

136.
9
134.
3
136.
1
124.
8
124.
4
125.
2
136.
9
134.
9
121.
6
122.
3
127.
8
123.
4
138.
7
137.
5
650.
7
135.
6
124.
5
131.
7
127.
2

SANI
TNTI

128

TOLI
2

127.
6

137.
4

Pada tabel di atas dapat diketahui nilai dari beberapa


parameter antara lain, origin time, magnitudo, latitude,
longitude, kedalaman (Z), nama stasiun yang merekam,
dan nilai gelombang P dan S. Gelombang P dan S
didapatkan dengan cara proses picking data. Picking data
dilakukan dengan bantuan program Matlab. Pada matlab
dijalankan mendapat output berupa grafik gelombang
seismik, pada gelombang yang hasilnya berupa
seismogram, dilakukan interpretasi untuk mengetahui
gelombang P dan S. Ketika gelombang kecil mulai berjalan
konstan kemudian terdapat gelombang riak mulai muncul,
di situlah letak gelombang P mulai datang. Gelombang
mulai dengan getaran ke bawah atau atas bergantung pada
gempa yang terjadi. Setelah getaran mulai menjalar, riak
naik pertama merupakan gelombang S atau sekunder.
Berikut salah satu data picking untuk gelombang P dan S
pada salah satu event gempa dan stasiun;

Gambar 3.1 Plot gelombang P dan S


Nilai gelombang P dan S rata-rata sebesar ratusan,
termasuk sedikit nilainya, hal itu dikarenakan letak
hiposenter titik gempa berada dekat dengan stasiun yang
merekam event gempa tersebut. Kemudian nilai latitude
dan longitude bergantung pada data event gempa yang
sudah ada pada sumber (webdc.eu).
Setelah analisis data gelombang P dan S, maka
dilakukan proses relokasi dengan Velest dan GMT. Pada
program velest terdapat 3 data berupa input data gempa,
stasiun, dan velest sendiri. Data gempa berisi data asal
origin time yang berisi latitude, magnitudo, longitude,
kedalaman, dan nama stasiun beserta nilai gelombang P.
Setelah itu ganti data stasiun, pada data stasiun
dimasukkan nama stasiun dan latitude longitude tiap
stasiun. Stasiun dimasukkan semua yang terdeteksi.
Selanjutnya data velest, pada velest diinput data olat dan
olon, titik tengah dari plot area, olat bernilai -2.14 dan olon
bernilai 123.4. Lalu dimasukkan nilai DMAX, DMAX
yang digunakan sebesar 80000, hal itu dikarenakan ketika
diplot pada area analisis, event yang tersebar sangat luat
dan otomatis banyak, sehingga digunakan nilai seperti
tersebut. Iterasi pada kolom ittmax digunakan 200, supaya
data riak-riak yang keluar dapat halus (baik) nilainya.
Hasil dari iterasi pada tab velest didapatkan nilai residu,
residu yang keluar merupakan nilai selisih relokasi
gelombang P pada sebelum dan sesudah direlokasi, ketika
nilainya mendekati ataupun sama dengan 0, maka nilai
tersebut dapat dikatakan data halus. Hasil residu

5
bergantung pada berapa kali iterasi yang digunakan dan
bergantung pada picking datanya. Setelah 3 data tersebut
disimpan kemudian dijalankan dan didapatkan 3 output
data. Ketika tidak ditemukan 3 output data, maka harus
dicek kembali penulisan yang tepat tiap data. Penulisan
data longitude dan latitude pada langkah pertama ini
(input) digunakan kode arah S(South) dan W(West) untuk
nilai negatif, dan N(North) dan E(East) untuk yang bernilai
positif.
Hasil output yang keluar, digunakan sebagai data untuk
program GMT. Program GMT tetap menggunakan velest
terlebih dahulu, pada tahap GMT dimasukkan 5 data, data
latitude dan longitude untuk event sebelum gempa, lalu
untuk event setelah gempa. Selanjutnya data relokasi
sebelum dan setelah gempa, serta relokasi gabungan.
Pada data event sebelum gempa, dimasukkan nilai
latitude dan longitudenya, untuk tahap ini dapat digunakan
nilai negatif dan positf (normal) tanpa kode arah. Hal
tersebut dilakukan pada data event setelah gempa. Berikut
data nya;
Tabel 2. Data latitude dan longitude sebelum gempa.

longitu
latitud
de
e
127.78
-2.71
128.11
-2.85
129.53
-2.84
128.41
-3.81
127.28
-3.83
129.89
-2.87
130.26
-2.9
130.21
-2.91
127.5
-3.75
129.85
-2.93
129.85
-3
125.08
-0.19
125.3
-0.13
131.35
-6.28
131.21
-6.16
131.08
-6.25
122.39
-2.77
119.42
-2.43
122.47
-2.88
120.26
-1.04
Tabel 3. Data latitude dan longitude setelah gempa.

longitu
latitud
de
e
127.706
5 -2.7143
128.038
2 -2.8825
129.456
3 -2.8426
128.36 -3.8131

127.206
8
129.839
1
130.209
1
130.154
2
127.426
7
129.799
5
129.796
1
125.008
6
125.225
6
131.274
9
131.134
8
131.025
4
122.339
2
119.371
9
122.399
5
120.214
2

-3.8342
-2.8726
-2.9023
-2.9281
-3.7527
-2.9342
-3.0357
-0.2202
-0.1852
-6.2804
-6.1614
-6.3202
-2.7981
-2.425
-2.884
-1.0616

Berdasarkan tabel 2 dan 3, selisih dari data latitude dan


longitude perbedaanya terpaut sedikit. Hal tersebut
dikarenakan relokasi dari gempa setelahnya mempunyai
jarak yang tidak jauh dari asal sebelum gempa. Sehingga
nilai relokasi gempa cukup bagus. Berikut gambar hasil
sebelum relokasi, sesudah relokasi, dan gabungan keduanya
dapat dilihat pada lampiran.
IV. KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum relokasi titik gempa pada
wilayah Sulawesi Selatan, didapatkan kesimpulan bahwa
karakteristik relokasi gempa sebelum dan sesudah cukup
atau hampir tepat dengan posisi awal. Nilai dari latitude
dan longitude sebelum-sesudah berselisih sedikit, hal itu
karena pengolahan data dan iterasi yang digunakan tepat,
sehingga nilai yang keluar hampir mendekati lokasi awal.
UCAPAN TERIMA KASIH
Setelah percobaan dalam pembahasan relokasi titik
gempa, penulis mengucapkan terima kasih kepada asisten
laboratorium terkait, saudara Fandy Aji Fathoni yang telah
membimbing dalam praktikum dan kepada rekan-rekan
kelompok atas kerja samanya dalam melakukan praktikum.

DAFTAR PUSTAAKA
[1] http://www.hagi.or.id/knowledge/info-gempa-1/
[2] http://seis.geus.net/software/seisan/node137.html
[3] http://gmt.soest.hawaii.edu/
[4] http://methodegeo.com/2014/02/hiposenter-danepisenter-focus-and.html
[5] Waldhauser, F. and Ellsworth, W.L. 2000. A doubledifference Earthquake Location Algorithm: Method
and Application to the Northern Hayward Fault,
California, Bull. Seismol.

You might also like