Professional Documents
Culture Documents
IDENTITAS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. Nadi
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 60 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir
: SD
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: Buruh Tani
Alamat
Tanggal/jam masuk RS
Tanggal pemeriksaan
: 4-3-2016
II. ANAMNESA
Keluhan utama
RPS
RPK
: tidak ada
: sedang
Kesadaran
Suhu badan
: 37,0o C
Pernafasan
: 30x/menit
Nadi
: 80x/menit
Tensi
; 140/90 mmHg
- Kepala leher
Kepala
Hidung
Mulut
Leher
- Thorax
Inspeksi
:bentuk simetris
Paru
: Inspeksi
: bentuk
Pergerakan
: simetris
: simetris
Palpasi
: Fremitus
: Normal
Perkusi
Auskultasi
dada
Jantung
Ronki
:-/-
Wheezing
: -/-
- Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Tympani
Auskultasi
- Ekstrimitas
Akral : hangat
Ekstensi ekstremitas inferior +
Oedem
: -
- Opistotonus +
IV. ASSESMENT
Diagnosa
: Tetanus grade 2
Diagnosa Banding
: -meningitis
-ensefalitis
V. PLANNING
Terapi
Monitoring
VI. FOLLOW UP
Tanggal
MRS
Pemeriksaan
Assesment
Tetanus
Planing
hari
ke5 03 2016
: 80x/menit
RR
: 20 x/menit
Trismus +
S: kejang (-)
O: kaku kuduk +
Trismus +
6-03-2016
Perut papan +
Tetanus
jika kejang
3x1flash
Trismus +
Perut papan +
Nadi: 80x/mnt
7-03-2016
RR: 20x/mnt
Tetanus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pendahuluan
Sampai saat ini tetanus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
signifi kan di negara berkembang karena akses program imunisasi yang buruk,
juga penatalaksanaan tetanus modern membutuhkan fasilitas intensive care unit
(ICU) yang jarang tersedia di sebagian besar populasi penderita tetanus berat.1
Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan
gangguan neuromuskular akut berupa trismus, kekauan dan kejang otot akibat
eksotoksin spesifik kuman anaerob Clostridium tetani. 2
II.2 Epidemiologi
Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu menimpa individu non imun,
individudengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh yang
kemudian tidakmempertahankan imunitas secara adekuat dengan vaksinasi
ulangan. Tetanus masih merupakan penyakit yang membebani di seluruh
dunia terutama di negara beriklim tropis dan negara-negarasedang berkembang,
sering terjadi di Brazil, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan negara lain
di benua Asia. Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat, tetanus sudah s
angat jarangdijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan baik di
samping sanitasi lingkunganyang bersih, akan tetapi di negara sedang berkembang
termasuk
Indonesia
penyakit
ini
luka
kurang
diperhatikan,
kurangnya
kesadaran
karena
kontaminasi,
masyarakat
II.3 Etiologi
Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang bersifat anaerob murni.
Spora C.tetani dapat bertahan sampai bertahun-tahun bila tidak kena sinar
matahari. Spora ini terdapat ditanah atau debu, tahan terhadap antiseptik,
pemanasan 100 c, dan bahkan pada otoklaf 120 c selama 15-20 menit. Dari
berbagai studi yang berbeda, spora ini tidak jarang ditemukan pada feses kuda,
anjing, dan kucing. Toksin diproduksi oleh bentuk vegetatifnya. 2
II.4 Patogenesis
Tetanus disebabkan oleh eksotoksin Clostridium tetani, bakteri bersifat
obligat anaerob. Bakteri ini terdapat di mana-mana, mampu bertahan di berbagai
lingkungan ekstrim dalam periode lama karena sporanya sangat kuat. Clostridium
tetani telah diisolasi dari tanah, debu jalan, feses manusia dan binatang. Bakteri
tersebut biasanya memasuki tubuh setelah kontaminasi pada abrasi kulit, luka
tusuk minor, atau ujung potongan umbilikus pada neonatus; pada 20% kasus,
mungkin tidak ditemukan tempat masuknya. Bakteri juga dapat masuk melalui
ulkus kulit, abses, gangren, luka bakar, infeksi gigi, tindik telinga, injeksi atau
setelah pembedahan abdominal/pelvis, persalinan dan aborsi. Jika organisme ini
berada pada lingkungan anaerob yang sesuai untuk pertumbuhan sporanya, akan
berkembang biak dan menghasilkan toksin tetanospasmin dan tetanolysin.
Tetanospasmin adalah neurotoksin poten yang bertanggungjawab terhadap
manifestasi klinis tetanus, sedangkan tetanolysin sedikit memiliki efek klinis.1
Terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan penyebaran toksin ke
susunan saraf pusat: (1) Toksin diabsorpsi di neuromuscular junction, kemudian
bermigrasi melalui jaringan perineural ke susunan saraf pusat, (2) Toksin melalui
pembuluh limfe dan darah ke susunan saraf pusat. Masih belum jelas mana yang
lebih penting, mungkin keduanya terlibat. Pada mekanisme pertama, toksin yang
berikatan pada neuromuscular junction lebih memilih menyebar melalui saraf
motorik, selanjutnya secara transinaptik ke saraf motorik dan otonom yang
8
yang
merupakan
zincdependent
endopeptidase
memecah
1.lokal tetanus4
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah
merupakan tanda dari tetanu slokal.
Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa
bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam
bentuk
yang
ringan
dan
jarang
menimbulkan
kematian.
Bisa juga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dij
umpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis
antitoksin.
2. tipe sefalik 4,2
Kadang pada trauma kepala, timbul tetanus lokal tipe sefalik. Dalam hal
ini terjadi fenomena motorik sesuai dengan serabut saraf kepala yang terkena (N
III, IV, V, VI, VII, IX, X, dan XII). Penting diperhatikan bahwa kaku otot disekitar
luka mungkin merupakan gejala tetanus.
10
II.7 Diagnosis
11
12
4. ensefalitis:
anamnesis
didapatkan
trias
ensefalitis
(demamtinggi,
II.9 pengobatan 5
Ada tiga sasaran penatalaksanaan tetanus, yakni:
(1) membuang sumber tetanospasmin
(2) menetralisasi toksin yang tidak terikat
(3) perawatan penunjang (suportif ) sampai tetanospasmin yang berikatan
dengan jaringan telah habis dimetabolisme.
Cairan intravena harus diberikan, pemeriksaan elektrolit serta analisis gas darah
penting sebagai penuntun terapi. Penanganan jalan napas merupakan prioritas.
Spasme otot, spasme laring, aspirasi, atau dosis besar sedatif semuanya dapat
mengganggu respirasi. Sekresi bronkus yang berlebihan memerlukan tindakan
suctioning yang sering. Trakeostomi ditujukan untuk menjaga jalan nafas terutama
jika ada opistotonus dan keterlibatan otot-otot punggung, dada, atau distres
pernapasan. Kematian akibat spasme laring mendadak, paralisis diafragma, dan
kontraksi otot respirasi tidak adekuat sering terjadi jika tidak tersedia akses
ventilator. Spasme otot dan rigiditas diatasi secara efektif dengan sedasi. Pasien
tersedasi
lebih
sedikit
dipengaruhi
oleh
stimulus
perifer
dan
kecil
barbiturate
khususnya
phenobarbital
dan
phenotiazine
seperti
15
16
II.10 pencegahan 2
Ada 2 pencegahan tetanus, yaitu perawatan luka yang adekuat dan
imunisasi aktif serta pasif.
Imunisasi aktif didapat dari penyuntikan toksoid tetanus untuk merangsang
tubuh membentuk antibodi. Imunisasi pasif diperoleh dari pemberian serum yang
mengandung antitoksin heterolog (ATS) atau antitoksin homolog (imunoglobulin
17
Faktor
skor
Masa Inkubasi:
-
<48 jam
2-5 hari
6-10 hari
11-14 hari
- >14 hari
Lokasi infeksi:
Internal/umbilikal
Ekstremitas proksimal
Ekstremitas distal
- Tidak diketahui
Imunisasi:
Tidak ada
10
<10 tahun
- Proteksi lengkap
Faktor yang memberatkan:
10
18
jiwa
-keadaan yang tidak membahayakan jiwa
-ASA 1
II. 12 Komplikasi 7
Komplikasi tetanus pada beberapa sistem tubuh ialah sebagai berikut: 7
-Pada saluran pernapasan
oleh karena spasme otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya
kejang menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta
sukar menelan air liur dan makanan dan minuman sehingga sering terjadi pneumo
nia aspirasi.
atelektasis akibat obstruksi oleh secret. Pneumothoraks
dan mediastinal
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Thwaites CL, Yen LM. Tetanus. In: Fink MP, Abraham E, Vincent JL,
Kochanek PM, editors. Textbook of Critical Care. 5th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2005.p.1401-4
2. Sjamsuhidajat-de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta EGC; 2010.
3. Bickley S. Lynn. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
bates. Edisi 5. Jakarta:EGC; 2008. Hal 15
4. Adams. R.D. Tetanus: Principles of New'ology. New York: McGraw-Hill;
2007. H.1205-1207.
5. Laksmi Ni. Komang Saraswita. 2014. Penatalaksanaan Tetanus. CDK-222/
vol. 41 no. 11.
6. Ritarwan K. Tetanus [jurnal]. Bagian Neurologi FK USU/ RSU H. Adam
Malik.Diunduhdari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3456/1
/penysaraf-kiking2.pdf. 29 November 2010.
7. Cook, T. M., Protheroe, R.T., & Handel, J.M. (2001). Tetanus: a review of
the literature. British Journal of Anaesthesia, 87 (3), 477-487.
21