Professional Documents
Culture Documents
3 Komentar
DEFINISI
Epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanien yang berarti serangan dan menunjukan
bahwa sesuatu dari luar tubuh seseorang menimpanya, sehingga dia jatuh.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan (seizure)
yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan pada neuronneuron secara paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan
disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi
secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan, jenis bangkitan,
faktor pencetus dan kronisitas.
KLASIFIKASI EPILEPSI
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981, epilepsi diklasifikasikan
menjadi 2 yakni berdasarkan bangkitan epilepsi dan berdasarkan sindrom epilepsi.
Klasifikasi berdasarkan tipe bangkitan epilepsi :
1. Bangkitan Parsial
2. Bangkitan Umum
A. Absence / lena / petit mal
Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam beberapa
detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Seragan
ini biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu
kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat
serangan mata penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan
tangan melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar
kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG
akan menunjukan gambaran yang khas yakni spike wave yang berfrekuensi 3 siklus per
detik yang bangkit secara menyeluruh.
B. Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik,
terlokalisasi , tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.
Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar
dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
C. Tonik
Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan
dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikasi.
D. Tonik-klonik /Grand mal
Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak
kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik
(gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa
menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita
akan sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur
setelahnya.
E. Mioklonik
Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot skelet yang
muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung sejenak. Gambaran klinis yang
terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang
dan terjadinya cepat.
F. Atonik
Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh
secara tiba-tiba.
3. Tak Tergolongkan
C. Simtomatik
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal dan umum
A. Bangkitan umum dan fokal
B. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom khusus : bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu.
A. kejang demam
B. status epileptikus yang hanya timbul sekali (isolated)
C. bangkitan yang hanya terjadi karena alkohaol, obat-obatan, eklamsi atau hiperglikemik
non ketotik.
D. Epilepsi refrektorik
ETIOLOGI EPILEPSI
Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi
idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik,
misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah
otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi
penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.
PATOFISOLOGI EPILEPSI
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari
pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran
konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan
menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan
aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang
ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran
neuron.
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks serebri penting
dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon
depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi Ca2+
secara perlahan.
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang memungkinkan
adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan aktivitas kejang.
3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel piramidal pada
daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bias dikatakan sebagai tempat
paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial
luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon NMDA)
menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren dihasilkan
dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami
depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat dan
berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari
sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamasama, membentuk suatu badai
aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan
epilepsi yang berbeda
(lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat.
Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat
bervariasi.
Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 katagori yaitu :
1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang peka tidaknya
terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang sebetulnya dapat dimunculkan
bangkitan epilepsi hanya dengan dosis rangsangan berbeda-beda.
2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat diwariskan
maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya epileptiform activity di
otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja sama SED dan NPF.
3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan epilepsi pada
penderita epilepsi yang kronis. Penderita dengan nilai ambang yang rendah, PF dapat
membangkitkan reactive seizure dimana SED tidak ada.
Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal dasar.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion klorida, tetapi
sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian konsentrasi yang
tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ), dan konsentrasi ion natrium dan kalsium
ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion
natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion
kalsium. Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang
tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara serentak,
secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin ) kurang optimal
hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan Aspartat ) berlebihan
hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA (gamma
aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsi ternyata
kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial
postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA.
Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptic disebabkan oleh hilang atau kurangnya
inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama pada otak.
Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset
membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bias menghasilkan inhibisi tak
lengkap yang akan menambah rangsangan. Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil
neuron saja, sekelompok besar atau seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang berbeda
dari kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik.
Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal ( GABA )
sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan
neuron eksitatorik ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan
terjadinya perubahan keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan
heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut
dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi,
sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan
terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap
serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang
cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Pada
pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah
hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus
asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal
epilepsi dapatan. Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena
efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya. Efek ini
dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan pada neuron atau
glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau lingkungan neuronal
epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan metabolisme dan sebagainya,
semuanya dapat mengembangkan epilepsi. Akan tetapi anak tanpa brain damage dapat juga
menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap penyebabnya, khususnya grand mal
dan petit mal serta benigne centrotemporal epilepsy.Walaupun demikian proses yang
mendasari serangan epilepsi idiopatik, melalui mekanisme yang sama.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui anamnesis
dan pemeriksaan klinis dengan hasilpemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila
secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah
dapat ditegakkan.
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir
tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu
yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan)
merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga
memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekwensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang optimal.
Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan bangkitan,
mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek samping seminimal
mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi yakni,
1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan,
terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus
terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari
pengobatan tersebut.
2. Terapi dimulai dengan monoterapi
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai dengan
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan,
maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama
dosisnya diturunkan secara perlahan.
5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak terkontorl
dengan pemberian OAE pertama dan kedua.
1. Karbamazepin : Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja juga pada reseptor
NMDA, monoamine dan asetilkolin.
2. Fenitoin : Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida dan
neurotransmitter yang voltage dependen
3. Fenobarbital : Meningkatkan aktivitas reseptor GABAA , menurunkan eksitabilitas
glutamate, emnurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium.
4. Valporat : Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan kalsium
(T) dan kalium.
5. Levetiracetam : Tidak diketahui
6. Gabapetin : Modulasi kalsium channel tipe N
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting
diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,
1. Syarat umum yang meliputi :
- Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana
penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan.
- Gambaran EEG normal
- Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6bulan.
- Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.
2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
- Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya.
- Epilepsi simtomatik
- Gambaran EEG abnormal
- Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
- Penggunaan OAE lebih dari 1
- Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
- Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
- Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas bangkitan
selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan
menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.
NOTE KHUSUS
2. Kejang Mioklonik, Kejang mioklonik ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetrik
dalam waktu singkat. Sentakan mioklonik dapat tunggal atau berulang. Berbagai otot dapat
terkena serangan dan intensitas kontraksi berbeda. Sentakan mioklonik dapat terkait dengan
kejang atonik, yang menyebabkan anak jatuh. Selain itu kadang timbul gerakan melontarkan
benda yang dipegangnya. Pemulihan berlangsung segera dan penderita biasanya mengingat
bahwa
dirinya
tetap
sadar.
3. Kejang Atonik tonik dan Klonik, Kejang tipe ini merupakan kejang yang jarang terjadi,
dimana penderita (anak) kehilangan kesadaran, terjatuh, dan terlihat perubahan tonus yang
variabel tetapi tanpa diikuti gerakan tonik klonik yang karakteristik pada serangan grand mal.
Istilah kejang atonik dan akinesia sering digunakan bergantian untuk menggambarkan suatu
bentuk kejang dimana penderita mendadak jatuh atau terjadi serangan tonus sikap togok
badan (postural tonus). Manifestasi kejang atonik adalah mendadak dan sering kehilangan
tonus secara sempurna pada anggota badannya, leher dan otot badan. sebaliknya kejang
akinetik terjadi penghentian mendadak dari gerakan tanpa hilangnya tonus otot secara
signifikan.
Kenjang
Umum
Non
Konvulsi
Dikenal 2 bentuk kejang umum non konvulsi yang juga dikenal sebagai absence seizures
ialah:
1. Absens Tipikal, Biasanya berlangsung tanpa suatu peringatan, beberapa gangguan
kesadaran mendadak dan singkat (biasanya <1 detik), dengan awitan dan pemulihan yang
mendadak dan disertai pola EEG yang khas yaitu 3 per second spike and wave.
2. Kejang Atipikal, bentuk hampir sama dengan absens tipikal akan tetapi kebingungan
postictal
berlangsung
lebih
lama
dan
polo
EEG
nya
agak
berbeda
- Kejang Parsial, serangan yang mengenai (atau setidaknya pada awalnya) suatu fokus kecil
di otak. Karakteristik kejang parsial bergantung pada bagian otak yang terkena serangan.
pilepsi adalah suatu penyakit yang cukup berbahaya,penyakit epilepsi ini dapat menyerang
siapa saja tidak memandang usia dan jenis kelamin.baik tua muda,pria wanita,kaya miskin
dapat di serang dengan yang namanya penyakit epilepsi.karena penyakit Epilepsi ini adalah
penyakit yang menyerang sistem saraf yang dapat menimbulkan serangan mendadak dan
berulang-ulang tak beralasan.penyakit epilepsi ini cukup sulit untuk di dioagnosa khususnya
pada anak-anak.karena anak-anak belum bisa mengungkapkan apa yang mereka rasakan.jadi
kita sebagai orang tua harus sigap dalam menjaga sang buah hati.untuk itu kita harus
mengetahui gejala epilepsi pada anak dari sekrang,agar kita cepat dalam melakukan tindakan
dalam menyembuhkan anak dari penyakit epilepsi.apabila penyakit epilepsi pada anak tidak
segera di tangani dengan cepat akan mengakibatkan sang anak tidak mampu belajar,masalah
prilaku akan menyimpang,dan hubungan sosialnya jadi terganggu.oleh karena itu kami
menyarankan kepada anda yang mempunyai anak yang terserang penyakit epilepsi segera
tangani dengan obat herbal Jelly gamat,insyaallah jelly gamat ini ampuh dalam menangani
penyakit epilepsi.segera tangani penyakit epilepsi yang menyerang anak anda dengan obat
herbal jelly gamat.Untuk pemesanan obat herbal Gejala epilepsi pada anak dengan jelly
gamat dapat menghubungi kami dengan cara klik pesan jelly gamat sekarang.nah untuk
mengetahui gejala penyakit epilepsi pada anak simak penjelasan di bawah ini.
Pengaruh lingkungan.