You are on page 1of 12

Low back pain merupakan suatu gejala bukan penyakit.

Dasar patologis nyeri dapat


berasal sesuatu di dalam spinal atau lesi diluar spinal. Penyebabnya dapat
bermacam-macam, namun dapat diklasifikasikan sebagai spondylogenic atau
neurogenic dan viscerogenic, vascular dan psycogenic.
Spondylogenic Back Pain
Spondylogenic back pain dapat didefinisikan sebagai nyeri yang berasal dari
kolumna spinalis dan struktur disekitarnya. Nyeri diperparah dengan aktivitas
umum dan spesifik dan mereda dengan istirahat. Nyeri dapat berasal dari lesi pada
komponen tulang dari kolumna spinalis, perubahan pada sendi sacroiliac atau yang
sering terjadi perubahan yang terjadi pada soft tissue seperti diskus, ligament dan
otot.
Neurogenic pain
Regangan, iritasi, atau kompresi akar saraf lumbal biasanya akan menyebabkan
nyeri menjalar ke salah satu atau kedua extremitias inferior. Lesi pada sistem saraf
pusat seperti tumor thalamus dapat menyebabkan nyeri kausalgia, dan iritasi
arachnoid dari berbagai penyebab seperti halnya tumor pada dura spinalis dapat
mengakibatkan back pain. Lesi patologis yang memberikan kebingungan dalam hal
diagnosis diantaranya neurofibroma, neurilemmoma, ependymoma dan kista dan
tumor yang lain pada akar saraf. Lesi ini biasanya muncul pada lumbal atas yang
kadang tidak bisa dilihat dengan pemeriksaan CT scan dan MRI potongan sagital.
Riwayatnya susah dibedakan dengan penekanan akar saraf oleh karena herniasi
diskus. Namun, kebanyakan pasien melaporkan adanya riawayat bangun pada
malam hari dan berjalan-jalan untuk mengurangi keluhannya.
Viscerogenic Back Pain
Viscerogenic back pain dapat berasal dari kelainan pada ginjal atau viscera dalam
pelvis, lesi dari lesser sac, dan tumor retroperitonea (Fig 2.2). Anamnesis yang teliti
akan dapat menemukan gejala lain tergantung organ mana yang terlibat. Riwayat
viscerogenic pain dapat dibedakan dari kelainan kolumna spinalis oleh satu gejala
penting. Nyeri tidak diperparah dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat.
Vascular Back Pain
Aneurisma aorta abdominal atau peripheral vascular disease (PVD) dapat
menyebabkan nyeri punggung atau gejala sciatica. Aneurisma abdominal dapat
muncul sebagai nyeri lumbal yang dalam yang tidak behubungan dengan aktivitas
(Fig 2.3). Insufisiensi arteri gluteal superior dapat menimbulkan buttock pain
dengan karakter klaudikasio, dimana diperparah dengan berjalan dan berkurang
saat diam berdiri. Nyeri dapat menjalar ke extremitas inferior. Namun, nyeri tidak

dipresipitasi oleh aktivitas yang menyebabkan stress pada spinal (bending,


stooping, lifting).
Klaudikasio intermiten berhubungan dengan PVD dapat menyebabkan nyeri seperti
sciatica, namun riawayat nyeri yang diperparah dengan berjalan dan berkurang
pada saat diam berdiri membuat klinisi mencari tanda lain dari PVD. Gejala yang
berhubungan dengan PVD dapat menyerupai stenosis spinal. Pasien dengan PVD
sering mengeluh nyeri dan kelemahan pada extremitas inferior, yang dicetuskan
dengan berjalan dekat. Pada stenosis spinal, satu gejala yang dapat membedakan
yaitu nyeri tidak berkurang dengan diam berdiri.

Anamnesis
Bila melakukan anamnesis, tidak cukup hanya mengetahui pasien mengeluh back
pain atau apakah mereka mengeluh nyeri pada kaki kanan atau kiri. Adalah sangat
penting untuk memperoleh deskripsi nyeri secara detail. Bila deskripsi nyeri yang
mengganggu kenyamanan pasien sudah didapatkan, selanjutnya perlu mengetahui
personalitas dan aktivitas pasien untuk mencoba mengkorelasikan nyeri dan
disabilitas yang dikeluhkannya. Kebanyakan pasien datang bukan karena nyeri,
mereka datang karena disabilitas yang terjadi.
Kita harus mendapatkan gambaran nyeri yang jelas. Dari sini, kita harus menilai
kemungkinan penyebab nyerinya. Kita juga harus memperoleh gambaran jelas
pasien yang mengeluh nyeri. Dari fakta ini, kita harus menilai kenapa nyeri
menyebabkan keluhan disabilitasnya. Sebelum melangkah lebih jauh, harus diingat:
Setelah mendengarkan keluhan pasien, sebanyak 80% kita sudah
mengetahui diagnosis (dapat ditingkatkan sebanyak 10% dengan
melakukan pemeriksaan fisik, dan 5% lagi dengan melakukan tes yang
terbaru dan mahal.

Bila setelah anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil tes yang


dikerjakan belum dapat memastikan diagnosis, kembali ulangi melakukan
anamnesis. Anamnesis yang baik selama beberapa menit dapat
mengurangi pengeluaran untuk tes yang mahal.
Gambaran Nyeri
Lokasi nyeri
Bila pasien mengeluh back pain maksudnya adalah kemungkinan dari leher sampai
ke pantat. Adalah tidak baik bila kita menanyakan dimana lokasi nyerinya, mereka
harus mendemontrasikannya. Bila pasien mengeluh nyeri punggung, kemungkinan
mengarah pada regio interscapular, dan bila mengeluh nyeri pada small of the

back, kemungkinan mengarah pada lumbodorsal junction. Penting untuk selalu


menyuruh pasien menunjukkan dimana nyeri yang dirasakan.
Paresthesia
Nyeri yang disebabkan oleh iritasi saraf sering bersamaan dengan sensasi
paresthesia, dan lokasinya merupakan kunci terhadap lokasi anatomi dari saraf
yang terlibat. Paresthesia yang mencakup sisi lateral kaki biasanya mengindikasikan
lesi pada S1, dan pasien dengan lesi L5 akan mengeluh kesemutan pada dorsum
kaki dan jempol kaki. Lokasi paresthesia pada area shin mengindikasikan saraf L4
yang terlibat, lokasi pada lutut mengindikasikan lesi pada L3, dan pada paha bagian
lateral merepresentasikan keterlibatan saraf L2. Adanya gejala-gejala diatas
membantu kita membuat diagnosis iritasi saraf dan lokasi saraf yang terlibat
Perlu diingat, kondisi degenerative pada spinal dapat menyebabkan nyeri. Bila
pasien mengeluh gejala yang lain, kita harus hati-hati. Kekakuan pada pagi hari
merupakan gejala dari ankylosing spondylitis dan beberapa kondisi neurologic. Hal
itu merupakan gejala klasik dari degenerative diskus lumbalis. Pasien dengan
penyakit Parkinson pada fase awal mungkin mengeluh kekakuan pada punggung,
kaki yang tidak berfungsi baik, dan sensasi nyeri yang menyebar pada pantat.
Apakah gejala pada kaki didominasi oleh kelemahan atau hanya kelainan sensasi?
Bila ada gangguan sensasi, kemungkinan besar kita berhadapan dengan kelainan
neurologis seperti cord myelopati atau tumor kauda equine, neuropathy, atau
penyakit motor neuron.
Riwayat nyeri yang dominan belum menentukan diagnosis degenerative diskus atau
rupture diskus. Tumor tulang dan jaringan neurologis, seperti halnya kondisi intraabdomen, dapat menyebabkan nyeri. Namun, nyeri pada kondisi tersebut adalah
nonmekanikal, oleh karena itu muncul pada saat istirahat.

Pengaruh Aktivitas
Pertanyaan yang spesifik harus ditanyakan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi nyeri. Nyeri yang berhubungan dengan gangguan mekanik pada
spinal hampir selalu diperparah dengan aktivitas umum dan spesifik dan berkurang
dengan istirahat. Ada beberapa pengecualian terhadap hal tersebut, namun secara
keseluruhan, hal tersebut cukup reliable. Nyeri punggung yang disebabkan oleh
ulkus duodenum tidak diperparah dengan aktivitas, namun berkurang bila pasien
tidur berbaring. Pasien dengan neurofibroma dengan keterlibatan akar saraf sering
melaporkan terbangun pada malam hari dan berjalan-jalan untuk mengurangi nyeri,
dan pasien dengan deposit sekunder pada spinal biasanya melaporkan nyeri
mendadak pada punggung walaupun pasien berbaring. Beberapa pasien dengan
degenerasi diskus mengalami nyeri yang diperparah dengan berbaring, namun hal
ini kebanyakan tidak seperti biasanya. Pasien dengan nyeri pada saat berbaring,

mungkin akan tidur tertelungkup, pada posisi tersebut dengan mengekstensikan


lumbal spinalis dapat merangsang nyeri diskogenik. Nyeri konstan pada saat tidur
dapat juga terjadi pada pasien dengan gangguan emosional.
Bila ingin mengetahui apakah aktivitas dapat meningkatkan nyeri, hal ini dapat
dilakukan dengan menanyakan hal yang spesifik berikut ini: Apakah nyeri pada saat
mengangkat sesuatu?, Apakah nyeri bertambah parah pada saat membungkuk?,
Bisakah anda tidur?, Dapatkah kamu menggunakan vacuum cleaner?, Apakah nyeri
bertambah parah dengan berjalan atau menaiki tangga?. Nyeri diskogenik sering
bertambah parah mempertahankan satu posisi selama periode tertentu: berjalan
lama, duduk lama, atau berdiri lama. Riwayat nyeri menjalar ke kaki pada saat
batuk atau bersin mengindikasikan adanya kompresi pada akar saraf. Hal ini
berhubungan dengan valsava maneuver, dimana meningkatkan tekanan yang
ditransmisikan ke cairan spinal, yang meningkatkan kompresi akar saraf.

Pemeriksaan Punggung
Anamnesis dan pemeriksaan yang akurat adalah sangat penting untuk dikerjakan.
Pencatatan yang baik diperlukan dalam analisis dan perbandingan kasus, dan
review kasus, sebagai pegangan dalam mengkonsulkan pasien dan seiring dengan
waktu untuk tujuan hukum.
Pemeriksaan punggung harus dikerjakan secara berurutan dan sikap yang baik.
Pemeriksaan pada pasien dilakukan tidak hanya pada tanda-tanda yang didapatkan
dari anamnesis semata, namun secara serial sistem secara keseluruhan:
pemeriksaan neurologis, pemeriksaan abdomen, pemeriksaan vaskuler, dan
lainnya. Pemeriksaan seharusnya dikerjakan secara berurutan sehingga semua
kelainan yang ditemukan dapat dievaluasi. Setelah selesai memeriksa pasien, kita
harus mengetahui status fisiknya.
Langkah 1 Gait
Perhatikan pasien saat berjalan. Apakah ada antalgik gait yang mengindikasikan
adanya penyakit hip atau lutut. Apakah ada shuffling gait yang mengindikasikan
kelainan neurologis rigiditas atau spastisitas. Tidak jarang, sulit untuk menentukan
apakah pasien dengan back dan hip pain disebabkan oleh keadaan patologis pada
punggung atau hip. Lebih sering, bila kita memperhatikan pasien berjalan akan
membantu dalam membuat diagnosis, terutama pasien dengan spastic gait yang
disebabkan oleh myelopathy atau antalgic limp oleh karena penyakit hip.
Langkah 2 Kontur Spinal

Dengan melihat pasien dari samping dan belakang, perubahan postur yang nyata
dapat dilihat. Adalah penting menentukan apakah perubahan postural terjadi pada
sagital plane atau koronal atau frontal plane.
Langkah 3 Range of Motion/Rhythm
Selanjutnya melakukan tes untuk menentukan ROM dan ritme pergerakan spinal.
Forward fleksi direkam dengan melihat seberapa jauh tangan pasien dapat
menyentuh lantai. Ritme dari forward fleksi diobservasi dengan meletakan ujung
jari pada prosesus spinosus dan mencatat seberapa jauh terpisah pada saat fleksi
spinal. Ekstensi dicatat dengan melihat seberapa jauh pasien dapat membungkuk
ke belakang. Fleksi lateral diukur dengan melihat seberapa jauh pasien dapat
menggeser tangan ke bawah dari paha menuju lutut. Rotasi dapat dites dengan
menyuruh pasien berdiri dengan kedua kaki melebar dan melakukan rotasi dengan
tangan pada hip. Pada saat pemeriksaan, perhatikan abnormalitas spesifik yang
terlihat, sebagai contoh perhatikan adanya keterbatasan yang jelas pada ROM fleksi
forward tanpa pergerakan lumbal, seperti yang terjadi pada iritasi akar saraf yang
disebabkan oleh herniasi diskus. Pasien biasanya memperlihatkan deviasi ke sisi
yang sakit pada fleksi forward. Rigiditas dari seluruh spinal pada stadium lanjut
adalah spesifik untuk ankilosing spondilitis. Ritme pergerakan spinal dari posisi
fleksi forward kembali ke posisi berdiri tegak adalah karakteristik dari degenerasi
diskus yang berhubungan dengan lesi sendi posterior. Pada saat pasien kembali
berdiri dari posisi fleksi forward, mereka akan mengekstensikan spinalnya, namun
pergerakan ini terasa tidak nyaman. Untuk menghindari hal ini, pasien akan
memfleksikan hip dan lutut mereka untuk meletakan pelvis dibawah spinal dan
mencoba berdiri dengan meluruskan kedua kaki. Dengan pasien dalam keadaan
diam berdiri, kekuatan gastrocnemius ditentukan dengan melakukan tes
kemampuan berdiri dengan ujung-ujung jari. Lesi yang melibatkan akar saraf S1
seperti herniasi diskus lumbosakral, akan menyebabkan kelemahan pada tiptoe
raising dan hilangnya reflek ankle, yang dapat dites dengan pasien berlutut di kursi.
Pemeriksa harus ingat bila pasien memiliki kelemahan pada quadrisep, kaki mereka
akan cenderung buckle saat mencoba berdiri dengan ujung jari.
Langkah 4
Dua pemeriksaan dilakukan pada pasien dalam kondisi duduk di pinggir meja
pemeriksaan. Pertama, periksa reflek lutut dan ankle. Posisi ini biasanya nyaman
untuk pasien dengan back pain dan memungkinkan pemeriksaan reflek tanpa nyeri.
Pasien akan mengalami nyeri sciatica yang menyebabkan pasien tidak dapat duduk
tanpa mengangkat pantatnya dari tempat tidur, yang akan menyamarkan reflek
lutut. Reflek juga akan terganggu bila pasien yang melihat pemeriksaan yang
dikerjakan. Hal ini dapat dicegah dengan reinforcement. Reflek selanjutnya yang
dites adalah respon fleksor plantar superficial. Salah satu tanda dari respon plantar
adalah reflek kontraksi dari tensor fascia femoris. Hal ini akan hilang pada lesi yang
melibatkan S1.

Langkah 5 Tes Kekuatan


Tes kekuatan paling baik dikerjakan pada posisi supine. Dorsofleksi dari ankle
melemah pada lesi yang melibatkan akar saraf L5, seperti herniasi diskus diantara
L4-L5. Kekuatan dorsofleksi sebaiknya tidak dites pada lutut yang diekstensikan,
karena bila pasien memiliki nyeri sciatica yang signifikan, segala usaha pasien
untuk melawan plantar fleksi ankle akan menyebabkan nyeri, dan akan didapatkan
impresi kelemahan palsu. Lutut sebaiknya difleksikan, dan tekanan diberikan pada
dorsum pedis untuk menilai kekuatan dorsofleksinya. Lesi pada L5 dapat
menyebabkan kelemahan pada ekstensor haluci longus sebelum tampak kelemahan
pada dorsofleksi ankle. Hal sama pada lesi S1, kelemahan pada fleksor halucis
longus terdeteksi sebelum kelemahan pada gastrocnemius. Banyak pemeriksa
menggunakan heel toe walking test untuk memeriksa kelemahan pada L5-S1. Otot
quadrisep menjadi lemah bila ada lesi pada akar saraf L3-L4. Kekuatan otot
quadrisep sangat baik diperiksa pada pasien berbaring dengan punggungnya,
dengan sedikit fleksi pada hip dan lutut diletakan pada lengan bawah pemeriksa.
Pasien kemudian berusaha mengekstensikan lututnya melawan resistensi
pemeriksa. Kelemahan pada seluruh kelompok otot, terutama psoas
mengindikasikan ketidakstabilan emosi dari pasien. Kelemahan fungsional atau
emosional dikarakteristikan oleh relaksasi otot bagaimanapun kekuatan resistensi
yang diberikan.
Hasil tes kekuatan otot harus digradasi berdasarkan metode standar skala 0-5
seperti pada table 9-1.

Langkah 6
Iritasi akar saraf sering berhubungan dengan nyeri otot spesifik. Pada iritasi akar
saraf sacral, otot calf menjadi nyeri. Iritasi pada akar saraf L5, otot tibialis anterior
menjadi nyeri. Iritasi pada akar saraf L4, otot quadrisep menjadi nyeri. Nyeri otot
yang spesifik merupakan tanda fisik yang penting dari iritasi akar saraf. Dengan
pasien masih dalam posisi berbaring, tes pinprick dapat dikerjakan untuk
membandingkan sensibilitas pada area yang sama pada kedua kaki. Area dermatom
dilokalisasikan dengan baik. S1 mempersarafi telapak kaki dan sisi luar tungkai
bawah dan kaki. L5 mempersarafi area punggung kaki dan sisi anterior dari tungkai
bawah, L4 mempersarafi sisi anteromedial area shin; L3 mempersarafi area lutut,
dan L2 mempersarafi sisi lateral paha. Evaluasi sensibilitas membutuhkan teknik
yang baik. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, stimulus yang diberikan harus
sama pada kedua extremitas.
Langkah 7

Tanda-tanda tension pada akar saraf dievaluasi berikutnya. Tension pada akar saraf
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

Step 7
Signs of root tension may now be evaluated. Root tension is a term reserved to denote
reproduction of extremity pain by stretching a peripheral nerve. When testing the sciatic nerve,
the leg must never be raised suddenly by lifting the heel, because so much pain may be evoked
by this maneuver as to make all other examinations useless. The leg should be raised slowly,
with the knee maintained in the fully extended position by the examiner's hands (Fig. 9-13). It is
important to record the range through which the leg must be raised before leg or buttock pain is
experienced. Reproduction of back pain in this manner does not necessarily indicate root tension,
of course. With any painful lesion of the back associated with hamstring spasm, straight leg
raising will rotate the pelvis and irritate the lumbosacral region, giving rise to pain. However,
reproduction or aggravation of sciatic pain by forced dorsiflexion of the ankle at the limit of
straight leg raising is highly suggestive of root tension, and this impression is confirmed if the
patient admits relief on bending the knee. If a patient still has pain after the knee has been flexed,
and if the pain is increased on further flexion of the hip (bent leg raising), then the examiner
should be concerned that he or she is dealing with a patient suffering from a significant
emotional breakdown, or else there may be a lesion of the hip joint presenting as sciatic pain.
Straight leg raising of the opposite leg, the symptom-free leg, that gives rise to an exacerbation
of pain in the affected extremity is known as crossover pain and is suggestive of a disc herniation
lying in the axilla or medial to the root (Fig. 9-14). The most reliable test of root tension is the
bowstring sign. In this test, straight leg raising is carried out until pain is reproduced. At this
level, the knee is slightly flexed until the pain abates. The examiner rests the limb on his or her
shoulder and places the thumbs in the popliteal fossa over the sciatic nerve. If sudden firm
pressure on the nerve gives rise to pain in the back or down the leg, the patient is almost certainly
suffering from significant root tension (Fig. 9-15). An excellent audit of the value of this test is to
use the hamstring (Fig. 9-15). Two sets of situations can exist: (a) pressure over the medial
hamstring tendon causes no pain; pressure over the lateral hamstring tendon causes no pain;
pressure over the lateral peroneal nerve causes radiating pain and (b) pressure over the medial
hamstring tendon
P.161
causes pain; pressure over the tibial nerve causes pain; pressure over the lateral hamstring causes
pain; pressure over the lateral peroneal nerve causes pain. The patient in the first situation has an
obvious organic syndrome; the patient in the second situation may be an emotional cripple.
In a patient with weak abdominal muscles and disc degeneration, attempts to perform bilateral
active straight leg raising are painful because the weight of the legs rotates the pelvis, causing
hyperextension of the lumbar spine (Fig. 9-16). Flexion of the hip with the knee flexed should
not aggravate a mechanical back pain, but patients with emotional breakdowns frequently
complain bitterly during this maneuver.

With lesions involving the third and fourth lumbar roots, the patient will experience pain on
stretching the femoral nerve. This test can be performed with the patient lying face downward.
The hip is then extended, with the knee maintained in a slightly flexed position. This test is only
of significance if the patient experiences pain radiating down the front of the symptomatic thigh
(Fig. 9-17) and not down the thigh of the asymptomatic leg. Care must be taken not to confuse
the femoral nerve stretch test with Ely's sign (Fig. 9-18). The test for Ely's sign was designed to
demonstrate contracture or shortening of the rectus femoris. The rectus femoris spans both the
hip joint and the knee joint, flexing the hip and extending the knee. When the knee is fully
flexed, the rectus femoris is stretched. If there is any contracture of the muscle (i.e., due to hip
disease), passive stretching in this manner will cause the hip to flex. This can be easily
demonstrated by fully flexing the knee with the patient lying face downward; the resulting
flexion of the hip is shown by the fact that the buttock rises off the bed. This is Ely's test. This
test is frequently positive in patients of mesomorphic build. In some patients suffering from
fourth lumbar root irritation, this maneuver gives rise to severe quadriceps pain.
Step 8
At this stage of the examination, the full range of hip joint movements should be assessed.
Osteoarthritis of the hip joint may give rise to symptoms and signs mimicking fourth lumbar root
compression: pain down the front of the thigh, weakness and atrophy of the quadriceps,
tenderness on palpation of the quadriceps, and pain on the femoral nerve stretch test. This
confusion arises from a perfunctory examination. Always assess hip joint motion fully by: (a)
watching the patient walk, (b) testing internal rotation, and (c) assessing if there is any flexion
deformity (Fig. 9-19).
Step 9
Next, examine the peripheral pulses for signs of impairment of arterial circulation. Hair
distribution and other atrophic changes, such as in the nails, will give some indication of vascular
insufficiency. Impairment of venous outflow should also be noted. With the patient still supine,
the abdomen is palpated for evidence of intra-abdominal masses, and the peripheral pulses are
palpated for evidence of vascular insufficiency.
P.163
Step 10
The patient is then turned on his or her side. The ability to abduct the leg against resistance is
tested. When this movement is performed, the glutei must contract vigorously and should tend to
pull the pelvis away from the sacrum. A patient with a sacroiliac strain or any sacroiliac disease
will find this movement painful.
The sacroiliac joint can also be tested by applying a rotary strain. The unaffected hip joint is
flexed, and the thigh is held firmly against the chest by the patient to lock the lumbar spine. The
uppermost hip is now extended to its limit. When the hip is pushed beyond its limit of joint
extension, a rotary strain is applied to the sacroiliac joint, which is a movement that causes pain
when sacroiliac diseases are present (Fig. 9-20). If a sacroiliac joint lesion is present, lateral
compression of the pelvis when the patient is lying on his or her side sometimes gives rise to
pain.

Miscellaneous Steps
It is frequently convenient, because the patient is already on his or her side, to carry out a rectal
examination at this stage. The patient is turned face downward, and the buttocks and thighs are
palpated for tumors involving the sciatic nerve.
At some point during the examination leg lengths should be measured. The maximal girth of the
calf is compared on the two sides, and the circumference of the thigh is measured on both sides
at a fixed distance from the tibial tubercle. The patient is then asked to sit on the side of the
couch so that chest expansion can be determined. A decrease in chest expansion is an early
change in ankylosing spondylitis.
The patient is then asked to step down from the couch and drape himself or herself over its edge,
resting the abdomen on a pillow. This position is usually comfortable and brings all the spinous
processes into prominence. An area not expected to be tender is tested first. Firm pressure
applied to the spine may be uncomfortable. The patient must be able to differentiate between the
expected discomfort of such pressure and the abnormal discomfort when the damaged segment is
palpated.
P.164
Each spinous process is palpated separately, with firm pressure being exerted anteriorly and in a
lateral direction (Fig. 9-21). Examination of the back for tenderness is probably the most poorly
administered part of the examination, mainly because the examiner fails to assess the patient for
superficial tenderness and tenderness over the sacrum. Tuck this in the back of your mind
because you will meet the concept again in Chapter 16. Although the specific findings on
examination of patients suffering from non-organic spinal pain are discussed in detail in Chapter
16, physical signs of emotional overtones are so commonly overlooked that they cannot be
overemphasized and should be separately tabulated at this point. Table 9-2 summarizes the
historical and physical characteristics that suggest a nonorganic component to the patient's
disability.

DEFINISI
Kelainan mekanikal dari lumbosakral spinal merupakan penyebab nyeri punggung bawah yang
laing sering. Nyeri punggung bawah mekanikal didefinisakan sebagai nyeri sekunder karena
overuse, cedera atau deformitas dari strukturnya. Kelainan ini pada umumnya bersifat spesifik
dan local dalam perjalanannya, mengenai lokasi atau hubungan anatomi yang spesifik. Penyakit
sistemik tidak berperan pada nyeri punggung bawah mekanikal. Adanya keluhan sistemik harus
meningkatkan perhatian klinisi kemungkinan penyebab nyeri tidak berasal dari lumbosakral.
Kelainan mekanikal kadang memiliki siklus nyeri periodic diikuti oleh periode resolusi parsial.
Nyeri tersebut kadang dieksaserbasi oleh aktifitas spesifik dan berkurang dengan aktifitas
lainnya. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat membantu melokalisir area yang spesifik pada
lumbosakral spinal. Anamnesis dan pemeriksaan yang baik ditambah dengan pemeriksaan
imaging dapat memformulasikan diagnosis kerja dari patologis mekanikalnya.

BACK STRAIN
Terapi pasien dengan nyeri punggung bawah meliputi aktifitas fisik terkontrol, NSAID, pelemas
otot dan terapi fisik. Periode bed rest yang pendek, umumnya kurang dari 2 hari seharusnya
efektif untuk mengurangi nyeri. Bed rest selama 7 hari atau lebih tidak memberikan keuntungan
pada pasien dengan back strain. Pada awalnya aktifitas fisik yang terbatas memungkinkan
jaringan yang cedera untuk istirahat, memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sembuh tanpa
cedera berulang.
Obat NSAID membantu membuat pasien lebih nyaman sambil menunggu cederanya sembuh.
Obat dengan onset cepat direkomendasikan dan harus dilanjutkan pemberiannya sampai
gejalanya hilang. Pelemas otot membantu pasien dengan spasme atau nyeri otot yang membatasi
aktifitas sehari-hari atau menghambat pola tidur yang normal. Kombinasi obat NSAID, terapi
pelemas otot, cukup efektif menumpulkan nyeri akut dan memberikan kesempatan mobilisasi
punggung bawah pada pasien dengan back strain. Lebih jauh, modalitas terapi fisik dapat
membantu mengurangi nyeri dan spasme. Segera setelah nyeri akut hilang, pasien disarankan
untuk meningkatkan aktifitas fisik mereka. Injeksi anestesi local membantu mengurangi spasme
otot pada pasien yang tidak berkurang dengan NSAID/protocol pelemas otot. Injeksi membantu
mengurangi nyeri local, dan juga menghambat reflek spasme yang muncul pada back strain.
Brace digunakan pada pasien yang harus tetap aktif selama proses penyembuhan. Brace
membantu membatasi jumlah pergerakan yang mengganggu penyembuhan dan juga menambah
support pada aksis tulang musculoskeletal yang mengalami kerusakan.
HNP AKUT
80% pasien dengan HNP memberikan respon pada terapi non operatif. Pada kebanyakan kasus,
hal ini memungkinkan pasien untuk kembali pada aktifitas sehari-hari mereka yang normal.
Elemen primer untuk terapi non operatif adalah control aktifitas fisik. Beberapa hari awal, bed
rest mungkin diperlukan pada HNP akut. Posisi semi Fowler, dimana hip dan lutut fleksi,
meminimalkan tekanan intradiskus dan mengurangi tension pada akar saraf. Setelah nyeri akut
berkurang, pasien perlahan-lahan melakukan mobilisasi. Duduk dibatasi karena hal ini
menigkatkan tekanan pada akar saraf. Ambulasi ditingkatkan secara bertahap, selama latihan,
dimana hal ini dapat meningkatkan kekuatan perut dan punggung.
Terapi obat-obatan, termasuk pelemas otot dan NSAID dapat juga digunakan. Gejala low back
pain dan radikulopati dipengaruhi oleh respon inflamasi pada HNP itu sendiri. Nyeri yang
dialami pasien akan berkurang bila inflamasnya terkontrol. Terdapat sedikit rasa kesemutan pada
ekstremitas yang terlibat, namun hal ini masih dapat ditoleransi oleh pasien. Bila NSAID tidak
adekuat mengontrol nyeri, terapi steroid jangka pendek dapat dicoba. Pelemas otot digunakan
pada pasien dengan kontraktur otot yang tidak terkontrol yang berkaitan dengan kompresi pada
akar saraf. Kebanyakan obat ini memberikan efek transquilazer yang bermanfaat pada fase akut
HNP.

Terapi alternative yang lain yaitu injeksi steroid epidural. Obat disuntikan secara langsung ke
dalam ruang epidural, dekat dengan area kompresi akar saraf. Injeksi epidural sebesar 40%
efektif mengurangi nyeri radikuler. Efek maksimal didapatkan dalam waktu 2 minggu. Injeksi ini
dapat diulang satu atau dua kali bila selama evaluasi menunjukan perbaikan.
Terapi operatif hanya dikerjakan pada pasien yang gagal dengan pendekatan konservatif. Pasien
yang menderita nyeri persisten, gejala radikuler, dan hasil pemeriksaan fisik yang abnormal,
sama halnya dengan ditemukan proses patologi pada pemeriksaan radiografi merupakan kandidat
untuk diberikan intervensi operatif. Bila frekuensi dan intensitas serangan cukup parah
mengganggu kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan bekerja, terapi
operatif mungkin diperlukan.
SPINAL STENOSIS
Kebanyakan pasien dengan spinal stenosis atau osteoarthritis spinal dapat diterapi tanpa operasi.
Obat NSAID membantu mengontrol gejala. Korset lumbosakral membantu mengingatkan pasien
untuk menghindari pergerakan spinal yang berlebihan. Terapi steroid oral jangka pendek
digunakan pada pasien dengan gejala yang ekstrem yang tidak mempan dengan obat NSAID.
Steroid epidural dapat diberikan yang memberikan efek langsung pada respon inflamasi pada
level akar saraf. Terapi nonperatif ini dapat diulang seperlunya. Terapi fisik, termasuk pemanasan
dalam, USG, dan pemijatan dapat mengurangi beberapa gejala punggung bawah yang
berhubungan dengan spinal stenosis atau osteoarthritis. Walaupun, modalitas terapi ini dapat
mengurangi gejala dan berefek jangka pendek, namun jarang memberikan efek jangka panjang.
Sayangnya, tidak ada penyembuhan untuk osteoarthritis, dan pada kebanyakan pasien dengan
spinal stenosis dapat mengalami relaps dengan episode nyeri yang rekuren. Melalui modifikasi
aktivitas, dan terapi kekambuhan, kebanyakan pasien mampu menghindari terapi pembedahan.
Terapi operatif memerlukan laminektomi untuk membebaskan akar saraf dan diperlukan pada
pasien yang tidak mempan diterapi secara konservatif. Walaupun gejala bersifat unilateral,
laminektomi bilateral komplet direkomendasikan untuk mencegah gejala kontralateral
dikemudian hari. Bila operasi telah dilaksanakan, semua penekanan mekanik pada akar saraf
harus dapat dieradikasi dengan prosedur tersebut.
SPONDYLOLISTESIS
Terapi nonoperatif pada spondylolistesis efektif pada kebanyakan pasien dengan nyeri punggung
bawah. Istirahat, obat anti inflamasi, aktivitas yang terproteksi akan membantu meredakan gejala
akut. Latihan penguatan otot punggung dan abdomen direkomendasikan untuk membantu
menyokong area spinal yang terlibat. Terapi dengan brace juga memberikan manfaat. Bracing
pada pasien muda dapat dengan cepat meredakan gejala yang dikombinasikan dengan latihan
fleksi. Hal ini juga akan mengurangi tingkat lordosis lumbal dan kemungkinan terjadinya
translasi. Terapi operatif dengan fusi segmen yang tidak stabil diindikasikan hanya untuk
meredakan nyeri, tidak untuk mengkoreksi translokasi. Pembedahan dapat dilakukan dengan fusi

spinal pada pasien dengan gejala nyeri punggung bawah dan dekompresi pada pasien dengan
gejala iritasi pada akar saraf.

You might also like