You are on page 1of 9

INTERAKSI OBAT

Pemberian beberapa jenis obat dalam penanganan penderita telah menjadi satu
gambaran yang umum di kalangan praktisi kedokteran. Hal ini dimungkinkan mengingat
seorang

penderita

dapat

mengidap

beberapa

penyakit

sekaligus

dalam

satu

waktu,sehingga kombinasi beberapa sediaan menjadi sesuatu yang lazim dan rasional
untuk dilakukan.
Terlepas dari kondisi penyakit penderita, pemberian beberapa obat sekaligus atau
yang lebih dikenal sebagai polifarmasi, ternyata memberikan suatu konsekuensi yang
kompleks berupa terjadinya interaksi obat. Suatu survai yang dilakukan pada tahun 1977
melaporkan tentang polifarmasi pada penderita yang dirawat di rumah sakit bahwa
insidens efek samping pada penderita yang mendapat 0-5 macam obat adalah 3,5%,
sedangkan yang mendapatkan16-20 macam obat adalah 54%. Hal ini menandakan
semakin banyak sediaan yang diberikan, semakin banyak efek samping yang muncul.
Peningkatan insidens efek samping ini diperkirakan akibat terjadinya interaksi obat.
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena :
1. Dokumentasinya masih sangat kurang
2. Seringkali luput dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan para dokter akan
mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi berupa
toksisitas dianggap sebagai suatu idiosinkrasi sementara penurunan efektifitas
diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit.
3. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual, penyakit
tertentu dan factor lainnya.

Interaksi obat tidak selamanya merugikan. Ada banyak contoh interaksi yang
menguntungkan antara lain:
1. Penisillin dan probenesid; probenesid menghambat sekresi penicillin di tubuli
ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin di dalam plasma dan dengan
demikian meningkatkan efektivitasnya dalam pengobatan gonore.
2. Kombinasi obat antihipertensi: meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek
samping.
3. Kombinasi obatn antikanker; meningkatkan khasiat obat dan menurunkan efek
samping.
4. Kombinasi obat antituberkolosis; memperlambat munculnya resistensi kuman
terhadap obat
5. Antagonisme efek toksis oleh antidotumnya masing-masing.
Definisi
Interaksi obat (drug interactions) dapat diartikan sebagai perubahan efek suatu
obat yang terjadi akibat kehadiran obat lain termasuk makanan dan minuman. Perubahan
yang terjadi dapat berupa peningkatan respons atau penurunan respons suatu obat. Di
samping interaksi kita juga mengenal istilah inkompatibilitas obat yang berarti suatu
perubahan tampilan dan efek obat yang terjadi akibat interaksi obat di luar tubuh
(sebelum obat diberikan). Pencampuran obat yang demikian menyebabkan terjadinya
interaksi langsung secara fisik dan kimiawi yang hasilnya dapat berakibat inaktivasi obat.
Contohnya gentamisin mengalami inaktivasi bila dicampur karbenisillin, amfoterisin B
akan mengendap dalam larutan garam fisiologis atau ringer, dan penicillin G akan
mengalami inaktivasi bila dicampur dengan vitamin C.
Interaksi obat dapat berupa interaksi farmakokinetik di mana salah satu obat
mempengaruhi absorbsi,distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar
plasma obat kedua meningkat atau menurun.Interaksi ini tidak dapat diekstrapolasikan ke
obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, sekalipun struktur kimianya
mirip, karena antar

obat segolongan terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang

menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya.

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem
reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif,
sinergistik atau antagonistik. Efek yang aditif maksudnya efek dua obat yang diberikan
secara bersamaan sama dengan jumlah respons pada obat-obat tersebut bila diberikan
dalam dosis terpisah. Efek sinergistik diartikan sebagai efek dua obat yang diberikan
bersama-sama akan menghasilakn respons yang lebih besar dibandingkan bila kedua obat
tersebut diberikan secara terpisah. Sedangkan efek antagonistic adalah efek dua obat yang
diberikan secara bersama-sama pada satu waktu lebih kecil dibandingkan dengan
pemberian kedua sediaan tersebut bila diberikan secara terpisah. Selain efek aditif,
sinegistik dan antagonistik juga dikenal efek potensiasi yang diartikan sebagai
kemampuan suatu obat untuk meningkatkan fungsi obat yang lain. Interaksi
farmakodinamik seringkali dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan
obat yang berinteraksi dan interaksi ini dapat diramalkan.

Interaksi farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik mencakup :
1.Interaksi dalam proses absorbsi
a.

Interaksi dalam absorbsi di saluran cerna di mana interaksi ini dapat

terjadi secara langsung. Interaksi secara fisik/kimiawi antar obat dalam

lumen

saluran cerna sebelum absorbsi dapat mengganggu proses absorbsi. In teraksi ini
dapat dikurangi atau dihindarkan bila obat yang berinteraksi diberikan dalam jarak
waktu yang berbeda minimal dalam waktu 2 jam.
Contoh :
-

Tetrasiklin yang diberikan bersamaan dengan kation multivalent yang

terdapat dalam antasida akan terbentuk kaleat yang tidak diabsorbsi sehingga absorbsi
tetrasiklin menurun.
-

Digoksin , digitoksin yang diberikan bersamaan dengan kolestiramin,

kortikosteroid, tiroksin akan menyebabkan digoksin dan digitoksin akan diikat oleh

kolestiramin, kortikosteroid,tiroksin sehingga jumlah absorbsi digoksin dan digitoksin


berkurang.
-

Linkomisin yang diberikan bersamaan dengan kaolin dan pectin akan

menyebabkan absorbsi linkomisin berkurang karena linkomisin diabsorbsi oleh kaolin


dan pectin.
b. Perubahan pH cairan saluran cerna
Cairan saluran cerna yang alkalis karena pemberian antacid sebelumnya akan
meningkatkan kelarutan obat yang bersiafat asam yang sukar larut dalam cairan
tersebut,misalnya aspirin. Dalam suasana alkalis,aspirin lebih banyak terionisasi
sehingga absorbsi per satuan luas area absorbsi lebih lambat, namun karena luasnya
area absorbsi di usus halus maka kecepatan absorbsi secara keseluruhan tidak banyak
dipengaruhi. Dengan demikian dengan diperepat nya disolusi aspirin oleh basa akan
mempercepat absorbsinya.
Sebaliknya suasana alkalis di saluran cerna akan mengurangi kelarutan obat yang
bersifat basa misalnya tetrasiklin sehingga mengurangi absorbsinya.
c. Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus
( motilitas saluran cerna )
Usus halus adalah tempat absorbsi utama untuk semua obat termasuk obat yang
bersifat asam. Oleh karena itu semakin cepat obat sampai di usus halus, makin cepat
pula absorbsinya. Obat yang memperpendek waktu pengosongan lambung,misalnya
metoklopramid akan mempercepat absorbsi obat lain yang diberikan pada waktu yang
sama semisal parasetamol, diazepam, propanolol.
Sebaliknya obat yang memperpanjang waktu pengosongan lambung seperti
antikolinergik, antidepresi trisiklik, bebrapa antihistamin, antacid garam aluminium
dan analgesic narkotik akan memperlambat absorbsi obat lain semisal fenilbutazon,
parasetamol, propanolol, diazepam.
d. Efek toksik pada saluran cerna
Terapi kronik dengan asam mefenamat, neomisin dan kolkisin akan menimbulkan
sindrom malabsorsi yang menyebabkan absorbsi obat lain seperti vitamin B12,
penicillin, digoksin terganggu.

e.

Mekanisme tidak diketahui

Beberapa obat mengurangi jumlah absorbsi obat lain dengan mekanisme yang tidak
diketahui. Contoh aluminium hidroksida yang diberikan bersama propanolol atau
indometasin akan menyebabkan absorbsi propanolol dan indometasin berkurang.
Demikian juga pada absorbsi griseofulvin dan dikumarol yang berkurang akibat
pemberian bersama dengan fenobarbital.
2. Interaksi dalam distribusi
a. Interaksi dalam ikatan protein plasma
Banyak obat terikat pada protein plasma tu obat bersifat asam pada alnbumin
sedangkan obat bersifat basa pada asam a-glikoprotein. Oleh karena jumlah protein
plasma terbatas maka terjadi kompetisi antara obat yang bersifat asam maupun yang
bersifat basa untuk berikatan pada protein yang sama
Interaksi antara ikatan protein ini meskipun banyak terjadi, tetapi yang menimbulkan
masalah dalam klinik hanyalah yang menyangkut obat dengan sifat sbb:
1. Memiliki ikatan yang kuat dengan protein plasma (minimal 85%) dan
volume dist yang kecil sehingga sedikit kadar obat yang dilepaskan maka
akan meningkatkan kadarnya hingga 2-3x lipat. Terutama untuk obat yang
bersifat asam karena obat yang bersifat volume distribusinya sangat luas.
2. Mempunyai batas keamanan yang sempit sehingga peningkatan kadar obat
tersebut dapat mencapai kadar toksik.
3. Efek toksik yang serius telah terjadi sebelum kompensasi diatas tersebut
terjadi. Contohnya terjadinya perdarahan pada anti koagulan oral,
hipoglikemi pada anti diabetik oral
4. Eliminasinya mengalami kejenuhan misalnya phenytoin, salisilat dan
dikumarol, sehingga peningkatan kadar obat bebas tidak disertai dengan
peningkatan kecepatan eliminasinya. Interaksi ini lebih nyata pada
penderita hipoalbuminemia, gagal ginjal atau penyakit hati yang berat,
akibat berkurangnya jumlah albumin plasma, ikatan obat yang bersifat
asam dengan albumin dan menurunnya eliminasi obat.

b. interaksi dalam ikatan jaringan


Kompetisi untuk ikatan dalam jaringan terjadi misalnya antara digoxin dan quinidine,
akibat peningkatan kadar plasma digoxin.
3. Interaksi dalam Metabolisme
Metabolisme obat yang dipercepat
Banyak obat yang larut dalam lemak dapat menginduksi sintesis enzim mikrosom
hati. Misalnya fenobarbital, fenitoin, rifampisin, karbamazepim, etanol, fenilbutazon
dll. Tergantung dosis dan obatnya, induksi ini terjadi setelah 1-4 minggu. Zat
penginduksi spt ddt dan gameksan bertahan lebih lama karena zat ini disimpan dalam
lemak tubuh dan mempunyai waktu paruh biologis yang sangat panjang setiap reaksi
metabolisme dikatalisis oleh beberapa jenis enzim yang berbeda spesifitas substratnya
dan kemampuannya untuk di induksi oleh karena itu sangat tergantung oleh jenis
enzim yang diinduksinya suatu zat penginduksi dapat mempercepat metabolisme
beberapa zat tetapi tidak mempengaruhi metabolisme obat-obat yang lain, bila
metabolit sangat sedikit atau tidak mempunyai efek farmakologik, maka zat
penginduksi mengurangi efek obat sebaliknya bila metabolic lebih aktif/merupakan
zat yang toksik maka zat penginduksi meningkatkan efek/toksisitas obat.
Dipercepatnya mekanisme koagulan oral oleh fenobarbital atau rifampisin
menyebabkan dosis warfarin perlu ditingkatkan 2-4x lipat (dalam beberapa minggu)
untuk mengembalikan efektifitasnya kemudian suatu obat penginduksi tersebut
dihentikan, dosis warfarin harus diturunkan (secara bertahap dalam waktu beberapa
minggu untuk mencegah terjadinya perdarahan). Pemberian rifampisin dan zat
penginduksi lainnya pad akaseptor kontrasepsi oral dapat menyebabkan kehamilan.
Pada penderita cangkok ginjal yang mendapatkan steroid, pemberian rifampisin/zat
penginduksi lain dapat menyebabkan terjadinya penolakan transplantasi ginjal.
Hepatotoksis parasetamol meningkat pada penderita yang mendapat fenobarbital atau
pada alkoholik yang kronik
Metabolisme obat yang dihambat
Penghambatan suatu obat menyebabkan peningkatan kadar plasma obat tersebut
sehingga meningkatkan efek toksisitasnya. Kebanyakan interaksi seperti demikian

terjadi akibat kompetisi antara substrat untuk enzim metabolisme yang sama. Obat
yang sering menghambat metabolisme lain adlah eritromisin, ketokonazol,
kloramfenikol, dikumarol, disulfiram, cimetidin, fenilbutazon dan proposifen. Efek
hmabatan ini menjadi lebih nyata bila menyangkut obat poten yang metabolismenya
mengalami kejenuhan seperti fenitoin dan dikumarol atau pada penderita dengan
penyakit hati yang berat, status gizi yang buruk , usia ekstrim, atau kelainan genetik,
dimana terdapat aktifitas enzim metabolisme yang rendah.
4. Interaksi dalam Ekskresi
Ekskresi melalui empedu dan sirkulasi entero hepatik
Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetisi antara obat
dengan metabolic obat ntuk system transport yang sama. Sedangkan sirkulasi entero
hepatic dapat diputuskan dengan mensupresi bakteri usus yang menghidrolisis
konyugat obat atau dengan mengikat obat yang dibebaskan sehingga tidak dapat
direabsorbsi.
Sekresi tubuli ginjal
Pengamatan sekresi di tubuli ginjal akibat kompetisi anatra obat dan metabolik
obat untuk sistim transport aktif yang sama, terutama sistim transport untuk obat yang
bersifat asam dan metabolik yang bersifat asam.
Perubahan ph urin
Kondisi ini akan menghasilkan perubahan bersihan ginjal ini melalui perubahan
jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal, secara klinik bila : 1. Fraksi yang diekskresi
ginjal cukup besar (>30%) 2. Obat yang termasuk basa lemah dengan pka 7,5-10 /
asam lemah dengan pka 3,0-7,5.
Mekanisme Interaksi Obat secara Farmakodinamik
Interaksi Reseptor
Beberapa interaksi obat dapat diprediksi berdasarkan efek farmakologi yang sudah
diketahui. Seperti obat-obat penghambat -adrenergik yang melawan efek dari 2 agonis
seperti salbutamol yang bias menggangu terapi pasien asma. Contoh lain obat anti

Parkinson levodopa yang dihambat oleh obat-obat penghambat dopamine seperti


Haloperidol dan Metoclopramide. Dengan memahami mekanisme kerja obat kita dapat
memprediksi dan menghindari interaksi obat yang tidak diinginkan.
Mekanisme lain dengan menghambat proses transport sehingga mempengaruhiefek dari
obat lain. Seperti pada obat-obat anti-depressan trisiklik yang mempotensiasi ephineprine
dan nor-ephineprine dengan cara menghambar re-uptake dari amine. Sehingga
penggunaan anastesi lokal tanpa ephineprine dianjurka untuk pasien-pasien yang
menggunakan tri-siklik anti-depressan. Ada banyak obat seperti anti-histamin, anti
nausea, phenotiazines dan trisiklik anti-depressan yang bisa menghambat reseptor
muskarinik. Obat-obat ini dapat menimbulkan efek anti-kolenergik yang ringan, dan
umumnya aman pada terapi tunggal. Sementara pada terapi kombinasi dapat
menyebabkan syndrome anti-kolenergik yang full-blown, mengakibatkan kebingungan
dan hilangnya ingatan (terutama pada pasien usia tua).
Interaksi Aditif dan Antagonis
Interaksi aditif terjadi pada dua obat dengan efek yang sama sehingga saling
mempotensiasi. Contohnya pada benzodiazepine dan alkohol yang sama-sama berefek
sedatif. Reaksi ini dapat terjadi pada penggabungan efek utama dari obat maupun pada
efek samping dari obat. Contoh lain warfarin dan aspirin yang menghambat koagulasi
pada dua tahapyang berbeda dapat menyababkan perdarahan yang hebat.
Reaksi aditif dapat juga terjadi pada efek samping yang sama. Seperti pada hidrokortison
dan hidroklortriasid yang mengakumulasi efek samping hiperglikemi atau hiperkalemi.
Contoh lain pada penggunaan obat-obat yang menyebabkan hiperkalemi seperti suplemen
kalium, K+ sparring diuretik dan ACE-inhibitor, yang apabila digunakan secara
bersamaan akan meningkatkan resiko hiperkalemi secara signifikan.
Interaksi-interaksi antagonistik lebih susah untuk dikenali. Contohnya obat-obat NSAID
bisa mengurangi efek anti hipertesi dari ACE-inhibitor

Kesimpulan
Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Dalam
praktek sehari-hari kita perlu mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik masingmasing obat, sehingga interaksi obat yang merugikan dapat dihindari sementara efek
yang menguntungkan dapat dimaksimalkan untuk kepentingan pasien.

You might also like