You are on page 1of 8

TAMSULOSIN OR SOLIFENACIN IN LUTS PATIENTS DUE TO DJ STENT

INSERTION
TAMSULOSIN ATAU SOLIFENACIN PADA PASIEN LUTS YANG DISEBABKAN
OLEH PENYISIPAN DJ STENT
Pendahuluan
Stent uereter menjadi bagian yang penting selama 20 tahun dan memberikan manfaat
dalam praktek urologi, seperti pencegahan dan penangan obstruksi ureter, baik primer karena
disebabkan obstruksi pada ureter (intraluminal) seperti batu ureter, penyempitan ureter, dan
tumor ureter, dan sekunder karena disebabkan tekanan exra-ureteral (extraluminal), seperti pada
drainase urin operative post-urological untuk memberikan waktu untuk penyembuhan luka pada
ureter, seperti pada panduan untuk identifikasi ureter sebelum prosedur oprative. Insersi stent
ureter bisa dilakukan melalui pembukaan atau operasi endoskopik, baik antegrade dan
retrograde.
Insersi stent DJ bisa menyebabkan komplikasi dan morbiditas untuk pasien, salah satu
adalah keluhan berkemih atau Lower Urinary Tract Stmptomp (LUTS). Sebuah penelitian oleh
Lim et al. mengungkapkan bahwa keluhan berkemih atau LUTS dimulai setelah minggu kedua
setelah insersi stent. Penelitian lain oleh Joshi et al. menunjukkan bahwa International Prostate
Symptom Score (IPSS) pada pasien dengan insersi stent meningkat pada minggu pertama dan
menurun setelah stent DJ di lepas.
IPSS adalah kuesioner untuk memandu, mengarahkan dan menentukan keberadaan gejala
obstruksi dan iritatif ketika berkemih. IPSS sudah rutin digunakan pada pasien dengan
pembesaran prostat. Skor ini sangan berguna dalam menilai dan monitoring kondisi pasien
dengan Benign Prostate Hyperplasia (BPH). Joshi menggunakan IPSS untuk menilai keluhan
LUTS pada pasien pasca insersi stent DJ di bawah pertimbangan bahwa keluhannya sama
dengan keluhan pada keluhan LUTS yang disebabkan BPH.
Gagasan untuk memberikan alfa bloker, terutama tamsulosin, dan antimuscranic
solifenacin, bertujuan untuk mengurangi keluhan yang disebabkan insersi stent DJ berdasarkan
pertimbangan keluhan LUTS dikarenakan insersi stent DJ yang mirip dengan LUTS yang
disebabkan oleh BPH, dan keluhan urgensi dan frekuensi adalah sama seperti pada pasien
dengan overactive bladder (OAB).
Keluhan nyeri urgensi, frekuensi, dan suprapubic pada pasien pasca insersi dj sten mirip
dengan OAB yang disebabkan oleh kontraksi kandung kemih paksa, dimediasi oleh reseptor
muskarinik. dalam kasus ini, solifenacin bertindak sebagai inhibitor reseptor tersebut. Sebuah
studi oleh Damiano et al, menunjukan bahwa pemberian 0.4 mg tamsulosin 1 tablet perhari
selama 1 minggu memperbaiki keluhan LUTS dan kualitas hidup pasien insersi DJ-stent, sebuah

studi oleh Wang et al juga mengungkapkan hasil yang mirip, dimana ketentuan tamsulosin,
bagian iritasi IPPS lebih rendah dibandingkan dengan placebo.
Mengenai solifenacin, studi oleh Pricop et al menunjukan bahwa frekuensinya lebih
rendah dibandingkan dengan placebo pada 254 pasien pasca insersi DJ-stent. Studi lain oleh park
et al pada pasien setelah URS yang menjalani insersi stent membandingkan efek tolterodine,
alfuzosin dan placebo juga menunjukan perbaikan signifikan. Pasien yang menerima toliterodine
dan alfuzosin ureteral memiliki gejala ureteral lebih rendah dibandingkan dengan placebo.
Managemen LUTS, terutama keluhan iritasi yang merupakan salah satu penyebab
komplikasi disebabkan oleh insersi DJ-stent, belum secara luas diteleiti dan dipublikasikan,
terutama di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikannya. Perbedaan IPPS sebelum
dan sesudah pemberian 0.4 mg tamsulosin dan 5 mg solifenacin pada pasien dengan LUTS pasca
insersi DJ-Stent.

Tujuan
Untuk menilai khasiat dari Tamsulosin dan solifenacin dalam mengobati LUTS yang dihasilkan
dari insersi dj-stent
Material & Method
Kami melakukan pengamatan klinis secara acak dengan desain pre dan post. Pemberian 0,4 mg
tamsulosin atau 5 mg solifenacin dibandingkan dengan plasebo, kami memulai pada hari ketujuh
penyisipan stent dan dirawat 1 minggu. Hasilnya telah diperhitungkan menggunakan IPSS.
Pasien yang mendaftar telah dicantumkan untuk DJ stent unilateral.
Dari 24 pasien dibuat menjadi 3 grup, masing-masing grup 8 orang. Grup 1 diberi 0,4 mg
tamsulosin, grup 2 diberikan 5 mg solifenacin, dan grup 3 menerima plasebo.
Pencantuman kriteria untuk pengamatan ini 1) bersedia untuk berpartisipasi dalam pengamatan,
2)pasien dengan indikasi penyisipan DJ stent secara endoskopi yang didiagnosa dengan batu
ureterik, stenosis ureter dan atau batu ginjal akan menjalani shockwave lithotripsy (SWL).
Data dari penelitian direkam, dikumpulkan, dan diproses dengan program SPSS. Normalnya
dites dengan satu sampel tes Kolmogrov Smirno. Jika biasanya dibagikan, data dites
menggunakan tes parametrik, contohnya dipasangkan tes ANOVA. Pembagian lain
menggunakan tes nonparametrik, sseperti Wilcoxon Sign rush dan Kruska Wallis.
RESULT
Dalam tabel 1 rata-rata usia dalam kelompok tamsulosin adalah 54,38 + 12,72 tahun, yang lebih
tinggi dibanding kelompok plasebo (12,1 + 46,75 tahun) dan kelompok solifenacin (45,38 +

15,47 tahun). hasil analisis statistik yang menggunakan ANOVA mengatakan p = 0.375, yang
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam usia rata-rata antara tiga groups.jenis kelamin
laki-laki dalam kelompok tamsulosin terdiri dari 5 pasien atau 62,5% lebih banyak dari
perempuan, yang terdiri 3 pasien atau 37 , 5%.pada laki-laki kelompok solifenacin ada 3 pasien
(37,5%),lebih sedikit dari wanita, yang terdiri dari 5 pasien (62,5%). Dalam kelompok
plasebo,jenis kelamin laki-laki terdiri 6 pasien (75%), lebih banyak dari perempuan yang hanya 2
(25%) pasien. Hasil uji fisher antara kelompok tamsulosin dan plasebo mengatakan p = ....,
antara kelompok solifenacin dan plasebo memiliki p = 0.315, sedangkan antara kelompok
tamsulosin dan solifenacin memiliki p = 0.619. Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan jenis
kelamin antara tiga kelompok.
Dalam kelompok tamsulosin dengan diagnosis batu ureter ada 6 pasien (75%) dan diagnosis
stenosis ureter ada 2 pasien (25%). dalam kelompok solifenacin dengan diagnosis batu ureter dan
stenosis, masing-masing ada 4 pasien (50%), sedangkan pada kelompok plasebo semua memiliki
hasil uji batu ureter.hasil tes fisher antara kelompok tamsulosin dan plasebo mengungkapkan p =
0.467, antara kelompok solifenacin dan plasebo p = 0.077, dan antara kelompok tamsulosin dan
solifenacin p = 0.608. keseluruhannya, tidak ada perbedaan dalam diagnosis antara ketiga
kelompok.
Variabel
Umur
Jenis Kelamin
Diagnosis

Laki-laki
Perempuan
Batu ureter
Ureteral stenosis

Tamsolusin
54,38+12,72
5(62,5)
3(37,5)
6(75,5)
2(25,0)

Kelompok pengobatan
Solifenacin
placebo
45,38+15,47
46,75+12,17
3(37,5)
6(75,0)
5(62,5)
2(25,0)
4(50,0)
8(100,0)
4(50,0)
0(0,0)

Total IPSS di masing-masing Kelompok (tabel 2); tamsulosin, solifenacin, Dan plasebo Adalah
9,88 3,64; 10,13 4,42; 9,5 6,61 3,70. Obstruktif iritatif IPSS SETIAP Kelompok;
tamluson Dan plasebo solifenacin Adalah 1,88 2,59; 2,75 2,87 3,09. Hasil uji ANOVA
menunjukkan TIDAK ADA Perbedaan total, iritasi Dan obstruktif IPSS ANTARA tiga
Kelompok perlakuan PADA hari Ke 7.
Skor kualitas hidup pada hari ke 7 atau sebelum pengobatan di masing-masing Kelompok (tabel
3) adalah 3,88 + 0,83, 4,00 + 1,41; 3,88 + 1,46. Hasil ANOVA menunjukkan TIDAK ADA
Perbedaan hearts SKOR KUALITAS Hidup ANTARA Tiga Kelompok perlakuan PADA H-7.
Tabel 4 menunjukkan TIDAK ADA Perbedaan Yang signifikan Total Dan iritasi IPSS PADA
Kelompok perlakuan MENERIMA solifenacin Dan tamsulosin di hari Observasi 7 Dan 14.
TIDAK ADA Perbedaan di obstruktif IPSS, SEMENTARA di Kelompok plasebo TIDAK ADA
Perbedaan ANTARA pengamatan PADA hari Ke 7 Dan 14.
Ada Perbedaan Yang signifikan jumlah hearts Dan menjengkelkan IPSS (tabel 5) di tamsulosin
Dan Kelompok solifernacin dibandingkan DENGAN plasebo PADA hari 14 pengamatan
Penghasilan kena pajak Pengobatan, SEMENTARA TIDAK ADA Perbedaan signifikan Yang

ditemukan di obstruktif IPSS di Tiga Kelompok. Tabel di differences also menunjukkan TIDAK
ADA Perbedaan hearts total, iritasi Dan SKOR IPSS obstruktif ANTARA tamsulosin Dan
Kelompok solifenacin.
Ada Perbedaan Yang signifikan hearts SKOR KUALITAS Hidup (tabel 6) di tamsulosin Dan
solifenacin Kelompok dibandingkan DENGAN plasebo (p <0,0001).

Table 2. IPSS pada hari 7 antara kelompok


Treatment groups
Tamsuloin

Solifenacin

Total IPSS
0,969

9,88 3,64

10,13 4,42

Irritative IPSS
0,554

8,00 2,00

7,38 2,97

Obstructive IPSS

1,88 2,59

Placebo

2,75 2,87

9,50 6,61
6,37 3,70
2,87 3,09

0,75

Table 3. skor kualitas hidup pada hari ke 7 antara kelompok


Treatment groups
Observation Time
P

Tamsuloin

Solifenacin

Day 7
>0,05

3,88 0,83

4,00 1,41

Placebo
3,88 1,46

Table 4. perbedaan IPSS antara pengamatan pada hari ke 7 dan 14


Observation Time
Group

H7

H14

Tamsulosin
Total IPSS
< 0,0001

9,88 3,64

2,75+ 1,98

Irritative IPSS
< 0,0001
Obstructive IPSS
0,155

8,00 2,00

7,38 = 1,49

1,88 2,59

0,87 0,09

Solifenacin
Total IPSS
0,0001

10,13 4,42

Irritative IPSS
< 0,0001

3,00 + 1,32

7,38 1,05

Obstructive IPSS
0,46

<

2,75 1,18

2,75 + 1,01

0,25 0,16

Placebo
Total IPSS
0,250

9,50 6,61

Irritative IPSS
0,095

8,25 + 6,76

6,38 3,70

Obstructive IPSS

5,13 3,27

2,88 3,09

2,38 3,02

0,227

Note : significant (p<0,05)

Table 5. perbedaan dari IPSS perubahan pada hari ke 7 dan 14 antara kelompok
Treatment groups
Tamsuloin

Solifenacin

Irritative
< 0,0001

-6,25 1,67

-4,63 1,92

Obstructive

-1,00 1,78

-2,50 2,93

Placebo

P
-1,25 1,83
-0,50 1,07

0,157

total
0,0001

-7,13 2,23

-7,15 3,23

-3,00 3,02

<

Catatan: huruf superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan (p <0,05)
dengan uji LSD

Table 6. erbedaan skor kualitas hidup antara pengamatan pada hari ke 7 dan 14.
Observation Time
Group

H7

H14

Tamsulosin
< 0,0001

3,88 0,83

0,87 0,64

Solifenacin
0,001

3,88 1,46

1,50 0,53

Placebo
0,685

4,00 1,41

4,25+ 1,67

Table 7. Perbedaan skor kualitas hidup antara kelompok


Treatment groups
Tamsuloin

Solifenacin

-2,38 1,19

-3,00 1,06

Placebo

P
Quality of life
0,0001

0,25 1,66

<

PEMBAHASAN
usia rata-rata pada kelompok tamsulosin adalah 54 tahun. yang lebih tinggi dari yang di grup
solifenacin (45 tahun) dan plasebo (45 tahun). Usia rata-rata adalah serupa dengan studi
sebelumnya oleh Lim KT, di usia rata-rata yang di kelompok tamsulosin, solifenacin dan placebo
adalah 49 tahun, 49 tahun dan 50 tahun. Dalam 4 buah studi oleh Navanimitkul dan Lojanapiwat
bahwa usia rata-rata di tamsulosin dan plasebo groups yang berusia 46 dan 51 tahun. "
pria di tamsulosin group adalah 5 pasien 2,5%, lebih dari wanita yang terdiri 3 pasien r 37,5%.
pada laki-laki dikelompok solifenacin orang-orang 3 r 37,5% kurang dari 5 orang wanita atau
62,5%. pada kelompok placebo laki-laki terdiri dari 6 pasien (5%) lebih dari 2 pasien perempuan
(25%). dalam sebuah studi oleh T Lim et al. laki-laki lebih dari 50% dalam semua roups, dan ini

adalah berbeda dengan yang dari penelitian ini yang laki-laki dalam kelompok solifenacin
kurang dari dia perempuan (37,5% dan 62,5%).
DJ penyisipan stent dalam penelitian ini dilakukan untuk pasien batu reteric sebanyak 18 atau
75% dan reteral stenosis di sebanyak 6 pasien atau 25%. nya kontras dengan studi oleh KT Lim
et al. di sini semua (100%) DJ stent sisipan dilakukan pada atients dengan batu ureter. Dalam
literatur, beberapa udications dari DJ penyisipan stent adalah batu ureter pada pasien URS ost
yang mengalami komplikasi edema reteral, ureter perforasi, batu berdampak r stenosis reter.
Dalam penelitian ini, endoskopi DJ stent sertion terbatas hanya untuk pasien dengan orang yang
ureter, batu ginjal dan mereka yang akan menjalani SWLand ureter stenosis.
Dalam penelitian ini, penyebab penurunan yang signifikan secara statistik pada IPSS
iritatif bisa disebabkan oleh keluhan LUTS, yang paling dominan pada hari ke 7 pasca insersi
DJ-stent. Keluha symptoms yang menjengkelkan (frekuensi, urgensi, dan nokturia). Beberapa
literatur dan beberapa penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa keluhan LUTS iritatif
lebih dominan daripada obstruktif pada pasien dengan pasca insersi DJ-stent. Sejak IPSS iritatif
di LUTS yang paling dominan, penyediaan tamsulosin, IPSS iritatif akan menurun secara
signifikan dibandingkan dengan IPSS obstruktif.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa ada perbedaan dalam IPSS sebelum dan setelah
pemberian solifenacin 5mg pada pasien dengan keluhan LUTS pasca insersi DJ-stent. Dari
penelitian ini, terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik untuk IPSS total dan iritatif.
Hasilnya konsisten dengan yang diperoleh oleh KT Lim dll, di mana pemberian
solifenacin 5mg setiap hari selama 2 minggu menyebabkan IPSS total, iritatif, dan obstruktif
mengalami penurunan. Namun, penurunan yang signifikan terjadi pada IPSS total dan iritatif.
Rata-rata total IPSS pada hari ke 7 setelah DJ stent penyisipan sebelum pengobatan pada
kelompok tamsulosin adalah 9,8, solifenacin 10,1 dan plasebo 9,5. ini jumlah LPSS yang mirip
dengan data dari Lim KT, yang 2,5 dalam kelompok tamsulosin, 11,1 di solifenacin dan 1,6 di
plasebo.
Iritasi IPSS pada hari ke 7 setelah DJ penyisipan stent dalam kelompok tomsulosin adalah 8,0
solifenacin, dan kelompok plasebo 6,3. iritasi IPSS dalam penelitian ini juga sama dengan yang
di sebuah studi oleh Lim KT et al, di mana kelompok tamsulosin adalah 7,7, solifenacin 4,2 dan
plasebo 6,4. obstruktif IPSS pada posting hari DJ stent penyisipan dalam kelompok tamsulosin
adalah 1,8, solifenacin 2,7 dan plasebo 2,8

Sebuah studi oleh leibovici et al. menunjukkan bahwa iritasi LUTS adalah keluhan yang paling
dominan dialami oleh pasien afer DJ stent penyisipan. Keluhan yang frekuensi urgensi, disuria
dan nokturia.

Dalam studi ini. hipotesis pertama yang menyatakan bahwa ada perbedaan dalam IPSS sebelum
dan setelah 0,4 mg tamsulosin pada LUTS keluhan pada pasien dengan pasca-DJ stent
penyisipan. Penelitian ini telah membuktikan bahwa ada perbedaan dalam bentuk penurunan
total dan iritasi IPSS. Penurunan ini signifikan secara statistik dibandingkan dengan plasebo (p
<0,0001). Adapun obstruktif IPSS, penurunan itu juga ditemukan, tetapi bermakna secara
statistik (p, 155)
Hasilnya adalah cukup berbeda dari hasil yang diperoleh oleh navanimitkul N & Lojanapiwat B
menunjukkan bahwa tidak hanya total dan iritasi IPSS yang menurun, tetapi juga obstruktif
IPSS. perbedaan adalah bahwa dalam tamsulosin penelitian ini diberikan selama 4 minggu.
Penelitian lebih lanjut diperlukan, apakah pemberian tamsulosin selama lebih dari satu minggu
secara signifikan mempengaruhi gejala
Dalam hipotesis kedua, secara statistic menurun dalam iritiatif IPSS (international prostat
symptom score) yang dapat menjadi hasil keluhan sindrom saluran kemih bawah predominan
pada hari ke 7 setelah pemasangan DJ stent, yang terdiri dari sindrom iritatif ( frekuensi,urgensi)
dan menurut Lim JS gejala ini mirip dengan gejala dari overactive bladder (OAB).
Park SJ et al juga menulis bahwa keluhan mikronutrisi dari setelah insersi DJ stent , dimana
frekuensi dan urgensi disebabkan oleh kontraksi involunter dari buli buli yang di mediasi oleh
reseptor muscarinic. Dalam kasus ini ketentuan dari anti muscarinic akan meningkatkan gejala
OAB dengan menurunkan frekuensi dan urgensi.
Dalam hipotesis ketiga terdapat perbedaan dalam IPSS diantara setelah penyampaian 0,4 mg
tamsulosin dan 5 mg solifenacin selamaa seminggu pada pasien setelah pemasangan DJ stent.
Tidak terbukti pada studi ini. Tidak terdapat perbedaan dalam reduksi jumlah, iritatif dan
obstruktif IPSS antara kelompl tamsulosin dan solifenacin.
Kesimpulan
Tamsulosin atau solifenacin dapat meningkatkan gejala iritatif dari sindrom saluran kemih bawah
akibat pemasangan DJ stent.

You might also like