You are on page 1of 10

A KETUBAN PECAH DINI

Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane
PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan.
Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput
ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan,
dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan
< 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm
premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis (Gahwagi, 2015).

Epidemiologi
Ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan. Risiko infeksi intrauteri
yang meningkat bila interval antara pecah ketuban dan pelahiran semakin lama. KPD
Preterm terjadi pada kira-kira 1% dari seluruh kehamilan dan berkaitan dengan 30-40%
kelahiran prematur. Setelah ketuban pecah dini aterm, 90% kasus memulai persalinan
dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. (Jazayeri, 2015).

Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba (2009) meliputi :
a

Serviks inkopeten
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang
semakin besar.

Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)

Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban

Infeksi genitalia dan meningkatnya enzim proteolitik.

Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering

Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.

Kelainan letak yaitu letak lintang.

h
4

Penduluran abdomen (perut gantung)

Patogenesis
KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari membran
fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah
dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang
dihasilan dari sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran
fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam
remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP 9
ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini.
Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs).
TIMPs ini pula rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Peningkatan enzim protease dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini
mempengaruhi kekuatan membran fetal (Memede, 2012).

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker marker apoptosis
dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan
normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan
kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding membran fetal (Memede, 2012).
5

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


laboratorium.
a

Anamnesis
Penderita merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari
jalan lahir.

Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.

Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah:

Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Bau dari amnion yang khas juga harus diperhatikan.

Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk
memudahkan melihat pooling

Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas


lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5. Sekret vagina ibu memiliki
PH 4 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin
ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.

Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Gambaran

ferning

menandakan

cairan

amnion
e

Dilakukan

juga kultur

dari

swab

untuk

chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group


B (Gahwangi, 2015).

Penatalaksanaan
Menurut Bryant (2013) penatalaksanaan ketuban pecah dini sesuai dengan umur
kehamilannya, yaitu:
1

Usia Kehamilan 37 minggu dan Usia Kehamilan 34 36 minggu


Lebih disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan terutama jika usia kehamilan
sudah aterm. Bila Bishop skor < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil dapat dilakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan
induksi persalinan Bila tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi sebelum
dilakukan terminasi persalinan.

Usia Kehamilan 24 -33 minggu


Lebih disarankan untuk dilakukan terapi konservatif kehamilan. Antibiotik dapat
diberikan ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan
metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari. Jika belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif berikan dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan
janin. Pemberian dexametason untuk memicu pematangan paru janin dan mengatasi
sindrom gangguan pernapasan pada prematuritas.

Usia kehamilan < 24 minggu


Risiko kematianan perinatal bisa mencapai 60 % pada usia ini. Terapi konservatif
dapat diberikan dengan pemberian antibiotic, kortikosteroid dan tokolitik dengan
opsi terminasi kehamilan jika ada tanda infeksi.

A. HIPERTENSI GESTASIONAL
1. Definisi
Hipertensi gestasional atau hipertensi akibat kehamilan adalah peningkatan
tekanan darah tanpa proteinuria dan tidak ada patologi yang berhubungan dengan
kehamilan. Kejadian hipertensi akibat kehamilan terjadi sekitar tiga kali lebih sering
dari pada pre eklamsia.
Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi
dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak
tergantung pada keadaan emosional pasien. Diagnosis hipertensi gestasional dibuat jika

tekanan diastolik 140/90 mmHg (pertama kali selama kehamilan dan akan normal
kembali < 12 minggu postpartum), tidak ada proteinuria. (Depkes RI, 2007).
2. Etiologi
Banyak teori telah dikemukakan tentang hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satu punteori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang
banyak dianut adalah sebagai berikut:
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Tidak terjadinya invasi trofoblas pada arteri spiralis dan jaringan matriks di
sekitarnya sehingga lumen arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi
sehingga terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis. Hal ini menyebabkan aliran
darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Iskemia plasenta akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas atau oksidan
yang beredar dalam sirkulasi sehingga disebut toxaemia. Radikal bebas akan
mengikat asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak yang akan merusak endotel
pembuluh darah.
c.

Teori intoleransi imunologis antara ibu dan janin


Hasil konsepsi pada kehamilan normal tidak terjadi penolakan karena adanya
HLA-G pada plasenta sehingga melindungi trofoblas dari lisis oleh sel NK ibu.
HLA-G juga akan membantu invasi trofoblas pada jaringan desidua ibu. Pada
penurunan HLA-G, invasi trofoblas terhambat sehingga tidak terjadi dilatasi arteri
spiralis.

d. Teori adaptasi kardiovaskuler genetik


Pada wanita hamil normal, terjadi refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor sehingga membutuhkan kadar yang tinggi untuk menyebabkan
vasokonstriksi, hal tersebut terjadi karena adanya perlindungan protasiklin. Pada
keadaan menurunnya protasiklin maka kepekaan terhadap vasokonstriktor meningkat
sehingga mudah terjadi vasokonstriksi.
e. Teori Genetik
Adanya faktor keturunan dan familial dengan gen tunggal. Ibu dengan
preeklampsi memungkinkan 26% anak perempuannya juga mengalami preeklampsi.
f. Teori defisiensi gizi

Diet yang dianjurkan untuk mengurangi resiko terjadinya preeklampsi adalah


makanan kaya asam lemak tak jenuh yang akan menghambat terbentuknya
tromboksan, aktivasi trombosit dan vasokonstriksi pembuluh darah. Konsumsi
kalsium menurut penelitian juga menurunkan insidensi preeklampsi.
g. Teori inflamasi
Lepasnya debris trofoblas sebagai sisa proses apoptosis dan nekrotik akibat stres
oksidatif dalam peredaran darah akan mencetuskan terjadinya reaksi inflamasi. Pada
kehamilan normal jumlahnya dalam batas wajar. Sedangkan pada kehamilan dengan
plasenta yang besar, kehamilan ganda, dan mola maka debrisnya juga semakin
banyak dan terjadi reaksi sistemik inflamasi pada ibu (Sarwono, 2002).
3. Patofisiologi
Pada hipertensi gestasional terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Jika semua arteriolae pada tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah
akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi
jaringan tetap tercukupi (Fransiska,2015).
Patogenesis terjadinya hipertensi pada kehamilan dapat dijelaskan sebagai berikut
(Hariadi, 2004):
a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Pada preeklamspia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang menyebabkan
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan vasoaktif (vasopresor),
sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan
normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklampsia terjadi penurunan kadar
prostacyclin dengan akibat meningkatnya tromboksan yang mengakibatkan
menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan
vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.
b. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%,
sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 3040% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi
dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting
menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahanbahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-

plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi


pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation /IUGR), gawat
janin, bahkan kematian janin intrauterin.
c. Vasokonstriksi pembuluh darah
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac
output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan
hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga
keluarnya bahan-bahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi.
Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah artiole dan pra kapiler
pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik.
Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam
syok kronik.
4. Klasifikasi
a. Hipertensi gestasional
Kriteria diagnostik :
i.

tekanan darah > 140 untuk pertama kali pada

ii.

Waktu hamil.

iii.

tidak ada proteinuria.

iv.

tekanan darah kembali normal < 12 minggu postpartum. Diagnosa final dibuat
pada postpartum.

b. Preeklampsia ringan
Kriteria diagnostik :
i.
Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang; atau
ii.

kenaikan sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik 15 mmHg.


Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak

iii.

periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.


Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter

iv.

atau mid stream


Oedema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali

anasarka.
c. Preeklampsia berat
Preeklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:
Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg atau

i.
lebih

ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
ix.
x.
xi.

Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam


Oliguria, air kencing kurang dari atau sama dengan 400 cc dalam 24 jam.
Kenaikan kreatinin serum
Nyeri di daerah epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen
Terjadi oedema paru-paru dan sianosis
Terjadi kelainan serebral dan gangguan penglihatan
Terjadi gangguan fungsi hepar
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia (< 100.000 sel/mm3)
Sindroma Hellp.
5. Penanganan
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah mencegah timbulnya kejang,
mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari
organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.
a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri setelah mendapat terapi
medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Indikasi :
Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini
1). Ibu :
a). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :
- Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan
-

darah yang persisten


Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan

desakan darah yang persisten


b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia
c). Gangguan fungsi hepar
d). Gangguan fungsi ginjal
e). Dicurigai terjadi solutio plasenta
f). Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan
2). Janin :
a). Umur kehamilan lebih dari 37 minggu
b). Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari NST nonreaktif dan
profil biofisik abnormal)
c). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat (IUGR berat)
berdasarkan pemeriksaan USG
d). Timbulnya oligohidramnion
3). Laboratorium :
Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP syndrome (POGI, 2005).
Pengobatan Medisinal :
1). Segera masuk rumah sakit
2). Tirah baring ke kiri secara intermiten
3). Nasal kanul O23 lpm

4). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc (60-125
cc/jam)
5). Pemberian obat anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi.
Pemberian dibagi loading dose (dosis awal) dan dosis lanjutan.
6). Anti hipertensi diberikan bila tensi 180/110
7). Diuretikum diberikan atas indikasi edema paru, payah jantung kongestif,
edema anasarka
8). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
b. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan sehingga
memenuhi syarat janin dapat dilahirkan, meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir
tanpa mempengaruhi keselamatan ibu.
Indikasi :
Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
eklamsi dengan keadaan janin baik.
Pengobatan Medisinal :
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal
MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja (MgSO4 40% 8 gr i.m.)

(Uzan, 2011).

Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau

90 mmHg

diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4-6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi.
Bila ditemukan tekanan darah tinggi (=140/90 mmHg) pada ibu hamil, lakukan pemeriksaan
kadar protein urin dengan tes celup urin atau protein urin 24 jam dan tentukan diagnosis.
Faktor predisposisi

Kehamilan kembar

Penyakit trofoblas

Hidramnion

Diabetes mellitus

Gangguan vaskuler plasenta

Faktor herediter

Riwayat preeklampsia sebelumnya

Obesitas sebelum hamil

1. HIPERTENSI KRONIK
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah persalinan
Diagnosis
Tekanan darah =140/90 mmHg
Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal

You might also like