You are on page 1of 30

LAPORAN KASUS OBSTETRI

G1P0A0H0 A/T/H/IU presentasi kepala dengan KPD<12 jam dan


Fetal Distress

I Dewa Ayu Yulisa Prahasti


H1A 010 046

PEMBIMBING :
Dr. H. Doddy A. K., SpOG (K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSUP NTB
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul G1P0A0H0 A/T/H/IU presentasi kepala dengan
KPD<12 jam dan Fetal Distress ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1. Dr. Agus Thoriq, SpOG, selaku Ketua SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB.
2. Dr. I Made Putra Juliawan, SpOG, selaku Koordinator Pendidikan SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUP NTB.
3. Dr. H. Doddy A. K., SpOG (K), selaku Pembimbing
4. Dr. I Gede Made Punarbawa, SpOG (K), selaku Supervisor
5. Dr. Edi Prasetyo Wibowo, SpOG, selaku Supervisor
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, 27 April 2015
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang
sangat erat kaitannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim dan
sel trofoblast yang terikat erat dalam metrics kolagen. Selaput ketuban berfungsi
menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi2.
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Insiden ketuban
pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10%, dimana sekitar 20% kasus terjadi
sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8 hingga 10% pasien ketuban pecah dini
memiliki risiko tinggi infeksi intrauterine akibat interval antara ketuban pecah dan persalinan
yang memanjang. Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan
preterm dimana sekitar 75% pasien akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari
jadwal2,9.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan servik. Ketuban
pecah dini merupakan salah satu factor penyebab asfiksia neonatorum dan infeksi. Hipoksia
pada janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran
transport gas O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan
dalam menghilangkan CO2. Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas,
infeksi dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup. Bila persalinan tertunda sampai
24 jam kemungkinan terjadi infeksi sangat besar2.
Gawat janin adalah kondisi dimana ditemukan denyut jantung janin di atas 160/menit
atau di bawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental
pada awal persalinan3.
Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama, infus oksitosin,
perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali
pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera4,6,7.
Oleh karena itu, penatalaksanaan pada kasus KPD disertai fetal distress memerlukan
tindakan yang tepat sehingga dapat menurunkan kejadian morbiditas pada ibu dan janin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KETUBAN PECAH DINI


A. DEFINISI
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan yang tidak
diikuti tanda persalinan dalam 1 jam kemudian5.
B. EPIDEMIOLOGI2,9
Ketuban pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling sering
dijumpai. Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi
dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin.
Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput
ketuban dengan membran pereduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein
hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading enzym. Insiden ketuban pecah ini
dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10%, dimana sekitar 20% kasus terjadi sebelum
memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8 hingga 10% pasien ketuban pecah dini memiliki
risiko tinggi infeksi intrauterine akibat interval antara ketuban pecah dan persalinan yang
memanjang. Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan preterm
dimana sekitar 75% pasien akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari jadwal.
C. ETIOLOGI1,2,9
Ketuban pecah dini secara umum disebabkan oleh karena kontraksi uterus dan
peregangan berulang sehingga berkurangnya kekuatan membran atau karena meningkatnya
tekanan intrauterin. Adapun penyebabnya antara lain adalah
1. Penyakit infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini. Membrana
khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh
persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah
disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Infeksi merupakan faktor yang
cukup berperan pada persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B
streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.
2. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang

semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan.
3. Peninggian tekanan intrauterin
Tekanan intrauterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
Gemelli. Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan

gemelli

terjadi

distensi

uterus

yang

berlebihan,

sehingga

menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban)
relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intrauterin bertambah sehingga menekan selaput
ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan
membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL.
Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
4. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.

D. PATOFISIOLOGI1,9,10
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari
komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu.
Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial
terutama tipe I dan tipe III yang dihasilkan dari sel mesenkim juga penting dalam
mempertahankan kekuatan membran fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam
remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP 9 ditemukan
dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini
diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease
dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran
fetal. Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker marker apoptosis
dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan

normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan
kematian sel yang membuat kelemahan pada dinding membran fetal.

Sumber : Nejm, 2006

Faktor Ibu
Serviks Inkopeten
Multipara

Faktor Janin
Gemeli

Hidramnion

Malposisi

CPD, usia

Berat Janin berlebih

Riwayat KPD

KELEMAHAN DINDING
MEMBRAN JANIN

RUPTURNYA MEMBRAN
AMNION DAN KHORION
SEBELUM TANDA TANDA
PERSALINAN

KETUBAN PECAH DINI

INFEKSI PADA IBU

E. DIAGNOSIS

Ananmnesis5
1. Keluar air dari kemaluan yang tidak dapat dikendalikan
2. Air bersifat encer, berwarna putih keruh dan berbau agak amis
3. Tidak disertai nyeri perut yang teratur
4. Dapat didahului trauma atau jatuh
5. Gerak janin biasanya masih dirasakan

Pemeriksaan Fisik5
1. Inspeksi

: Keluar cairan ketuban di vulva

2. Inspekulo : - Tampak air ketuban yang terkumpul di fornix posterior


- Tampak vernix dan lanugo

- Bisa dipastikan pembukaan dari serviks


3. VT

: - Selaput ketuban sudah pecah


- Lakukan penilaian skor pelvik

Hanya perlu dilakukan pemeriksaan dengan spekulum. Tidak dilakukan pemeriksaan


dalam secara digital kecuali diprediksikan persalinan akan berlangsung dalam 24 jam.
Nitrazin atau test fern dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi. Tes cairan vagina untuk
mengetahui pematangan paru janin juga perlu dilakukan dengan tes cepat amniostat yang
mendeteksi adanya phospatidilgliserol.
Pemeriksaan dengan spekulum9,10
Langkah penting yang akurat dalam menentukan diagnosis adalah dengan
pemeriksaan spekulum steril. Ada 3 temuan yang dapat digunakan sebagai konfirmasi
diagnosis ketuban pecah dini:

Pooling : pengumpulan cairan pada fornix posterior

Tes nitrazin : menggunakan swab steril unutk mengumpulan cairan dari fornix
posterior dan mengujinya dengan kertas nitrazin (phenaphthazine). Jika cairan
tersebut merupakan cairan amnion maka kertas nitrazin akan berubah menjadi biru,
yang menunjukan pH alkalis (7.0-7.25).

Ferning: cairan dari fornix posterior diletakan pada slide dan keringkan pada udara
kering. Cairan amnion akan berubah menjadi bentuk bekuan dari kristalisasi.
Pada tes Nitrazin dengan pH alkalis dapat juga disebabkan infeksi vagina atau

terdapatnya darah atau semen pada sampel. Mukus servikal dapat menyebabkan ferning
namun biasanya hanya berbentuk titik-titik kecil. Saat pemeriksaan spekulum, serviks pasien
harus diinspeksi untuk memperkirakan derajat dilatasi atau adanya prolaps plasenta atau tali
pusar janin.
Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum juga penting digunakan unutk menilai
tonjolan forniks. Pemeriksaan pada vagina secara inspeksi diperlukan untuk melihat adanya
bukaan atau tidak. Penting untuk menilai masa latensi yaitu jarak waktu dari ketuban pecah
sampai munculnya tanda-tanda inpartu pada pasien, umumnya kontraksi pembukaan inpartu
muncul 24 jam setelah ketuban pecah, pada sebagian besar kasus ketuban pecah dini dengan
usia kehamilan lebih dari 37 minggu.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG9,10
1. Darah Lengkap

Pemeriksaan laboratorium tes darah lengkap, untuk melihat apakah ada


kemungkinan terjadinya infeksi. Leukosit darah > 15.000/mm 3. Janin mengalami
takikardia, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Selain itu perlu dilakukan
adanya kultur cairan ketuban apabila dicurigai terjadinya infeksi. Jika
memungkinkan pada cairan amnion dilakukan juga periksaan alfafetoprotein
untuk melihat apakah ada kelainan deformitas pada janin.
2. Urinalisa
3. Tes Lakmus
4. USG : untuk menilai indeks air ketuban. Ultrasonografi (USG) untuk melihat
keadaan janin dan keadaan kandungannya. Hal-hal yang diperhatikan saat USG
antara lain adalah:
a. Amnioticfluid index (AFI) untuk menilai apakah terjadi oligoamnion pasca
KPD
b. Aktivitas janin
c. Pengukuran BB janin
d. Detak jantung janin
e. Kelainan kongenital atau deformitas
f. Posisi janin.
G. PENATALAKSANAAN5,9,10
Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo (2010) dibagi menjadi aktif
dan konservatif. Penatalaksanaan aktif dilakukan pada KPD dengan kehamilan lebih dari 37
minggu.
induksi dengan oksitosin. Bila gagal dilakukan seksio sesarea. Dapat pula diberikan
misoprostol 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan diakhiri.
Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi
persalinan, partus pervaginam
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas perinatal pasca
ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan risiko terjadinya sindrom distress
pernafasan (20 35,4%), hemoraghi intraventrikular (7,5 15,9%), enterokolitis nekrotikans

(0,8 4,6%). Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason (celestone )


intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari. National Institute of Health
merekomendasikan pemberian kortikosteroid sebelum masa gestasi 30 23 minggu, dengan
asumsi viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik. Pemberian kortikosteroid setelah
masa gestasi 34 minggu masih controversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti
immaturitas paru melalui pemeriksaan amniosentesis.
Antibiotik
Pemberian antibiotic pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi neonatal dan
memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2
gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian
amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari. Pasien yang
mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat mempertahankna kandungan selama 3 minggu
setelah penghentian pemberian antibiotik setelah 7 hari.
Agen Tokolitik
Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi namun tidak
memperbaiki luaran neonatal. TIdak banyak data yang tersedia mengenai pemakaian agen
tokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak
diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.
Penatalaksanaan berdasarkan masa gestasi
a. Masa gestasi dibawah 24 minggu
Sebagian besar pasien akan mengalami persalinan dalam 1 minggu bila terjadi ketuban
pecah dini dengan periode latensi sekitar 6 hari , dan sebagian besar yang lahir biasanya
mengalami banyak masalah seperti penyakit paru kronik, gangguan neurology dan
perkembangan, hidrosefalus dan cerebral palsy. Sekitar 50% janin dengan ketuban pecah
dini pada minggu ke 19 akan mengalami sindrom Potter, 25% pada mereka yang lahir di
minggu ke 22 dan 10% pada mereka yang lahir setelah maa gestasi 26 mingu. Pasien
harus mendapat konseling mengenai manfaat dan risiko penatalaksanaan akan
kemungkinan bayi tidak dapat bertahan secara normal.
b. Masa gestasi 24 31 minggu
Persalinan sebelum masa gestasi 32 memicu morbiditas dan mortalitas neonatal berat.
Bila tidak dijumpai infeksi intraamniotik maka kehamilan diupayakan dipertahankan
hingga 34 minggu. Bila ada infeksi intraamniotik maka pasien akan melahirkan dalam
waktu 1 minggu. Klinisi harus memberikan kortikosteroid dan antibiotik serta melakukan
penilaian menyeluruh mengenai keadaan janin melalui monitoring fetal dan

ultrasonografi. Pemberian kortikosteroid pada masa gestasi 24 -28 minggu tidak banyak
bermanfaat.
c. Masa gestasi 32 33 minggu
Biasanya Mengalami masalah dengan maturitas paru-paru, induksi persalinan dan
penanganan bayi premature harus segera direncanakan. Upaya mempertahankan
kehamilan lebih lama setelah maturitas paru akan meningkatkan risiko amnionitis
maternal, kompresi umbilical cord, rawat inap yang makin lama dan infeksi neonatal.
d. Masa gestasi 34 36 minggu
Biasanya klinisi menghindari upaya memperlama kehamilan. Sebuah studi menunjukan
bahwa penatalaksanaan konservatif antara masa gestasi 34 hingga 36 minggu akan
meningkatkan risiko korioamnititis. Walaupun kortikosteroid tidak diindikasikan untuk
kehamilan lewat 34 minggu, pemberian antibiotik tetap dilakukan sebagai profilaksis
infeksi streptococcus group B dan fasilitasi penanganan neonatus perematur harus
disiapkan segera. Ketuban pecah dini preterm atau perterm PROM bukan merupakan
kontraindikasi persalinan pervaginam.
e. Kehamilan Aterm
1. Diberikan antibiotika ampicilin injeksi 2 gram
2. Dilannjutkan dengan ampicillin oral 3 x 500 mg
3. Observasi suhu tiap 4 jam, jika temperatur tidak meningkat observasi sampai 12 jam
dari mulainya pecah ketuban, jika indeks air ketuban SDP (single deepers pocket) 2
cm, bila meningkat > 37,60C segera terminasi
4. Bila setelah 12 jam belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi dengan induksi
persalinan.
5. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
6. Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS skor
Bila PS 5, dilakukan induksi dengan oksitosin dan CTG
Bila PS < 5, dilakukan pematangan serviks
f. KPD dengan kehamilan preterm
1. Rawat di RS
2. Diberikan antibiotika ampicilin 1 gr IV/6 jam selanjutnya oral ampicillin 3x500 mg
selama 7 hari
3. Dilakukan USG untuk menilai biometri janin dan kesejahteraan janin
4. Diberikan kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru (UK 28-34 minggu) yaitu
dexametason 2x12 mg IM selama 2 hari
5. Observasi dikamar bersalin, tirah baring selama 24 jam, selanjutnya di rawat di ruang
obstetri
6. Observasi suhu tiap 6 jam bila kecenderungan meningkat atau sama dengan 37,6 0C,
segera terminasi.
7. Dilakukan pemeriksaan leukosit, LED setiap 3 hari
Tata cara Perawatan Konservatif
1. Dilakukan sampai janin viable

2. Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam


3.
4.
5.
6.

7.

kecuali terdapat his adekuat


Dalam obervasi selama 2 hari dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai air ketuban
Bila air ketuban cukup kehamilan diteruskan
Bila air ketuban kurang (oligohidramnion) dipertimbangkan untuk terminasi
Pada perawatan konservatif ICA > 5, pasiendipulangkan di hari ke 3 dengan saran :
a. Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar air ketuban lagi
b. Tidak boleh koitus
c. Tidak boleh manipulasi vagina
Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat lab, bila
terdapat leukositosis/peningkatan LED lakukan terminasi

Yang dimaksud terminasi adalah :


1. Induksi persalinan dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc Dextrose 5% dimulai 8 tetes
permenit, dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his adekuat maksimal 40 tetes/menit.
2. Seksio sesarea bila syarat oksitosin drip tidak terpenuhi atau drip oksitosin gagal.
3. Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan
4. Induksi persalinan dianggap gagal bila dengan 2 botol drip oksitosin belum ada tandatanda awal persalinan atau bila 12 jam belun keluar dari fase laten dengan tetesan
maksimal.
H. KOMPLIKASI3,9
KPD seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian
perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan,
dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama dan partus buatan
yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.
Komplikasi KPD pada aterm adalah infeksi intrauterin selain itu adanya distosia (partus
kering), dan tali pusat menumbung.
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan.
Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena
kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea,maupun gagalnya
persalinan normal.
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 34 minggu 50 % persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar.
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion, amnion, dan cairan
ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi
ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis. Penyebab korioamnionitis adalah
infeksi bakteri yang terutama berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan
infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum dan menjalar ke uterus. Angka kejadian
korioamnionitis 1-2 %.
Faktor risiko terjadinya korioamnionitis adalah kelahiran prematur atau ketuban pecah lama.
Korioamnionitis tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain demam, nadi
cepat, berkeringat, uterus pada perabaan lembek, dan cairan berbau keluar dari vagina.
Diagnosis korioamnionitis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, gejala- gejala tersebut di
atas, kultur darah, dan cairan amnion. Kesejahteraan janin dapat diperiksa dengan ultrasound
dan kardiotokografi.
Tegakkan diagnosis dini korioamnionitis. Hal ini berhubungan dengan prognosis, segera janin
dilahirkan. Bila kehamilan prematur, keadaan ini akan memperburuk prognosis poin. Bila
janin telah meninggal upayakan persalinan pervaginam, tindakan perabdominam (seksio
sesarea) cenderung terjadi sepsis. Lakukan induksi atau akselerasi persalinan.
Pemberian antibiotika sesegera mungkin. Dipilih yang berspektrum luas yaitu kombinasi
ampisilin 3 x 1000 mg, gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dan metronidazol 3 x 500 mg.

Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik pascapersalinan. Hal ini akan
mencegah/menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus-sinus pembuluh darah pada
dinding uterus.
I. PENCEGAHAN3,9,10
Pencegahan yang dapat dilakukan pasien adalah dengan meminimalkan faktor resiko
yang telah disebutkan di atas, seperti tidak merokok, mengkonsumsi makanan dengan gizi
yang baik dan sesuai, dan memeriksakan kandungan secara teratur sehingga predisposisi
kandungan untuk mengalami ketuban pecah dini dapat ditangani dengan baik dikarenakan
diketahui secara pasti pemicunya sehingga pasien dapat lebih berhati-hati dan cepat tanggap
bila KPD terjadi maka komplikasi yang membahayakan bagi ibu dan janin dapat dihindari.
J. PROGNOSIS3,9,10
Prognosis tergantung pada usia kandungan, keadaan ibu dan bayi serta adanya infeksi
atau tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimester (13-26 minggu) memiliki prognosis
yang buruk. Kelangsungan hidup bervariasi dengan usia kehamilan saat diagnosis (dari 12%
ketika terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak 60% bila didiagnosis pada 25-26 minggu).
Pada kehamilan dengan infeksi prognosis memburuk, sehingga bila bayi selamat dan
dilahirkan memerlukan penanganan yang intensif. Apabila KPD terjadi setelah usia masuk ke
dalam aterm maka prognosis lebih baik terutama bila tidak terdapatnya infeksi, sehingga
terkadang pada aterm sering digunakan induksi untuk membantu persalinan.
2.2 FETAL DISTREESS
A. DEFINISI
Gawat janin adalah kondisi dimana ditemukan denyut jantung janin di atas 160/menit
atau di bawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang
kental pada awal persalinan3.
B. PATOFISIOLOGI4,6,7
Ada beberapa proses atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal Distress, antara lain :
a.

Perubahan pada kehamilan Postterm

Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin pada kehamilan
postterm. Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar untuk mengelola
persalinan postterm.
b.

Perubahan cairan amnion

Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan amnion
mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan menurun

sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus
menjadi sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml pada usia kehamilan 42 dan 43 minggu.
Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin yang berkurang.
Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan postterm dan
menyebabkan oligohidramnion.
Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion menjadi
kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan komposisi
phosphilipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies dari paru-paru janin dan
perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin menjadi 4 : 1 atau lebih besar. Dengan
adanya pengeluaran mekonium maka cairan amnion menjadi hijau atau kuning.
Evaluasi volume cairan amnion sangat penting. Dilaporkan kematian perinatal
meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat.
Keadaan ini menyebabkan fetal distress intra partum pada persalinan postterm.
Untuk memperkirakan jumlah cairan amnion dapat di ukur dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat popular. Dengan mengukur diameter
vertikal dari kantung paling besar pada setiap kuadran. Hasil penjumlahan 4 kuadran
disebut Amniotic Fluid Index ( AFI ). Bila AFI kurang dari 5 cm indikasi
oligrohidramnion. AFI 5 10 cm indikasi penurunan volume cairan amnion. AFI 10
15 cm adalah normal. AFI 15 20 cm terjadi peningkatan volume cairan amnion. AFI
lebih dari 25 cm indikasi polihidramnion.
c.

Perubahan pada plasenta

Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan dan tempat pertukaran gas antara
maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur kehamilan, maka terjadi pula
perubahan struktur plasenta.
Plasenta pada kehamilan postterm memperlihatkan pengurangan diameter dan
panjang villi chorialis. Perubahan ini secara bersamaan atau di dahului dengan titiktitik penumpukan kalsium dan membentuk infark putih. Pada kehamilan atterm terjadi
infark 10 % - 25 % sedangkan pada postterm terjadi 60% - 80 %. Timbunan kalsium
pada kehamilan postterm meningkat sampai 10 g / 100 g jaringan plasenta kering,
sedangkan kehamilan atterm hanya 2 3 g / 100 g jaringan plasenta kering.
Secara histology plasenta pada kehamilan postterm meningkatkan infark plasenta,
kalsifikasi, thrombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus, thrombosis arterial dan
endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi plasenta sebagai suplai makanan
dan pertukaran gas. Hal ini menyebabkan malnutrisi dan asfiksia.

C. DIAGNOSIS4,6,7
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang
abnormal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit.
Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama, infus oksitosin,
perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus
tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera.
D. PENATALAKSANAAN4

Cara- cara pemantauan


- Kasus risiko rendah auskultasi teratur DJJ selama persalinan :
Setiap 15 menit selama kala I
Setiap setelah his pada kala II
Hitung selama 1 menit bila his telah selesai
- Kasus risiko tinggi pergunakan pemantauan DJJ elektronik secara
berkesinambungan
Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH darah janin disediakan
Interpretasi da pengelolaan
- Untuk memperbaiki aliran darah uterus
Miringkan ibu ke sebelah kiri untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
Hentikan infus oksitosin (bila sedang diberikan)
Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anestesi epidural)
segera berikan infus 1 l kristaloid (RL)
Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya dinaiikan untuk

meningkatkan alran darah arteri utreina


Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus
Ubah posisi ibu seperti yang tersebut di atas
Beri ibu oksigen dengan kecepatan 6-8 l/menit
Perlu kehadiran seorang dokter spesialis anak
Biasanya resusitasi intrauterin dilakukan selama 20 menit
Tindakan persalinan pervaginam maupun perabdominal dapat dipilih sesuai syarat-

syarat yang terpenuhi.

BAB III
LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS
Nama
Usia
Pekerjaan
Agama
Suku
Alamat
RM
MRS
Tanggal Pemeriksaan

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Ny. K
20 tahun
IRT
Islam
Sasak
Sesaot, Narmada, Lombok Barat
559212
24 April 2015
24 April 2015 (11.56)

ANAMNESIS
Keluahn Utama
Keluar air dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sakit
Pasien rujukan Puskesmas Narmada dengan G1A0P0 A/T/H/IU preskep keadaan
umum ibu dan janin baik inpartu kala I fase laten dan riwayat keluar air. Pasien
mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak 25/04/2015 pukul 09.00 WITA, warna air

hijau keruh, ganti kain 2 kali, berbau (-). Nyeri perut bawah menjalar ke pinggang (+)
sejak 25/04/2015 pukul 09.00 WITA, lendir campur darah (-), gerakan janin masih
dirasakan ibu, riwayat jatuh/trauma pada perut (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma(-)
Riwayat Alergi
Makanan (-), ampicillin (+)
Riwayat Sosial
Pernikahan pertama, sudah menikah selama 1 tahun, usia saat menikah 19 tahun.

Riwayat Menstruasi
Pasien mengaku menstruasi teratur setiap bulan. HPHT : Pasien mengaku lupa. Hari
taksiran persalinan tidak dapat ditentukan.
Riwayat ANC
Pasien sudah melakukan ANC sebanyak 7x di Posyandu. ANC terakhir tanggal 6
April 2015, hasil : TD 110/70, BB 54 kg, umur kehamilan 35-36 minggu, TFU 27 cm,
letak janin kepala, belum masuk PAP, DJJ (+), Hb 11,4 gr%
Riwayat USG
Pasien sudah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 1x di SpOG
USG terakhir tanggal 17 Februari 2015, hasil : Janin T/H/IU letak kepala, jenis
kelamin laki-laki, plasenta implantasi di fundus grade III, TBJ 1206 gr, usia
kehamilan 28-30 minggu, hari taksiran persalinan 12/05/2015.
Riwayat Obstetri :
I. ini
Riwayat KB : Pasien sebelumnya belum pernah menggunakan KB. Rencana KB
pasca persalinan adalah spiral.
Kronologis di Puskesmas Narmada
Kronologis catatan perkembangan pasien selama di puskesmas tidak dicantumkan
saat melakukan perujukan pasien.
Data rujukan pasien :
S : Pasien hamil 9 bulan disertai sakit perut mau melahirkan dan keluar air ketuban
warna hijau keruh sejak jam 09.00 WITA, gerakan janin masih dirasakan aktif.
O : KU : baik

Status Obstetri
TFU 28 cm
Leopold 1 : bokong
2 : Puki
3 : kepala
4 : 4/5
DJJ
: 11-12-12 (140 x/menit)
His
: 2 x 1025
VT
: 1 cm, eff 0%, ketuban (-), teraba kepala HI
A : G1P0A0 A/T/H/IU preskep keadaan umum ibu dan janin baik inpartu kala 1 fase
laten + riwayat keluar air
P : - Infus RL
- Skin tes ampicillin (+) alergi
- Amoxicillin 500 mg/ oral jam 09.30 di Poskesdes
III.

STATUS GENERALIS
Keadaan umum
: Sedang
Kesadaran
: E4V5M6
Tinggi badan
: 146 cm
Berat badan
: 54 kg
Tanda Vital
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 88 x/menit
Frekuensi napas
: 22 x/menit
Suhu
: 37,2oC
Pemeriksaan Fisik Umum
Mata
: anemis -/-, ikterus -/Jantung
: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
: vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen
: bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+), linea
nigra (+)
-

Ekstremitas

: edema -

- IV.

akral teraba hangat +

+ +

STATUS OBSTETRI
L1
: bokong
L2
: punggung di sebelah kiri
L3
: kepala
L4
: 4/5
TFU : 29 cm
TBJ : 2635 gram
HIS : 3x-10~ 15
DJJ
: (148 x/menit)
Inspekulo : Tidak dilakukan (pasien tidak kooperatif)
VT
: 1 cm, efficement 10%, amnion (-), mekoneal, presentasi kepala,
denominator tidak jelas, kepala teraba tinggi diatas HI, tidak teraba bagian kecil janin
dan tali pusat.

PE

V.

VI.
VII.

:
Promotorium tidak teraba
Spina ischiadica tidak prominen
Os coccygeus mobile
Arcus pubis > 90o

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
-

HGB
RBC
HCT
WBC
PLT

:
:
:
:
:

11,5 g/dl
4,17 x 106/L
32,5 %
20,91 x 103/L
334 x 103/L

HbSAg
BT
CT

: (-)
: 300
: 620

DIAGNOSIS
G1P0A0H0 A/T/H/IU presentasi kepala dengan KPD<12 jam dan Fetal Distress
TINDAKAN
Observasi kesejahteraan ibu dan janin
Edukasi ibu untuk berbaring ke sisi kiri
Planning dari Dokter Muda resusitasi : Infus RL : D5% : 2 : 1 dan O2 masker 6-8

l/menit dan pro CTG


Pro C-Section
Supervisor acc C-Section
Pro SC
VIII. BAYI LAHIR
Jenis persalinan

: C-Section

Indikasi

: Fetal Distress

Lahir tanggal, jam

: 25/04/2015, pukul 13.20 WITA

Jenis kelamin

: Laki-laki

APGAR Score

: 5-7

Lahir

: Hidup

Berat

: 2600 gram

Panjang

: 51 cm

Lingkar Kepala

: 31 cm

Lingkar lengan

: 10 cm

Kelainan kongenital : (-)


Anus
IX.

: (+)

PLASENTA
Lahir

: Manual

X.

Lengkap

: Ya

Berat

: 400 gram

Perdarahan

: + 300 cc

KONDISI IBU 2 JAM POST PARTUM


Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Frekuensi nadi

: 84 x/menit

Frekuensi napas

: 18 x/menit

Suhu

: 36,5C

Kontraksi uterus

: (+) baik

TFU

: 3 jari di bawah umbilikus

Perdarahan aktif

: (-)

Lochea rubra

: (+)

UO

: 100cc/jam

TIME

SUBJECTIVE

OBJECTIVE

25/04/2015 Pasien datang ke RSUP NTB dengan Status Generalis


11.56

rujukan dari PKM Narmada dengan Keadaan Umum : Baik


G1P0A0 A/T/H/IU presentasi kepala, Kesadaran : Compos Mentis
keadaan ibu dan janin baik inpartu kala I GCS : E4V5M6

ASSESSMENT

PLANNING
G1P0A0H0 A/T/H/IU Planning Dokter Muda :
Diagnosa :
presentasi
kepala Cek DL, HbSAg, BT, CT
dengan KPD < 12 jam Pro CTG
Terapi
+ fetal distress
Observasi kesejahteraan

fase laten + riwayat keluar air. Pasien Tinggi Badan : 146 cm


mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak Berat Badan : 54 kg

pukul 09.00 WITA (25/04/2015), warna TD : 130/80 mmHg


hijau keruh, ganti kain 2 kali, berbau (-). HR : 88 x/mnt

Nyeri perut bawah menjalar ke pinggang RR : 22 x/mnt


(+)

sejak

pukul

09.00

WITA T : 37,2C

ibu dan janin


Edukasi
ibu

untuk

berbaring ke sisi kiri


Resusitasi intrauterin :
RL : D5% = 2 : 1 dan O2
6-8 lpm
Planning

dari

Dokter

(25/04/2015), lendir campur darah (-),

Muda kepada Supervisor

riwayat trauma atau jatuh (-). Pasien Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-

pro C-Section
Supervisor acc C-Section

mengaku

masih

merasakan

janinnya hingga saat ini.

gerakan Jantung : S1S2 tunggal reguler,


murmur (-), gallop (-)

Riwayat DM(-), HT(-), asma (-), alergi Paru : vesikuler (+/+), ronchi (-),

dan injeksi cefotaxime 2


mg/iv
Persiapan operasi pasien
KIE
KIE mengenai kondisi ibu

(-)

wheezing (-)

HPHT : Pasien lupa

Abdomen : bekas luka operasi (-),

HTP : tidak dapat dinilai

striae gravidarum (+), linea nigra (+)

dan janin kepada pasien

Ekstremitas : Akral hangat (+), edema

dan keluarga serta rencana

ekstremitas (-)

tindakan operasi

Riwayat ANC : 7x di Polindes

Terakhir (06/04/2015), hasil : TD 110/70,


BB 54 kg, UK 35-36 minggu, TFU 27 Status Obstetri
cm, letak janin kepala, kepala belum
masuk PAP, DJJ (+), Hb 11,4
Riwayat USG : 1x di SpOG (17/02/2015)
Hasil USG : hasil : Janin T/H letak
kepala, jenis kelamin laki-laki, plasenta
terletak di fundus grade II, AFI cukup,
jernih, TBJ 1206 gr, usia kehamilan 28-

L1
: bokong
L2
: punggung di sebelah kiri
L3
: kepala
L4
: 4/5
TFU : 29 cm
TBJ : 2635 gram
HIS : 3x-10~ 15
DJJ : 13-12-12 (148 x/menit)
Inspekulo : Tidak dilakukan (pasien

30 minggu, hari taksiran persalinan

tidak kooperatif)
VT
: 1 cm, efficement 25%,

12/05/2015.

amnion (-), mekoneal, presentasi

Riwayat Obstetri :

kepala, denominator tidak jelas,

1. Ini

kepala teraba tinggi diatas HI, tidak

Riwayat KB : Rencana KB : suntikan 3 bulan


Kronologis di Puskesmas Narmada
pukul 11.00 WITA (25/04/2015)
Kronologis catatan perkembangan pasien
selama di puskesmas tidak dicantumkan
saat melakukan perujukan pasien.

teraba bagian kecil janin dan tali


pusat.
PE
:
Promotorium tidak teraba
Spina ischiadica tidak prominen
Os coccygeus mobile
Arcus pubis > 90o
Pemeriksaan Laboratorium :
- HGB
: 11,5 g/dl
- RBC
: 4,17 x 106/L
- HCT
: 32,5 %

Data rujukan pasien :


S : Pasien hamil 9 bulan disertai sakit

WBC
PLT

: 20,91 x 103/L
: 334 x 103/L

perut mau melahirkan dan keluar air

HbSAg
BT
CT

: (-)
: 300
: 620

ketuban warna hijau keruh sejak jam


09.00

WITA,

gerakan

janin

masih

dirasakan aktif.
O : KU : baik
TD :HR : RR : T :Kebidanan : TFU 28 cm, DJJ (+)
11.12.12 (140 x/m), his (+) 2x1025,
VT : 1 cm, eff 0%, ketuban (-), teraba
kepala,
HI
A : G1P0A0 A/T/H preskep K/U ibu dan
janin baik inpartu kala I fase laten +
riwayat keluar air
P : - Infus RL
- skin tes ampicillin alergi (+)
- amoxicillin 500 mg/oral jam 09.30

12.20

Nyeri perut menjalar ke pinggang (+)

Keadaan Ibu dan Janin

Dilakukan CTG

KU :baik/GCS: CM
TD : 120/70 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 37C
DJJ : 13-13-12 ( 152 x/m)
His : 3 x 10 ~ 30

12.25
12.40

Nyeri perut menjalar ke pinggang (+)

DJJ : 12-13-13 ( 152 x/m)

Melakukan

resusitasi

Nyeri perut menjalar ke pinggang (+)

His : 3 x 10 ~ 30
DJJ : 13-14-14 ( 164 x/m)

intrauterin
Dokter muda konsul ke dokter

His : 3 x 10 ~ 30

jaga, dokter jaga konsul ke


supervisor, SC sekarang

C-Section berlangsung

13.00

Cairan ketuban : mekoneal


Bayi lahir :
Laki-laki, BBL 2600 gram, PB

13.20

51 cm, AS 5-7. Anus (+),


anomaly congenital (-).
Plasenta lahir manual, lengkap,
berat 400 gram , perdarahan
300 cc
15.20

Nyeri pada luka bekas operasi (+)

KU : baik

2 Jam Post CS

Observasi kesra ibu

TD : 120/70 mmHg
HR : 96 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.2C
UC : (+) baik
TFU : 1 jari di bawah umbilicus
UO : 100cc/jam
Perdarahan : 10cc

dan perdarahan.

Sarankan ibu untuk

Bayi di NICU :
PR : 150 x/menit
RR : 44 x/menit
T : 36,8oC

dan bayi

Observasi tanda vital

istirahat,

makan,

dan

minum.

Injeksi cefotaxime 1
gr/8 jam
Tab Mefenamic Acid 3
x 500 mg

26/04/2015 Nyeri dibekas operasi sudah berkurang, KU : baik


Hari ke 2 post CS
07.00
makan minum baik, mual (-) muntah (-), TD : 120/80 mmHg
HR : 84 x/menit
pusing (-), sudah dapat mobilisasi.
RR : 18 x/menit
T : 36.5C
UC : (+) baik
TFU : 3 jari di bawah umbilicus
UO : 100cc/jam
Perdarahan : Luka bekas operasi : darah (-), pus (-),
tanda peradangan (-)
Bayi bersama ibu :
PR : 144 x/menit
RR : 40 x/menit
T : 36,8oC

Observasi kesra ibu


dan bayi

Sarankan ibu untuk

istirahat, makan, dan minum

Sarankan ibu untuk


menyusui bayi

Di rencanakan pulang
esok hari dan kontrol 1
minggu
kandungan

lagi

ke

poli

BAB IV
PEMBAHASAN
Laporan kasus ini merupakan resume dari hasil observasi dan pengelolaan obstetri
pada pasien nyonya K 24 tahun dengan kehamilan aterm. Pasien datang ke VK IRD dengan
keluhan keluar air pada pukul 11.56 WITA (24/04/2015) dan nyeri perut (+). Berdasarkan
anamnesa terhadap pasien, didapatkan cairan yang keluar berwarna hijau keruh, merembes
dari jalan lahir. Jumlah cairan yang keluar cukup banyak ( 2 kain basah). Lendir bercampur
darah (-). Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan bahwa pada inspeksi terlihat cairan yang
merembes sedikit-sedikit keluar dari introitus vagina, pada pemeriksaan dalam perabaan
ketuban janin (-). Data subyektif dan obyektif ini mendukung ke arah telah pecahnya
ketuban, dan data tersebut telah dapat mendekatkan kepada diagnosis ketuban pecah dini
(KPD), yakni pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu atau selaput
ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan.

Walaupun

demikian, akan lebih valid jika dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat langsung
cairan yang merembes keluar dari OUE.
Saat datang ke UGD, pasien tidak dalam kondisi inpartu, walapun his 3x1015, tetapi
pada pemeriksaan dalam dilatasi masih 1 cm, lendir darah juga tidak ada. Kita ketahui bahwa
tanda-tanda inpartu adalah keluarnya darah bercampur lendir, terdapat his yang adekuat (3
kali dalam 10 menit dengan durasi 40 detik), dan adanya dilatasi servik minimal 2 cm.
Pada anamnesis didapatkan

warna air ketuban hijau keruh, dan saat dilakukan

pemeriksaan dalam terdapat mekoneal. Kondisi ini mengarahkan bahwa kondisi bayi dalam
gawat janin.
Sehingga pada pasien diterapi resusitasi intrauterin terlebih dahulu untuk
memperbaiki sirkulasi ke uterus dan umbilicus. Namun, setelah resusitasi 20 menit
didapatkan DJJ 164x/menit disertai KPD maka planning selanjutnya adalah SC. Tindakan ini
dilakukan atas indikasi adanya fetal distress pada janin dan untuk mencegah infeksi berat
intrauterine.
Pada kasus ini pasien lupa dengan HPHT dan tidak ada USG pada trimester I,
sehingga penilaian aterm melalui TBJ yakni 2635 gram, serta penghitungan usia kehamilan
dari usg terakhir. Hal ini menunjukkan masih kurangnya kesadaran masyarakat akan
kesehatan maternal sehingga dapat meningkatkan morbiditas ibu dan janin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Parry, S. and Strauss, J.F. 2006. Premature Rupture of the Fetal Membranes. Volume
338, no.10. Download from www.nejm.org. Diakses tanggal 27 April 2015
2. Parry, S. and Strauss, J. 2010 . Premature Rupture of the Fetal Membranes :
Mechanism of disease. Diakses tanggal 27 April 2015.
3. Prawirohardjo, S. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Ilmu Kebidanan edisi keempat.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010; 677-682.
4. Prawirohardjo, S. Gawat Janin dalam Persalinan. Dalam : Ilmu Kebidanan edisi
keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010; 620-624.
5. Doddy AK, dkk. Ketuban Pecah Dini. Dalam Panduan Praktek Klinis (PPK) Rumah
Sakit Umum Provinsi NTB 2014-2016. Bagian Pelayanan Medik SMF Obstetri dan
Ginekologi.Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Hal 41-45.
6. Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse, D. J., & Spong,
C. Y. (2010). Williams Obstetrics (23rd ed.). New York, USA: McGraw-Hill.
7. Dastur, A.E. Intrapartum Fetal Distress. The Journal of Obstetrics and Gynecology of
India 2005. Vol. 55, No. 2, pg 115-117. Diakses tanggal 27 April 2015.
8. Kinsella, S.M and Thurlow, J.A. Intrauterine resucitation : active management of fetal
distress. International Journal of Obstetric Anesthesia 2002 pg 105-116. Diakses
tanggal 27 April 2015.
9. Mannheim. Premature Rupture of the Membranes. Gynakol Geburtsmed Gynakol
Endokrinol 2009; 5(1):2836. Downloaded from cme.akademos. Diakses tanggal 27
April 2015.
10. Clinical Management Guidelines For ObstetricianGynecologists. Premature Rupture
of the Membranes. The American College of Obstetricians and Gynecologists Vol.
122, No. 4, October 2013. Diakses tanggal 27 April 2015.

You might also like