Professional Documents
Culture Documents
PEMBIMBING :
Dr. H. Doddy A. K., SpOG (K)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul G1P0A0H0 A/T/H/IU presentasi kepala dengan
KPD<12 jam dan Fetal Distress ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1. Dr. Agus Thoriq, SpOG, selaku Ketua SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP NTB.
2. Dr. I Made Putra Juliawan, SpOG, selaku Koordinator Pendidikan SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUP NTB.
3. Dr. H. Doddy A. K., SpOG (K), selaku Pembimbing
4. Dr. I Gede Made Punarbawa, SpOG (K), selaku Supervisor
5. Dr. Edi Prasetyo Wibowo, SpOG, selaku Supervisor
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.
Mataram, 27 April 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang
sangat erat kaitannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim dan
sel trofoblast yang terikat erat dalam metrics kolagen. Selaput ketuban berfungsi
menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi2.
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Insiden ketuban
pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10%, dimana sekitar 20% kasus terjadi
sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar 8 hingga 10% pasien ketuban pecah dini
memiliki risiko tinggi infeksi intrauterine akibat interval antara ketuban pecah dan persalinan
yang memanjang. Ketuban pecah dini berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan
preterm dimana sekitar 75% pasien akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari
jadwal2,9.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan servik. Ketuban
pecah dini merupakan salah satu factor penyebab asfiksia neonatorum dan infeksi. Hipoksia
pada janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran
transport gas O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan
dalam menghilangkan CO2. Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas,
infeksi dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup. Bila persalinan tertunda sampai
24 jam kemungkinan terjadi infeksi sangat besar2.
Gawat janin adalah kondisi dimana ditemukan denyut jantung janin di atas 160/menit
atau di bawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental
pada awal persalinan3.
Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama, infus oksitosin,
perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali
pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera4,6,7.
Oleh karena itu, penatalaksanaan pada kasus KPD disertai fetal distress memerlukan
tindakan yang tepat sehingga dapat menurunkan kejadian morbiditas pada ibu dan janin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan.
3. Peninggian tekanan intrauterin
Tekanan intrauterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
Gemelli. Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan
gemelli
terjadi
distensi
uterus
yang
berlebihan,
sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban)
relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga
mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intrauterin bertambah sehingga menekan selaput
ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan
membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL.
Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
4. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.
D. PATOFISIOLOGI1,9,10
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari
komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu.
Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen interstitial
terutama tipe I dan tipe III yang dihasilkan dari sel mesenkim juga penting dalam
mempertahankan kekuatan membran fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam
remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP 9 ditemukan
dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini
diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah
dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease
dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran
fetal. Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker marker apoptosis
dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan
normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan
kematian sel yang membuat kelemahan pada dinding membran fetal.
Faktor Ibu
Serviks Inkopeten
Multipara
Faktor Janin
Gemeli
Hidramnion
Malposisi
CPD, usia
Riwayat KPD
KELEMAHAN DINDING
MEMBRAN JANIN
RUPTURNYA MEMBRAN
AMNION DAN KHORION
SEBELUM TANDA TANDA
PERSALINAN
E. DIAGNOSIS
Ananmnesis5
1. Keluar air dari kemaluan yang tidak dapat dikendalikan
2. Air bersifat encer, berwarna putih keruh dan berbau agak amis
3. Tidak disertai nyeri perut yang teratur
4. Dapat didahului trauma atau jatuh
5. Gerak janin biasanya masih dirasakan
Pemeriksaan Fisik5
1. Inspeksi
Tes nitrazin : menggunakan swab steril unutk mengumpulan cairan dari fornix
posterior dan mengujinya dengan kertas nitrazin (phenaphthazine). Jika cairan
tersebut merupakan cairan amnion maka kertas nitrazin akan berubah menjadi biru,
yang menunjukan pH alkalis (7.0-7.25).
Ferning: cairan dari fornix posterior diletakan pada slide dan keringkan pada udara
kering. Cairan amnion akan berubah menjadi bentuk bekuan dari kristalisasi.
Pada tes Nitrazin dengan pH alkalis dapat juga disebabkan infeksi vagina atau
terdapatnya darah atau semen pada sampel. Mukus servikal dapat menyebabkan ferning
namun biasanya hanya berbentuk titik-titik kecil. Saat pemeriksaan spekulum, serviks pasien
harus diinspeksi untuk memperkirakan derajat dilatasi atau adanya prolaps plasenta atau tali
pusar janin.
Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum juga penting digunakan unutk menilai
tonjolan forniks. Pemeriksaan pada vagina secara inspeksi diperlukan untuk melihat adanya
bukaan atau tidak. Penting untuk menilai masa latensi yaitu jarak waktu dari ketuban pecah
sampai munculnya tanda-tanda inpartu pada pasien, umumnya kontraksi pembukaan inpartu
muncul 24 jam setelah ketuban pecah, pada sebagian besar kasus ketuban pecah dini dengan
usia kehamilan lebih dari 37 minggu.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG9,10
1. Darah Lengkap
ultrasonografi. Pemberian kortikosteroid pada masa gestasi 24 -28 minggu tidak banyak
bermanfaat.
c. Masa gestasi 32 33 minggu
Biasanya Mengalami masalah dengan maturitas paru-paru, induksi persalinan dan
penanganan bayi premature harus segera direncanakan. Upaya mempertahankan
kehamilan lebih lama setelah maturitas paru akan meningkatkan risiko amnionitis
maternal, kompresi umbilical cord, rawat inap yang makin lama dan infeksi neonatal.
d. Masa gestasi 34 36 minggu
Biasanya klinisi menghindari upaya memperlama kehamilan. Sebuah studi menunjukan
bahwa penatalaksanaan konservatif antara masa gestasi 34 hingga 36 minggu akan
meningkatkan risiko korioamnititis. Walaupun kortikosteroid tidak diindikasikan untuk
kehamilan lewat 34 minggu, pemberian antibiotik tetap dilakukan sebagai profilaksis
infeksi streptococcus group B dan fasilitasi penanganan neonatus perematur harus
disiapkan segera. Ketuban pecah dini preterm atau perterm PROM bukan merupakan
kontraindikasi persalinan pervaginam.
e. Kehamilan Aterm
1. Diberikan antibiotika ampicilin injeksi 2 gram
2. Dilannjutkan dengan ampicillin oral 3 x 500 mg
3. Observasi suhu tiap 4 jam, jika temperatur tidak meningkat observasi sampai 12 jam
dari mulainya pecah ketuban, jika indeks air ketuban SDP (single deepers pocket) 2
cm, bila meningkat > 37,60C segera terminasi
4. Bila setelah 12 jam belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi dengan induksi
persalinan.
5. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
6. Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS skor
Bila PS 5, dilakukan induksi dengan oksitosin dan CTG
Bila PS < 5, dilakukan pematangan serviks
f. KPD dengan kehamilan preterm
1. Rawat di RS
2. Diberikan antibiotika ampicilin 1 gr IV/6 jam selanjutnya oral ampicillin 3x500 mg
selama 7 hari
3. Dilakukan USG untuk menilai biometri janin dan kesejahteraan janin
4. Diberikan kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru (UK 28-34 minggu) yaitu
dexametason 2x12 mg IM selama 2 hari
5. Observasi dikamar bersalin, tirah baring selama 24 jam, selanjutnya di rawat di ruang
obstetri
6. Observasi suhu tiap 6 jam bila kecenderungan meningkat atau sama dengan 37,6 0C,
segera terminasi.
7. Dilakukan pemeriksaan leukosit, LED setiap 3 hari
Tata cara Perawatan Konservatif
1. Dilakukan sampai janin viable
7.
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar.
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion, amnion, dan cairan
ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi
ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis. Penyebab korioamnionitis adalah
infeksi bakteri yang terutama berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan
infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum dan menjalar ke uterus. Angka kejadian
korioamnionitis 1-2 %.
Faktor risiko terjadinya korioamnionitis adalah kelahiran prematur atau ketuban pecah lama.
Korioamnionitis tidak selalu menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain demam, nadi
cepat, berkeringat, uterus pada perabaan lembek, dan cairan berbau keluar dari vagina.
Diagnosis korioamnionitis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, gejala- gejala tersebut di
atas, kultur darah, dan cairan amnion. Kesejahteraan janin dapat diperiksa dengan ultrasound
dan kardiotokografi.
Tegakkan diagnosis dini korioamnionitis. Hal ini berhubungan dengan prognosis, segera janin
dilahirkan. Bila kehamilan prematur, keadaan ini akan memperburuk prognosis poin. Bila
janin telah meninggal upayakan persalinan pervaginam, tindakan perabdominam (seksio
sesarea) cenderung terjadi sepsis. Lakukan induksi atau akselerasi persalinan.
Pemberian antibiotika sesegera mungkin. Dipilih yang berspektrum luas yaitu kombinasi
ampisilin 3 x 1000 mg, gentamisin 5 mg/kgBB/hari, dan metronidazol 3 x 500 mg.
Berikan uterotonika supaya kontraksi uterus baik pascapersalinan. Hal ini akan
mencegah/menghambat invasi mikroorganisme melalui sinus-sinus pembuluh darah pada
dinding uterus.
I. PENCEGAHAN3,9,10
Pencegahan yang dapat dilakukan pasien adalah dengan meminimalkan faktor resiko
yang telah disebutkan di atas, seperti tidak merokok, mengkonsumsi makanan dengan gizi
yang baik dan sesuai, dan memeriksakan kandungan secara teratur sehingga predisposisi
kandungan untuk mengalami ketuban pecah dini dapat ditangani dengan baik dikarenakan
diketahui secara pasti pemicunya sehingga pasien dapat lebih berhati-hati dan cepat tanggap
bila KPD terjadi maka komplikasi yang membahayakan bagi ibu dan janin dapat dihindari.
J. PROGNOSIS3,9,10
Prognosis tergantung pada usia kandungan, keadaan ibu dan bayi serta adanya infeksi
atau tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimester (13-26 minggu) memiliki prognosis
yang buruk. Kelangsungan hidup bervariasi dengan usia kehamilan saat diagnosis (dari 12%
ketika terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak 60% bila didiagnosis pada 25-26 minggu).
Pada kehamilan dengan infeksi prognosis memburuk, sehingga bila bayi selamat dan
dilahirkan memerlukan penanganan yang intensif. Apabila KPD terjadi setelah usia masuk ke
dalam aterm maka prognosis lebih baik terutama bila tidak terdapatnya infeksi, sehingga
terkadang pada aterm sering digunakan induksi untuk membantu persalinan.
2.2 FETAL DISTREESS
A. DEFINISI
Gawat janin adalah kondisi dimana ditemukan denyut jantung janin di atas 160/menit
atau di bawah 100/menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang
kental pada awal persalinan3.
B. PATOFISIOLOGI4,6,7
Ada beberapa proses atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal Distress, antara lain :
a.
Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin pada kehamilan
postterm. Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar untuk mengelola
persalinan postterm.
b.
Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan amnion
mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan menurun
sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus
menjadi sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml pada usia kehamilan 42 dan 43 minggu.
Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin yang berkurang.
Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan postterm dan
menyebabkan oligohidramnion.
Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion menjadi
kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan komposisi
phosphilipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies dari paru-paru janin dan
perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin menjadi 4 : 1 atau lebih besar. Dengan
adanya pengeluaran mekonium maka cairan amnion menjadi hijau atau kuning.
Evaluasi volume cairan amnion sangat penting. Dilaporkan kematian perinatal
meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat.
Keadaan ini menyebabkan fetal distress intra partum pada persalinan postterm.
Untuk memperkirakan jumlah cairan amnion dapat di ukur dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat popular. Dengan mengukur diameter
vertikal dari kantung paling besar pada setiap kuadran. Hasil penjumlahan 4 kuadran
disebut Amniotic Fluid Index ( AFI ). Bila AFI kurang dari 5 cm indikasi
oligrohidramnion. AFI 5 10 cm indikasi penurunan volume cairan amnion. AFI 10
15 cm adalah normal. AFI 15 20 cm terjadi peningkatan volume cairan amnion. AFI
lebih dari 25 cm indikasi polihidramnion.
c.
Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan dan tempat pertukaran gas antara
maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur kehamilan, maka terjadi pula
perubahan struktur plasenta.
Plasenta pada kehamilan postterm memperlihatkan pengurangan diameter dan
panjang villi chorialis. Perubahan ini secara bersamaan atau di dahului dengan titiktitik penumpukan kalsium dan membentuk infark putih. Pada kehamilan atterm terjadi
infark 10 % - 25 % sedangkan pada postterm terjadi 60% - 80 %. Timbunan kalsium
pada kehamilan postterm meningkat sampai 10 g / 100 g jaringan plasenta kering,
sedangkan kehamilan atterm hanya 2 3 g / 100 g jaringan plasenta kering.
Secara histology plasenta pada kehamilan postterm meningkatkan infark plasenta,
kalsifikasi, thrombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus, thrombosis arterial dan
endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi plasenta sebagai suplai makanan
dan pertukaran gas. Hal ini menyebabkan malnutrisi dan asfiksia.
C. DIAGNOSIS4,6,7
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang
abnormal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit.
Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena partus lama, infus oksitosin,
perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus
tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera.
D. PENATALAKSANAAN4
BAB III
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Usia
Pekerjaan
Agama
Suku
Alamat
RM
MRS
Tanggal Pemeriksaan
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Ny. K
20 tahun
IRT
Islam
Sasak
Sesaot, Narmada, Lombok Barat
559212
24 April 2015
24 April 2015 (11.56)
ANAMNESIS
Keluahn Utama
Keluar air dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sakit
Pasien rujukan Puskesmas Narmada dengan G1A0P0 A/T/H/IU preskep keadaan
umum ibu dan janin baik inpartu kala I fase laten dan riwayat keluar air. Pasien
mengeluh keluar air dari jalan lahir sejak 25/04/2015 pukul 09.00 WITA, warna air
hijau keruh, ganti kain 2 kali, berbau (-). Nyeri perut bawah menjalar ke pinggang (+)
sejak 25/04/2015 pukul 09.00 WITA, lendir campur darah (-), gerakan janin masih
dirasakan ibu, riwayat jatuh/trauma pada perut (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-), asma(-)
Riwayat Alergi
Makanan (-), ampicillin (+)
Riwayat Sosial
Pernikahan pertama, sudah menikah selama 1 tahun, usia saat menikah 19 tahun.
Riwayat Menstruasi
Pasien mengaku menstruasi teratur setiap bulan. HPHT : Pasien mengaku lupa. Hari
taksiran persalinan tidak dapat ditentukan.
Riwayat ANC
Pasien sudah melakukan ANC sebanyak 7x di Posyandu. ANC terakhir tanggal 6
April 2015, hasil : TD 110/70, BB 54 kg, umur kehamilan 35-36 minggu, TFU 27 cm,
letak janin kepala, belum masuk PAP, DJJ (+), Hb 11,4 gr%
Riwayat USG
Pasien sudah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 1x di SpOG
USG terakhir tanggal 17 Februari 2015, hasil : Janin T/H/IU letak kepala, jenis
kelamin laki-laki, plasenta implantasi di fundus grade III, TBJ 1206 gr, usia
kehamilan 28-30 minggu, hari taksiran persalinan 12/05/2015.
Riwayat Obstetri :
I. ini
Riwayat KB : Pasien sebelumnya belum pernah menggunakan KB. Rencana KB
pasca persalinan adalah spiral.
Kronologis di Puskesmas Narmada
Kronologis catatan perkembangan pasien selama di puskesmas tidak dicantumkan
saat melakukan perujukan pasien.
Data rujukan pasien :
S : Pasien hamil 9 bulan disertai sakit perut mau melahirkan dan keluar air ketuban
warna hijau keruh sejak jam 09.00 WITA, gerakan janin masih dirasakan aktif.
O : KU : baik
Status Obstetri
TFU 28 cm
Leopold 1 : bokong
2 : Puki
3 : kepala
4 : 4/5
DJJ
: 11-12-12 (140 x/menit)
His
: 2 x 1025
VT
: 1 cm, eff 0%, ketuban (-), teraba kepala HI
A : G1P0A0 A/T/H/IU preskep keadaan umum ibu dan janin baik inpartu kala 1 fase
laten + riwayat keluar air
P : - Infus RL
- Skin tes ampicillin (+) alergi
- Amoxicillin 500 mg/ oral jam 09.30 di Poskesdes
III.
STATUS GENERALIS
Keadaan umum
: Sedang
Kesadaran
: E4V5M6
Tinggi badan
: 146 cm
Berat badan
: 54 kg
Tanda Vital
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 88 x/menit
Frekuensi napas
: 22 x/menit
Suhu
: 37,2oC
Pemeriksaan Fisik Umum
Mata
: anemis -/-, ikterus -/Jantung
: S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
: vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen
: bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+), linea
nigra (+)
-
Ekstremitas
: edema -
- IV.
+ +
STATUS OBSTETRI
L1
: bokong
L2
: punggung di sebelah kiri
L3
: kepala
L4
: 4/5
TFU : 29 cm
TBJ : 2635 gram
HIS : 3x-10~ 15
DJJ
: (148 x/menit)
Inspekulo : Tidak dilakukan (pasien tidak kooperatif)
VT
: 1 cm, efficement 10%, amnion (-), mekoneal, presentasi kepala,
denominator tidak jelas, kepala teraba tinggi diatas HI, tidak teraba bagian kecil janin
dan tali pusat.
PE
V.
VI.
VII.
:
Promotorium tidak teraba
Spina ischiadica tidak prominen
Os coccygeus mobile
Arcus pubis > 90o
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
-
HGB
RBC
HCT
WBC
PLT
:
:
:
:
:
11,5 g/dl
4,17 x 106/L
32,5 %
20,91 x 103/L
334 x 103/L
HbSAg
BT
CT
: (-)
: 300
: 620
DIAGNOSIS
G1P0A0H0 A/T/H/IU presentasi kepala dengan KPD<12 jam dan Fetal Distress
TINDAKAN
Observasi kesejahteraan ibu dan janin
Edukasi ibu untuk berbaring ke sisi kiri
Planning dari Dokter Muda resusitasi : Infus RL : D5% : 2 : 1 dan O2 masker 6-8
: C-Section
Indikasi
: Fetal Distress
Jenis kelamin
: Laki-laki
APGAR Score
: 5-7
Lahir
: Hidup
Berat
: 2600 gram
Panjang
: 51 cm
Lingkar Kepala
: 31 cm
Lingkar lengan
: 10 cm
: (+)
PLASENTA
Lahir
: Manual
X.
Lengkap
: Ya
Berat
: 400 gram
Perdarahan
: + 300 cc
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Frekuensi nadi
: 84 x/menit
Frekuensi napas
: 18 x/menit
Suhu
: 36,5C
Kontraksi uterus
: (+) baik
TFU
Perdarahan aktif
: (-)
Lochea rubra
: (+)
UO
: 100cc/jam
TIME
SUBJECTIVE
OBJECTIVE
ASSESSMENT
PLANNING
G1P0A0H0 A/T/H/IU Planning Dokter Muda :
Diagnosa :
presentasi
kepala Cek DL, HbSAg, BT, CT
dengan KPD < 12 jam Pro CTG
Terapi
+ fetal distress
Observasi kesejahteraan
sejak
pukul
09.00
WITA T : 37,2C
untuk
dari
Dokter
riwayat trauma atau jatuh (-). Pasien Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-
pro C-Section
Supervisor acc C-Section
mengaku
masih
merasakan
Riwayat DM(-), HT(-), asma (-), alergi Paru : vesikuler (+/+), ronchi (-),
(-)
wheezing (-)
ekstremitas (-)
tindakan operasi
L1
: bokong
L2
: punggung di sebelah kiri
L3
: kepala
L4
: 4/5
TFU : 29 cm
TBJ : 2635 gram
HIS : 3x-10~ 15
DJJ : 13-12-12 (148 x/menit)
Inspekulo : Tidak dilakukan (pasien
tidak kooperatif)
VT
: 1 cm, efficement 25%,
12/05/2015.
Riwayat Obstetri :
1. Ini
WBC
PLT
: 20,91 x 103/L
: 334 x 103/L
HbSAg
BT
CT
: (-)
: 300
: 620
WITA,
gerakan
janin
masih
dirasakan aktif.
O : KU : baik
TD :HR : RR : T :Kebidanan : TFU 28 cm, DJJ (+)
11.12.12 (140 x/m), his (+) 2x1025,
VT : 1 cm, eff 0%, ketuban (-), teraba
kepala,
HI
A : G1P0A0 A/T/H preskep K/U ibu dan
janin baik inpartu kala I fase laten +
riwayat keluar air
P : - Infus RL
- skin tes ampicillin alergi (+)
- amoxicillin 500 mg/oral jam 09.30
12.20
Dilakukan CTG
KU :baik/GCS: CM
TD : 120/70 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 37C
DJJ : 13-13-12 ( 152 x/m)
His : 3 x 10 ~ 30
12.25
12.40
Melakukan
resusitasi
His : 3 x 10 ~ 30
DJJ : 13-14-14 ( 164 x/m)
intrauterin
Dokter muda konsul ke dokter
His : 3 x 10 ~ 30
C-Section berlangsung
13.00
13.20
KU : baik
2 Jam Post CS
TD : 120/70 mmHg
HR : 96 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.2C
UC : (+) baik
TFU : 1 jari di bawah umbilicus
UO : 100cc/jam
Perdarahan : 10cc
dan perdarahan.
Bayi di NICU :
PR : 150 x/menit
RR : 44 x/menit
T : 36,8oC
dan bayi
istirahat,
makan,
dan
minum.
Injeksi cefotaxime 1
gr/8 jam
Tab Mefenamic Acid 3
x 500 mg
Di rencanakan pulang
esok hari dan kontrol 1
minggu
kandungan
lagi
ke
poli
BAB IV
PEMBAHASAN
Laporan kasus ini merupakan resume dari hasil observasi dan pengelolaan obstetri
pada pasien nyonya K 24 tahun dengan kehamilan aterm. Pasien datang ke VK IRD dengan
keluhan keluar air pada pukul 11.56 WITA (24/04/2015) dan nyeri perut (+). Berdasarkan
anamnesa terhadap pasien, didapatkan cairan yang keluar berwarna hijau keruh, merembes
dari jalan lahir. Jumlah cairan yang keluar cukup banyak ( 2 kain basah). Lendir bercampur
darah (-). Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan bahwa pada inspeksi terlihat cairan yang
merembes sedikit-sedikit keluar dari introitus vagina, pada pemeriksaan dalam perabaan
ketuban janin (-). Data subyektif dan obyektif ini mendukung ke arah telah pecahnya
ketuban, dan data tersebut telah dapat mendekatkan kepada diagnosis ketuban pecah dini
(KPD), yakni pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu atau selaput
ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan.
Walaupun
demikian, akan lebih valid jika dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat langsung
cairan yang merembes keluar dari OUE.
Saat datang ke UGD, pasien tidak dalam kondisi inpartu, walapun his 3x1015, tetapi
pada pemeriksaan dalam dilatasi masih 1 cm, lendir darah juga tidak ada. Kita ketahui bahwa
tanda-tanda inpartu adalah keluarnya darah bercampur lendir, terdapat his yang adekuat (3
kali dalam 10 menit dengan durasi 40 detik), dan adanya dilatasi servik minimal 2 cm.
Pada anamnesis didapatkan
pemeriksaan dalam terdapat mekoneal. Kondisi ini mengarahkan bahwa kondisi bayi dalam
gawat janin.
Sehingga pada pasien diterapi resusitasi intrauterin terlebih dahulu untuk
memperbaiki sirkulasi ke uterus dan umbilicus. Namun, setelah resusitasi 20 menit
didapatkan DJJ 164x/menit disertai KPD maka planning selanjutnya adalah SC. Tindakan ini
dilakukan atas indikasi adanya fetal distress pada janin dan untuk mencegah infeksi berat
intrauterine.
Pada kasus ini pasien lupa dengan HPHT dan tidak ada USG pada trimester I,
sehingga penilaian aterm melalui TBJ yakni 2635 gram, serta penghitungan usia kehamilan
dari usg terakhir. Hal ini menunjukkan masih kurangnya kesadaran masyarakat akan
kesehatan maternal sehingga dapat meningkatkan morbiditas ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Parry, S. and Strauss, J.F. 2006. Premature Rupture of the Fetal Membranes. Volume
338, no.10. Download from www.nejm.org. Diakses tanggal 27 April 2015
2. Parry, S. and Strauss, J. 2010 . Premature Rupture of the Fetal Membranes :
Mechanism of disease. Diakses tanggal 27 April 2015.
3. Prawirohardjo, S. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Ilmu Kebidanan edisi keempat.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010; 677-682.
4. Prawirohardjo, S. Gawat Janin dalam Persalinan. Dalam : Ilmu Kebidanan edisi
keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010; 620-624.
5. Doddy AK, dkk. Ketuban Pecah Dini. Dalam Panduan Praktek Klinis (PPK) Rumah
Sakit Umum Provinsi NTB 2014-2016. Bagian Pelayanan Medik SMF Obstetri dan
Ginekologi.Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Hal 41-45.
6. Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Hauth, J. C., Rouse, D. J., & Spong,
C. Y. (2010). Williams Obstetrics (23rd ed.). New York, USA: McGraw-Hill.
7. Dastur, A.E. Intrapartum Fetal Distress. The Journal of Obstetrics and Gynecology of
India 2005. Vol. 55, No. 2, pg 115-117. Diakses tanggal 27 April 2015.
8. Kinsella, S.M and Thurlow, J.A. Intrauterine resucitation : active management of fetal
distress. International Journal of Obstetric Anesthesia 2002 pg 105-116. Diakses
tanggal 27 April 2015.
9. Mannheim. Premature Rupture of the Membranes. Gynakol Geburtsmed Gynakol
Endokrinol 2009; 5(1):2836. Downloaded from cme.akademos. Diakses tanggal 27
April 2015.
10. Clinical Management Guidelines For ObstetricianGynecologists. Premature Rupture
of the Membranes. The American College of Obstetricians and Gynecologists Vol.
122, No. 4, October 2013. Diakses tanggal 27 April 2015.