Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat
sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan untuk
membentuk Otoritas Jasa Keuangan yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk
pada tahun 2002. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan dibidani berdasarkan kesepakatan dan
diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draft pembentukan Otoritas Jasa
Keuangan belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut
direvisi, menjadi UU No 24 2004 yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kemudian pada tanggal 27 Oktober 2011, RUU Otoritas Jasa Keuangan disahkan
oleh DPR, dan selanjutnya Pemerintah mensahkan dan mengundangkan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam Lembaran Negara Republik
pada tanggal 22 November 2011. Berikut merupakan ringkasan dari isi Undang Undang
Nomor 21 Tahun 2011.
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan
dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.
Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
1.
2.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3477) dan peraturan pelaksanaannya;
4.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3608) dan peraturan pelaksanaannya;
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962) dan peraturan pelaksanaannya;
BAB II
ISI
Selain memiliki visi, misi dan tujuan OJK juga mempunyai fungsi, tugas dan wewenang
yang telah ditentukan menurut undang-undang. Adapun fungsi, tugas, dan wewenang OJK
adalah:
1. Fungsi OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
2. Tugas OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan, yaitu:
a. Perbankan
b. Pasar modal
c. Asuransi
d. Dana pensiun
e. Lembaga pembiayaan
f. Pegadaian
g. Lembaga pinjaman
h. Lembaga pembiayaan ekspor Indonesia
i. Perusahaan pembiayaan sekunder perumahan
j. Penyelenggara program jaminan sosial, pensiun dan kesejahteraan
3. Wewenang OJK adalah:
a. Tugas pengaturan
Merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang OJK, peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan, peraturan dan keputusan OJK, peraturan
mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan, kebijakan mengenai pelaksanaan
tugas OJK, peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap
lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu, peraturan mengenai tata cara pengelola
statuter, struktur organisasi dan infrastruktur, serta pengaturan mengenai tata cara
pengenaan sanksi.
b. Tugas pengawasan
OJK menetapkan kebijakan operasional pengawasan, melakukan pengawasan,
pemeriksaan penyidikan, pelrindungan, konsumen, dan tindakan lain terhadap
lembaga jasa keuangan, pelaku dan/ atau penunjang kegiatan jasa keuangan,
penunjukan dan pengelolaan pengguna statuter, memberikan perintah tertulis
kepada lembaga jasa keuangan atau pihak lain, menetapkan sanksi administrative
terhadap pelaku pelanggaran peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada lembaga jasa keuangan.
2.3 Dasar Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu bentuk unifikasi pengaturan dan
pengawasan sektor jasa keuangan, di mana sebelumnya kewenangan
pengaturan dan
pengawasan dilaksanakan oleh Kementerian keuangan, Bank Indonesia dan Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Pembentukan OJK didasarkan kepada tiga landasan yaitu:
1. Landasan Filosofis
Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan
berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang disemua sektor
perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat
Indonesia.
2. Landasan Yuridis
a. Pasal 34 UU no. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
b. UU no. 6 Tahun 2009 tentang penetapan Perppu No. 2 Tahun 2008 tentang
perubahan kedua atas Undang-Undang no.23 tahun 1999 tentang bank Indonesia.
3. Landasan Sosiologis
a. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan dibidang teknologi dan
informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan kompleks,
dinamis, dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk
maupun kelembagaan.
b. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan diberbagai
subsektor keuangan (konglomerasi) menambah kompleksitas transaksi dan
interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
2.4 Arti Penting Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Otoritas jasa keuangan memiliki arti yang sangat penting, tidak hanya bagi
masyarakat umum dan pemerintah saja, akan tetapi juga bagi dunia usaha (bisnis). Bagi
masyarakat tentunya dengan adanya OJK akan memberikan perlindungandan rasa aman atas
investasi atau transaksi yang dijalankannya lewat lembaga jasa keuangan. Bagi pemerintah
adalah akan memberikan keuntungan rasa aman bagi masyarakatnya dan perolehan
pendapatan dari perusahaan berupa pajak atau penyediaan barang dan jasa yang berkualitas
baik. Sedangkan bagi dunia usaha, dengan adanya OJK maka pengolahannya semakin baik
dan perusahaan yang dijalankan makin sehat dan lancar, yang pada akhirnya akan
memperoleh keuntungan yang berlipat.
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, danpenyidikan, sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini.
OJK berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia serta dapat
mempunyai kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Artinya kehadiran OJK dalam melayani lembaga jasa
keuangan dapat dilayani diseluruh tiap-tiap provinsi jika dibutuhkan.
Selama ini sebelum keluarnya UU Nomor 21 Tahun 2011 pengawasan yang dilakukan
terhadap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dilakukan oleh 2(dua) lembaga yang
ditunjuk pemerintahyaitu:
1) Lembaga keuangan bank (perbankan) dilakukan oleh Bank Indonesia (BI). Artinya
semua aktivitas perbankan sepenuhnya dilakukan oleh Bank Indonesia, termasuk
dalam hal memberi izin, menindak, atau membubarkan bank.
2) Lembaga keuangan bukan bank seperti Pasar Modal, Peransuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, Dan Lembaga Jasa Keuanagan Lainnya kegiatannya diawasi
oleh Kementerian Keuangan, BI dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK)
Namun Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan jasa keuangan non-Bank diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Satu tahun kemudian (31 Desember 2013) peralihan yang sama dilakukan untuk
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan dari Bank Indonesia
(BI) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Artinya dengan keluarnya UU Nomor 21 Tahun 2011
maka seluruh pengawasan yang berhubungan dengan jasa keuangan, baik jasa keuangan bank
maupun non-Bank dilakukan oleh OJK.
Undang-Undang OJK pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata
kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan
terhadap sektor jasa keuangan. Artinya dengan adanya OJK akan memberikan pengelolaan
lembaga secara baik dan benar, sehingga tidak merupakan pihak-pihak yang memiliki
hubungan dengan perusahaan tersebut.
Alasan ketiga, Rahmat menjelaskan, OJK memiliki wewenang untuk melakukan law
enforcment. Pada kasus-kasus yang muncul, OJK memiliki otoritas hingga menyelidiki,
sesuatu yang hanya dimiliki kepolisian, kejaksaan, dan KPK.Keempat, terkait dengan
perlindungan konsumen di mana hanya OJK yang mempunyai program ini. Menurut Rahmat,
selalu muncul persoalan terkait perlindungan konsumen ini mengingat terus tumbuhnya
produk dan jasa pada industri ini.
2.5 Tata Kelola (Governance) Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Sumber : www.ojk.go.id
Governance Principles (1)
Sumber : www.ojk.go.id
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) | Managemen Lembaga Keuangan 9
memberikan
metode
praktis
untuk
governance
yang
dilaksanakan,
OJK
Sumber : www.ojk.go.id
2.6 Struktur Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Setiap pembentukan suatu organisasi pasti sudah dilengkapi dengan struktur
organisasi di dalamnya.Seperti diketahui bahwa organisasi merupakan tempat atau wadah
untuk melaksanakan suatu kegiatan.Sedangkan struktur organisasi merupakan bagan atau
kompenen yang ada dalam suatu organisasi.Tiap kompenen memiliki tugas,tanggung jawab
dan wewenang masing-masing.
Demikian juga dengan Otoritas Jasa Keuangan memiliki struktur organisasi terdiri
atas:
1. Dewan Komisioner OJK
2. Pelaksana Kegiatan Operasional
Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:
1.
2.
3.
4.
5.
Sumber : www.ojk.go.id
2.7 Nilai Strategis Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) | Managemen Lembaga Keuangan 12
OJK sebagai lembaga yang dibentuk oleh pemerintah memiliki tugas yang sangat
mulia. Kehadiran OJK yang membela semua kepentingan dengan kemajuan perekonomian
negara secara luas dan kemakmuran masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, segala sepak
terjang OJK sangat didukung oleh berbagai pihak di tanah air.
Posisi OJK dalam memajukan perekonomian negara dan meningkatkan kemakmuran
masyarakat Indonesia, sangatlah strategis. OJK memiliki senjata yang ampuh untuk
mengatur, menegakkan, dan mengambil tindakan atas tugas dan wewenang yang telah
diberikan kepadanya.
Adapun Nilai strategis Otoritas Jasa Keuangan adalah:
1.
2.
3.
4.
Integritas
Profesionalisme
Sinergi
Inklusif
5. Visioner
Integritas adalah bertindak objektif, adil dan konsisten sesuai dengan kode etik dan
kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
Sinergi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal
maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta
memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keuangan.
Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat ke depan (Forward
Looking) serta dapat berpikir di luar kebiasaan (Out of The Box Thinking).
2.8 Penanganan Pengaduan Konsumen
Mengapa penanganan pengaduan demikian pentingnya sehingga menjadi perhatian
serius OJK dan perlu diatur secara khusus dalam peraturan OJK? Secara umum, hal ini
berkaitan erat dengan upaya OJK untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
sektor jasa keuangan, dalam rangka meningkatkan akses keuangan masyarakat.
Di tengah kondisi perekonomian global dan Indonesia, OJK bersama segenap pelaku
usaha jasa keuangan berupaya memperluas akses masyarakat ke sektor jasa keuangan. Seperti
diketahui bersama, akses ke sektor jasa keuangan masih menjadi permasalahan utama bagi
2.
3.
Adanya perasaan traumatis dan persepsi negatif terhadap layanan keuangan yang
pernah dialaminya ataupun cerita yang diterimanya.
OJK meyakini bahwa melalui penanganan pengaduan yang lebih baik dan terstandar,
konsumen dan masyarakat akan lebih mempercayai produk dan/atau jasa keuangan yang
ditawarkan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dan dapat semakin meningkatkan
sektor keuangan di Indonesia. Ada lima aspek penting dalam standar penanganan pengaduan
oleh PUJK yaitu identifikasi terhadap pengaduan, perekaman/database pengaduan, pelaporan
internal mengenai pengaduan, upaya penyelesaian dan perbaikan serta yang tidak kalah
pentingnya PUJK dapat melakukan root and cause analysis.
Untuk memberikan dukungan terhadap upaya peningkatan kualitas layanan konsumen
di sektor jasa keuangan, telah terdapat beberapa ketentuan yang diterbitkan sebagai pedoman
bagi pelaku usaha jasa keuangan, seperti Peraturan OJK Nomor : 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan SEOJK Nomor : 2/SEOJK.07/ 2014
tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Usaha Jasa
Keuangan.
Penanganan pengaduan yang baik akan meningkatkan kepercayaan Konsumen
(confidence). Selanjutnya, kepercayaan Konsumen akan meningkatkan kesetiaan Konsumen
(loyalty). Dan pada akhirnya, kesetiaan Konsumen akan meningkatkan potensi pendapatan
perusahaan (profitability).
Perlindungan Konsumen dan Masyarakat
Selama ini OJK melakukan pemantauan interaksi antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan
dengan konsumen keuangan dan masyarakat. OJK melaksanakan pengawasan perlindungan
konsumen melalui berbagai cara, misalnya melalui mystery shopping dan customer testimony.
Berdasarkan
a. transparansi;
b. perlakuan yang adil;
c. keandalan;
d. kerahasiaan dan keamanan data/informasi Konsumen; dan
e. penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen secara
sederhana,
Jenis pungutan
Pungutan yang terkait dengan pengajuan
perizinan,persetujuan,pendaftaran
dan
pengesahan pada ojk
A. Biaya pengajuan persetujuan pendaftaran
dan pengesahan lembaga
1. Perizinan usaha untuk :
a. Bursa efek,Lembaga Kiring dan
Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian,Penyelenggaran
Perdaganngan Surat Utang Negara di
Luar Bursa Efek,Bank Umum,
Asuransi
Jiwa,Asuransi
Umum,Reasuransi,
dan
Manajer
Investasi:
b. Perusahaan
Pemeringkat
efek,Penjamin Emisi Efek, Bank
Perkreditan rakyat,Bank Pembiayaan
Rakyat
Syariah,Perusahaan
Pembiayaa,
Perusahaan
Modal
ventura dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya.
c. Perantara Pedagang Efek yang
Mengadministrasikan Rekening Efek
Nasabah.
d. Perantara Pedagang efek yang tidak
mengadministrasikan Rekening efek
Nasabah,Penasihat
investasi,Biro
Administrasi Efek, dan Lembaga
Penilai Harga efek.
2. Persetujuan untuk Pihak penerbit Daftar
Efek Syariah, Bank Kustodian, Lembaga
Penunjang perbankan yaitu Lembaga
Pemeringkat.
3. Perizinan Lembaga Penunjang IKNB
yaitu Perusahaan Pialang Asuransi,
Perusahaan
Pialang
Reasuransi,
Perusahaan
Penilai
Kerugian
Asuransi,Perusahaan
Konsultan
Asuransi,Perusahaan Konsultan Aktuaria
dan Perusahaan Agen Asuransi.
4. Pendaftaran untuk :
Satuan
Besaran
Per
Perusahaan
Rp.100.000.00
0,00
Per
Perusahaan
Rp.50.000.000,
00
Per
Perusahaan
Rp.30.000.000,
00
Per
Perusahaan
Rp.5.000.000,0
0
Per
Perusahaan
Rp.5.000.000,0
0
Per
Perusahaan
Rp.5.000.000,0
0
a. Wali Amanat
b. Agen Penjual Efek Reksa Dana
5. Pengesahan untuk dana Pensiun Lembaga
Keuangan dan Dana Pensiun Pemberi
kerja.
B. Biaya Perizinan dan Pendaftaran Orang
perseorangan
1. Perizinan Untuk :
a. Wakil Manajer Investasi dan Penasihat
investasi
b. Wakil Penjamin Emisi Efek
c. Wakil Perantara Pedagang Efek dan
Wakil Agen Penjual Efek Reksa Dana
2. Pendaftaran Untuk :
a. Profedi Akuntan Perbankan yaitu
Akuntan dan Penilai
b. Profesi Penunjang Pasar Modal yaitu
Akuntan,Konsultan Hukum,Penilai dan
Notaris
c. Profesi Penunjang IKNB yaitu
Akuntan,KonsultanHukum,Penilai dan
Konsultan Aktuaria
C. Biaya Pendaftaran
1. Pernyataan Pendaftaran dalam rangka
penawaran umum :
a. Efek Bersifat ekuitas,Efek bersifat
Utang, dalam rangka penambahan
modal dengan hak memesan efek
terlebih dahulu (Penawaran Umum
terbata/Right
Issue),
untuk
Penambahan Modal tanpa Hak
Memesan efekterlebih dahulu,Efek
yang dapat dikonversi menjadi saham,
dan Oleh pemegang saham.
b. Sukuk
Per
Perusahaan
Per
Perusahaan
Per Lembaga
Rp.5.000.000,0
0
Rp.30.000.000,
00
Rp.50.000.000,
00
Per Orang
Per Orang
Per Orang
Per Orang
Rp.1.000.000,0
0
Rp.500.000,00
Rp.500.000,00
Rp.5.000.000,0
0
Nilai Emisi
2. Pernyataan Pendaftaran Perusahaan publik
0,05%
Paling Banyak
Rp.750.000.00
0,00
Nilai Emisi
melalui
untuk
Per
Pernyataan
Pendaftaran
Per
Penawaran
Nilai Emisi
0,05%
Paling Banyak
Rp.150.000.00
0,00
Rp.10.000.000,
00
Rp.25.000.000,
00
Per
Pengambilali
han
0,025%
Paling banyak
Rp.500.000.00
0,00
0,05%
Paling banyak
Rp.250.000.00
0,00
Rp.1.000.000.0
00
Rp.25.000.000,
00
I
I
Biaya
Tahunan
untuk
Pengaturan,
Pengawasan, Pemeriksaan dan Penelitian
1. Bursa efek, lembaga kliring dan penjamin,
lembaga penyimapanan dan penyelesaian,
penyelengara perdagangan surat utang
negara di luar bursa efek.
2. Bank
Umum,
Bank
perkreditan
Pendapatan
usaha
Aset
15%
0,045%
Paling banyak
Rp.10.000.000,
00
Dana
Kelolaan
4. Penasihat investasi
Pendapatan
dari imbalan
jasa nasihat
investasi
6. Penjamin Emisi
Pedagang Efek
efek
dan
Perantara
7. Emiten
Pendapatan
dar fee
keagenan
Pendapatan
usaha
Nilai Emisi
Efek
1,2%
Paling sedikit
Rp.10.000.000,
00
1,2%
Paling sedikit
Rp.10.000.000,
00
1,2%
Paling sedikit
Rp.10.000.000,
00
Per
Perusahaan
0,03%
Paling sedikit
Rp.15.000.000,
00
Paling Banyak
Rp.150.000.00
0,00
Pendapatan
Usaha
Rp.15.000.000,
00
Pendapatan
Usaha
1,2%
Paling sedikit
Rp.5.000.000,0
0
8. Perusahaan Publik
9. Perusahaan Pemeringkat efek
0,045%
Paling sedikit
Rp.10.000.000,
00
1,2%
Paling sedikit
Nilai Kontrak
dari sektor
Jasa
Keuangan
Rp.5.000.000,0
0
1,2%
Per Orang
Rp.5.000.000,0
0
Contoh 1 :
PT Bank ABC Tbk, pada tahun 2016 memiliki aset sebesar 5 Triliun.Sebagai bank
mereka juga melakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Merupakan emiten karena melakukan penawaran saham sebesar 2 Triliun
2. Melakukan kegiatan sebagai bank kustodian dan membukukan pendapatan sebesar 1
Miliar
3. Mealukan kegiatan sebagai wali amanat dan membukukan pendapatan sebesar 2
Miliar
Berapa besar pungutan yang wajib dibayar Bank ABC pada OJK?
Jawaban :
Dalam menetukan biaya tahunan,Bank ABC melakukan perhitungan sebagai berikut :
Biaya tahunan sebagai bank umum
= 0,045% x Rp. 5.000.000.000.000,00 = Rp.2.250.000.000,00
Biaya tahunan sebagai emiten
= 0,03% x Rp.2.000.000.000.000,00 = Rp.600.000.000,00 (paling banyak
Rp.150.000.000,00)
Biaya tahunan sebagai bank kustodian
= 1,2% x Rp.1.000.000.000,00 = Rp.12.000.000,00
Biaya tahunan sebagai wali Amanat
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) | Managemen Lembaga Keuangan 20
Contoh 2
Pada tahun 2016 diketahui bahwa laporan keuangan tahunan tahun 2015 yang telah di audit
menunjukkan pendapatan bursa efek sebesar Rp.100.000.000.000,00. Berapa besar biaya
tahunan yang wajib dibayar Bursa efek pada OJK :
Jawaban
Besar biaya tahunan yang wajib dibayar Bursa efek :
15 % x 100.000.000.000 = 15.000.000.000
Dan sebagai bentuk akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas, OJK wajib menyusun
laporan yang terdiri atas laporan kegiatan secara berkala kepada presiden dan DPR. Selain
Laporan kegiatan OJK juga diwajibkan menyusun laporan keuangan tahunan yang diaudit
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh
BPK.
2.10
Hubungan Kelembagaan
Didasarkan Atas kesadaran bahwa sektor jasa keuangan merupakan suatu sistem yang
kompleks , tidak hanya karena adanya beberapa otoritas yang terkait, namun juga merupakan
bagian dari suatu sistem keuangan. Maka dalam UU OJK diatur dasar hukum bagi protokol
koordinasi dan kerjasama, baik antarlembaga didalam negeri, misalnnya BI dan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS), maupun luar negeri yang didasarkan pada prinsip timbal balik
yang seimbang.
Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan dengan anggota terdiri atas:
a. Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator;
b. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota;
c. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan
d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) | Managemen Lembaga Keuangan 21
Ada pun fungsi Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan adalah sebgai berikut :
1. Menunjang tugas Komite Koordinasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap
bank bermasalah yang ditengarai bersifat sistemik
2. Berkoordinasi dan tukar informasi untuk sinkronisasi peraturan perundangan di sektor
keuangan
3. Penyiapan sistem peringatan dini makro (Macro Early Warning System) sektor
keuangan terhadap permasalahan lembaga-lembaga dalam sistem keuangan yang
berpotensi sistemik
4. . Mengkoordinasikan pelaksanaan atau persiapan inisiatif tertentu di sektor keuangan.
2.11 Penyidikan dan Pemidanaan
Selain pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), penyidikan
juaga dilakukan oleh pejabat pegawai sipil tertentu yang tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK.
Ketentuan pidana didalam UU OJK meliputi :
1. Perbuatan-perbuatan terhadap pelanggaran kerahasiaan informasi yang subjeknya
adalah setiap orang perseorangan atau korporasi.
2. Perbuatan-perbuatan terhadap pelaksanaan kewenangan OJK dalam perlindungan
konsumen.
3. Perbuatan-perbuatan dalam hal tidak mengabaikan perintah tertulis dari OJK.
2.12
tertentu. Disamping itu dalam melaksanakan kegiatannya OJK juga memilki wewenang.
Berikut ini tugas OJK melaksanakan dibidang pengaturan dan pengawasan terhadap :
1. Kegitaan jasa keuangan di sektor Perbankan.
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Peransurasian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan tersebut
OJK mempunyai wewenang :
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi :
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) | Managemen Lembaga Keuangan 22
1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana
kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan
akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank.
2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas dibidang jasa.
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :
1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum,
batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan
2)
3)
4)
5)
pencadangan bank.
Laporan modal yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank.
Sistem informasi debitur.
Pengujian kredit (credit testing).
Standar akuntansi bank.
4.
5.
6.
7.
Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu.
Melakukan penunjukan pengelola statuter.
Menetapkan penggunaan pengelolaan statuer.
Menetapkan sansksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap
14 April 2016
6. Bagi pemegang izin WPEE dan WPPE yang sudah tidak berlaku dapat
mengajukan kembali izin WPEE dan WPPE sesuai dengan prosedur
pengajuan izin baru sebagaimana diatur dalam POJK Nomor
27/POJK.04/2014.
7. Proses permohonan izin baru WPEE dan WPPE serta proses
perpanjangan izin WPEE dan WPPE dapat dilakukan melalui sistem elicensing pada website OJK.
Sumber : www.ojk.go.id
2.14
wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan
Pegawai OJK dalam pelaksanaan tugas.
Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi
kepatuhan Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap Kode Etik.
Nilai Dasar Kode Etik OJK ini dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai
Strategis Organisasi OJK yakni Integritas, Profesionalisme, Transparansi, Akuntabilitas,
Sinergi, dan Kesetaraan.
Menimbang:
a.
bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Dewan Komisioner menetapkan dan menegakkan kode etik Otoritas Jasa Keuangan;
b.
bahwa untuk mengawasi kepatuhan Dewan Komisioner, pejabat dan pegawai Otoritas Jasa
Keuangan terhadap kode etik, maka Dewan Komisioner membentuk Komite Etik;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tentang Kode Etik
Otoritas Jasa Keuangan;
Mengingat:
PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KODE
ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan:
(1)
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan
bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
(2)
Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial.
(3)
Anggota Dewan Komisioner OJK adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (4)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
(4)
Pejabat dan Pegawai OJK adalah pejabat dan pegawai baik tetap maupun dipekerjakan.
(5)
Kode Etik OJK adalah norma dan azas mengenai kepatutan dan kepantasan yang wajib dipatuhi
dan dilaksanakan oleh seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat dan Pegawai OJK dalam
pelaksanaan tugas.
(6)
Komite Etik adalah organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas mengawasi kepatuhan
Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK terhadap kode etik.
(7)
Integritas adalah pemikiran, perkataan, dan tindakan yang baik dan benar dengan memegang
teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.
(8)
Profesionalisme adalah perilaku yang selalu mengedepankan sikap dan tindakan yang dilandasi
oleh tingkat kompetensi, kredibilitas, dan komitmen yang tinggi.
(9)
(10)
Akuntabilitas adalah sikap bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan serta responsif
terhadap kebutuhan pemangku kepentingan.
(11)
Sinergi adalah sikap membangun dan memastikan hubungan kerja sama internal yang produktif
serta kemitraan yang harmonis dengan para memangku kepentingan, untuk menghasilkan karya
yang bermanfaat dan berkualitas.
(12)
Kesetaraan adalah sikap memperlakukan secara adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan-perundangan yang berlaku.
(13)
Pejabat Pemutus adalah Dewan Komisioner atau Pejabat OJK yang berwenang menetapkan
sanksi atas pelanggaran Kode Etik.
BAB II
TUJUAN
Pasal 2
Pengaturan Kode Etik bertujuan untuk:
a.
Menjaga citra, martabat, integritas, dan independensi Anggota Dewan Komisioner, Pejabat
dan Pegawai OJK dalam menjalankan tugas sesuai dengan nilai strategis organisasi OJK.
b.
Memberikan kejelasan pedoman perilaku Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai
OJK dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
c.
Mencegah pelanggaran Kode Etik OJK guna melindungi Anggota Dewan Komisioner, Pejabat,
dan Pegawai OJK dari risiko hukum dan/atau risiko reputasi yang mungkin timbul akibat perilaku
yang menyimpang dari norma sosial atau tidak sejalan dengan persepsi publik terhadap
penyelenggaraan lembaga negara yang baik.
d.
Pasal 3
(1)
Kode Etik OJK berlaku untuk seluruh Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK.
(2)
Kode Etik OJK dilaksanakan tanpa toleransi dan pengecualian atas penyimpangannya dan
mengandung sanksi bagi yang melanggarnya.
BAB III
NILAI DASAR
Pasal 4
Nilai Dasar Kode Etik OJK dicerminkan dalam perilaku yang sesuai dengan Nilai Strategis Organisasi
OJK yang terdiri atas:
(1)
Integritas;
(2)
Profesionalisme;
(3)
Transparansi;
(4)
Akuntabilitas;
(5)
Sinergi; dan
(6)
Kesetaraan.
BAB IV
KODE ETIK OJK
Bagian Kesatu
Nilai Dasar Integritas
Pasal 5
(1)
b.
Menjaga kerahasiaan data dan informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas OJK, baik
selama dan setelah tidak bekerja di OJK sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai penggunaan dan pengungkapan informasi rahasia.
(2)
Menjadi anggota, pengurus partai politik, dan atau melakukan kegiatan untuk kepentingan
partai politik.
b.
c.
2.)
3.)
d.
Memanfatkan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas OJK, untuk tujuan dan
alasan apapun, untuk kepentingan pribadi maupun pihak lain yang tidak berhak, kecuali
dalam rangka melaksanakan tugas OJK.
e.
f.
Membantu penyiapan dokumen atau laporan atau bantuan dalam bentuk apapun termasuk
bantuan jasa, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pemangku
kepentingan berkaitan dengan pelaksanaan tugas OJK dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan pribadi, keluarga atau menguntungkan pihak tertentu.
g.
2.)
3.)
h.
Dalam hal kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf g terjadi karena warisan, hibah
atau putusan pengadilan, maka wajib segera melaporkan kepemilikan Efek tersebut
kepada Dewan Komisioner.
i.
Dalam hal kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf h dialihkan maka wajib
melaporkan hasil pengalihan tersebut kepada Dewan Komisioner.
Bagian Kedua
Nilai Dasar Profesionalisme
Pasal 6
(1)
(2)
Bekerja secara disiplin, efisien, dan efektif serta melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung jawab, jujur, dan profesional.
b.
c.
Melakukan tindakan yang dapat mencemarkan nama baik atau merugikan OJK.
b.
Menggunakan kewenangan jabatan dan/atau fasilitas dari OJK baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk tujuan dan/atau alasan apapun, kecuali dalam rangka
melaksanakan tugas OJK.
c.
2)
d.
Menduduki jabatan pada lembaga lain, kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi,
tugas, dan wewenang OJK dan/atau penugasan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam hal Anggota Dewan Komisioner, Pejabat dan Pegawai OJK menjadi pengurus,
pengawas, pengendali dan/atau pengelola di lembaga jasa keuangan dan/atau pihak lain
yang diawasi OJK, maka yang bersangkutan harus melepaskan pengendalian dan
pengelolaannya sejak diangkat menjadi Anggota Dewan Komisioner atau Pegawai OJK.
e.
f.
Berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan pihak yang diperiksa atau
akan diperiksa oleh OJK karena diduga melakukan pelanggaran peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan, tersangka, terdakwa, dan/atau keluarganya atau pihak
lain yang terkait, yang penanganan kasusnya sedang diproses oleh OJK, kecuali
melaksanakan tugas karena perintah jabatan.
g.
Bagian Ketiga
Nilai Dasar Transparansi
Pasal 7
(1)
Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib memberikan data
dan informasi yang memadai kepada pemangku kepentingan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(2)
Bagian Keempat
Nilai Dasar Akuntabilitas
Pasal 8
(1)
b.
c.
Bagian Kelima
Nilai Dasar Sinergi
Pasal 9
(1)
(2)
b.
c.
b.
Bagian Keenam
Nilai Dasar Kesetaraan
Pasal 10
(1)
Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK dilarang bersikap atau
bertindak diskriminatif dan/atau memberikan keistimewaan perlakuan kepada
pemangku kepentingan, berdasarkan gender, suku, agama, ras, dan
antargolongan.
BAB V
PENGAWASAN DAN SANKSI
Bagian Kesatu
Pengawasan
Pasal 11
(1)
(2)
Bagian Kedua
Sanksi
Pasal 12
(1)
(2)
Komite Etik akan melakukan penilaian atas tingkat pelanggaran terhadap Kode
Etik OJK dan merekomendasikan pengenaan sanksi kepada Pejabat Pemutus.
(3)
(4)
pelanggaran ringan,
b.
c.
pelanggaran berat.
Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK wajib menerima dan melaksanakan
keputusan Pejabat Pemutus.
BAB VI
PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK
Bagian Kesatu
Penanganan Informasi
Pasal 13
(1)
OJK menerima informasi dugaan pelanggaran Kode Etik OJK yang dapat berasal
dari Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK, masyarakat
dan/atau melalui media massa.
(2)
Bagian Kedua
Proses Penegakan Kode Etik
Pasal 14
(1)
Komite Etik melakukan verifikasi atas informasi dugaan pelanggaran Kode Etik
OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
(2)
Pasal 15
(1)
(2)
Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK yang diduga melakukan
pelanggaran Kode Etik OJK berhak melakukan pembelaan diri dalam sidang
Komite Etik.
(3)
b.
Pemulihan nama baik jika tidak terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik
OJK.
c.
(4)
(5)
(6)
a.
b.
c.
(7)
(8)
(1)
(2)
Rapat Dewan Komisioner yang membahas pelanggaran Kode Etik OJK yang
dilakukan oleh Anggota Dewan Komisioner tidak dihadiri oleh Anggota Dewan
Komisioner yang diduga melakukan pelanggaran.
BAB VII
KOMITE ETIK
Bagian Kesatu
Pembentukan Komite Etik
Pasal 17
(1)
(2)
a.
b.
Pasal 18
(1)
Jangka waktu penugasan Anggota Komite Etik level Governance yang berasal
dari unsur profesi/akademisi paling lama dua (2) tahun dan dapat diperpanjang
paling banyak satu (1) kali.
(2)
Penugasan Anggota Komite Etik Level Governance yang berasal dari unsur
profesi/akademisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dalam hal:
(3)
a.
b.
Jangka waktu penugasan Anggota Komite Etik level Manajemen tidak dibatasi.
Bagian Kedua
Keanggotaan Komite Etik
Pasal 19
(1)
Ketua;
b.
Anggota; dan
c.
Sekretariat.
Pasal 20
Susunan keanggotaan Komite Etik level Governance terdiri atas:
a.
b.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko
sebagai Anggota; dan
c.
d.
Pasal 21
Susunan keanggotaan Komite Etik level Manajemen terdiri atas:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Pasal 22
(1)
Calon anggota Komite Etik level Governance yang berasal dari unsur
profesi/akademisi dipilih secara langsung oleh Dewan Komisioner dengan
mekanisme yang disepakati oleh Dewan Komisioner.
(3)
Kriteria calon anggota Komite Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Bagian Ketiga
Tugas dan Kewajiban Komite Etik
Pasal 23
a.
Meneliti dugaan pelanggaran Kode Etik OJK yang dilakukan oleh Anggota
Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK.
b.
c.
d.
Menyatakan bahwa dugaan pelanggaran Kode Etik OJK terbukti atau tidak
terbukti.
e.
f.
Pasal 24
Anggota Komite Etik wajib:
a.
b.
c.
Hadir pada rapat dan sidang Komite Etik dalam rangka pemeriksaan dugaan
pelanggaran Kode Etik OJK dan/atau penetapan rekomendasi keputusan atas
dugaan pelanggaran Kode Etik OJK.
Bagian Keempat
Wewenang Komite Etik
Pasal 25
Komite Etik berwenang:
a.
Memanggil Anggota Dewan Komisioner, Pejabat, dan Pegawai OJK yang diduga
melakukan pelanggaran Kode Etik OJK untuk dimintai keterangan dan/atau data
di dalam atau di luar sidang Komite Etik.
b.
Memanggil pihak-pihak terkait dan para saksi untuk dimintai keterangan dan/atau
data dalam sidang Komite Etik.
c.
Bagian Kelima
Sidang Komite Etik
Pasal 26
(1)
(2)
Dalam hal Ketua berhalangan hadir maka sidang dapat dipimpin oleh salah
seorang anggota Komite Etik berdasarkan kesepakatan.
(3)
Sidang Komite Etik dapat mengambil keputusan jika dihadiri oleh lebih dari
setengah anggota Komite Etik.
(4)
(5)
Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
tercapai maka pengambilan keputusan dilakukan melalui suara terbanyak.
(6)
Dalam hal anggota Komite Etik merupakan pihak yang diduga melakukan
pelanggaran Kode Etik atau memiliki benturan kepentingan dengan kasus yang
sedang diperiksa oleh Komite Etik, maka yang bersangkutan tidak
dapat menghadiri sidang Komite Etik.
Bagian Keenam
Sekretariat Komite Etik
Pasal 27
Sekretariat Komite Etik bertugas:
a.
b.
Melakukan filtering dan verifikasi awal terhadap informasi yang diterima sebelum
diteruskan kepada Komite Etik.
c.
d.
e.
Menyiapkan rapat Komite Etik dan menyusun risalah rapat serta keputusan rapat
Komite Etik.
f.
g.
Melakukan tugas lain terkait dengan penanganan pelanggaran Kode Etik OJK.
Bagian Ketujuh
Honorarium bagi Anggota Komite Etik
yang Berasal dari Unsur Profesi/Akademisi
Pasal 28
(1)
Anggota Komite Etik level Governance yang berasal dari eksternal diberikan
honorarium berdasarkan kehadiran Anggota Komite Etik dalam rangka
pelaksanaan tugasnya.
(2)
Jumlah honorarium untuk Anggota Komite Etik level Governance yang berasal
dari eksternal ditetapkan dalam Rapat Dewan Komisioner dan dituangkan dalam
Keputusan Dewan Komisioner OJK.
BAB VIII
AKUNTABILITAS PENGENAAN SANKSI
Pasal 29
Akuntabilitas pengenaan sanksi pelanggaran Kode Etik OJK adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
ini.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 30
(1)
(2)
Ketentuan mengenai Tata Tertib dan Disiplin Pejabat dan Pegawai OJK diatur
dalam Peraturan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dan Surat Edaran
Dewan Komisioner OJK.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Otoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah lembaga
pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri perbankan, pasar modal,
reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Tujuan dibentuknya OJK
yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis, menghilangkan
penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi di sektor perbankan dan keuangan lainnya.
Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai suatu lembaga
pengawasan sektor keuangan di Indonesia yg perlu diperhatikan, karena ini harus
dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa Keuangan
tersebut. Pada dasarnya OJK mempunyai fungsi dan tujuan dalam pembentukannya, seperti
yang sudah dijelaskan dalam pengertian OJK sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://erman-at.blogspot.co.id/2014/07/makalah-otoritas-jasa-keuangan-ojk.html
http://dokumen.tips/documents/makalah-ojk-55d150771d473.html
http://www.ojk.go.id/id/Pages/FAQ-Otoritas-Jasa-Keuangan.aspx
https://id.wikipedia.org/wiki/Otoritas_Jasa_Keuangan
https://riyanikusuma.wordpress.com/2013/02/14/otoritas-jasa-keuangan/
http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-otoritas-jasa-keuangan.html
http://www.ilmuekonomi.net/2015/12/pengertian-fungsi-tujuan-tugas-danwewenangotoritas-jasa-keuangan-ojk.html
http://www.voaindonesia.com/content/ojk-resmi-ambil-alih-tugas-pengawasanperbankan-dari-bi/1820703.html
Much more than documents.
Discover everything Scribd has to offer, including books and audiobooks from major publishers.
Cancel anytime.