Professional Documents
Culture Documents
KESEHATAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah biologi manajemen
DISUSUN OLEH:
FARIDA SYAFITRI
140320150502
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persistent
kanker,
alergi,
hipersensitivitas,
merusak
system
reproduksi,
menggangu sistem kekebalan tubuh, dan cacat lahir. POP berakumulasi pada
organisme hidup melalui proses bioakumulasi, konsentrasinya dapat mencapai
70.000 kalinya. Ikan, burung predator, dan manusia merupakan bagian dari rantai
makanan yang tertinggi sehingga dapat menyerap POP ini dalam konsentrasi yang
tertinggi.
1.2
Tujuan
Tujuan dari makalah ini untuk menambah wawasan tentang macam-
macam zat kimia yang termasuk Presistent Organic Pollutan (POPs) serta
bahayanya terhadap kesehatan dan lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
kanker,
alergi,
hipersensitivitas,
merusak
system
reproduksi,
menggangu sistem kekebalan tubuh, dan cacat lahir. POP berakumulasi pada
organisme hidup melalui proses bioakumulasi, konsentrasinya dapat mencapai
70.000 kalinya. Ikan, burung predator, dan manusia merupakan bagian dari rantai
makanan yang tertinggi sehingga dapat menyerap POP ini dalam konsentrasi yang
tertinggi (Boggy, 2012; Kementrian Lingkungan Hidup, 2014).
2.2
Dirty Dozen termasuk DDT, yang sangat beracun kembali terbebas ke udara
dari bongkahan es di lautan Kutub Utara. Temuan ini merupakan hasil penelitian
yang dilaporkan dalam jurnal Nature Climate Change. Dirty Dozen merupakan
istilah untuk polutan organik yang gigih (persistent organic pollutants, disingkat
POPs), bahan kimia berbahaya yang umum digunakan pada insektisida dan
pestisida, yang sejak tahun 2001 dilarang untuk dipakai (Boggy, 2012).
Bahan-bahan kimia ini terdiri dari molekul yang sangat kuat sehingga
alam membutuhkan waktu beberapa dekade untuk menguraikannya. Mereka juga
bisa terus berada di rantai makanan, menghadirkan ancaman kesuburan bagi
spesies yang berada di puncak rantai makanan. Parahnya, POPs juga tidak larut di
air dan lekas menguap sehingga mereka bisa dengan mudah berpindah dari tanah
dan air ke atmosfer jika terkena suhu tinggi (Boggy, 2012).
Peneliti mendapati adanya penurunan konsentrasi tiga bahan kimia
berbahaya, seperti DDT, HCH, dan cischlordane, di atmosfer sepanjang 1993
sampai 2009. Namun dari data yang sama, peneliti mendapati bahwa adanya
peningkatan emisi POPs yang sebelumnya sudah terkunci di dalam es di kutub
utara. Artinya, secara bertahap dilepaskan kembali ke atmosfer akibat adanya
pemanasan suhu di kawasan tersebut. Jianmin Ma, ketua tim Peneliti dari
Environtment Canada menyatakan bahwa sejumlah POPs telah kembali ke
atmosfer di atas Kutub Utara akibat perubahan iklim dan kejadian ini dapat
menghambat upaya untuk mengurangi terkenanya bahan kimia beracun pada
manusia (Boggy, 2012).
Jordi Dachs, peneliti dari Institute of Environmental Assessment and
Water Research, menyebutkan bahwa temuan itu merupakan kabar buruk. Akibat
pemanasan global, Kutub Utara telah mengalami kerusakan dua sampai tiga kali
lebih parah dibandingkan dengan bagian lain di planet ini. Ia menyatakan bahwa
Kutub Utara bisa menjadi pelopor dalam pelepasan POP. Mungkin akan terjadi
juga dari tempat penyimpanan lain, termasuk tanah dan laut dalam. Tampaknya,
polutan ini akan memengaruhi lingkungan dalam jangka waktu yang lebih
panjang dibanding perkiraan sebelumnya. Polutan yang dihasilkan oleh kakek dan
nenek kita, yang jadi bukti perusakan lingkungan di masa lalu, kini muncul
kembali (Boggy, 2012).
POPs (persistent organic pollutants) menyebar melalui sumber-sumber
vital kehidupan, seperti udara dan air, proses bioakumulasi dalam rantai makanan.
Keseluruhannya berdampak kepada manusia dan ekosistem. Karakteristik khusus
dari POPs adalah persisten, semi volatil (menguap) dengan periode yang cukup
lama berada di lingkungan, serta penyebarannya mencapai jarak jauh
(transboundary/regional/global) juga dapat melalui migrasi spesies/organisme
seperti ikan dan burung. Selain itu merupakan disrupter endokrin/hormon
(terutama estrogen), sebagian besar karsinogenik/penyebab kanker. Pestisida
merupakan kategori POPs yang paling populer dengan kandungan senyawa
berbahayanya, selain terdapat POPs yang dibuat atau terjadi tidak sengaja dan
masih dipakai (Boggy, 2012).
Sebagai tanggapan terhadap masalah global ini, Konvensi Stockholm,
yang diadopsi tahun 2001 dn diberlakukan tahun 2004, mensyaratkan Para Pihak
menempuh berbagai cara untuk menghapuskan atau mengurangi lepasnya POPs
ke lingkungan. Sebagaimana dinyatakan di Pasal 1, tujuan Konvensi Stockholm
ialah melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari bahasa POPs
(Kementrian Lingkungan Hidup, 2014).
Pada awalnya terdapat duabelas POPs orisinal termasuk ke dalam Dirty
Dozen yang merupakan senyawa berbahaya, yaitu (Boggy, 2012; Kementrian
Lingkungan Hidup, 2014):
Pestisida
: aldrin,
chlordane,
chlorophenyl)ethane
heptachlor,
1,1,1-trichloro-2,2-bis(4(DDT),
hexachlorobenzene
dieldrin,
(HCB),
endrin,
mirex,
toxaphene
: hexachlorobenzene
biphenyls (PCB)
(HCB),
polychlorinated
Produk sampingan
: hexachlorobenzene
(HCB),
polychlorinated
Membatasi produksi dan penggunaan, serta impor dan ekspor POPs yang
dihasilkan secara tak sengaja
Memastikan bahwa timbunan bahan (stockpiles) dan limbah yang terdiri atas
atau mengandung POPs, dikelola dengan aman dan dengan cara yang ramah
lingkungan
dan 2011 Konferensi Para Pihak (Conference of the Parties, COP) menambahkan
sepuluh bahan kimia POPs. Kesepuluh POPs tambahan tersebut masuk ke dalam
kategori pestisida, bahan kimia industri, dan produk sampingan sebagai berikut
(Kementrian Lingkungan Hidup, 2014):
Pestisida
lindane,
technical
endosulfan
dan
isomer-isomernya
: hexabromobiphenyl
ether
dan
acid
perfluorooctane
hexabromodiphenyl
heptabromodiphenyl
pentachlorobenzene
sulfonic
(HBB),
(PeCB),
(PFOS),
sulfonyl
ether,
perfluorooctane
garam-garamnya
fluoride
dan
(PFOSF),
Produk sampingan
: alpha
hexachlorocychlohexane,
beta
menambahkan
hexabromocyclododecane
(HBCD),
dengan
Sehubungan dengan sifat lipofilik dan persistensinya, dioksin dan dioxinslike dapat terakumulasi di dalam jaringan lemak hewan dan manusia. Pangan
hewani seperti susu, daging dan telur merupakan sumber utama pemaparan
dioksin pada manusia. Sementara itu, pakan ternak seperti rumput dan konsentrat
merupakan sumber utama pencemaran dioksin pada hewan dan produknya
(Adekunte et al. 2010; De Vries et al. 2006; Kijlstra 2004). Keracunan dioksin
dapat
menimbulkan
gangguan
kesehatan
seperti
gangguan
reproduksi,
(dermal), dan
imunomodulator (Van Den Berg et al. 1998; WHO 1998; Bencko 2003). Dioksin
juga dilaporkan bersifat karsinogenik (Fingerhut et al. 1991; Tsutsumi et al. 2001;
Parzefall 2002; Wang et al. 2009) yang dapat menimbulkan pertumbuhan tumor,
teratogen, atropi thymus, disfungsi kelenjar endokrin dan imunotoksisitas
(Schwarz & Appel 2005; EU-SCF 2001).
BAB III
KESIMPULAN
1. POPs adalah zat kimia yang bertahan di lingkungan, tersebar luas secara
geografis, terakumulasi dalam jaringan lemak di tubuh manusia atau
bioakumulasi melalui jaring makanan, dan menimbulkan risiko menyebabkan
efek negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
2. Setelah Konvensi Stockholm, diadakan pertemuan kembali yaitu Conference
of the Parties yang menghasilkan keputusan penambahan sepuluh senyawa
POPs pada konferensi keempat dan kelima tahun 2009 dan 2011, serta
penambahan satu senyawa POPs pada konferensi keenam tahun 2013.
3. Senyawa POPs sangat berbahaya baik bagi manusia, hewan, maupun
tumbuhan serta lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Boggy.
2012.
POPs.
http://notebooksaya.blogspot.co.id/2012/03/pops.html.