Professional Documents
Culture Documents
NASKAH PUBLIKSI
Peneliti:
Drs. Oman Sukmana, M.Si.
Nip.: 132001833
LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
April, 2008
1
HALAMAN PENGESAHAN
1.a. Judul Penelitian :
MODEL PENGEMBANGAN LINGKUNGAN KOTA EKOWISATA
(Studi di Wilayah Kota Batu)
b. Bidang Ilmu
c. Kategori Penelitian
: Sosial
: Kategori II
2. Ketua Peneliti :
a. Nama Lengkap
b. Jenis Kelamin
c. Gol./Pangkat/Nip
d. Jabatan Fungsional
e. Fakultas/Jurusan
f. Alamat Kantor
g. Alamat Rumah
3. Perguruan Tinggi
4. Jangka Waktu
5. Biaya Penelitian
a. Sumber dari UMM
b. Sumber lain
Mengetahui:
Dekan FISIP UMM,
Malang,
April 2008
Ketua Peneliti
Menyetujui :
Ketua Lembaga Penelitian
Universitas Muhammadiyah Malang
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tentang bagaimana model pengembangan
kota Batu sebagai kota ekowisata. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Teknik analisa data menggunakan teknik deskriptif-kualitatif. Teknik
pengumpulan data utama yang dilakukan adalah wawancara mendalam (indeepth
interview), observasi, dan dokumentasi. Lokasi penelitian ditentukan di kota Batu. Subjek
penelitian ditentukan secara purvosive, yaitu: (1) pejabat pemerintah terkait; dan (2) warga
masyarakat. Sedangkan informan penelitian meliputi: (1) Kepala Bappeda Kota batu; (2)
pemerhati lingkungan kota, baik dari unsur masyarakat maupun perguruan tinggi; dan (3)
Kalangan LSM.
Kesimpulan hasil penelitian meliputi: (1) Kota Batu memiliki potensi sumberdaya
alam dan sosial yang baik sebagai modal pengembangan kota; (2) Kota Batu merupakan
tempat refreshing dan beristirahat yang baik, jika dikemas secara baik dan terintegrasi,
maka Kota Batu sebagai kota Wisata sangat mungkin untuk diwujudkan; (3) Sikap
masyarakat sangat positif dalam mendukung pengembangan kota Batu. Pola hubungan
antara perilaku manusia dan lingkungan dalam konteks pengembangan dan pengelolaan
lingkungan Kota Batu sebagai kota wisata dengan pola hubungan gabungan antara pola
individu dapat menggunakan lingkungannya, individu berpartisipasi (ikut serta) dalam
pengelolaan lingkungannya, serta individu menyesuaikan diri dengan lingkungannya; (4)
Arah kebijakan pembangunan kota Batu berdasarkan atas visi kota Batu, yaitu: Batu,
Agropolitan Bernuansa Pariwisata dengan Masyarakat Madani; (5) Arah pengembangan
Kota Batu: ke Arah Utara, Barat Laut, Timur Laut dan Barat Daya; pengembangan pada
kawasan Lindung dan Pengembangan pada kawasan budidaya untuk jenis kegiatan
pertanian. Sedangkan kearah Barat, Timur dan Tenggara adalah fokus pada pengembangan
pada kegiatan perkotaan; (6) Berdasarkan paradigma perkembangan kota, maka model
pengembangan kota Batu sebagai kota ekowisata mengikuti paradigma perkembangan yang
berorientasi Rurban Oriented Paradigm (ROP). Sedangkan saran yang bisa disampaikan
adalah: (1) Pemerintah Kota Batu perlu lebih optimal lagi dalam mengelola potensi
sumberdaya yang ada di wilayah kota Batu, sehingga dapat mendukung pengembangan
kota Batu sebagai kota wisata yang bervisi Batu, Agropolitan Bernuansa Pariwisata
dengan Masyarakat Madani; dan (2) Model pengembangan kota Batu yang mengarah
kepada orientasi Rurban Oriented Paradigm (ROP), sudah relevan dengan kondisi wilayah
kota Batu. Oleh karena itu perlu terus dikembangkan.
Oman Sukmana, Drs., M.Si. adalah Staff Pengajar pada Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP
Universitas Muhammadiyah Malang.
Abstract
This research is conducted to explore on why and how the government implements the
model of the Batu city development as a ecotourism city. The qualitative approach is
utilized in this study with Descriptive-Qualitative implemented in data analysis technique.
Whereas the quantitative data is also useful to strengthen the qualitative findings. Indeepth
interview, Observation and documentation, were used as data collection tools. The
respondents of this study were determined purposively that include: The local leaders, and
Residents. While the informants include: the chief of tourism department of Batu city,
ecotourism analyst both from local community and higher education, and NGO-enviroment
preservation.
The conclusion of research study ares: (1) Batu city have good potentials resources as a
capital for city developmental; (2) Batu city as refreshing area, so it is possible to be
ecotourism city; (3) The community of Batu city are supporting for Batu city developing, as
a ecotourism city; (4) The orientation of Batu city development is based on mission and
vision of Batu city, as: Batu as agropolitan city, base on Tourism and Civil Society; and
(5) The orientation of Batu city development is using of the Rurban Oriented Paradigm
(ROP)
Key Word: Development of City, Flora Ecotourism.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota merupakan tempat bermukim warga, tempat bekerja, tempat hidup, tempat
belajar, pusat pemerintahan, tempat berkunjung dan menginapnya tamu negara, tempat
mengukur prestasi para olahragawan, tempat pentas seniman domestik dan manca negara,
tempat rekreasi dan kegiatan-kegiatan lainnya. Kota perlu dikembangkan untuk memenuhi
tuntutannya yang terus meningkat. Di dalam menentukan arah kebijakan pengembangannya
perlu dibuatkan pola perencanaan pengembangan berdasarkan data yang ada dan kebutuhan
yang harus dipenuhi kota tersebut.
Pengembangan suatu wilayah perkotaan akan menimbulkan berbagai konsekuensi
terhadp lingkungan. Rencana Tata Ruang (RTR) wilayah kota harus memperhatikan aspek
lingkungan, termasuk penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau. Proses penataan
ruang akan mendorong pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
masyarakat yang berkeadilan dalam lingkungan yang sehat dan berkesinambungan. Kota
Batu sebagai kota wisata, dikembangkan kearah kawasan kota ekowisata. Oleh karena itu
penataan, pengelolaan, dan pengembangan ruang kota Batu adalah merupakan hal yang
penting dan dapat dijadikan sebagai model penataan, pengelolaan, dan pengembangan
lingkungan kota yang baik.
Kota Batu adalah merupakan kota utama dalam pengembangan wisata di Jawa Timur.
Penataan, pengolaan, dan pengembangan kawasan kota berwawasan ekowisata di kota Batu
dapat dijadikan contoh (model) bagi kota lainnya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tentang bagaimana model pengembangan kota
Batu sebagai kota ekowisata.
dilakukan? Bagaimana manfaat positifnya baik bagi masyarakat maupun lingkungan?, dan
sebagainya.
Untuk membatasi lingkup penelitian, maka masalah penelitian ini difokuskan pada
aspek-aspek berikut:
(1) Bagaimanakah gambaran kondisi, potensi, dan pemanfaatan lingkungan ekowisata di
kota Batu?
(2) Bagaimana sikap masyarakat dalam pengembangan lingkungan kota Batu sebagai kota
ekowisata?
(3) Bagaimana konsep hubungan antara masyarakat kota Batu dengan lingkungannya?
(4) Bagaimanakah konsep kebijakan pemerintah dalam pengembangan kota Batu sebagai
kota ekowisata?
(5) Bagaimanakah konsep kebijakan pemerintah dalam perencanaan pengembangan tata
kota Batu sebagai kota ekowisata?
(6) Bagaimanakah model pengembangan kota Batu sebagai kota ekowisata?
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Konsep disain (rancangan) ideal pengembangan kota Batu sebagai kota ekowisata.
(7)
(8)
2.
TINJAUAN PUSTAKA
paradigma
pembangunan kota tidak boleh hanya mementingkan kebutuhan daerahnya sendiri, seperti
tertuang dalam intra generation dan intra frontier dimension, namun harus selalu
memperhatikan inter generation dan inter frontier-dimension.
Rurban Oriented Paradigm (ROP) dilandasi oleh suatu konsep filsafati yang khusus
yaitu:
(1) perkembangan kota tidak boleh hanya untuk kepentingan kota itu sendiri;
(2) kehidupan kota tidak dapat dipisahkan dari kehidupan desa, sehingga program
pengembangan kota juga harus memperhatikan kepentingan desa;
(3) bentuk kota ideal tidak harus bulat atau mendekati bulat atau bujur sangkar;
(4) bentuk kota ideal tidak harus kompak memadat;
(5) pengertial ideal selalu conform dengan kondisi lingkungan biotic, abiotik dan sosiokultural;
(6) pembangunan kota harus memperhatikan intra dimension dan inter dimension baik
terkait dengan keberadaan generasi maupun wilayah.
makna sustainable development?; (2) apabila mereka paham akan arti pembangunan
berkelanjutan, mengapa gejala yang sangat bertentangan dengan ide sustainable
development dibiarkan terus berlanjut sampai sekarang?
Dalam kaitannya dengan upaya manajemen spasial kota, dua permasalahan penting
perlu ditegaskan lagi, yaitu pertama adalah hilangnya lahan pertanian subur, produktif dan
beririgasi teknis yang terlalu dini di daerah pinggiran kota. Permasalahan kedua, adalah
terjadinya densifikasi yang tidak terkendali di daerah permukiman bagian dalam kota.
Gejala hilangnya lahan pertanian subur, produktif dan beririgasi teknis di daerah pinggiran
kota, khususnya di Pulau Jawa merupakan gejala yang perlu dihentikan atau paling tidak
diperlambat prosesnya sambil menunggu kemampuan untuk mencari substitusinya. Hal ini
berkaitan dengan gejala dengan makin melebarnya kesenjangan antara produksi bahan
pangan dan konsumsinya. Makin meningkatnya jumlah penduduk akan selalu diikuti
dengan makin meningkatnya tuntutan tersedianya bahan pangan yang makin meningkat
pula, sementara itu makin menurunnya sumber daya pertanian akan selalu diikuti oleh
makin berkurangnya kemampuan untuk menyediakan bahan pangan. Oleh karena hilangnya
lahan pertanian kebanyakan terjadi di sekitar kota-kota dan berubah menjadi lahan-lahan
non-pertanian, maka perhatian serius harus diarahkan pada daerah-daerah tersebut.
Tanpa mengemukakannya secara eksplisit, telah terjadi pengorbanan sektor rural,
khususnya sektor pertanian untuk kepentingan sektor perkotaan. Pengorbanan sektor
pertanian dianggap bukan merupakan permasalahan serius dan memang seharusnya seperti
itu. Hal ini jelas menunjukkan bahwa upaya pembangunan kota dan wilayah hanya
mementingkn pencapaian kepentingan jangka pendek, bersifat sektoral dan tidak
mementingkan kepentingan sektor lain yang juga berpengaruh terhadap pembangunan kota
itu sendiri dan bersifat tidak komprehensif. Dengan kata lain sangat bertentangan dengan
konsep sustainable development. Di sinilah tercermin adanya paradigma pembangunan
kota yang bersifat urban oriented. Untuk kota-kota tertentu di luar pulau Jawa, dimana
daerah pinggiran kotanya merupakan lahan tidak produktif, tidak subur peredigma
pembangunan yang bersifat urban oriented dapat direkomendasikan, namun untuk kotakota lain, khususnya di Pulau Jawa, Sumatera dan Bali aplikasi paradigma tersebut
sangatlah tidak tepat.
Aplikasi ROP merupakan pilihan yang tepat untuk kota-kota yang daerah pinggiran
kotanya merupakan lahan pertanian subur, produktif dan beririgasi teknis. Kebijakan ini
sama sekali tidak bertentangan dengan anti growth concept atau tidak sama dengan upaya
menghentikan perkembangan kota, karena hal ini bertentangan dengan menghentikan
peradaban itu sendiri. Paradigma ini diaplikasikan dengan sangat arif dalam menyikapi
kondisi lingkungan abiotik, biotik dan sosio-kultural yang ada. Selama masih ada
kemungkinan memanfaatkan lahan-lahan tidak produktif, mengapa harus diijinkan
mengorbankan lahan-lahan produktif? Selama masih ada kemungkinan mempertahankan
green belt mengapa jalur hijau atau ruang terbuka hijau yang ada harus dikorbankan?
Pengrobanan lahan pertanian di daerah pinggiran kota juga disebabkan adanya pendapat
yang mengatakan bahwa bentuk ideal adalam kompak dengan jarak antara pusat kota ke
sisi-sisi terluar lahan terbangun kurang lebih sama. Ekspresi keruangan kota seperti ini akan
berbentuk bulat atau bujur sangkar. Dari sisi kemudahan, efektivitas dan efisiensi
pembangunan fasilitas kota, bentuk tersebut memang merupakan ekspresi spasial paling
ideal. Namun demikian perlu diingat bahwa kondisi kota yang satu sangat berbeda dengan
kondisi kota yang lain, khususnya terkait dengan lingkungan biotik, abiotik, dan sosiokulturalnya seperti telah dikemukakan diatas. Upaya pemaksaan membentuk kota ke dalam
bentuk tertentu tanpa memperhatikan pertimbangan lingkungan biotik, abiotik dan sosiokultural dengan mengorbankan sumber daya alam penting yang ada adalah salah satu
bentuk pemerkosaan lingkungan (environmental rape).
Evaluasi keberadaan dan potensi sumber daya biotik, abiotik dan sosio-kultural
merupakan tahap awal yang harus ada terlebih dahulu untuk setiap program pembangunan.
Di sinilah awal kebijakan harus dibuat, khususnya untuk menentukan bagian-bagian mana
dari daerah pinggiran kota yang dapat dimanfaatkan untuk perluasan fisikal kota yang
disusun berdasarkan prioritas. Oleh karena keterkitan pnentuan prioritas pemilihan daerah
ini terkait dengan : (1) produktivitas lahan; (2) kesuburan lahan; (3) keberdaan saluran
irigasi. Dengan teknik skorsing dan memanfaatkan teknik geographic information. Kisaran
skor prioritas adalah dari prioritas paling tinggi dan prioritas paling rendah. Prioritas paling
tinggi berkaitan dengan paling tidak subur, paling tidak produktif dan tidak adanya saluran
irigasi dan prioritas paling rendah adalah paling subur, paling produktif dan beririgasi
teknis dengan kontinuitas alirn air sepanjang waktu. Oleh karena uraian ini hanya
10
menekankan pada perspektif spasial, maka beberapa tinjauan lain seperti aspek biotik dan
sosio-kultural tidak dikemukakan di dalam paragraf ini dan pada kesempatan yang berbeda
akan dibahas secara mendalam sebagai pembobot penentuan skor prioritas. Namun, dari
ketiga perspektif spasial yang dikemukakan tersebut, secara cepat penentuan prioritas dapat
dilaksanakan dengan mudah. Hasil evaluasi dapat dipetakan, sehingga pengarahan
pengembangan spasial kota dapat dilaksanakan.
ROP dilandasi oleh suatu konsep filsafati yang khusus yaitu: (1) perkembangan kota
tidak boleh hanya untuk kepentingan kota itu sendiri; (2) kehidupan kota tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan desa, sehingga program pengembangan kota juga harus
memperhatikan kepentingan desa; (3) bentuk kota ideal tidak harus bulat atau mendekati
bulat atau bujur sangkar; (4) bentuk kota ideal tidak harus kompak memadat; (5) pengertian
ideal selalu konform dengan kondisi lingkungan biotik, abiotik dan sosio-kultural; (6)
pembangunan kota harus memperhatikan intra-dimension dan inter-dimension baik terkait
dengan keberadaan generasi maupun wilayah.
C. Pengertian Ekowisata
Menurut Damanik dan Weber ( 2006), Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan
wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan
sebagai lawan dari wisata missal. Sebenarnya yang lebih membedakannya dari wisata
missal adalah karakteristik produk dan pasar. Perbedaan ini tentu berimplikasi pada
kebutuhan perencanaan dan pengelolaan yang tipikal.
Berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang
menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Masyarakat
Ekowisata
Internasional
bertanggungjawab
dengan
mengartiaknnya
cara
sebagai
perjalanan
wisata
mengkonservasi
lingkungan
dan
alam
yang
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that conserves the
environment and improves the well-baing of local people). Dari definisi ekowisata tersebut,
maka ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu: pertama, Ekowisata sebagai
produk; Kedua, Ekowosita sebagai pasar; dan ketiga, Ekowisata sebagai pendekatan
pengembangan.
11
Sebagai produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya
alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya
pelestarian lingkungan. Sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata ssecara ramah lingkungan. Kegiatan
wisata yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian
lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Pihak yang berperan
penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan tetapi juga pelaku wisata lain (tour
operator) yang memfasilitasi wisatawan untuk menunjukkan tanggungjawab tersebut.
Menurut Deklarasi Quebec (Damanik dan Weber, 2006) menyebutkan bahwa ekowisata
merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan
yang membedakannya dengan bentuk wisata lain. Di dalam praktek hal itu terlihat dalam
bentuk wisata yang: (a) secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya; (b)
melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata
serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka; dan (c) dilakukan
dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kelompok kecil.
Dengan kata lain, ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang
memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan
peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam itu sendiri.
Dari berbagai definisi ekowisata, maka selanjutnya dapat diidentifikasi beberapa prinsip
dari ekowisata, yaitu:
(1) Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya
lokal akibat kegiatan wisata.
(2) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi
wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya.
(3) Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal
melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau
konservasi.
(4) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui
kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.
(5) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan
menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.
12
(6) Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di daerah tujuan
wisata.
(7) Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan
kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud
hak asasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam
pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.
3. METODOLOGI PENELITIAN
a. Disain Penelitian:
Penelitian ini adalah merupakan penelitian deskriptif, yaitu suatu model penelitian
yang berusaha untuk membuat gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta
mendalam tentang fenomena sosial tertentu tanpa melakukan intervensi dan hipotesis.
Pendekatan penelitian utama yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, sehingga
data yang utama adalah bersifat kualitatif. Akan tetapi untuk melengkapi analisis data
kualitatif, maka akan ditampilkan dan diperkuat
yang digunakan
13
14
Goa
Jepang
Cangar,
Goa
Jepang
Tlekung;
(4)
Obyek
wisata
Souvenir/Handycraft, meliputi: Home industri kerajinan Batik Kota Batu, Home indutri
kerajinan Gerabah, Home indutri kerajinan Gong, Home indutri kerajinan Onyx, Pusat
industri Jamu Toga Materia Medika, Pusat home indusrti jamu ragil, asih, Pusat
kerajinan Jenang, Kripik, Tempe, Sari apel, Selsi Apel, Strawberi; (5) Obyek wisata
minat khusus, meliputi: Lasing olah raga Paralayang Gunung Banyak, Arung jeram,
Sepeda Gunung/Motor, Arthorium Sumber Brantas, Wisata Agro Apel Punten;(6)
Obyek wisata agro/wisata desa, meliputi: Kusuma agro wisata, wisata desa Bunga
Sidomulyo dan Gunung Sari, wisata agro apel Punten;(7) Obyek wisata budaya (Adat),
meliputi: Sedekah Bumi, Tari Sembrono, Tari Jaranan, Campur Sari, Slametan Desa,
dan
lain-lain;(8)
Obyek
wisata
religi,
meliputi:
Masjid
An-Nur,
Gereja
15
16
pariwisata daerah; (6) Perwujudan kelestarian lingkungan hidup dan terkendalinya tata
ruang wilayah; (7) Perwujudan kualitas kehidupan berpolitik yang demokratsi dan
dewasa serta penegakkan hokum dan hak asasi manusia; (8) Perwujudan Pemerintahan
yang Baik dan Bersih (Good Governance);
ketertiban masyarakat.
(5) Adapaun skenario pengembangan Kota Batu berdasarkan kondisi fisik, ekonomi dan
social budaya yang terdapat pada:
a. Pengembangan Kota Batu ke Arah Utara, Barat Laut, Timur Laut dan Barat Daya
adalah: (1) Pengembangan pada kawasan Lindung terkait dengan keberadaan hutan
yang ada di sekitar G.Rawung, G. Anjasmoro, G. Tunggangan, G. Welirang, G.
Kembar, G. Arjuno, G. Panderman, dan G. Srandil. Selain itu kawasan ini juga
banyak terdapat sumber mata air dan sungai hulu yang keberadaannya perlu
dipertahankan dan dilestarikan; (2) Pengembangan pada kawasan budidaya untuk
jenis kegiatan pertanian (tanaman pangan dan tanaman hotikultura) dan obyek wisata
alam maupun wisata rekreasi terutama di Desa Tulubgrejo, Desa Sumbergondo, Desa
Gunungsari, Desa Bulukerto dan Desa Bumiaji.
b.Pengembangan Kota Batu kearah Barat, Timur dan Tenggara adalah: (1)
Pengembangan pada kegiatan perkotaan dengan mengelompoknya kegiatan
permukiman yang di dukung sarana dan prasarana perkotaan terutama di kelurahan
dan desa di Kecamatan Batu dan Kecamatan Junrejo; (2) Pengembangan pada
kegiatan pertanian tanaman pangan, hotikultura dan pariwisata.
Dari skenario pengembangan Kota Batu diatas, untuk pengembangan kawasan
lindung dan kawasan budidaya diterapkan pada
Kawasan hutan yang mempunyai kemiingan 40% dan ketinggian 2.000 meter DPL; (b)
Kawasan rawan bencana baik bencana dari gunung berapi, longsor dan erosi akibat
penggundulan hutan; (c) Kawasan sempadan sungai, sumber mata air dan dibawah
Saluran Udara Tegangan Tinggi/Ekstra Tinggi (SUTT/SUTET); (d) Kawasan peresapan
air. Kawasan Budidaya, meliputi: (a) Kegiatan perkotaan diarahkan dikawasan yang
berada di ketinggian 600 1.000 meter dpl dan kawasan yang mempunyai kelerengan
0 15% dan memiliki aksesbilitas dengan daerah sekitarnya; dan (b) Kegiatan pertanian
yang ada diskeitar kawasan lindung adalah kegiatan pertanian tanaman keras dan
17
perkebunan yang mempunyai fungsi penyangga dari kawasan lindung yang ada di
sekitarnya. Dan untuk kegiatan pertanian tanaman pangan dan holtikultura diarahkan
disekitar kawasan penyangga.
(6) Berdasarkan paradigma perkembangan kota, maka model pengembangan kota Batu
sebagai kota ekowisata mengikuti paradigma perkembangan yang berorientasi Rurban
Oriented Paradigm (ROP). Rurban Oriented Paradigm (ROP) adalah suatu paradigma
pembangunan kota yang dilandasi filosofi bahwa the development of a city is not just
for the city itself but also for the rural areas. Hal ini didasari oleh adanya suatu
kenyataan bahwa kota yang bersangkutan dikelilingi oleh lahan pertanian yang
produktif serta sector pertanian masih memegang peranan penting dalam perekonomian
nasional.
18
pertanian. Sedangkan kearah Barat, Timur dan Tenggara adalah fokus pada pengembangan
pada kegiatan perkotaan; (6) Berdasarkan paradigma perkembangan kota, maka model
pengembangan kota Batu sebagai kota ekowisata mengikuti paradigma perkembangan yang
berorientasi Rurban Oriented Paradigm (ROP).
b. Saran:
1.
Pemerintah Kota Batu perlu lebih optimal lagi dalam mengelola potensi sumberdaya
yang ada di wilayah kota Batu, sehingga dapat mendukung pengembangan kota Batu
sebagai kota wisata yang bervisi Batu, Agropolitan Bernuansa Pariwisata dengan
Masyarakat Madani.
2. Model pengembangan kota Batu yang mengarah kepada orientasi Rurban Oriented
Paradigm (ROP), sudah relevan dengan kondisi wilayah kota Batu. Oleh karena itu
perlu terus dikembangkan.
6. DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, E., & Sujarto, D. 2005. Kota Berkelanjutan. Bandung: Alumni.
Budihardjo, E. 1999. Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Daldjoeni, N. 2003. Geografi Kota dan Desa. Bandung: Alumni.
Damanik, J., & Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi.
Damanik, J., Kusworo, H.A., & Raharjana, D.T. (peny.). 2005. Penanggulangan
Kemiskinan Melalui Pariwisata. Yogyakarta: Kepel Press.
Hakim, L. 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Malang: Bayu Media.
Kurnianto, Y.C. 2007. Tragis, Ruang Terbuka Hijau Hanya Dianggap Pelengkap
(Online),(http://air.bappenas.go.id/openPDF.php?fn=doc/pdf/klipping/Tragis%
20Ruang%20Terbuka%20Hijau%20Hanya%20Dianggap%20Pelengkap.pdf,
Diakses tanggal 4 Desember 2007).
Irwanto. 1998. Focus Group Discussion :Suatu Pengantar Praktis. Jakarta : Pusat kajian
pembangunan masyarakat - Unika Atmajaya.
19
Sanapiah Faisal. 2001. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sarwono, Sarlito, W. 1995. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gramedia.
Singarimbun, Masri, & Sofian Effendi (ed.). 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta:
LP3ES.
Sukmana, Oman. 2003. Dasar-Dasar Psikologi Lingkungan. Malang: Bayu Media.
Sukmana, Oman. 2006. Model Pengelolaan Lingkungan Binaan Desa Wisata Bunga pada
Kawasan Ekowisata (Studi di Desa Sidomulyo, Kota Batu). Malang: Lemlit
UMM.
Soemarwoto, Otto. 1997. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Syafrinal. 2003. Perencanaan Tata Ruang Landasan Program Pengembangan Wilayah dan
Sektor. Madani: Jurnal Ilmu Sosial, Vol. 6 (Nomor 2): 224-236.
Verdiansyah, C. (ed.).2005. Politik Kota dan Hak Warga Kota. Jakarta: Penerbit Kompas.
Yoeti, Oka A. 2006. Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya.Jakarta: Pradnya Paramita.
Yunus, H.S. 2005. Manajemen Kota Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustakan Pelajar.
Yunus, H.S. 2006. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
*****
20
LAMPIRAN I:
BIODATA LENGKAP
1. Ketua Peneliti:
a. Identitas :
1.
Nama
2.
Nip.
132.001.833.
3.
Tempat/Tgl. Lahir
4.
Jenis Kelamin
Laki-Laki
5.
Pangkat/Gol.
Pembina/ IV-a
6.
Jabatan Fungsional
Lektor Kepala
7.
Jabatan Struktural
8.
Bidang Keahlian
9.
Alamat Kantor
10.
Alamat Rumah
11.
Alamat e-mail
oman@umm.ac.id
b. Riwayat Pekerjaan:
No.
Pekerjaan
Tahun
1.
2.
3.
21
Ket.
c. Riwayat Pendidikan:
No
1.
2.
3.
4.
5.
Jenjang
Pendidikan
SD Negeri Pari,
Kec. Buahdua
SMP Negeri III
SMA Negeri I
S-1 FISIP UNPAD
S-2 PROGRAM
PASCASARJANA
UNPAD
Kota/Negara
Bidang Studi
Sumedang/Indonesia
Tahun
Lulus
1980
Sumedang/Indonesia
Sumedang/Indonesia
Bandung/Indonesia
1983
1986
1991
Bandung/Indonesia
1997
IPA
Ilmu Kesejahteraan
Sosial
Psikologi Sosial
d. Riwayat Kepangkatan/Golongan/Jabatan:
1. Pangkat/Golongan:
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jenjang Kepangkatan/Gol.
CPNS
Penata Muda/III-A
Panta Muda TK I/III-B
Penata/III-C
Penata TK. I/III-D
Pembina/IV-A
2. Jabatan Fungsional:
No.
Jenjang Jabatan Fungsional
1.
Asisten Ahli Madya
2.
Asisten Ahli
3.
Lektor Muda
4.
Lektor (Impasing)
5.
Lektor Kepala
TMT
01 Maret 1992
01 September 1993
01 Oktober 1998
01 Oktober 2001
01 April 2004
01 April 2006
Ket.
TMT
01 September 1994
01 Juli 1998
31 Desember 2000
01 Januari 2001
01 Desember 2003
Ket.
22
Tempat
FISIP UMM
UMM
Batu/Malang
UMM/Malang
UMM/Malang
UMM/Malang
UMM
Surabaya/Dikti
f. Pengalam Kursus/Magang:
No. Jenis Kursus/Magang
Tanggal/Bulan
/Tahun
1997
1.
2.
Magang
Praktek
Pekerja 1998
Sosial Medis di Rumah Sakit
Kursus
Bahasa
Inggris April-Mei 2006
Program SP-1
Kursul TOEFL Preparation
Maret-April
2008
3.
4.
Tempat
Yogyakarta,
(Prof. Sutrisno Hadi, Drs.,
MA.)
Rumah
Sakit
Fatmawati
Jakarta
KBA UMM
KBA UMM
Fakultas/Jurusan
Psikologi
FISIP/Kesejahteraan Sosial
FISIP/Ilmu Komunikasi
FISIP/Kesejahteraan Sosil
Ket.
FISIP/Kesejahteraan Sosial
Ekonomi
h. Pengalaman Riset :
No. Judul Riset
Pengaruh Modeling dan Reinforcement dari Kyai terhadap Tingkah
1.
Laku Prososial Santri (Penelitian DPP UMM)
Tahun
1998
2.
1999
3.
2000
4.
2002
5.
2002
Model Interaksi Sosial dalam Masyarakat Lingkungan Bauran Etnis
Arab-Jawa (Studi di kampung Embong Arab Kota Malang) (Penelitian
Dasar/Dikti)
6.
23
2002
8.
9.
10.
11.
13.
14.
24
2004
2005
2005
2006
2006
2007
2007
i. Publikasi :
No.
Karya Ilmiah
Dasar-Dasar Psikologi Lingkungan (Buku, Penerbit Bayu Media, 1998).
1.
2.
3.
4.
5.
Pengangguran dan Kesejahteraan Sosial (Jurnal Ilmiah Bestari No. 25 Thn XI,
Januari-April, 1998).
6.
Reformasi dan Agenda Politik Indonesia (Jurnal Ilmiah Bestari No. 25 Thn XI,
September-Desember 1998).
7.
Tingkah Laku Manusia dan Lingkungan Sosial (Buku Ajar, tahun 2002).
8.
9.
10.
Sosiologi dan Politik Ekonomi (Buku, edisi pertama Nopember tahun 2005,
UMM Press).
11.
12.
13.
14.
25
1.
Bentuk Pengabdian
pada Masyarakat
Bentuk
Kegiatan
Tempat /
Instansi
2
3
4
Memberi latihan/penyuluhan/penataran/ceramah
pada masyarakat, meliputi:
Melaksanakan Program Insidental: SMU
Sosialisasi dan Simulasi Penyuluha Widya
Dharma
PEMILU 2004 pada n,
siswa
SMU
Widya Pelatihan, Turen,
Kec.
Dharma Turen, Kec. Simulasi
Turen,
Turen, Kab. Malang.
Kab.
Malang.
Insidental: Desa
Melaksanakan Program
Penyuluha Sidomuly
Sosialisasi dan Simulasi
o, Kota
n,
PEMILU 2004 pada
Pelatihan, Batu
Masyarakat Desa
Simulasi
Sidomulyo, Kota Batu.
Tanggal
Sumber
Dana
Ket.
14
Pebruari
2004
DPP
FISIP
UMM
24
Pebruari
2004
DPP
FISIP
UMM
3.
Pemateri Pengawasan
Kampanye, Pemungutan
dan Penghitungan Suara
PEMILU Legisltif. Pada
acara Rakernis
PANWASLU Kab.
Malang.
Insidental: Hotel
Penyuluha SELECT
A, Batu.
n,
Pelatihan,
25-26
Pebruari
2004.
PANWA
SPEMIL
U Kab.
Malang
4.
Penyuluhan tentang
Pemberdayaan
Masyarakat di Desa
Balesari, Kec. Ngajum,
Kab. Malang.
21-23
Agustus
2005
KKN
UMM
Penyuluhan tentang
Proses dan Mekanisme
Pengawasan PILKADA
Kabupaten Malang.
Pada masyarakat Desa
Ngajum, Kec. Ngajum,
Kab. Malang.
Insidental: Balai
Penyuluha Desa
Balesari,
n
Kec.
Ngajum,
Kab.
Malang
Insidental: Balai
Penyuluha Desa
Ngajum,
n,
Pelatihan, Kec.
Ngajum,
Kab.
Malang.
24-25
Juni
2005
KKN
UMM
26
6.
8.
9.
10.
11.
Insidental: RT
Penyuluha 02/RW
n, Diskusi XI, Desa
Lndungsar
i, Kec.
Dau, Kab.
Malang.
Penyuluhan & Pelatihan Insidental: Desa
Pengelolaan Lingkungan Penyuluha Sidomuly
o, Kec.
n,
Sosial Desa Wisata
Pendampi Bumiaji,
Bunga.
Kota Batu
ngan.
Memberi pelayanan kepada masyarakat atau
kegiatan lain yang menunjang pelaksanaan
tugas pemerintah dan pembanguna, meliputi:
Insidental RW XI,
Panitia Idhul Aha 1426
Desa
H, RW XI. Desa
Lndungsar
Landungsari, Kec. Dau,
i, Kec.
Kab. Malang.
Dau, Kab.
Malang.
Insidental RW XI,
Panitia Idhul Aha 1427
Desa
H, RW XI. Desa
Lndungsar
Landungsari, Kec. Dau,
i, Kec.
Kab. Malang.
Dau, Kab.
Malang.
Insidental Masjid
Khotub pada Khutbah
Al-Hilal,
Shalat Jumat dengan
RW XI,
Tema: Hidup
Desa
Bermasyarakat.
Landungs
ari, Kec.
Dau, Kab.
Malang.
Penyuluhan tentng
Peran Ibu dalam
keluarga, pada ibu-ibu
PKK RT 02/RWXI, Desa
Landungsari, Kec. Dau,
Kab. Malang.
Insidental
27
Masjid
Al-Hilal,
RW XI,
Desa
Landungs
ari, Kec.
Dau, Kab.
Malang.
22 Des.
2006
Mandiri
Semeste
r Ganjil
2007/20
08
DPP
UMM
10
Januari
2006
31 Des.
2006
17
Maret
2006
08 Sept.
2006
12
Memberi Pelayanan
Kepada Masyarakat
sebagai Ketua Rukun
Tetangga (RT) 02, RW
XI, Desa Landungsari,
Kec. Dau, Kab. Malang.
Insidental
12.
Melaksanakan Fungsi
sebagai Lembaga
Hikmah dan Kebijakan
Publik PDM Kabupaten
Malang.
Insidental
RT
02/RW
XI, Desa
Landungs
ari, Kec.
Dau., Kab.
Malang.
PDM Kab.
Malang
Australia, Perth
2005
Periode
2007/
2012
Periode
2005/
2010
Acara
Studi Banding Pendidikan Tinggi
dan Kemahasiswaan.
Studi Banding Pendidikan ke
Murdoch
University,
Curtin
Universitay,
Universiry
of
Western Australia (UWA)
*****
28