You are on page 1of 42

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa

: Yanna Rizkia

NIM

: 03011313

Bagian

: Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Periode Kepaniteraan : 28 Desember 2015 6 Maret 2014


Judul Laporan Kasus : Fraktur tibia dan fibula
Pembimbing

: dr. David Idrial, Sp. OT

Jakarta, 18 februari 2016


Pembimbing,

Dr. David Idrial, Sp. OT

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya
dapat menyelesaikan referat dengan judul Fraktur Tibia Fibula ini. Laporan kasus ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Bedah
Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah
Budhi Asih.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian referat ini, terutama :
1. dr.David Idrial, Sp. OT, selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus.
2. Teman-teman yang turut membantu penyelesaian laporan kasus ini.
3. Serta pihak-pihak lain yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini.
Oleh karena itu penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran. Akhir kata
penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas kebaikan semua pihak yang
telah membantu dan berharap penelitian ini dapat berguna bagi pembaca.

Jakarta, 18 Februari 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur atau patang tulang adalah gangguan kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan
fraktur dapat berupa trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Fraktur cruris
adalah rusaknya struktur atau adanya gangguan pada kontinuitas tulang, epifisis, atau
kartilago sendi pada tibia dan fibula.
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan antara
lain transfersal, oblique, spiral, kompresi atau crush, comminuted dan greenstick.
Trauma merupakan penyebab kematian tersering pada usia 1 sampai 44 tahun.
Penyebab kematian terbesar pada trauma adalah kecelakaan lalu lintas yaitu sekitar 1.2
juta setiap tahunnya di seluruh dunia. Menurut WHO, pada tahun 2020 kecelekaan lalu
lintas dapat dapat menempati urutan ketiga dalam penyebab kematian premature dan
disabilitas. Menurut WHO pada tahun 2004, angka kematian karena kecelekaan lalu
lintas pada negara dengan pendapatan tinggi sebesar 35 persen, pada negara dengan
pendapatan sedang sebesar 55 persen, sedangkan pada negara dengan pendapatan
rendah sebesar 63 persen.

BAB II
STATUS PASIEN
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. J

Usia

: 49 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki


Status

: Sudah menikah

Alamat

: Jalan Dewi Sartika

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Pekerjaan

: Wirausaha

Pendidikan

: Strata 1

Masuk RS

: 10 Februari 2016

No. RM

: 0102255

Menjamin

: BPJS

Ruang

: zafir II kamar 809

2.2 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 15 Februari 2014
pukul 12.00
A. Keluhan Utama
Luka pada paha kanan bawah 1 jam SMRS
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan luka pada paha kanan 1 jam sebelum masuk
rumah sakit. Sebelum datang ke rumah sakit, pasien ditabrak saat mengendarai motor
dari arah samping. Pasien tidak dapat mengingat kejadian kecelekaan tersebut, sehingga
mechanism of injury tidak diketahui. Menurut keluarga pasien, pasien tidak mengalami
penurunan kesadaran/pingsan. Menurut keluarga pasien, pasien mengatakan tidak ada
pusing, mual, muntah.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
4

Pasien mengatakan tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Pasien
mengatakan tidak memiliki riwayat trauma, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada yang memiliki penyakit hipertensi, diabetes
mellitus, dan penyakit jantung di keluarganya.
E. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengatakan tidak mengonsumsi rokok dan alkohol.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 15 Februari 2016.
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda vital

: Tekanan darah : 120/70 mmHg


Nadi

: 88 x/menit

Penapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,4C

Status Generalis
Kulit

: Warna kuning langsat, sianosis (-), ikterik (-)

Kepala

: Normosefali, rambut hitam disertai uban dengan distribusi


merata.

Mata

: Konjungtiva Pucat -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-

Telinga

: Normotia, secret -/-

Hidung

: Deviasi septum -/-, Sekret -/-

Mulut

: Oral hygiene baik, faring hiperemis -

Leher

: Trakea di tengah, tiroid tidak teraba membesar, pembesaran


KGB -

Pemeriksaan Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat


5

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V 1 jari medial linea midclavicula


sinistra

Perkusi

: Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis dekstra

Batas jantung kiri

: ICS V 1 jari lateral linea midklavikularis sinistra

Auskultasi

: BJ I dan II reguler; gallop (-), murmur (-)

Pemeriksaan Paru
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

: Ekspansi dada normal, vokal fremitus kanan kiri sama

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Suara napas vesikuler, ronkhi -/- wheezing -/-

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: Perut membuncit, spider nevi -

Auskultasi

: Bising usus (+) 3x/menit

Palpasi

: Supel, hati dan limpa tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani di keempat kuadran abdomen, Shifting dullness -

Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas atas

: Akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-

Ekstremitas bawah

: Akral hangat +/+, edema -/-, sianosis -/-

Status lokalis
Regio cruris dekstra
1. Look : warna seperti kulit sekitar, terdapat pembengkakan pada kaki
kanan, terlihat kaki kanan lebih pendek dari kaki kiri.
2. Feel : nyeri tekan setempat pada kaki kanan, fungsi sensorik baik,
akral teraba hangat, pulsasi teraba pada dorsalis pedis.
3. Move : gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, eversi, inversi dan rotasi sulit
dinilai.
1.4 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
6

Hematologi
Jenis pemeriksaan
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan
PT
APTT
SGOT
SGPT
GDS
Ureum
Kreatinin

Hasil
12,7
5,0
15,0
45
227
88,7
29,9
33,7
11,6
3,30
10,00
14,0
30,9
34
25
112
23
0,99

Nilai normal
3,8 10,6
4,4 5,9
13,2 17,3
40 52
150 440
80 100
26 34
32 36
<14
16
5 15
12 17
20 40
<33
<50
<110
17 49
<1,2

Rontgen cruris dekstra (10 Februari 2016)

1.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan luka pada paha kanan 1 jam sebelum masuk
rumah sakit. Sebelumnya pasien ditabrak saat mengendarai motor dari arah samping.
Pasien tidak dapat mengingat kejadian kecelekaan tersebut, sehingga mechanism of
injury tidak diketahui. Menurut keluarga pasien, pasien tidak mengalami penurunan
kesadaran/pingsan. Menurut keluarga pasien, pasien mengatakan tidak ada pusing,
mual, muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88
x/menit, penapasan 20 x/menit, suhu 36,4C. Pada status lokalis didapatkan, look
terdapat pembengkakan pada kaki kanan dan terlihat kaki kanan lebih pendek dari kaki
kiri. Feel didapatkan nyeri tekan setempat pada kaki kanan. Move didapatkan gerakan
dorsofleksi, plantarfleksi, eversi, inversi dan rotasi sulit dinilai.
1.6 Diagnosis
Fraktur tertutup distal tibia dan fibula dekstra
1.7 Diagnosis banding
Dislokasi os tibia dekstra
1.8 Tatalaksana
1. Nonmedikamentosa
a. Obervasi tanda-tanda vital dan perdarahan
b. Rontgen control
c. Mobilisasi
2. Medikamentosa
a. Ketorolac 3x30 mg
b. Ceftriaxon 2 x 1 gram
c. Tindakan operatif : ORIF
2.9 Prognosis
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

LAPORAN PEMBEDAHAN
Tanggal

: 15 Februari 2016

Dokter Ahli Bedah

: dr. David Idrial, Sp.OT

Diagnosa pra-bedah

: Fraktur distal tibia dan fibula dekstra

Diagnosa pasca bedah

: Fraktur distal tibia dan fibula dekstra

Jenis operasi

: Clear

Klasifikasi

: Elektif

Tindakan pembedahan

: ORIF

Uraian pembedahan
1.
2.
3.
4.
5.

Posisi supine dalam regional anastesi


Asepsis dan antisepsis medan operasi, dipersempit dengan duk steril
Insisi longitudinal anterior cruris, perdalam satu demi satu
Ditemukan fragmen fraktu tibia, displaced
Dilakukan reposisi terbuka dan dilanjutkan pemasangan Narrow DCP-plate 9

holes ditambah 8 pieces cortical screw 4,5 mm.


6. Dilanjutkan insisi longitudinal di atas segmen fraktur fibula, diperdalam satu
demi satu
7. Ditemukan fragmen fraktur distal fibula
8. Dilakukan reposis terbuka, dilanjutkan pemasangan Small Narrow DCP-plate 7
holes ditambah 6 pieces cortical screw 3,5 mm.
9. Cek stabilitas
10. Kontrol perdarahan dan tutup luka satu demi satu
11. Operasi selesai

FOLLOW UP
12 februari 2016
S : nyeri dan bengkak pada tungkai kanan setelah kecelakaan lalu lintas 1 hari yang
lalu
O : status lokalis : edema, deformitas, ROM nyeri
A : fraktur tertutup distal shaft tibia fibula dekstra
Commotio cerebri
P : rencana ORIF senin 15 Februari 2016
IVFD Asering 15 tetes/menit
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Inj. Pantoprazole 2x40 mg
Pertahankan splint
13 februari 2016
S : nyeri dan bengkak pada tungkai kanan
O : status lokalis : edema, deformitas, nyeri tekan, ROM nyeri
A : fraktur tertutup distal shaft tibia fibula dekstra
Commotio cerebri
P : rencana ORIF senin 15 Februari 2016
IVFD Asering 15 tetes/menit
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Inj. Pantoprazole 2x40 mg
Ceftriaxone 1x2 gr
15 februari 2016
Instruksi post operasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Awasi KU/VS
IVFD Asering 15 tetes/menit
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Inj. Tramadol 2x100 mg dalam 500 cc cairan/12 jam
Inj. Pantoprazole 2x40 mg
Rongen control cruris dekstra AP dan lateral
Tirah baring 24 jam sampai dengan konsul pagi dan elevasi tungkai kanan 30
derajat
10

9. Lain-lain lapor
16 februari 2016
S : nyeri dan bengkak pada tungkai kanan berkurang
O : status lokalis
Look

: edema

Feel

: akral hangat, sensibilitas baik, NVD baik

Move

: sulit dinilai

A : fraktur tertutup distal shaft tibia fibula dekstra


Post ORIF (POD 1)
P :

Diet TKTP
Terapi injeksi lanjut
Aff Dauer Catheter
Fisioterapi dan mobilisasi dengan NWD axillary crutches bilateral

17 februari 2016
S : nyeri dan bengkak pada tungkai kanan berkurang
O : status lokalis
Look

: edema, nyeri tekan

Feel

: akral hangat, sensibilitas baik, NVD baik

Move

: sulit dinilai

A : Fraktur tertutup distal shaft tibia fibula dekstra


Post ORIF (POD 2)
P :

Fisioterapi dan mobilisasi dengan NWD axillary crutches bilateral


Ceftriaxone 2x1 amp
Ketorolac 3x30 mg
Pantoprazole 2x40 mg
BAB III
ANALISA KASUS

ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Tertabrak dari sisi kanan dan terjatuh dari motor kaki mengalami fraktur
11

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Cara berjalan : tidak dapat berjalan dan berdiri sendiri
Gerakan dan penumpuan berat badan tidak dapat dilakukan pada kaki kanan karena
adanya fraktur pada tibia dan fibula dekstra.
Status lokalis
Regio cruris dextra

Look : tampak pembengkakan setempat pada kaki kanan


Feel : nyeri tekan (+)
Move : Gerakan aktif, pasif, dan movement terbatas

DIAGNOSIS
Fraktur distal shaft tibia dan fibula dekstra
Diagnosa dapat ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang dengan bantuan foto rontgen yang menunjukkan gambaran diskontinutas
pada bagian distal tibia dan fibula.
DIAGNOSIS BANDING
Dislokasi os tibia :
Dislokasi juga dapat menimbulkan gejala yang sama pada pasien tetapi dapat
disingkirkan dengan data dari hasil foto rontgen yang menunjukkan gambaran fraktur.
Tindakan operatif
ORIF
PROGNOSIS
Ad vitam

: Dubia ad bonam

Fraktur distal tibia dan fibula tidak mengancam nyawa terutama jika ditangani dengan
tepat
Ad fungtionam

: Dubia ad bonam

12

Dengan rehabilitasi, kaki kanan masih dapat digunakan untuk melakukan aktivitas
meskipun tidak bisa sebaik sebelum tauma.
Ad sanationam

: Dubia ad bonam

Kekambuhan sangat jarang terjadi karena pada kasus ini fraktur ini terjadi disebabkan
oleh kecelakaan.

13

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Anatomi
4.1.1 Definsi
Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix
kolagen ekstraselular (type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Tulang befungsi
sebagai alat gerak pasif, tempat melekatnya otot, melindungi organ bagian dalam, dan
tempat pembentukan sel darah merah. 1
4.1.2

Jenis tulang
Berdasarkan struktur anatomis, jaringan tulang dibagi menjadi dua, yaitu.

1. Tulang kompakta adalah jaringan tulang yang tersusun rapatdan ditemukan


sebagai lapisan diatas jaringan tulang berongga. Porositasnya bergantung pada
salurang kanalikuli yang mengandung pembuluh darah yang berhubungan
dengan system Havers.
2. Tulang spongiosa adalah tulang yang tersusun dari batang-batang tulang halus
yang bercabang dan saling bertumpang tindih untuk membentuk jarring-jaring
spikula tulang dengan rongga-roangga yang mengandung sumsum. 2
Tulang dalam tubuh setiap makhluk memiliki bentuk yang beranekaragam
termasuk tulang manusia. Menurut bentuknya, tulang pada tubuh manusia terdiri dari
beberapa mcam yaitu:
1. Tulang pipa/tulang panjang
Sesuai namanya tulang pipa memiliki bentuk seperti pipa atau tabung dan
biasanya berongga. Diujungtulang pipa terjadi perluasan yang berfungsi untuk
berhubungan dengan tulang lain. Tulang pipa terbagi menjadi tiga bagian, yaiut:
diafisi, metafisis, dan epifisis. Bebrapa contoh tulang pipa adalah pada tulang
tangan diantaranya ulna, radius, dan humerus, serta tulang kaki seperti femur
dan tibia. Fungsi tulang ini untuk menahan berat badan dan berperan dalam
pergerakan.
2. Tulang pipih/Os brevia
Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak dan tulang spons,
didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang pipih menyusun
14

dinding rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi sebagai pelindung
atau memperkuat. Contohnya adalah costae, scapula, sternum, dan cranium.
3. Tulang pendek/Os plana
Tulang ini memiliki ukuran yang pendek dan berbentuk kubus umumnya dapat
ditemukan di pangkal kaki, pangkal lengan, dan ruas tulang belakang. Tulang
tersebut biasanya ditemukan berkelompok untuk memberikan kekuatan pada
area yang gerakannya terbatas.
4. Tulang tak berbentuk/Os regular
Tulang tak berbentuk memiliki bentuk yang tidak termasuk ke dalam tulang
pipa, tulangpipih, dan tulang pendek. Tulang ini terdapat di wajah dan vertebra.
5. Tulang sesamoid
Tulang kecil bulat yang masuk ke formasi persendian atau persambungan
dengan kartilago, ligament atau tulang lainnya. Salah satu contohnya adalah
patella. 2
4.1.3

Tibia dan Fibula


Tibia merupakan tulang weight bearing yang memiliki panjang hampir sama

dengan femur. Tibia terletak di sebelah medial fibula. Tibia dimulai dari sendi lutut
sampai diatas maleolus medial. Tibia bersama dengan kaki membentuk sendi pada
pergelangan kaki. Tibia dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Proksimal tibia : memiliki permukaan yang datar dan merupakan weight
bearing. Tuberositas merupakan puncak dari segitiga pada anterior tibia yang
dibagi menjadi proksimal, bagian halus, dan distal, bagian yang kasar. Garis
pada tubeositas tibia merupakan batas pertumbuhan proksimal tibia. Proksimal
tuberositas tibia merupakan tempat melekatnya tendon patella. Tendon patella
dan tibia dipisahkan oleh bursa infrapatella dan jaringan fibroadiposa.
Kondylus merupakan bagian proksimal dari permukaan posterior tibia.
Kondylus pada tibia dibagi menjadi kondylus medial dan lateral yang
dibisahkan oleh intercondylus. Intercondylus merupakan tempat melekatnya
ligament anterior cruciatum, ligament posterior cruciatum, dan menikus.
3. Shaft : pada potongan melintang berbentuk segitiga. Shaft memiliki tiga batas
yaitu anterior dan medial (subkutaneus), batas intraosseus yang dibatasi oleh
membrane intraosseus. Permukaan posterior ditandai dengan garis oblique
(garis soleal).

15

2. Distal : pada potongan melintang berbentuk persegi dengan protuberensia di


medial membentuk maleolus lateral. Maleolus lateral dan os tarsal membentuk
sendi pada pergelangan kaki. 3
Fibula merupakan tulang yang lebih kecil dibandingkan tibia dan terletak di
sebelah lateral kaki. Fibula bersendi dengan bagian inferior dari kondylus lateral tibia
proksimal, namun tidak membentuk persendian pada lutut. Proksimal fibula terdiri dari
caput fibula yang berbentuk bulat dan merupakan tempat melekatnya muskulus bisep
femoris. Shaft fibula merupakan kelanjutan dari colum fibula yang berbentuk segitiga
pada posisi melintang. Shaft fibula merupakan tempat melekatnya otot dan ligament.
Shaft fibula memiliki tiga batas dan tiga permukaan untuk melekatnya otot, septa
intermuskular, dan ligament. Distal fibula melanjutkan diri menjadi maleolus lateral
dan bersama dengan talus membentuk sendi pada pergelangan kaki. 3

Kompartemen kaki dibagi menjadi tiga yaitu:

16

1. Kompartemen posterior
Muskulus
Superficial
Gastrocnemius

Plantaris

Soleus
Profundus
Popliteus

Fleksor
longus

hallucis

Fleksor digitorum
longus
Tibialis posterior

Origo

Insersi

Persarafan

Permukaan
posterior femur dan
posterolateral dari
kondilus lateral
Inferior
sumprakondilus
femur dan ligament
poplitea
Posterior
collum
dan shaft fibula

Tendon kalkaneus

Nervus
(S1-S2)

tibialis

Plantarleksi

Tendon kalkaneus

Nervus
(S1-S2)

tibialis

Plantarleksi

Tendon kalkaneus

Nervus
(S1-S2)

tibialis

Plantarleksi

Kondilus
lateralis

Permukaan
posterior
tibia
proksimal
Plantar
distal
falang digiti I

Nervus
(L4-S1)

tibialis

Stabilisasi sendi
lutut

Nervus
(S2-S3)

tibialis

Fleksi

Plantar dital falang


digiti IV
Tuberositas
navikulare

Nervus
(S2-S3)
Nervus
(L4-L5)

tibialis

Fleksi
lateral
digiti IV
Inversi,
plantarfleksi

femoral

Posterior
fibula,
membrane
inraosseus
Medial tibia
Posterior
intraosseus
membrane

Fungsi

tibialis

17

2. Kompartemen lateral
Muskulus
Fibularis longus

Fibularis brevis

Origo
Kapur fibula, kondilus

Insersi
Basal metatarsal

Persarafan
Nervus
fibula

tibia lateral

superficial

2/3 bawah shaft fibula

Metatarsal V

S1, S2)
Nervus

(L5,
fibula

superficial

Fungsi
Eversi

Eversi

(L5,

S1, S2)

3. Kompartemen anterior
Muskulus
Tibialis anterior

Origo
Permukaan

Insersi
Permukaan

lateral tibia dan

medial

membrane

inferior

intraosseus

kuneiform

dan

Persarafan
Nervus fibular

Fungsi
Dorsofleksi,

profundus

inversi

(L4-

L5)
dan

basal metatarsal
I
Basal

Nervus

permukaan

profundus

dan permukaan

dorsal

S1)

membrane

distal digiti I

Ekstensor

intraosseoous
Permukaan

Distal

dan

digitorum longus

medial

medial

basis

Ekstensor

Permukaan

hallucis longus

medial

dan
Fibularis tertius

fibula

fibula
kondilus

phalang

Nervus
profundus

falang digiti IV

S1)

tibialis lateral
Distal

Permukaan

Nervus

permukaan

dorsomedial

profundus

medial fibula

basal metatarsal

S1)

fibular
(L5Ekstensi digit I,
dorsofleksi

fibular
(L5-

Ekstensi
II-IV

digiti
dan

dorsofleksi
fibular
(L5-

Dorsofleksi dan
eversi

4.2 Histologi
4.2.1 Sel-sel tulang
Jaringan tulang merupakan penyokong solid dari tubuh dan melindungi organ
vital seperti rongga cranium dan thoraks. Tulang merupakan jaringan ikat yang terdiri

18

dari material ekstraseluler yang terkalsifikasi, matriks tulang. Tulang memiliki tiga sel
utama, yaitu:
1. Osteoblas yang berasal dari osteon (tulang) dan blastos (benih). Merupakan sel
yang menyintesis dan menyekresi komponen organic dan anorganik tulang.
Osteoblas berbentuk kolumnar atau kuboid yang berubah menjadi gepeng jika
fungsinya sudah menurun. Sel gepeng membentuk lapisan sel tulang di
endosteum dan periosteum. Osteoid menyintesis matriks yang terbentuk karena
deposisi garam kalsium
2. Osteosit yang berasal dari kata osteon (tulang) dan kytos (sel). Osteoblas yang
dikelilingi oleh material berdiferensiasi menjadi osteosit. Osteosit menghasilkan
produk seperti protein sklerostin dan sitokin tertentu yang membantu
remodeling tulang. Sel ini ditemukan di kavitas (lakuna) antara lapisan matriks
tulang (lamela), dengan prosesus sitoplasma membentuk kanalikuli kecil.
Kanalikuli yang saling berdekatan akan membentuk gap junction yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ion pada daerah tersebut. Kanalikuli
berperan sebgai sensor terhadap stress mekanik tulang, peningkatan atau
penurunan beban, dan menjaga matriks tulang.
3. Osteoklas merupakan sel yang berperan pada proses resorpsi matriks saat
pertumbuhan dan remodeling tulang. Osteoklas terletak di dalam lekukan
jaringan tulang yang dinamakan Lakuna Howship (LH). Perkembangan
osteoklas membutuhkan dua polipeptida yang dibentuk oleh osteoblas yaitu
macrophage colony stimulating factor (M-CSF) dan receptor activator of
nuclear factor- ligand (RANKL). Osteoklas terletak di dalam kavitas matriks
yang disebut kavitas resorpsi (lakuna Howship). Osteoklas menyekresi
kolagenase, cethepsin K, dan enzim lain dan memompa proton untuk
menghasilkan lingkungan asam, sehingga hidroksiapatit dapat larut dan
mengakibatkan pencernaan protein matriks. Kerja osteoklas dikontrol oleh
faktor sinyal dan hormon. Osteoklas memiliki reseptor untuk kalsitonin.
Osteolas diaktifkan oleh hormon parathyroid.
4. Sel-sel osteoprogenitor
Sel tulang jenis ini bersifat ostogenik, sehingga dinamakan sel osteogenik. Sel
tersebut berada di permukaan jaringan tulang pada periosteum bagian dalam dan
juga ensoteum sel ini akan membelah diri dan berdiferensiasi menjadi
osteoblast. Sebaliknya pada permukaan dalam dari jaringan tulang, sel ini
19

berubah menjadi osteoklas. Selain itu, sel ini bediferensiasi menjadi kondroblas
yang selanjutnya menjadi sel kartilago. 4
4.2.2

Matriks tulang
Tulang terdiri dari 30% material organik dan 70% anorganik. Komponen

organik pada tulang termasuk kolagen tipe 1, agregat proteoglikan, glikoportein


multiadhesi seperti osteonectin. Kolagen yang dimiliki oleh tulang adalah kurang lebih
setengah dari kolagen total tubuh. Proteoglikan pada tulang memiliki proporsi yang
jauh lebih kecil dibandingkan kartilago. Proteoglikan terutama terdiri dari kondroitin
sulfat dan asam hialuronat. Komponen anroganik merupakan 50 persen dari berat
matriks total. Komponen anorganik terdiri dari kalsium hidroksiapatit, bikarbonat,
sitrat, magnesium, potassium, dan ion natrium. Kekerasan tulang tergantung dari bahan
anorganik dalam matriks, sedangkan dalam kekuatannya tergantung dari bahan organic
terutama kolagen. 4
4.2.3

Struktur mikroskopis tulang


Berdasarkan struktur mikroskopis, tulang dibagi menjadi :

1. Tulang immatur / woven bone


Tulang ini dibentuk oleh osifikasi endochondral saat perkembangan embrio.
Dalam perkembangannya tulang immature akan berubah menjadi tulang matur.
Tulang immature ini terdiri dari kolagen tipe 1 yang tersusun secara acak dan kaya
proteoglikan dan mengandung sedikit komponen mineral. Tulang immature
terbentuk pada saat osteoblast membentuk osteoid secara cepat. 4
2. Tulang matur / lamellar bone
Merupakan tulang yang memiliki lapisan lamella system Havers atau osteon
yang tersusun secara konsentris . susunan ini memudahkan sirkulasi darah di dalam
tulang. 4
4.3 Metabolisme tulang
Tulang merupakan organ yang dinamis dalam fungsi metabolism dapat
merupakan cadangan dan pengatur keseimbangan berbagai mineral dalam tubuh.
1. Metabolism kalsium dan fosfat

20

Kadar normal kalsium dan fosfat anorganik dalam plasma dipengaruhi oleh tiga
hormone yaitu metabolism aktif vitamin D, hormone parathyroid, dan kalsitonin. Organ
yang mempengaruhi metabolismenya adalah tulang, ginjal, dan usus. Tulang
mengandung 99% kalsium total dalam tubuh dan 90% total fosfat dalam tubuh, kalsium
dan fosfat diikat satu sama lain oleh hidroksiapatit (Ca 10(PO4)6(OH)2). Kalsium yang
berada di cairan ekstraselular sebesar 1% dan 50mg terdapat di dalam mitokondria.
Kalsium masuk kedalam pembuluh darah melalui peneyerapan di usus, proses
ini dipengaruhi oleh integritas normal mukosa usus, asam lambung, dan metaolisme
aktif vitamin D, seta adanya garam empedu dan enzim pakreas. Fosfat diserap kedalam
usus melalui difusi dan mekanisme transport aktif yang dipengaruhi metabolism
vitamin D terutama hormone 1,25(OH)2D.
2. Peran hormone parathyroid
Sekresi PTH distimulasi oleh hipokalsemia. Fungsi hormone ini adalah
menstimulasi

reabsorpsi

tulang,serta

meningkatkan

resorpsi

kalsium

dari

tubulusrenailis. Sebaliknya, PTH menghambat resorpsi fosfat ditubulus, sehingga


terjadi penurunan konsentrasi fosfat di dalam plasma.
3. Peran hormone kalsitonin
Sekresi hormone kalsitonin dipengaruhi oleh hiperkalsemia. Pengaruh
kalsitonin dalam homeostasis kalsium dan fosfat dalam tubuh manusia masih belum
diketahui. Namun, kalsitonin menurunkan roserpsi tulang dengan menekan aktivitas
osteoklas.
4. Metabolisme vitamin D
Metabolism vitamin D menyebabokan peningkatan resorpsi kalsium dan fosfat
di usus. 1,25 dihidroksivitamin D juga meningkatkan mobilisasi kalsium dari tulang.
Selain itu, meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus renalis dan menstimulasi protein
pengikat kalsium di sel mukosa usus. 5
4.4 Proses penyembuhan tulang / bone healing
Merupakan proses fisiologis yang kompleks karena tulang yang fraktur
digantikan dengan jaringan yang sebenarnya. Secara garis besar proses penyembuhan
tulang dibagi menjadi:

21

1. Primary healing

: korteks tulang saling menyatu dengan bantuan

mechanical continuity
2. Secondary healing: periosteum dan jaringan sof tissue membentuk callus
Berdasarkan pembagian diatas, porses penyembuhan tulang dibagi menjadi 5
proses, yaitu:
1. Hematoma formation dan tissue destruction
Terjadinya perdarahan dan pembentukan hematoma di tempat tulang
yang patah. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi akibat terputusnya
aliran darah yang menyebabkan hipoksia pada jaringan tersebut. proses ini
menyebabkan aktivasi proses inflamasi yang menimbulkan tanda-tanda
inflamasi yang terjadi 2 x 24 jam setelah trauma
1. Inflammation dan cell proliferation
Kerusakan pembuluh darah dan jaringan sekitar mengaktifkan kaskade
komplemen, agregasi platelet, dan pengeluaran isi granula. Platelet mengalami
degranulasi growth factor dan sinyal trigger chemotactic. PMN, limfosit,
monosit dan makrofag masuk ke luka dan mengeluarkan sitokin yang
menstimulasi angiogenesis. Hematoma berakumulasi di dalam kanalis
medularis diantara fraktur dan periosteum untuk mencegah pendarahan lebih
lanjut. Pembekuan darah menjadi fibrin yang membentuk granuloma. Proses ini
terjadi setelah trauma dengan puncak 48 jam dan menurun setelah 1 minggu
pasca trauma.
2. Soft callus
Terputusnya pembuluh darah di luka menyebabkan osteoklas meresorpsi
sel-sel tulang yang mati. Saat proses ini terjadi, sel mesenkim membentuk
fibroblast, kondroblas, dan osteoblas. Sel-sel ini bermigrasi dari pembuluh
darah menuju jaringan yang

rusak. Sel mesenkim di jaringan granulasi

membesar dan menyintesis matriks avaskular basofilik. Proses ini menyebabkan


terbentuknya soft callus berupa jaringan fibrosa dan kartilago. Proses ini terjadi
selama kurang lebih dua minggu. Pada gambaran radiologi masih didapatkan
garis fraktur namun sudah mulai muncul kalus disekitarnya.
3. Hard callus
Osifikasi endokondral terjadi saat kondrosit menyekresi glikosaminoglikan
yang

berfungsi

sebagak

inhibisi

mineralisasi.

Selanjutnya,

osteoblas
22

mengeluarkan vesikel yang mengandung kompleks kalsium fosfat ke dalam


matriks. Selain itu, osteoblas mengeluarkan protease dan enzim alkali fosfatase
yang mendegradasi matriks kaya proteoglikan. Proses ini menyebabkan
kalsifikasi dari kalus sehingga kalus menjadi immobile. Kapiler menginvasi
kartilago yang terkalsifikasi untuk meningkatkan jumlah oksigen. Osteoklas
masuk ke dalam jaringan debris fraktur dan osteoblas mengisi celah antar
fraktur. Proses ini terjadi beberapa bulan. Pada gambaran radiologi didapatkan
garis fraktur hamper tidak terlihat dan sudah tidak terdapat pergerakan dari
fraktur
4. Remodelling phase
Remodelling phase dimulai adalah proses penggantian woven bone dengan
lamellar bone serta terjadinya resorpsi kalus yang berlebihan. Proses yang
dilakukan oleh osteoklas ini terjadi sampai beberapa tahun. remodeling phase
merupakan modifikasi yang terjadi secara terus menerus sampai terbentuk
struktur tulang yang sama seperti sebelum terjadinya fraktur. 5
Proses penyembuhan tulang berbeda di setiap region, hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain:
1. Usia
Kecepatan penyembuhan tulang sangat dipengaruhi leh usia dibandingkan
denan organ lain, terutama saat masih kecil. Saat lahir, penyembuhan luka
berlangsung cepat. Saat dewasa, kecepatan penymbuhan tulang cenderung konstan.
Sebagai contoh fraktur di femur, pada bayi baru lahir akan menyatu setelah 3
minggu, pada usia 8 tahun akan menyatu setelah 12 minggu, dan pada usia 20 tahun
akan menyatu setelah 20 minggu.
2. Lokasi fraktur
Fraktur pada tulang yang dikelilingi oleh otot akan lebih cepat sembuh
dibandingkan dengan fraktur di dekat sendi. Fraktur pada cancellous bone lebih
cepat sembuh dibandingkan fraktur pada cortical bone; fraktur pada epifisis lebih
cepat sembuh dibandingkan fraktur pada metafisis pada usia yang sama.
3. Displacement of the fracture
Kerusakan periosteum akan memperlambat proses penyembuhan tulang.
4. Aliran darah pada fragmen
23

Fraktur fragmen yang memiliki aliran darah yang baik dan hidup akan sembuh
tanpa komplikasi. Pada fragmen fraktur yang kehilangan supply darah akan mati.
Pada fraktur yang kedua fragmen kehilangan supply darah tidak akan terjadi
penyatuan tulaang samapai terjadi revaskularisasi, meskipun sudah dilakukan
imobilisasi pada fraktur. 4
Table penyembuhan tulang

4.5 Fraktur
4.5.1

Definisi
Fraktur adalah rusaknya struktur atau adanya gangguan pada kontinuitas

tulang, epifisis, ataupun kartilago sendi. Fraktur dapat menyebabkan tulang terbagi
menjadi dua atau lebih. Adanya tulang yang patah dapat menyebabkan kerusakan
24

pada jaringan sekitarnya, edema pada soft tissue sekitar, rupturnya pembuluh darah
yang dapat masuk ke otot dan sendi, rupture otot dan tendon, atau adanya dislokasi
sendi. Fraktur terjadi sebagai akibat tulang menerima energi potensial yang tinggi.
Fraktur cruris adalah rusaknya struktur atau adanya gangguan pada
kontinuitas tulang, epifisis, atau kartilago sendi pada tibia dan fibula. Karena posisi
tibia subkutaneus, tibia lebih sering mengalami fraktur terbuka dibandingkan denga
tulang panjang lain. 6
4.5.2

Epidemiologi
Trauma merupakan penyebab kematian tersering pada usia 1 sampai 44

tahun. Penyebab kematian terbesar pada trauma adalah kecelakaan lalu lintas yaitu
sekitar 1.2 juta setiap tahunnya di seluruh dunia. Menurut WHO, pada tahun 2020
kecelekaan lalu lintas dapat dapat menempati urutan ketiga dalam penyebab
kematian premature dan disabilitas.

Menurut WHO pada tahun 2004, angka

kematian karena kecelekaan lalu lintas pada negara dengan pendapatan tinggi
sebesar 35 persen, pada negara dengan pendapatan sedang sebesar 55 persen,
sedangkan pada negara dengan pendapatan rendah sebesar 63 persen. Sekitar 50
persen meninggal di tempat kecelakaan atau dalam perjalanan ke rumah sakit, 30
persen meninggal 1-3 jam dari kecelekaan karena hipoksia dan hiperkabnea, dan
sisanya meninggal setelah 6 minggu perawatan karena kegagalan multiorgan dan
sepsis. 6
4.5.3

Etiologi
1. Fraktur karena trauma
Terjadi karena adanya gaya yang berlebihan dan tiba-tiba baik langsung
maupun tidak langsung. Pada gaya langsung, fraktur terjadi pada titik benturan.
Gaya tersebut menyebabkan garis fraktur tranversal dan terjadi kerusakan
jaringan sekitar. Pada gaya tidak langsung, fraktur terjadi bukan pada titik
benturan. Garis fraktur dapat berupa spiral, oblique, avulsi atau bending.
2. Stress fracture
Stress fracture terjadi karena penggunaan tulang sebagai weight bearing
secara berulang seperti pada atlit dan tentara. Beban berat menimbulkan
deformasi dari proses remodeling normal. penggunaan yang berulang dan lama
25

menyebabkan ketidakseimbangan antara resorpsi dan formasi tulang. Proses


resorpsi terjadi lebih cepat sehingga meinmbulkan lokus minoris untuk
terjadinya fraktur. Stress fracture sering terjadi pada inflamasi kronik, pengguna
steroid dan metotrexat.
3. Fraktur patologis
Fraktur terjadi karena perubahan struktur tulang, seperti osteoporosis,
osteogenesis imperfekta, dan Pagets disease, atau melalui lesi litik, seperti kista
tulang atau metastasis. 6
4.5.4

Klasifikasi
1. Berdasarkan ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia
luar, yaitu
a. Fraktur tertutup (closed fracture)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, dimana kulit masih intak atau tidak ada luka.
Derajat fraktur tertutup menurut Tscherne
Derajat
Tingkat 0
Tingkat 1

Keterangan
Fraktur sederhana tanpa / disertai sedikit kerusakan jaringan lunak
Fraktur disertai dengan abrasi superficial atau luka memar pada kulit dan

Tingkat 2

jaringan subkutan
Fraktur yang lebih berat disbanding derajat 1 yang disertai dengan

Tingkat 3

kontusio dan pembengkakan jaringan lunak


Fraktur berat yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan terdapat ancaman terjadinya sindroma kompartemen
b. Fraktur terbuka (compound fracture)

Dikatakan terbuka bila terdapat luka yang menghubungkan tulang


dengan yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit.
Derajat fraktur terbuka menurut klasifikasi Gustilo dan Anderson
Derajat
I

Keterangan
Terdapat laserasi <1 cm dengan kerusakan jaringan lunak
minimal tidak ada tanda-tanda tumbukan dan biasanya terjadi

II

pada fraktur simple tranverse atau oblik


Terdapat laserasi >1cm, ada tanda-tanda tumbukan ringan
sampai sedang tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau
avulse
26

III

Terdapat kerusakan hebat dari jaringan lunak termasuk otot,


kulit dan struktur neurovascular dengan kontaminasi yang
hebat,

Derajat III A

Terdapat kerusakan hebat dengan laserasi yang luas, flap, dan


energy trauma yang tinggi. tipe ini biasanya terjadi pada
fraktur comminuted atau segmental akibat energi yang besar

Derajat III B

Terdapat kerusakan hebat dengan laserasi yang luas dengan


kerusakan hebat dari jaringan lunak , terdapat periosteal
stripping yang luas dan keadaan tulang dapat terlihat.
Terdapat kontaminasi massif karena tumbukan yang berat

Derajat III C

Fraktur terbuka dengan injury artery sehingga harus segera


diperbaiki. Tipe ini juga kehilangan jaringan lunak yang
sangat luas. Pada umumnya jika terjadi kerusakan arteri akan
diproyeksikan akan dilakukan amputasi dengan kemungkinan
25-90%

2. Berdasarkan kerusakan tulang, fraktur dibagi menjadi dua, yaitu:


a. Fraktur komplit
Garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang
b. Fraktur inkomplit :
Garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang atau tidak
melalui dua korteks tulang.
3. Berdasarkan garis fraktur
a. Transversal : jika terjadi patahan tulang secara horizontal, biasanya
terjadi jika menerima mekanisme energi yang sedang sampai besar
secara terus menerus melebihi toleransi jaringan tulang.
b. Oblik
: fraktur yang membentuk sudut melewati korteks tulang
biasanya terjadi jika tulang menerima energy secara langsung atau tidak
langsung dengan angulasi atau tekanan tertentu.
c. Spiral
: frsktur yang membentuk kurva mengelilingi korteks
sehingga terjadi dislokasi, biasanya terjadi jika tulang menerima energi
langsung maupun tidak langsung dengan gerakan memutar.
27

d. Kominutif

: fraktur dengan lebih dari dua bagian karena adanya

trauma jaringan lunak.


e. Segmental
: fraktur dengan dua atau lebih segmental tulang
disebabkan karena tulang menerima energi langsung maupun tidak
langsung yang sedang sampai dengan berat.
f. Avulsi
: terjadi ketika tulang dan jaringan lunak lainnya tidak
berada ditempat yang semestinya akibat kekuatan energy yang diterima
secara langsung oleh tulang.
g. Impaksi
: fraktur pada ujung tulang menuju bagian yang
bersebrangan atau bagian dalam dari fragmen tulang diakibatkan oleh
tekanan axial dari energy langsung pada area fragmen tulang bagian
distal.
h. Torus

: fraktur pada salah satu korteks atau shaft tulang

misalnya pada bagian radius ulna.


i. Greenstick
: terjadi jika hanya pada satu korteks tulang akibat energi
yang kecil baik langsung maupun tidak langsung.
4. Klasifikasi fraktur tibia
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal, diafisis dan persendian
pergelangan kaki. Variabel penting pada fraktur dalam mengkalsifikasikan
fraktur tibia adalah:
a. Lokasi anatomi
b. Pola fraktur atau pola garis fraktur
c. Bersamaan dengan cedera fibula
d. Posisi dan jumlah fragmen
e. Kerusakan jaringan lunak yang luas
1) Fraktur kondilus tibia
Fraktur kondiler tibia lebih sering mengenai kondilus lateralis daripada
medialis serta fraktur kedua kondilus. Fraktur kondilus seing terjadi pada
kecelakaan lalu lintas dimana bamper menabrak kaki bagian lateral dengan gaya
kea rah medial. Fraktur ini menyebabkan fraktur depresi atau fraktur split dari
kondilus lateralis apanila kondiler femur didorong kearah tersebut. Penyebab lain
adalah jatuh dari ketinggian yang menimbulkan kompresi aksial pada proksimal
tibia.
Menurut Schatzker, fraktur kondilus tibia diklasifikasikan menjadi:
I

: fraktur split kondilus lateral

II

: fraktur split/depresi lateral


28

III

: depresi koniler lateral

IV

: fraktur split kondiler medial

: fraktur bikondilus

VI

: fraktur kominutif

Fraktur IV, V, dan VI terjadi akibat tekanan yang kuat. Pergeseran pada fraktur
terjadi bila depresi melebihi 4 mm.

2) Fraktur diafisis tibia

29

Fraktur pada diafisis bisa diklasifikasikan dengan berbagai cara, secara


tradisional dibagi menjadi fraktur terbuka atau tertutup dan berdasarkan lokasi
dibagi menjadi 1/3 atas, 1/3 tengah, dan 1/3 bawah tulang. Fraktur diafisis tibia
terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe
transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan
fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 tengah dan
1/3 distal.
Berdasarkan gambaran radiologi, Orthopaedic Trauma Association (OTA)
membagi fraktur diafisis tibia menjadi tiga grup yaitu:
a. Tipe simple
b. Tipe wedge
c. Tipe complex

30

31

32

3) Fraktur distal tibia


Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan merupakan
weight bearingdimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan
medialis yang diikat dengan ligament. Fraktur maleolus dapat terjadi dengan atau
tanpa subluksasi dari talus.
Weber mengklasifikasikan menurut keikutsertaan fibula atau lokalisasi
fraktur terhadap sindesmosis tibiofibullar yaitu
a. Tipe A
b. Tipe B

: fraktur maleolus di bawah sindesmosis


: fraktur maleolus lateralis yang bersifat oblik disertai

avulse maleolus medialis dimana sering disertai robekan dari


ligament tibiofibullar
c. Tipe C
: fraktur fibula di atas sindesmosis dan atau disertaiavulsi
dari tibia disertai fraktur atau robekan maleolus medialis. 6,7

33

4.5.5

Manifestasi klinis
Gejala yang timbul antara lain nyeri, perubahan deformitas, memar,
dan pembenrgkakan. Pembengkakan merupakan tanda yang paling
menonjol pada fraktur fibula dan tibia. Kulit bisa menjadi sangat tertarik
oleh pembengkakan pada area dengan kondisi epidermis yang tidak baik,
sehingga dapat terbentuk blister pada daerah yang mengalami edema.
Kompartemen fasial pada kaki merupakan ruang tertutup, sehingga dapat
terjadi sindoma kompartemen. Gejala sindroma kompartemen antara lain
nyeri, anemis, denyut nadi lemah, persetesia, paralisis.8
Tanda pasti
a. deformitas akibat fraktur berupa

Tanda tidak pasti


a. deformitas disebabkan oleh

angulasi,rotasi dan pemendekan.

pembengkakan,atau akibat perdarahan.

b. krepitasi karena gesekan ujung

b. nyeri spontan , menghebat bila

fragmen tulang yang patah

digerakkan

c. false movement

c. fungsiolesa

d. fragmen tulang yang menonjol dari


luka
e. tampak pada gambar X foto
f. nyeri pada fraktur, terdapat nyeri
subyektif, nyeri obyectif, nyeri lingkar,
g. nyeri sumbu pada tarikan atau tekanan
34

Diagnosis
1. Anamnesis
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma,
arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme
trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara
sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut.
2. Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur
multipel, fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka
yang mengalami infeksi.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur adalah:
- Look (inspeksi): warna, luka/jejas, pembengkakan, deformitas
(angulasi, shortening), kelainan bentuk.
- Feel/palpasi: suhu, nyeri tekan, sensibilitas, pulsasi arteri dan capillary
refill time.
- Movement/gerakan: gerakan aktif, gerakan pasif, range of movement.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan

penunjang

yang

penting

untuk

dilakukan

adalah

pencitraan menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan


gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang. Untuk fraktur baru indikasi
X-ray adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu
tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian).
Terdapat aturan dalam melakukan foto radiologi: rule of two
d. Two views
e. Two joints

: mencakup 2 posisi (AP dan lateral)


: meliputi sendi yang berada di atas dan di bawah daerah

fraktu
f. Two limbs

: diperlukan foto ekstremitas yang tidak normal sebagai

pembanding
g. Two injuries : untuk mengetahui fraktur di daerah lain
h. Two occasion : foto fraktur saat traum dan dua minggu setelah trauma 7
6

Tatalaksana
1. Primary survey
a. Airway dan control sevikal
35

Periksa obstruksi pernapasan dengan teknik looking, listening, dan


feeling. Jalan napas dibuka dengan teknik head tilt dan chin lift serta jaw thrust.
Stabilisasi servikal menggunakan collar neck dan strapping. Jalan nafas
dibebaskan dengan memeriksa mulut dan mengeluarkan darah, gigi yang patah,
muntahan, dsb.
b. Breathing diperhatikan gerakan dinding dada, luka terbuka, memar,
takipnoe. Pada auskultasi didengar suara napas kedua hemithoraks.
c. Circulation dinilai dengan melihat perdarahan eksternal dan tanda-tanda
seperti penurunan capillary refill time dan penurunan kesadaran. Perdarahan
eksternal dikontrol dengan melakukan penekanan pada tempat luka.
d. Disability dinilai dengan melakukan pemeriksaan status neurologis dengan
Glasgow Coma Scale
e. Exposure and environment dinilai dengan melepas semua pakaian pasien
dan melakukan pemeriksaan generalis. 7
Prinsip pengobatan ada empat (4R)
a. Recognition
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa
nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan
diskontinuitas integritas rangka.
b. Reduction
Reduction bertujuan untuk memberikan aposisi yang adekuat dan alignment
yang normal dari fragmen tulang. Makin besar permukaan kontak antara
fragmen tulang, maka proses penyembuhan akan mungkin terjadi. Adanya ruang
antara ujung fragmen tulang yang patah merupakan penyebab umum dari
delayed union dan nonunion
Terdapat beberapa situasi yang tidak memerlukan reduksi yaitu:
1. Bila pergeseran sedikit atau tidak ada
2. Bila pergeseran tidak berarti
3. Bila reduksi tampak tak akan berhasil
Fraktur yang melibatkan permukaan sendi harus direduksi sesempurna
mungkin karena jika tidak dapat menimbulkan arthritis degeneratif. Terdapat
dua metode reduksi yaitu:
36

1. Reduksi tertutup dilakukan pada fraktur dengan pergeseran minimal atau


pada anak-anak. Reduksi tertutup dengan menarik bagian distal dan reposisi
fragmen. Reduksi tertutup dilakukan dengan menggunakan splint atau cast.
2. Reduksi terbuka dilakukan jika reposisi tertutup gagal karena kesulitan
mengontrol fragmen tulang atau jaringan lunak terselip diantaranya. Selain
itu, ketika fragmen tulang membutuhkan posisi reposisi yang akurat.reduksi
tetutup dilakukan pada fraktur terbuka, fraktur sendi atau pada fraktur yang
tidak stabil.
c. Retention
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
1. Low energy fracture
Pada fraktur undisplaced rentensi dilakukan dengan menggunakan cast
splintage dari lutut sampai kaki dengan posisi semifleksi. Cast splintage merupakan
kapur bercampur bahan kimia yang setelah bercampur dengan air akan mengeras.
Pasien diobservasi selama 48-72 jam dan mobilisasi 2-3 hari kemudian.
Rontgen control dilakukan setelah dua minggu dilakukan retensi. Functional
bracing dimulai setelah fraktur mengalami union yaitu setelah 3-6 minggu
pemakaian cast.
2. High energy fracture
High energy fracture menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitar sehingga
retensi dilakukan di kamar operasi terutama fraktur kominutif dan segmental.
Retensi dapat dilakukan dengan fiksasi internal dan eksternal.
Pada fiksasi eksternal bisanya dilakukan pada femur, radius, dan humerus.
Langkahnya adalah screw atau wire yang dipasang di tulang difiksasi di frame
eksternal. Indikasi pemasangan fiksasi eksternal adalah:
1. Fraktur yang disertai infeksi
2. Fraktur pada area persendian
3. Fraktur multiple berat terutama jika terdapat fraktur os femur bilateral atau
fraktur pelvis dengan perdarahan massif
4. Fraktur yang tidak menyatu
37

Fraktur terbuka diperbaiki dengan fiksasi interna disertai dengan


debridement. Selain itu indikasi fiksasis eksternal adalah:
1. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang berat sehingga luka harus
dirawat terbuka
2. Fraktur disertai infeksi
3. Fraktur pada area persendian
4. Fraktur multiple berat terutama jika terdapat fraktur os femur bilateral,
fraktur pelvis dengan perdarahan massif
5. Fraktur yang tidak menyatu
Sedangkan fiksasi internal dibagi menjadi interfragmentary screw, wires,
plates and screws, dan intramedullary nails. Indikasi pemasangan fiksasi internal
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Tidak dapat direposisi kecuali melalui operasi


Fraktur cenderung tidak stabil dan displaced setelah reposisi
Fraktur yang berlawanan posisi dengan gerak otot
Fraktur yang memiliki penyatuan yang lama dan sulit menyatu
Fraktur patologis
Fraktur multiple yang membutuhkan fiksasi segera
Fraktur pada pasien paraplegia atau pasien geriatri7

d. Rehabilitation
Mengembalikan

aktifitas

fungsional

semaksimal

mungkin

untuk

menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan, harus segera


dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh
dan mobilisasi.
7

Komplikasi
Komplikasi fraktur antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur: syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement,

kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.

Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan

darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra..

Sindroma Kompartement
38

Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang
dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu
ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi
kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).

Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak ada nadi, CRT

menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma

orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.

Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkmans Ischemia.
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed
union, dan non union.

Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh

dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan tulang


ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan

kecepatan

yang

lebih

lambat

dari

keadaan

normal.

Delayed

union

merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan


39

tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke


tulang.

Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. 7

40

KESIMPULAN
Fraktur atau patang tulang adalah suatu peristiwa terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung maupun trauma tidak
langsung. Fraktur cruris adalah rusaknya struktur atau adanya gangguan pada
kontinuitas tulang, epifisis, atau kartilago sendi pada tibia dan fibula. Penegakkan
diagnosis dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
berupa foto rongen AP dan lateral region cruris.
Trauma merupakan penyebab kematian tersering pada usia 1 sampai 44 tahun.
Penyebab kematian terbesar pada trauma adalah kecelakaan lalu lintas yaitu sekitar 1.2
juta setiap tahunnya di seluruh dunia. Menurut WHO, pada tahun 2020 kecelekaan lalu
lintas dapat dapat menempati urutan ketiga dalam penyebab kematian premature dan
disabilitas. Menurut WHO pada tahun 2004, angka kematian karena kecelekaan lalu
lintas pada negara dengan pendapatan tinggi sebesar 35 persen, pada negara dengan
pendapatan sedang sebesar 55 persen, sedangkan pada negara dengan pendapatan
rendah sebesar 63 persen.

41

DAFTAR PUSTAKA
1. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Grays Anatomy for Student. 3 rd ed.
United States: Elsevier. 2015. Page 615-90.
2. Mescher AL. Junqueiras Basic Histology text and atrlas. United States: Mc
Graw Hill. 2013. Page 138-60.
3. Dutton M. Duttons Orthopedic Examination, Evaluation, and Intervention. 3 rd
ed. United States: Mc Graw Hill. 2012. Page 26-50.
4. Apley, A.G.,L. Solomon. Apleys System of Orthopaedics and fractures. 9th ed.
United States Hodder Arnold. Page 900-20.
5. Brunicardi FC Schwartzs Principle of Surgery. 9 th ed. United States: MC Graw
Hill. 2012 Page 1756-1790.
6. Townsend CM, BBeauchamp RD, Evers BM. Sabiston Textbook of Surgery: the

Biological of modern Surgical Practice. 19 th ed. United States: Elsevier. 2012.


Page 450-70.

42

You might also like