You are on page 1of 60

MAKALAH FARMASI INDUSTRI

REGRISTRASI PRODUK FARMASI

DISUSUN OLEH :
1. AGUS STYAWAN

(I4041152020)

2. NELLI KARINA

(I4041152037)

3. SALLY HERVIANTI

(I4041152040)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
BAB I

PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
I.2. Tujuan ......................................................................................... 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Regristrasi Obat .......................................................................... 3
II.1.1 Kategori Registrasi Obat ..................................................... 4
II.1.1.1. Registrasi Baru ............................................................ 5
II.1.1.2. Registrasi Variasi ........................................................ 5
II.1.1.3. Registrasi Ulang .......................................................... 6
II.1.2 Pengajuan Registrasi Obat ................................................... 6
II.1.2.1. Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri...................... 6
II.1.2.1.1.Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri Berdasarkan
Lisensi .................................................................................. 7
II.1.2.1.2.Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri Berdasarkan
Kontrak ................................................................................. 7
II.1.2.2. Registrasi Obat Impor.................................................. 9
II.1.3 Dokumen Registrasi Obat ................................................... 10
II.1.4 Tata Laksana Registrasi Obat .............................................. 11

II.1.4.1. Pra-Registrasi ............................................................. 12


II.1.4.2. Registrasi .................................................................... 13
II.1.4.3. Jalur Evaluasi .............................................................. 14
II.1.5 Evaluasi dan Pemberian Keputusan ..................................... 15
II.1.6 Masa Berlaku dan Pelaksanaan Izin Edar ........................... 16
II.1.7 Nomor Registrasi Obat ......................................................... 16
II.1.8 Spektrofotometri UV-VIs .................................................... 16
II.2. Regristrasi Obat Tradisional ....................................................... 18
II.2.1. Persyaratan Obat Tradisional ............................................. 19
II.2.2. Kategori Registrasi Obat Tradisional ................................. 21
II.2.2.1. Pedaftaran Baru Obat Tradisional .............................. 22
II.2.2.2. Pendaftaran Variasi Obat Tradisional ........................ 22
II.2.3. Persyratan Regristrasi Obat Tradisional ............................. 23
II.2.3.1. Obat Tradisional Lokal ............................................... 23
II.2.3.2. Obat Tradisional Impor .............................................. 24
II.2.4. Tata Laksana Registrasi Obat Tradisional ......................... 25
II.2.5. Dokumen Regristrasi Obat Tradisional .............................. 25
II.2.5.1. Lokal ........................................................................... 25
II.2.5.2. Lisensi ........................................................................ 26
II.2.6. Nomor Registrasi Obat Tradisional ................................... 26
II.3. Registrasi Kosmetik ................................................................... 28
II.3.1. Kriteria Kosmetika Yang Diregistrasikan ..................... 29
II.3.2. Registrasi dan Notifikasi Kosmetika ............................. 29

ii

II.3.2.1. Persyaratan Notifikasi Kosmetik ........................... 31


II.3.3. Nomor Regristrasi Kosmetika ....................................... 35
II.4. Suplemen Makanan .................................................................... 36
II.4.1. Kategori Registrasi Suplemen Makanan ....................... 37
II.4.2. Persyaratan Registrasi Suplemen Makanan ................... 39
II.4.3. Persyaratan Mutu Suplemen Makanan .......................... 42
II.5. Peran Apoteker dalam Regristrasi Produk Farmasi ................... 50
BAB III PENUTUP
III.1. Kesimpulan ............................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 55

iii

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

1.

Dokumen Registrasi Obat .............................................................................10

2.

Perbedaan Antara Mekanisme Registrasi dan Notifikasi Kosmetika ...........30

iv

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

1.

Alur Registrasi Obat .................................................................................

2.

Alur Registrasi Obat Tradisional ............................................................... 25

3.

Prosedur Notifikasi Kosmetika .................................................................. 35

4.

Alur registrasi suplemen makanan............................................................. 47

5.

Apoteker Dalam Registrasi Produk ................................................................ 52

11

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan membuat
permintaan akan produk farmasi seperti obat, suplemen makanan dan kosmetik
semakin meningkat. Hal ini mendorong industri farmasi untuk meningkatkan
kualitas dari produk farmasi guna memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat.
Produk farmasi yang berkualitas mencakup 3 aspek yaitu khasiat (efficacy),
keamanan (safety), dan kenyamanan (acceptability) dalam dosis yang digunakan
sesuai tujuan penggunaannya. Produk farmasi tersebut harus memenuhi nilai-nilai
parameter kualitas secara konstan, seperti identitas (identity), kekuatan (strength),
kemurnian (purity), dan karakteristik lainnya (Sampurno, 2011).
Dalam upaya menjamin keamanan

produk farmasi yang digunakan

masyarakat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berkewajiban sebagai


regulator dan evaluator yaitu menilai semua produk farmasi sebelum dipasarkan
(pengawasan pre market), memberi izin pemasaran (registrasi) dan selanjutnya
melakukan pengawasan terhadap produk tersebut setelah dipasarkan (pengawasan
post market) untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk
tersebut memenuhi standar khasiat, keamanan dan mutu yang dibutuhkan (BPOM
RI, 2011). Dalam hal ini, regulator dan evaluator yang dimaksud adalah orangorang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan secara akademis dibidang
obat-obatan dan kesehatan, salah satunya adalah apoteker.

Registrasi merupakan salah satu hal penting yang harus dipenuhi sebelum
produk farmasi dipasarkan. Proses registrasi meliputi prosedur pendaftaran dan
evaluasi produk farmasi untuk mendapatkan izin edar. Proses registrasi ini
dilakukan oleh industri farmasi yang ditujukan ke BPOM, dengan tembusan
kepada Menteri Kesehatan. BPOM kemudian akan melakukan penilaian dan
evaluasi apakah obat tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Jika
obat tersebut dianggap telah memenuhi syarat registrasi yang dinyatakan dengan
diberikannya nomor registrasi, maka Menteri Kesehatan akan mengeluarkan ijin
edar, yang pada pelaksanannya dilimpahkan kepada BPOM (Menkes RI, 2008).
Hal inilah yang mendorong suatu obat memiliki nomor regristrasi guna menjamin
kualitas dan keamanannya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui pentingnya registrasi suatu produk farmasi.
1.2.2 Mengetahui tata cara registrasi suatu produk farmasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Regristrasi Obat
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan bahan termasuk produk
biologi dan kontrasepsi yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan kesehatan
(Menkes RI, 2008). Ketika obat sampai ke tangan pasien, obat harus tetap
terjamin keamanan, kualitas, dan efektifitasnya. Oleh sebab itu pemerintah telah
mengatur registrasi obat, yaitu dalam :
a. Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat


b. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat.
Obat yang beredar di Indonesia adalah obat yang memiliki izin edar.
Proses untuk mendapatkan izin edar yaitu dengan cara registrasi. Pendaftar dapat
meregistrasikan obat kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Obat
yang akan memiliki izin edar harus memenuhi kriteria obat yang dapat
diregistrasikan, yaitu (Depkes RI, 2008) :
1. Memiliki khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai. Hal ini
dapat dibuktikan melalui uji non-klinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain
sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

2. Mutu obat yang memenuhi syarat, hal ini dinilai dari proses produksi sesuai
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), spesifikasi dan metode analisis
terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang
sah.
3. Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, objektif, dan tidak
menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan
aman.
4. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
5. Khusus untuk psikotropika baru, harus memiliki keunggulan dibandingkan
dengan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia.
6. Obat kontrasepsi atau obat lain yang digunakan dalam program nasional harus
dilakukan uji klinik di Indonesia.
II.1.1 Kategori Registrasi Obat
Registrasi obat dibedakan menjadi berbagai kategori, yaitu sesuai dengan
jenis obat yang diregistrasikan. Obat yang diregistrasikan dapat berupa obat
produksi dalam negeri maupun obat produksi luar negeri. Obat-obatan yang
diproduksi di dalam negeri dapat berupa produk obat buatan sendiri, produk obat
berdasarkan lisensi maupun produk obat berdasarkan kontrak. Registrasi obat
terdiri dari registrasi baru, registrasi variasi dan registrasi ulang.
Menurut Peraturan Kepala BPOM No. HK.03.1.23.10.11.08481 tahun
2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, tedapat 7 kategori yang
digolongkan dalam registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang.

II.1.1.1 Registrasi Baru


Registrasi baru adalah registrasi obat yang belum pernah mendapat izin
edar di Indonesia, beberapa kategori untuk registrasi obat baru diantaranya:
a. Kategori 1 : Registrasi obat baru dan produk biologi, termasuk Produk Biologi
Sejenis (PBS). Obat baru adalah obat dengan zat aktif baru, zat tambahan
baru, bentuk sediaan/rute pemberian baru, kekuatan baru, atau kombinasi baru
yang belum pernah disetujui di Indonesia. Produk biologi contohnya adalah
vaksin imunosera, antigen, hormon, enzim, produk darah, dan produk hasil
fermentasi lainnya (termasuk antibodi monoklonal dan produk yang berasal
dari teknologi rekombinan DNA) yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan kesehatan.
b. Kategori 2 : Registrasi obat copy. Obat copy adalah obat yang mengandung
zat aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian,
indikasi, dan posologi yang sama dengan obat yang sudah disetujui.
c. Kategori 3 : Registrasi sediaan lain yang mengandung obat. Produk ini adalah
produk yang mengandung obat dengan teknologi khusus, contoh dari sediaan
ini adalah path, implant, dan beads.
II.1.1.2 Registrasi Variasi
Registrasi variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun pada obat
yang telah memiliki izin edar di Indonesia, termasuk perubahan formulasi,
metode, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah,
kemasan dan penandaan. Beberapa kategori untuk registrasi variasi diantaranya:

a. Kategori 4 : Registrasi variasi major (VaMa). Registrasi ini berpengaruh


bermakna terhadap aspek khasiat, keamanan, dan atau mutu obat.
b. Kategori 5 : Registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B).
Registrasi ini merupakan registrasi obat yang tidak termasuk dalam kategori
minor dengan notifikasi maupun variasi major.
c. Kategori 6 : Registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A). Registrasi
variasi ini minimal atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali terhadap aspek
khasiat, keamanan, dan mutu obat, serta tidak merubah informasi pada
sertifikat izin edar.
II.1.1.3 Registrasi Ulang
a. Kategori 7 : Registrasi ulang, yaitu registrasi perpanjangan masa berlaku izin
edar.
II.1.2 Pengajuan Registrasi Obat
II.1.2.1 Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri
Obat produksi dalam negeri adalah obat yang dibuat atau dikemas primer
oleh industri farmasi di Indonesia. Registrasi obat produksi dalam negeri
dilakukan oleh pendaftar yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
(Menkes RI, 2008) :
a. Memiliki izin industri farmasi
b. Memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan yang diregistrasikan
c. Untuk calon industri farmasi yang sedang melakukan pembangunan, atau
industri farmasi yang sedang melakukan perluasan fasilitas produksi,

persyaratan registrasi dapat berupa hasil inspeksi terhadap pelaksanaan


pembangunan. Data inspeksi terakhir dan perubahan terkait paling lama 2
(dua) tahun yang dikeluarkan oleh BPOM.
II.1.2.1.1 Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri Berdasarkan Lisensi
Lisensi adalah perlimpahan hak dan wewenang penggunaan hasil
penelitian dan pengembangan yang menyangkut khasiat, keamanan, mutu, dan
alih teknologi dalam pembuatan, dan penggunaan nama dagang serta penjualan
suatu obat. Obat lisensi merupakan obat yang dibuat oleh industri farmasi dalam
negeri berdasarkan lisensi. Adapun syarat registrasi obat produksi dalam negeri
yang berdasarkan lisensi adalah (Menkes RI, 2008) :
a.

Pendaftar registrasi obat produksi dalam negeri yang berdasarkan lisensi harus
dilakukan oleh industri farmasi yang menerima lisensi.

b.

Izin industri farmasi atau dokumen penunjang dengan bukti yang cukup untuk
badan/institusi riset sebagai pemberi lisensi.

c.

Izin industri farmasi sebagai penerima lisensi.

d.

Sertifikat CPOB industri farmasi penerima lisensi yg masih berlaku untuk


bentuk sediaan yang didaftarkan.

e.

Memiliki dokumen perjanjian lisensi, yang minimal memuat masa berlaku


lisensi dan obat yang akan diregistrasikan.

f.

Pemberi lisensi dapat berupa industri farmasi di luar negeri atau badan riset
pemilik formula dan teknologi di dalam atau di luar negeri.

II.1.2.1.2 Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri Berdasarkan Kontrak


Pendaftar untuk registrasi obat produksi dalam negeri berdasarkan kontrak
adalah industri farmasi yang melimpahkan pekerjaan pembuatan obat berdasarkan
kontrak (pemberi kontrak). Sedangkan penerima kontrak adalah industri farmasi
yang menerima pekerjaan pembuatan obat berdasarkan kontrak. Persyaratan yang
harus dipenuhi oleh pendaftar dalam registrasi obat ini yaitu (Menkes RI, 2008) :
a. Izin industri farmasi pendaftar /pemberi kontrak.
b. Izin industri farmasi sebagai penerima kontrak.
c. Sertifikat CPOB industri farmasi pendaftar/pemberi kontrak

yang masih

berlaku.
d. Pendaftar memiliki paling sedikit 1 fasilitas produksi sediaan lain yang telah
memenuhi persyaratan CPOB.
e. Sertifikat CPOB industri farmasi penerima kontrak yang masih berlaku sesuai
bentuk sediaan obat jadi yg dikontrakkan.
f. Memiliki dokumen perjanjian kontrak.
g. Pembuatan obat dapat berupa seluruh tahapan pembuatan atau sebagian
tahapan pembuatan.
h. Formula obat dapat berupa formula dari pemberi kontrak atau formula dari
penerima kontrak.
i. Penanggung jawab utama adalah industri farmasi pemberi kontrak sebagai
pemilik izin edar.
j. Penerima kontrak tidak dapat mengalihkan pembuatan obat yang dikontrakkan
kepada industri farmasi pihak ketiga.

II.1.2.2 Registrasi Obat Impor


Obat impor adalah obat yang dibuat oleh industri farmasi luar negeri
dalam bentuk produk jadi atau produk ruahan dalam kemasan primer yang akan
diedarkan di Indonesia. Adapun ketentuan registrasi obat impor yaitu (Menkes RI,
2008) :
a. Obat impor diutamakan untuk obat program kesehatan masyarakat
berdasarkan penetapan oleh program kesehatan.
b. Obat yang diimpor diutamakan adalah obat penemuan baru yang masih
dalam perlindungan paten atau obat originator (obat yang pertama kali
diberi izin edar di Indonesia berdasarkan data lengkap khasiat, keamanan,
mutu, dan obat dengan inovasi baru).
c. Obat yang diimpor diutamakan adalah obat dibutuhkan tetapi tidak dapat
diproduksi di dalam negeri.
d. Harus dilengkapi dengan justifikasi bahwa obat yang bersangkutan tidak
dapat diproduksi di Indonesia.
e. Registrasi obat impor hanya dapat dilakukan oleh pendaftar yang
mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri.
f. Izin industri farmasi produsen & pendaftar .
g. Certificate of Pharmaceutical Product

(CPP) dari negara produsen

dan/atau negara dimana diterbitkan sertifikat pelulusan bets.

10

h. Sertifikat CPOB yang masih berlaku dari produsen untuk bentuk sediaan
yang didaftarkan atau dokumen lain yang setara (termasuk sertifikat.
CPOB produsen zat aktif untuk Produk Biologi).
i. Data inspeksi CPOB terakhir dan perubahan terkait paling lama 2 (dua)
tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat dan/atau
otoritas pengawas obat negara lain.
j. Bukti perimbangan kegiatan ekspor dan impor (jika perlu).
II.1.3 Dokumen Registrasi Obat
Registrasi obat dilakukan oleh pendaftar dengan menyerahkan
dokumen registrasi. Dokumen harus menggunakan bahasa Indonesia atau
bahasa Inggris, dan bersifat rahasia karena hanya dipergunakan untuk
keperluan evaluasi oleh pihak yang berwenang. Secara umum, dokumen
registrasi obat harus dipenuhi atau diserahkan kepada BPOM .
Tabel 1. Dokumen Registrasi Obat

11

II.1.4 Tata Laksana Registrasi Obat


Langkah awal untuk mendapatkan izin edar adalah melalui tahapan praregistrasi, kemudian dilanjutkan dengan proses registrasi.

Permohonan pra-

registrasi maupun registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala
BPOM dilampiri dengan dokumen yang dibutuhkan. Dokumen registrasi disusun
sesuai dengan format ASEAN Common Technical Dossier (ACTD). Selain
dilakukan dengan cara manual (mendatangi kantor BPOM), kini tahapan registrasi
dapat dilakukan secara elektronik yaitu dengan AeRO (Aplikasi e-Registrasi
Obat) (BPOM RI, 2011).

Gambar 1. Alur Registrasi Obat


Keterangan:
1. Pendaftaran oleh Industri Farmasi kepada kepala BPOM, sekaligus tahapan
pra-registrasi yaitu prosedur untuk menentukan jalur evaluasi dan kategori
registrasi. Pada tahap pra-registrasi juga disertai dengan penyerahan dokumen
pra-registrasi.

12

2. Pemberitahuan hasil pra-registrasi secara tertulis dari BPOM.


3. Pengajuan registrasi dengan menyerahkan berkas registrasi, mengisi formulir
registrasi, menyerahkan bukti pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran,
serta hasil pra-registrasi.
4. Evaluasi berkas registrasi obat oleh KomNas Penilai Obat Jadi yang dibentuk
oleh BPOM.
5. KomNas Penilai Obat Jadi memberitahukan hasil evaluasi secara tertulis
kepada Industri Farmasi pendaftar dan memberikan rekomendasi kepada
kepala BPOM.
6. Kepala BPOM memberikan keputusan berupa pemberian ijin edar atau
penolakan pemberian ijin edar. Keputusan ini disampaikan secara tertulis
kepada Industri Farmasi yang bersangkutan. Pemberian keputusan ini
diberikan selambat-lambatnya berkisar antara 40-100 hari kerja (tergantung
kategori dan jalur evaluasi) setelah menerima berkas registrasi yang lengkap.
7. Setelah mendapatkan ijin edar, Industri Farmasi yang bersangkutan boleh
mulai memproduksi obat jadi tersebut untuk kemudian diedarkan.
8. BPOM melaporkan pemberian ijin edar obat jadi kepada Menteri Kesehatan
setiap satu tahun sekali.
II.1.4.1 Pra-Registrasi
Permohonan pra-registrasi obat dilakukan untuk penentuan registrasi obat,
penentuan kategori registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi,
dan penentuan dokumen registrasi obat. Pada tahap ini pemohon mengisi formulir,

13

menyerahkan bukti pembayaran biaya pra-registrasi, dan melampirkan dokumen


yang sesuai (BPOM RI, 2011).
Hasil Pra-Registrasi (HPR) akan diberikan oleh kepala BPOM paling
lama 40 hari sejak diterima permohonan pra-registrasi. HPR bersifat final dan
mengikat, serta berlaku selama 1 tahun sejak tanggal dikeluarkan. Pemohon
diberikan kesempatan untuk melengkapi data apabila data yang diserahkan ke
BPOM belum lengkap, dan diberikan jangka waktu paling lama 20 hari sejak
diberikan surat permintaan tambahan data. Apabila selama waktu tersebut
pemohon tidak dapat melakukan tambahan data, maka pra-registrasi dinyatakan
ditolak dan biaya yang sudah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali (BPOM RI,
2011).
II.1.4.2 Registrasi
Pengajuan registrasi dilakukan dengan menyerahkan berkas registrasi
dengan mengisi formulir registrasi disertai bukti pembayaran biaya evaluasi dan
pendaftaran dan hasil pra-registrasi. Berkas registrasi terdiri dari formulir
registrasi dengan dokumen administratif dan dokumn penunjang. Dokumen
penunjang yang dimaksud yaitu (BPOM RI, 2011):
1. Dokumen mutu dan teknologi untuk menjamin mutu obat.
2. Dokumen Uji Pre-Klinik yang menggambarkan profil farmakodinamika,
farmakokinetika, maupun toksisitas yang aman.
3. Dokumen uji klinik harus dapat mmbuktikan efikasi dan keamanan obat jadi
secara meyakinkan dengan rincian sesuai.

14

Untuk keperluan evaluasi mutu, pendaftar harus menyerahkan contoh


obat untuk 3 (tiga) kali pengujian dan bahan baku pembanding sesuai dengan
spesifikasi dan metode pengujian zat aktif yang dimaksud. Rancangan kemasan
yang meliputi etiket, dus/ bungkus luar, strip/blister, catch cover, ampul/vial dan
kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkusan dan penandaan yang
berlaku, yang merupakan rancangan kemasan obat yang akan diedarkan dan dapat
dilengkapi dengan rancangan warna (BPOM RI, 2011).
II.1.4.3 Jalur Evaluasi
Jalur evaluasi dibagi menjadi 4 jalur, yaitu (BPOM RI, 2011):
1. Jalur 40 hari
a. Registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan.
b. Registrasi obat khusus ekspor.
2. Jalur 100 hari
a. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang diindikasikan untuk
terapi penyakit serius yang mengancam nyawa manusia atau menular
kepada orang lain, dan belum ada atau kurangnya terapi yang aman dan
efektif.
b. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang diindikasikan untuk
penyakit serius dan langka.
c. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang ditujukan untuk program
kesehatan masyarakat.

15

d. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang dikembangkan oleh
industri farmasi atau inststitusi riset di Indonesia dan seluruh tahapan uji
kliniknya dilakukan di Indonesia.
e. Registrasi baru obat copy esensial generik.
f. Registrasi baru obat copy dengan standar informasi elektronik (stinel).
g. Registrasi variasi major indikasi baru.
h. Registrasi variasi major yang tidak termasuk pada poin g.
3. Jalur 150 hari
a. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major
indikasi baru, yang telah disetujui di negara yang telah menerapkan sistem
evaluasi terharmonisasi atau sistem evaluasi yang telah dikenal baik.
b. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major
indikasi baru, yang telah disetujui paling sedikit di 3 negara dengan sistem
evaluasi yang telah dikenal baik.
c. Registrasi baru obat copy tanpa stinel.
4. Jalur 300 hari
Registrasi yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi baik pada poin 2 dan 3.
II.1.5 Evaluasi dan Pemberian Keputusan
Dokumen registrasi yang telah dinyatakan lengkap akan dilakukan
evaluasi sesuai dengan kriteria obat. Evaluasi dilakukan sesuai dengan jalur
evaluasi, dan perhitungan waktu evaluasi pun sesuai dengan jalurnya. Untuk
melakukan evaluasi, maka dibentuk (BPOM RI, 2011) :

16

1. Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat, yaitu membahas, merumuskan,


memberikan pertimbangan dan keputusan hasil evaluasi obat melalui forum
rapat berkala.
2. Panitia Penilai Khasiat Keamanan, bertugas melakukan evaluasi terhadap
aspek khasiat dan keamanan untuk dibahas dalam rapat KOMNAS.
3. Panitia Penilai Mutu, yaitu melakukan evaluasi terhadap aspek mutu.
4. Panitia Penilai Informasi Produk dan Penandaan, bertugas melakukan evaluasi
terhadap aspek informasi produk dan penandaan.
Berdasarkan hasil evaluasi data khasiat dan keamanan, KOMNAS penilai
obat dapat memberikan rekomendasi kepada Kepala Badan. Apabila diperlukan
klarifikasi atau penjelasan teknis secara rinci dari dokumen yang diserahkan,
KOMNAS penilai obat dapat merekomendasikan untuk dilakukan dengan
pendapat oleh pendaftar. Pemberian keputusan yaitu bahwa permohonan registrasi
diterima atau ditolak.
II.1.6 Masa Berlaku dan Pelaksanaan Izin Edar
Izin edar obat hanya diberikan kepada pendaftar yang memenuhi
persyaratan yaitu administrasi dan teknis (berupa hasil evaluasi efikasi, keamanan,
mutu, kemanfaatan dan penandaan). Izin edar obat berlaku 5 (lima) tahun selama
memenuhi ketentuan yang berlaku. Pemberlakuan kembali izin edar obat
ditetapkan tersendiri oleh Kepala Badan (Menkes RI, 2008).
II.1.7 Nomor Registrasi Obat
Nomor Registrasi Obat yang didapatkan setelah selesai registrasi terdiri
dari 15 digit.

17

Contoh : Sediaan Salep Inerson 15 gram memiliki nomor registrasi sebagai


berikut :
D

Digit 1 :

8
3

8
4

7
6

6
7

10

11

3
12

0
13

14 15

D : menunjukkan nama dagang


G : menunjukkan nama generik

Digit 2 :

K : Golongan obat keras


T : Golongsn obat bebas terbatas
B : Golongan obat bebas
P : Golongan obat Psikotropika
N : Golongan obat Narkotika
H : Golongan obat hewan

Digit 3 :

I : Obat jadi impor


L : Obat jadi produksi local
E : Obat jadi untuk keperluan ekspor
X: Obat jadi untuk keperluan khusus (misalnya untuk keperluan
program)

Digit 4, 5 :

Membedakan periode pendaftaran obat jadi


Misal 88 = Obat jadi yang telah disetujui pada periode 88

Digit 6, 7, 8: Menunjukkan nomor urut pabrik (jumlah pabrik yang ada lebih
dari 100 dan kurang dari 1000)

18

Digit 9, 10,11: Menunjukkan nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing
masing pabrik (jumlah obat jadi untuk masing- masing pabrik
ada yang lebih dari 100 dan diperkirakan tidak lebih dari 1000
Digit 12, 13

: Menunjukkan bentuk sediaan obat jadi (macam bentuk sediaan


yang ada lebih dari 26 macam)

Digit 14

: Menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi;


A : menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi yang pertama
disetujui
B : menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi yang kedua disetujui
C : menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi yang ketiga disetujui
dst

Digit 15

: Menunjukkan kemasan berbeda untuk tiap nama, kekuatan dan


bentuk sediaan obat jadi

II.2 Regristrasi Obat Tradisional


Obat herbal yang diproduksi dan dijual ke masyarakat umum harus
memenuhi aturan yang ditetapkan oleh BPOM, antara lain mengenai persyaratan
obat tradisional, aturan kemasan, serta pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB). Obat tradisional adalah bahan atau ramuan
bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat (BPOM RI, 2011).

19

Registrasi Obat Tradisional adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat


tradisional untuk mendapatkan izin edar. Izin edar Obat Tradisional merupakan
bentuk persetujuan registrasi obat tradisional untuk dapat diedarkan di suatu
wilayah (negara) tertentu. Di Indonesia telah ditetapkan pengaturan tentang
Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar,
dan Fitofarmaka, yaitu dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 00.05.41.1384. Kemudian secara
spesifik pengaturan registrasi obat tradisional telah disusun dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012 tentang Registrasi
Obat Tradisional. Tujuan disusunnya peraturan ini adalah untuk melindungi
masyarakat dari peredaran obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu.
II.2.1 Persyaratan Obat Tradisional
Untuk pembuatan obat tradisional berupa serbuk (berupa butiran homogen
dengan derajat halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia/bahan kering),
harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu (Menkes RI, 2012) :
1. Kadar air tidak lebih dari 10%.
2. Angka kapang (semacam jamur yang biasanya tumbuh pada permukaan
makanan yang sudah basi atau terlalu lama tidak di olah), dan khamir (ragi)
tidak lebih dari 10.
3. Mikroba patogennya negatif/nol.
4. Aflatoksin tidak lebih dari 30 bpj (bagian per juta).
5. Serbuk dengan bahan baku simplisia dilarang ditambahkan bahan pengawet.

20

6. Wadah tertutup baik, disimpan pada suhu kamar, ditempat kering dan
terlindung dari sinar matahari.
Sedangkan untuk obat tradisional berbentuk kapsul (obat tradisional yang
terbungkus cangkang keras atau lunak), harus memenuhi beberapa persyaratan,
yaitu (Menkes RI, 2012) :
1. Waktu lunak tidak lebih dari 15 menit.
2. Isi kapsul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
3. Kadar air isi kapsul tidak lebih dari 10%.
4. Angka kapang dan khamir tidak lebih dari 10.
5. Aflatoksis tidak lebih dari 30 bpj.
6. Dalam wadah tertutup baik, disimpan pada suhu kamar, ditempat kering dan
terlindung dari sinar matahari.
Kemasan obat tradisional memiliki aturan-aturan yang jelas dari BPOM.
Desain kemasan obat yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan ini akan ditolak
oleh BPOM, menjadikan produk tersebut tidak memiliki nomor registrasi dan
menjadi ilegal bila diedarkan. Beberapa aturan desain kemasan Obat Tradisional
BPOM, antara lain (BPOM RI, 2005) :
1. Merek
2. Ilustrasi
3. Khasiat
4. Nomor regristrasi
5. Logo Obat Tradisional/Jamu dibagian kiri atas. Penggunaan warna logo juga
tidak bisa diubah, standar warna yang digunakan adalah warna hijau tua.

21

6. Nama produsen
7. Komposisi produk
8. Peringatan/Perhatian (optional dari BPOM)
9. Netto/Isi
10. Khasiat produk pada kemasan obat tradisional harus sama dengan sertifikat
yang diberikan oleh BPOM. Khasiat tidak boleh dilebih-lebihkan.
11. Cantumkan cara penyimpanan agar kandungan produk tidak mudah
kadaluarsa.
12. Dosis
13. Nomor produksi dan tanggal kadaluarsa, sehingga mudah mengecek tanggal
produksi, ataupun hal lain seperti pengajuan komplain dari konsumen atas
ketidakpuasan isi produk.
14. Logo halal.
Obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka yang akan
didaftarkan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Menkes RI, 2012) :
1.

Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi


persyaratan mutu, keamanan, kemanfaatan / khasiat.

2.

Dibuat sesuai dengan ketentuan tentag Pedoman Cara Pembuatan Obat


Tradisional yang Baik dan Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku.

3.

Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin
penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka secara
tepat, rasional, dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka
pendaftaran.

22

II.2.2 Kategori Registrasi Obat Tradisional


Pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka
dikategorikan menjadi pendaftaran baru dan pendaftaran variasi (BPOM RI,
2005).
II.2.2.1 Pedaftaran Baru Obat Tradisional
a. Kategori 1 : Obat tradisional yang hanya mengandung simplisia berasal dari
Indonesia dalam bentuk sediaan sederhana (rajangan, serbuk, dodol, tapel,
cairan obat luar).
b. Kategori 2 : Obat tradisional yang hanya mengandung simplisia berasal dari
Indonesia dalam bentuk sediaan modern (pil, tablet, kapsul, krim, gel, salep,
suppositoria, cairan obat dalam).
c. Kategori 3 : Obat tradisional kategori 1 dan kategori 2 dengan klaim indikasi
baru, bentuk sediaan baru, posologi, dan dosis baru.
d. Kategori 4 : Pendaftaran obat herbal terstandar.
e. Kategori 5 : Pendaftaran Fitofarmaka.
f. Kategori 6 : Pendaftaran kategori 4 dan 5 dengan klaim indikasi baru, bentuk
sediaan baru, posologi, dan dosis baru.
g. Kategori 7 : Obat tradisional yang mengandung simplisia bukan dari Indonesia
dan atau simplisia yang profil keamanannya belum diketahui dengan pasti.
h. Kategori 8 : Obat tradisional dengan kategori 7 dengan klaim indikasi baru,
bentuk sediaan baru, posologi, dan dosis baru.

23

II.2.2.2 Pendaftaran Variasi Obat Tradisional


a. Kategori 9 : Pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar, dan
fitofarmaka yang telah mendapat izin edar dengan perubahan nama produk
tanpa perubahan komposisi, perubahan atau penambahan ukuran kemasan,
perubahan klaim pada penandaan yang tidak mengubah manfaat, perubahan
desain kemasan, perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi tanpa
perubahan status kepemilikan, dan perubahan nama importir tanpa perubahan
status kepemilikan.
b. Kategori 10 : Pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar, dan
fitofarmaka yang telah mendapat izin edar dengan perubahan spesifikasi dan
atau metode analisis bahan baku, perubahan spesifikasi dan atau metode
analisis produk jadi, perubahan stabilitas, perubahan teknologi produksi,
perubahan tempat produksi, perubahan atau penambahan jenis kemasan.
c. Kategori 11: Pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar, dan
fitofarmaka yang telah mendapat izin edar dengan perubahan formula atau
komposisi termasuk bahan tambahan yang tidak mengubah khasiat.
II.2.3 Persyaratan Registrasi Obat Tradisional
II.2.3.1 Obat Tradisional Lokal
a. Formulasi / Khasiat yang terdiri dari komposisi, nama bahan baku dan
jumlahnya.
b. Khasiat / Kegunaan yang didukung oleh khasiat / kegunaan bahan baku yang
ditunjang daftar pustaka.

24

c. Cara Pemakaian dan takaran / dosis obat tradisional (terperinci), seperti


peringatan, perhatian, pantangan/anjuran, lama pemakaian.
d. Mutu dan Teknologi.
e. Cara Pembuatan. Jumlah produk yang direncanakan untuk satu kali
pembuatan lengkap dengan jumlah bahan baku yang digunakan, semua tahap
pembuatan / Prosedur Operasional Standar, dan alat atau mesin yang
digunakan.
f. Sumber perolehan bahan baku.
g. Penilaian Mutu Bahan Baku, yaitu pemerian/organoleptik, makroskopik,
mikroskopik dan uji fisika-kimia yang disesuaikan dengan jenis bahan baku
(simplisia atau ekstrak).
h. Penilaian Mutu Produk Jadi, dengan adanya Sertifikat analisa produk jadi
meliputi pemeriksaan fisika, kimia, cemaran mikroba dan cemaran logam.
i. Metoda dan Hasil Pengujian Stabilitas/Keawetan.
II.2.3.2 Obat Tradisional Impor
Persyaratan sama dengan produk lokal, dengan melampirkan data-data
dari industri asal (asli atau fotokopi yang dilegalisir). Untuk penandaan/etiket
sekurang-kurangnya memuat (Menkes RI, 2012) :
a. Nama Obat Tradisional.
b. Ukuran kemasan (Berat bersih/isi bersih).
c. Nomor Pendaftaran, nama dan alamat industri (sekurang-kurangnya nama
kota dan negara).
d. Komposisi (nama latin bahan baku).

25

e. Khasiat/Kegunaan.
f. Cara pemakaian.
g. Peringatan dan kontraindikasi (bila ada).
h. Nomor kode produksi.
i. Kadaluwarsa.
Untuk Produk Lokal, tambahkan kata jamu dalam lingkaran (logo jamu).
Untuk Produk Lisensi, tambahkan lambang daun (logo produk OT Lisensi) dan
nama pemberi lisensi. Sedangkan untuk Produk Impor, tambahkan nama
importir/distributor di Indonesia, dan informasi harus ditulis dengan huruf latin
dalam bahasa Indonesia disamping bahasa aslinya.
II.2.4 Tata Laksana Registrasi Obat Tradisional

Gambar 2. Alur Registrasi Obat Tradisional

26

II.2.5 Dokumen Registrasi Obat Tradisional


II.2.5.1 Lokal
a. Fotokopi izin usaha Industri Obat Tradisional/Industri Kecil Obat Tradisional.
b. Fotokopi ijazah, Surat Ijin Kerja Apoteker Penanggung Jawab Teknis yang
telah divisum atau Surat Penugasan dari Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan RI setempat dimana industri tersebut berada.
c. Surat Pernyataan Apoteker sebagai Penanggung Jawab Teknis.
II.2.5.2 Lisensi
Persyaratannya sama dengan produk lokal, disertai dengan:
a. Surat Penunjukan Lisensi
b. Free Sale Certificate (asli) dari negara asal yang disahkan oleh Pejabat
Perwakilan Pemerintah RI di negara tersebut.
Pemohon selain industri Obat Tradisional juga boleh didaftarkan oleh
suatu Badan Usaha, dan disertai dengan surat penunjukan dari produsen negara
asal, Free Sale Certificate (asli) dari negara asal yang disahkan oleh Pejabat
Perwakilan Pemerintah RI di negara tersebut, sertifikat uji laboratorium yang
ditunjuk oleh BPOM, Data Uji toksisitas untuk obat tradisional yang
keamanannya belum diketahui.
II.2.6 Nomor Registrasi Obat Tradisional
Nomor pendaftaran obat tradisional terdiri dari 11 digit yaitu 2 digit
pertama berupa huruf dan 9 digit kedua berupa angka.
Misalkan obat counterpain dengan nomor registrasi sebagai berikut :

27

BT

0
2

0
3

1
4

7
5

0
6

0
7

0
8

3
9

2
10

11

Digit ke-1

: menunjukkan obat tradisional.

Digit ke-2

: menunjukkan lokasi obat tradisional tersebut diproduksi.

TR

: Obat tradisional produksi dalam negeri.

TL

: Obat tradisional produksi dalam negeri dengan lisensi.

TI

: Obat tradisional produksi luar negeri atau impor.

BTR

: Obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi


dalam negeri.

BTL

: Obat tradisional yang berbatasan dengan obat produk


dalam negeri dengan lisensi.

BTI

:Obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi


luar negeri atau impor.

SD

: Suplemen makanan produksi dalam negeri.

SL :

Suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi.

SI

: Suplemen makanan produksi luar negeri atau impor.

Digit ke-3,4

: Tahun mulai didaftarkan pada Depkes.RI


1976 ditulis 76.
1978 ditulis 78.
2000 ditulis 00.

Digit ke 5

: menunjukkan perusahaan.
1 : pabrik farmasi.
2 : pabrik jamu.

28

3 : perusahaan jamu.
-

Digit ke- 6

: Menunjukkan bentuk sediaan.


1 : bentuk rajangan.
2 : bentuk serbuk.
3 : bentuk kapsul.
4 : bentuk pil, granul, boli, pastiles, jenang, tablet/kaplet.
5 : bentuk dodol, majun.
6 : bentuk cairan.
7 : bentuk salep, krim.
8 : bentuk plester/koyo.
9 : bentuk lain seperti dupa, ratus, mangir, permen.

Digit ke-7 sampai 10 : menunjukkan nomor urut jenis produk yang


terdaftar.

Digit ke- 11

: menunjukkan jenis atau macam kemasan ( volume).


1 : 15 ml.
2 : 30 ml.
3 : 45 ml.

II.3 Registrasi Kosmetik


Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital
bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk:
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, memperbaiki bau badan,
dan melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

29

Menurut asal produksinya, kosmetika dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu


kosmetika dalam negeri, kosmetika impor, kosmetika kontrak, dan kosmetika
lisensi.
II.3.1 Kriteria Kosmetika Yang Diregistrasikan
Kosmetik yang akan memiliki izin edar harus memenuhi kriteria kosmetik
yang dapat diregistrasikan, yaitu (Menkes RI, 2010) :
1. Keamanan, dinilai dari bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Kosmetika tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia.
3. Kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan
klain yang cantumkan.
4. Mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai CPKB dan bahan
kosmetika yang digunakan sesuai dengan Konteks Kosmetika Indonesia,
standar lain yang diakui, dan ketentuan perundang-undangan.
5. Penandaan yang berisi informasi lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan.
II.3.2 Registrasi dan Notifikasi Kosmetika
Dalam membuat sebuah produk kosmetik maka produk tersebut harus di
daftarkan ke BPOM. Ada serangkaian proses panjang yang biasanya disebut
proses registrasi produk, umumnya bisa berlangsung 1- 3 tahun tergantung
produknya. Hal ini memakan waktu yang lama karena untuk keluar nomor
registrasinya perlu banyak dokumen, validasi, formula, stabilitas produk, dan
kandungan bahan tersebut aman atau tidak, lolos uji dan sebagainya, sehingga
kemudian akan mendapatkan nomor registrasi.

30

Sejak adanya harmonisasi ASEAN 2010 dimana barang import dapat


masuk lebih leluasa ke negara-negara ASEAN maka untuk memudahkan masuk
dan meregistrasi maka dibentuk suatu sistem dari pemerintah dimana produk
impor yang masuk tidak membutuhkan waktu yang panjang dan berliku. Cukup
hanya didaftarkan saja dan tidak dilakukan pengetesan bahan tersebut (hanya
kelengkapan dokumentasi dan data pendukung). Keamanan produk tersebut
dijamin oleh negara pembuat bukan negara yang dituju.
Tabel 2. Perbedaan Antara Mekanisme Registrasi dan Notifikasi Kosmetika
REGISTRASI

NOTIFIKASI

Dilakukan dengan cara mengisi

Dilakukan

dengan

template elektronik

template

notifikasi

melalui

website

cara

mengisi
elektronik

BPOM

yang

dilakukan secara online

Data Informasi Produk /


Kosmetika diserahkan ke BPOM

terhadap

Dilakukan

penilaian

keamanan,

kemanfaatan,

dan

mutu sebelum kosmetika beredar

Dokumen Informasi Produk disimpan


oleh pemohon
Dilakukan

penilaian

terhadap

keamanan, kemanfaatan, dan mutu


melalui

audit

setelah

kosmetika

beredar

Misalnya Produk A dibuat oleh negara Thailand dan sekarang produk A


masuk ke Indonesia maka produk A cukup didaftarkan saja ke BPOM dan
mendapat nomor notifikasi ( disingkat NA). Jika sudah mendapat nomor maka

31

bisa dijual di Indonesia, soal keamanannya diserahkan pada produsen pembuat


dinegara Thailand dan bukan dari BPOM.
Jika beredar sudah dipasaran BPOM kita akan mengambil sampel di
pasaran produk A ( disebut post market surveillance) dan dicek apakah ada
kandungan bahan berbahya atau tidak. Jika ada, maka produk tersebut dapat
ditarik kembali dari pasaran. Itulah cara kerja registrasi dengan sistem NA.
Perbedaan mekanisme registrasi dan notifikasi kosmetika dapat dilihat pada tabel
2.
II.3.2.1 Persyaratan Notifikasi Kosmetik
A. Pemohon Notifikasi Kosmetika
1. Industri kosmetika yang telah memiliki ijin produksi.
2. Importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan
surat penunjukan keagenan dari produsen negara asal.
3. Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan
industri kosmetika yang telah memiliki ijin produksi.
B. Persyaratan Administratif Notifikasi Kosmetika
1. Kosmetika Dalam Negeri

NPWP.

Fotokopi surat ijin produksi kosmetika.

2. Kosmetika Impor

Fotokopi Angka Pengenal Importir (API).

Fotokopi surat penunjukan keagenan dari produsen negara asal.

32

Fotokopi Certificate of Free Sale dan Good Manufacturing Process untuk


kosmetika impor yang berasal dari negara di luar ASEAN, dikeluarkan
oleh pejabat yang berwenang atau lembaga yang diakui di negara asal dan
dilegalisir oleh Kedutaan Besar/Konsulat Jendral Republik Indonesia
setempat.

Sertifikat CPKB/GMP atau surat pernyataan penerapan CPKB/GMP


sesuai dengan bentuk sediaan yang akan dinotifikasi untuk pabrik yang
berlokasi di ASEAN.

3. Kosmetika Kontrak

NPWP.

SIUP perusahaan pemberi kontrak.

Fotokopi surat ijin produksi kosmetika industri penerima kontrak.

Sertifikat Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB).

Surat perjanjian kerjasama kontrak.

4. Kosmetika Lisensi

Fotokopi surat ijin produksi kosmetika.

Surat perjanjian kerjasama lisensi.

C. Dokumen Notifikasi Kosmetika


1. Dokumen dan Ringkasan Produk Dokumen Administrasi
a. Formula kualitatif dan kuantitatif.
b. Penandaan dan informasi kosmetika.
c. Pernyataan pembuatan (Manufacturing Statement).
d. Pernyataan bahwa kosmetika dibuat sesuai CPKB.

33

e. Penjelasan tentang system penomoran bets.


f. Ringkasan penilaian keamanan sesuai dengan Pedoman Evaluasi
Keamanan Kosmetika.
g. Ringkasan efek yang tidak diinginkan pada manusia.
h. Ringkasan data pendukung klaim.
2. Data Mutu dan Keamanan Bahan Kosmetika
a. Spesifikasi dan metode analisis bahan kosmetika.
3. Data Mutu Kosmetika
a. Formula kosmetika.
b. Pembuatan kosmetika.
c. Spesifikasi dan metode analisis kosmetika.
d. Ringkasan laporan stabilitas kosmetika.
4. Data Keamanan dan Kemanfaatan
Data keamanan dan kemanfaatan terdiri dari informasi mengenai
penilaian keamanan kosmetika, data kosmetika sserta data pendukung
klain kosmetika (Menkes RI, 2010).
D. Tata Laksana Notifikasi Kosmetika
1. Pemohon yang akan mengajukan permohonan notifikasi kosmetika harus
mendaftarkan diri kepada Kepala Badan. Pendaftaran sebagai pemohon
hanya dilakukan 1 kali sepanjang tidak terjadi perubahan data pemohon.
2. Pemohon yang telah terdaftar dapat mengajukan permohonan notifikasi
dengan mengisi formulir (template) secara elektronik pada website
BPOM.

34

2. Apabila dalam jangka waktu 14 hari kerja tidak ada surat penolakan sejak
pengajuan permohonan notifikasi diterima Kepala BPOM, maka
kosmetika dianggap sudah dinotifikasi dan dapat diedarkan.
3. Permohonan yang dianggap disetujui, dalam jangka waktu 6 bulan,
kosmetika yang telah dinotifikasi wajib diproduksi atau diimpor dan
diedarkan.
4. Notifikasi berlaku dalam jangka waktu 3 tahun, dan setelah masa berlaku
berakhir pemohon harus memperbahatui notifikasi (Menkes RI, 2010).

35

Gambar 3. Prosedur Notifikasi Kosmetika


II.3.3 Nomor Registrasi Kosmetika
Nomor registrasi kosmetika di Indonesia terdiri dari 12 digit. Berikut adalah
contoh dari nomor registrasi kosmetika :
C

0
8

0
9

0
10

1
11

Digit ke-1 dan 2 : menunjukkan kode kosmetika dalam atau luar negeri
CD : kode kosmetika dalam negeri
CL : kode kosmetika luar negeri
Digit ke- 3 dan 4 : menunjukkan jenis sediaan

2
12

36

01 = Sediaan bayi
02 = Sediaan mandi
03 = Sediaan kebersihan badan
04 = Sediaan cukur
05 = Sedian wangi-wangian
06 = Sediaan rambut
07 = Sediaan pewarna rambut
08 = Sediaan rias mata
09 = Sediaan rias wajah
10 = Sediaan perawatan kulit
11 = Sediaan mandi surya dan tabir surya.
12 = Sediaan kuku
13 = Sediaan higiene mulut
Digit ke- 5 dan 6 : menunjukkan sub bagian dari 2 angka sebelumnya
contoh : 0905 (09 merupakan sediaan rias wajah, dan 05 merupakan lip-gloss).
Digit ke-7 dan 8 : merupakan tahun dibuat namun dengan terbalik
contoh : tahun 2009, menjadi 90
Digit ke-9 sampai 12 : menunjukkan nonmor urut produk yang diproduksi oleh
perusahaan
II.4. Suplemen Makanan
Suplemen makanan adalam produk yang digunakan untuk melengkapi
makanan, mengandung satu atau lebih bahan sebagai berikut, yaitu vitamin, mineral,

37

tumbuhan atau baha yang berasal dari tumbuhan asam amino, bahan yang digunakan
untuk meningkatkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau konsentrat, metabolit,
konstituen, ekstak atau kombinasi dari beberapa bahan di atas. Suplemen makanan
dapat berupa produk padat meliputi tablet, tablet hisap, tablet efervesen, tablet
kunyah, serbuk, kapsul, kapsul luna, granula, pastilles, atau produk cair berupa tetes,
sirup, atau larutan.
Suplemen makanan dalam negeri adalah suplemen makanan yang dibuat dan
dikemas oleh industri di dalam negeri meliputi suplemen makanan tanpa lisensi,
suplemen makanan lisensi dan sulemen makanan kontrak. Suplemen makanan lisensi
adalah suplemen makanan yang dibuat di Indonesia atas dasar lisensi. Suplemen
makanan kontrak adalah suplemen makanan yang pembuatannya dilimpahkan kepada
industri farmasi, industri di bidang obat tradisonal atau industri pangan berdasarkan
kontrak. Suplemen makanan impor adalah suplemen makan yang dibuat oleh industri
di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia. Izin edar adalah
bentuk persetujuan pendaftaran suplemen makanan yang diberikan oleh Kepala
Badan untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia (BPOM RI, 2005).
II.4.1. Kategori Registrasi Suplemen Makanan
Registrasi suplemen makanan ke BPOM dikelompokkan menjadi 2 kelompok
besar, yaitu pendaftaran baru dan pendaftaran variasi. Sedangkan untuk kategorinya,
dapat dibedakan menjadi 6 kategori (BPOM RI, 2005).

38

a. Pendaftaran Baru

Kategori 1
Pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau lebih
ahan berua vitamin, mineral, asam aminu, karbohidrat, protein, lemak atau
bahan lain berupa isolat.

Kategori 2
Pendaftaran sulemen makanan yang mengandung satu atau lebih
bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, kabohidrat, protein, lemak,
isolate lain dan baha berupa bahan alam.

Kategori 3
Pendaftaran suplemen makanan dari kategori 1 dan 2 dengan klaim
penggunaan baru, bentuk sediaan baru, posology dan dosis baru.

b. Pendaftaran Variasi

Kategori 5
Pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar dengan:
1) Perubahan sesifiksi dan atau metode analisis bahan baku.
2) Perubahan spesifikasi dan atau metode analisis produk jadi.
3) Perubahan stabilitas.
4) Perubahan teknologi produksi.
5) Perubahan tempat produksierubahan atau penambahan jenis kemasan.

39

Kategori 6
Pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar dengan:
1) Perubahan formua atau komposisi yang baha utamanya tergolong dalam
satu kelompok.
2) Perubahan baha tambahan yang tidak mengubah manfaat.

II.4.2. Persyaratan Registrasi Suplemen Makanan


Persyaratan Registrasi Suplemen Makanan menurut peraturan yaitu (BPOM
RI, 2005) :
a. Suplemen Makanan Dalam Negeri

Produk tanpa lisensi


1) Izin industri farmasi atau industri di bidang obat tradisional atau industri
pangan.
2) Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang baik untuk sediaan yang
didaftarkan.
3) Memberikan Contoh produk SM.
4) Rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip,
blister, catch cover, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang
pembungkus dan penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan
kemasan suplemen makanan yang akan diedarkan dan harus dilengkapi
dengan rancangan warna; brosur yang mencantumkan informasi
mengenai obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

40

Produk Lisensi
1) Izin industri di bidang obat tradisional, industri farmasi atau industri
pangan dan dilengkapi dengan bukti yang cukup berupa dokumen mutu
dan teknologi sebagai pemberi lisensi.
2) Izin industri farmasi atau industri di bidang obat tradisional atau industri
pangan sebagai penerima lisensi.
3) Sertifikat yang ditandatangani oleh Pejabat Pemerintah yang berwenang
di negara pengekspor yang menyatakan bahwa produk tersebut telah
dibuat dan diedarkan di negara pengekspor.
4) Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (GMP) penerima lisensi
untuk bentuk sediaan yang didaftarkan.
5) Perjanjian lisensi.
6) Rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip,
blister, catch cover, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang
pembungkus dan penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan
kemasan suplemen makanan yang akan diedarkan dan harus dilengkapi
dengan rancangan warna, brosur yang mencantumkan informasi
mengenai obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

Produk Kontrak
1) Mempunyai Izin industri farmasi atau industri dibidang obat tradisional
atau industri pangan atau badan usaha dibidang pemasaran suplemen

41

makanan dan dilengkapi bukti yang cukup berupa dokumen mutu dan
teknologi sebagai pemberi kontrak.
2) Izin industri farmasi dibidang Obat tradisional atau industry pangan
sebagai penerima kontrak.
3) Sertifikat cara Pembuatan yang baik (GMP) penerima kontrak sesuai
bentuk sediaan yang dikontrakan.
4) Memberikan contoh produk SM.
5) Rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip,
blister, catch cover, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang
pembungkus dan penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan
kemasan suplemen.
b. Suplemen Makanan Impor
1.

Mempunyai Izin industri farmasi atau Industri dibidang obat tradisional,


atau industri pangan atau izin importir dibidang sediaan farmasi.

2.

Surat penunjukan dari industri suplemen makanan atau pemilik produk di


negara asal.

3.

Sertifikat yang ditandatangani oleh pejabat pemerintah yang berwenang di


negara pengekspor yang menyatakan bahwa produk tersebut telah dibuat
dan diedarkan di negara asal.

4.

Sertifikat Cara Pembuatan yang Baik (GMP)/ Certificate of Pharmaceutical


Product (CPP) dari produsen negara asal.

5.

Fotokopi Angka Pengenal Importir (API).

42

6.

Memberikan Contoh produk SM.

7.

Rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip, blister,


catch cover, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkus dan
penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan kemasan suplemen
makanan yang akan diedarkan dan harus dilengkapi dengan rancangan
warna, brosur yang mencantumkan informasi mengenai obat tradisional,
obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

II.4.3. Persyaratan Mutu Suplemen Makanan


Persyaratan Mutu Suplemen Makanan dalam peraturan registrasi yaitu
(BPOM RI, 2005) :
a. Bahan Utama
1. Dicantumkan nama dan Alamat produsen atau distributor bahan baku.
2. Uraian bahan utama, diperlukan untuk mengetahui spesifikasi bahan utama
(sifat, karakteristik, orgnoleptik, dan lain-lain).
3. Cara pengujian bahan utama, meliputi: identifikasi, pemerian uraian tentang
cara pemeriksaan fisika dan kimia serta acuan yang digunakan (Farmakope
Indonesia, Materia Medika Indonesia, Standar atau acuan yang diakui).
b. Bahan Tambahan
1. Sumber bahan tambahan. Dicantumkan nama dan alamat produsen atau
distributor bahan tambahan.
2. Uraian bahan tambahan. Untuk mengetahui spesifikasi bahan tamahan (sifat,
karakteristik oranoleptik dan lain-lain).

43

3. Khusus untuk bahan tambahan ang mempengaruhi stabilitas produk suplemen


makanan (misalnya pengawet, pemantap dan lain-lain) perlu dilengkapi
informasi cara pengujian seperti pada bahan utama.
c. Produk Jadi
Formula harus mencantumkan semua bahan dan bahan tambahan yang
digunakan, lengkap dengan jumlah masing-masing bahan tersebut dalam satu kali
pembuatan.Tata nama bahan utama dituliskan dengan nama generik atau International
Non Proprietary (INN) yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Untuk
bahan utama berupa tumbuhan atau hewan dituliskan dengan nama latin dengan
menyebutkan nama marga (genus), atau nama jenis (species) atau petunjuk jenis
(Specific epithet),diikuti dengan bagian yang dipergunakan. Penulisan bahan
tambahan sesuai dengan nama yang tercantum dalam Farmakope Indonesia atau
Merck Index atau nama kimia sesuai dengan nomenklatur dari International Union of
Pure and Applied Chemistry (IUPAC) atau International Union of Biochemisty
(RUD). Zat warna dituliskan dengan nama sederhana yang umum dan harus
dituliskan pula nomor indeks warnanya (CI number). Bahan tambahan yang
digunakan harus sesuai dengan ketentuan tentang persyaratan bahan tambahan yang
berlaku di bidang pangan. Cara pembuatan harus menguraikan tahap demi tahap
mulai dari penimbangan bahan baku sampai dengan pengemasan terakhir.
Kontrol selama proses produksi (in process control), meliputi :

44

1. Sebelum pencetakan sediaan setengah padat perlu diterangkan jumlah bahan


yang diperoleh setelah selesai pengadukan atau pencampuran (pembuatan
adonan).
2. Selama pencetakan sediaan setengah padat perlu diterangkan mengenai
persyaratan keseragaman bobot, pengontrolan dilakukan secara berkala.
3. Setelah selesai pencetakan dan pengemasan sediaan setengah padat perlu
diterangkan jumlah hasil yang diperoleh setiap kali pembuatan.
d. Pastilles
Pada cara pembuatan diterangkan mengenai derajat halusdari bahan baku, cara
dan waktu pencampuran jenis bahan tambahan yang digunakan, cara pengisian dalam
wadah, bobot tiap wadah. Dilakukan control selama proses produksi.
e. Tablet
Pada cara pembuatan diterangkan mengenai pencampuran bahan obat

ke

pekatan mucilago yang digunakan, serta cara mencampur atau melarutkan pengawet
dalam masa suplemen makanan, ayakan (no mesh) untuk granulat basah dan kering,
suhu dan kelembaban udara dalam ruang mesin tablet serta ruang pengemasan pada
pembuatan tablet tertentu dan apakah pada waktu mengemas ditambah zat
penyerapan air. Untuk bahan utama berupa ekstrak yang dibuat sendiri perlu
dijelaskan cara penyarian yang dilakukan, cairan penyari yang digunakan, lama
penyarian, alasan pemilihan larutan penyari. Untuk bahan utama berupa ekstrak
impor harus disertakan nomor pendaftarannya. Selain hal tersebut diatas, khusus pada
pembuatan tablet bersalut gula atau selaput perlu ditambahkan keterangan mengenai

45

suhu dan banyak larutan penyalut serta interval waktu tiap penambahan suhu dan
waktu tiap tingkatan yakin tingkatan lapisan dasar, lapisan subcoating pewarna,
lapisan terakhir, suhu dan waktu mengalir udara panas/kering setiap dilakkan, khusus
spray coating, harus diterangkan tekanan udara/compressor untuk spray tersebut,
penyimpanan dan pengemasan dalam wadah akhir apakah ditambah zat penyerap uap
air. Dilakukan Kontrol selama proses produksi, meliputi:
1. Sebelum dicetak menjadi tablet perlu diterangkan berat granulat kering yang
diperoleh kadar air dalam granulat kering.
2. Selama dicetak menjadi tablet perlu diterangkan persyaratan mengenai bobot
rata-rata tiap tablet, waktu hancur tiap tablet, pengontrolan dilakukan secara
berkala.
3. Setelah dicetak atau disalut perlu diterangkan persyaratan mengenai
keseragamam bobot, waktu hancur, kualitatif dan kuantitatif bahan utama, isi
tiap wadah akhir, kebocoran wadah serta jumlah hasil yang diperoleh setiap
kali pembuatan.
f. Kapsul
Pada cara pembuatan diterangkan mengenai suhu dan kelembaan udara dalam
ruangan pengisi kapsul, bobot rata-rata tiap kapsul. Bahan utama berupa ekstrak yang
dibuat sendiri perlu dijelaskan cara penyarian yang dilakukan, cairan penyari yang
digunakan, lama penyarian, alasan pemilihan larutan penyari. Untuk bahan utama
berupa ekstrak impor harus disertakan nomor pendaftarannya. Dilakukan pegontrolan
selama proses produksi, meliputi:

46

1. Sebelum pengisian kapsul perlu diterangkan persyaratan mengenai bahan


utama, homogenitas, kadar air.
2. Selama pengisian kapsul perlu diterangkan persyaratan mengenai bobot ratarata isi tiap kapsul, waktu hancur, pengontrolan dilakukan secara berkala.
3. Setelah selesai pengisian kapsul perlu diterangkan persyaratan mengenai
kesergaman bobot rata-rata kasul, waktu hancur, kualitatif dan kuantitatif
bahan utama, kadar air,kebocoran wadah serta jumlah hasil yang diperoleh
setiap kali pembuatan.cairan, larutan, emulsi dan suspensi. Pada cara
pembuatan diterangkan

mengenai

cara-cara

melarutkan bahan,

cara

mereaksikan bahan-bahan, penyaringan larutan bobot atau volume tiap wadah.


Kontrol selama proses produksi sebelum pengisian ke dalam wadah dan
setelah penyaringan perlu diterangkan persyaratan mengenai pH, kekentalan,
homgenitas, kadar alkohol (bila digunakan pelarut alkohol), kebocoran wadah
serta jumlah hasil yang diperoleh setiap kali pembuatan.
II.4.4. Tata Laksana Registrasi Suplemen Makanan
Secara umum, registrasi suplemen makanan dapat dilihat pada gambar berikut
ini :

47

Gambar 4. Alur registrasi suplemen makanan


a. Pendaftaran diajukan oleh pendaftar kepada Kepala Badan.
b. Pendaftaran suplemen makanan dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu pra penilaian
dan penilaian.

Pra penilaian merupakan tahap pemeriksaan elenkapan keabsahan dokumen


dan diakukan penentuan kategori.

Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung.

c. Hasil pra penilaian diberitahukan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja


untuk pendaftaran variasi dan 20 (dua puluh) hari kerja untuk pendaftaran baru
terhitung sejak tanggal diterimanya berkas pendaftaran.

48

d. Pengajuan pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran yang


terdiri dari formulir pendaftaran yang telah diisi, dilengkapi dengan dokumen
administrasi dan dokumen pendukung.
e. Dokumen pendukung suplemen makanan terdiri dari:

Dokumen mutu dan teknologi.

Dokumen yang mendukung klaim kegunaan sesuai jenis dan tingkat


pembuktian.

f. Berkas pendaftaran harus dilengkapi dengan:

Rancangan kemasan yang meliputi etiket, dus, pembungkus, strip, blister,


catch cover, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkus dan
penandaan yang belaku, yang merupakan rancangan kemasan suplemen
makanan yang akan diedarkan dan harus dilengkapi dengan rancangan warna.

Brosur yang mencantumkan informasi mengenai suplemen makanan.

g. Untuk pendaftar baru, berkas yang diserahkan terdiri dari:

Formulir SA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi.

Formulir SB berisi dokumen yang mencangkup formula dan cara pembuatan.

Formulir SC berisi dokumen yang mencangkup cara pemeriksaan mutu bahan


baku dan produk jadi.

Formulir SD berisi dokumen yang mencangkup klaim penggunaan, cara


pemakaian dan bets.

49

h. Untuk pendaftaran variasi berkas yang diserahkan terdiri dari formulir


pendaftaran variasi dan kelengkapan variasi untuk masing-masing kategori.
i. Setelah dokumen suplemen makanan telah memenuhi ketentuan, dilakukan
penilaian oleh panitia Penilaian Suplemen Makanan (KOMNAS PSM).
j. Hasil penilaian mutu, keamanan dan kemanfaatan dapat berupa memenuhi syarat
atau tidak memenuhi syarat.
k. Mendapat nomor izin edar.
l. Pendaftar yang memenuhi syarat wajib membuat atau mengimpor suplemen
makanan yang telah mendapat izin edar selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah
tanggai izin edar dikeluarkan.
m. Pendaftar harus menyerahkan kemasan siap edar kepada Kepala Badan selambatlambatnya 1 (satu) bulan sebelum suplemen makanan dibuat atau diimpor.
n. Pendaftar wajib melaporkn informasi kegiatan pembuatan atau impor secara
berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Kepala Badan.
o. Persetujuan pendaftaran suplemen makanan berlaku 5 (lima) tahun selama masih
memenuhi ketentuan yang berlaku dan dapat diperpanjang melalui pendaftaran
ulang.
II.5. Peran Apoteker dalam Regristrasi Produk Farmasi
BPOM merupakan instansi pemerintah yang memiliki otoritas dan wewenang
di Indonesia sebagai regulator dan evaluator suatu produk farmasi sebelum dan
setelah beredar di pasar dalam rangka perlindungan masyarakat dari penggunaan
produk yang tidak bermutu dan berbahaya. Dalam hal ini, regulator dan evaluator

50

yang dimaksud adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan kemampuan


secara akademis bidang obat-obatan dan kesehatan, salah satunya adalah apoteker.
Secara tidak langsung, apoteker berperan sebagai regulator, evaluator dan pengawas
dalam peredaran produk farmasi di Indonesia.
Selain itu, kemajuan dan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
membuka peluang bagi pelaku usaha untuk berinovasi mengembangkan produk
(product development) dan memperluas pemasaran (business development). Usaha
perusahaan dalam hal product development dan business development tersebut harus
berjalan seiring dengan persyaratan regulasi dan registrasi yang juga terus
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dalam hal ini apoteker berperan
mendukung dan mengarahkan perusahaan dalam memenuhi regulasi termasuk
registrasi yang berlaku, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Sebagai penghubung antara perusahaan dengan otoritas pemerintahan,
bertanggung jawab dimana suatu produk akan dipasarkan (baik dalam negeri
maupun luar negeri).
b. Bertanggung jawab dalam presentasi dokumen registrasi produk kepada
otoritas yang berwenang.
c. Melakukan

kontak

dan

negoisasi

yang

diperlukan

untuk

mendapatkan/mempertahankan lisensi pemasaran produk.


d. Memberikan informasi terbaru kepada perusahaan mengenai peraturan dan
legalitas daerah tempat tujuan pemasaran.

51

e. Memberikan input kepada perusahaan mengenai berbagai persyaratan dan


batasan baik legal maupun ilmiah.
Untuk dapat memenuhi perannya tersebut dalam hal registrasi produk farmasi,
apoteker harus :
1. Memiliki pengetahuan dasar mengenai kerangka tanggung jawab bagian
registrasi secara umum.
2. Mengembangkan pengetahuan akan peraturan, batasan dan pedoman
registrasi.
3. Cermat dalam menyikapi perbedaan peraturan pada otoritas pemerintahan
yang berbeda.
4. Memiliki kemampuan manajerial dan interpersonal yang baik.
Di industri farmasi harus terdapat apoteker penanggung jawab, perannya
adalah bertanggung jawab terhadap bagian-bagian yang terdapat dibawahnya, yaitu
seperti bagian produksi, pengawasan mutu (Quality Control), dan pemastian mutu
(Quality Assurance). Sehingga apoteker di industri sangat dibutuhkan agar dapat
memproduksi produk yang terjamin keamanan, kualitas, dan efektifitasnya.
Registrasi produk erat kaitannya dengan dokumen-dokumen yang perlu
disiapkan sebagai syarat registrasi. Dokumen-dokumen tersebut yang dibutuhkan
diantaranya adalah dokumen bahan aktif, formula, proses pembuatan, data uji disolusi
terbanding, data uji stabilitas, dan masih banyak lainnya. Hal yang demikian yang
paling memahami dan mengerti akan isi dan arti dokumen tersebut adalah apoteker.

52

Dokumen - dokumen
yang perlu disiapkan

dokumen bahan aktif

formula
proses pembuatan
data uji disolusi terbanding

data uji stabilitas

Yang mengerti
adalah

APOTEKER

dll

Gambar 5. Apoteker Dalam Registrasi Produk

53

BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
1. Regristrasi dilakukan oleh industri farmasi untuk menjamin efektivitas,
keamanan dan mutu produk farmasi yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan.
2. Regristrasi produk farmasi, meliputi obat, obat tradisional, kosmetik, dan
suplemen makanan yang dilakukan melalui BPOM dengan melengkapi
persyratan yang telah ditetapkan.

54

DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK..00.05.41.1381 Tahun 2005 tentang Tata Laksana
Pendaftaran Suplemen Makanan. Badan Pengawas Obat Dan Makanan
RI, Jakarta.
BPOM RI. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK..00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan
Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisonal, Obat Herbal Terstandar
dan Fitofarmaka. Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI, Jakarta.
BPOM RI. 2010. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK. 03.1.23.12.10.11983 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan
Notifikasi Kosmetik. Badan POM RI, Jakarta.
BPOM RI. 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK. 03.123.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria
Tata Laksana Registrasi Obat. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI,
Jakarta.
BPOM RI. 2012. Konsep Dasar Penilaian. Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia, Jakarta.
Menkes RI. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1010/Menkes/Per/XI/2008

temtang

Registrasi

Obat.

Departemen

Kesehatan RI, Jakarta.


Menkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1176/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetik. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Sampurno. 2011. Manajemen Pemasaran Farmasi. Gajahmada University Press,
Yogyakarta.

You might also like