You are on page 1of 10

MAKALAH PKn MI

Desain Dan Model Pembelajaran


Pendidikan Kwarganegaraan (Pkn) Kelas 2

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas


PKn dan IPS SD/MI
Dosen Pembimbing : Dr. Khamim Zarkasih Putro, M.Pd

Oleh:
HUDRI

: Nim. 1520420015

JEFRYADI

: Nim. 1520420013

SYAIFUL RIZAL : Nim. 1520420010

PROGRAM MAGISTER (S2)


FITK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MI
KONSENTRASI GURU KELAS
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

DESAIN DAN MODEL PEMBELAJARAN


PENDIDIKAN KWARGANEGARAAN (PKN) KELAS 2

A. Latar Belakang
Proses belajar mengajar atau proses pengajaran merupakan suatu kegiatan
melaksanakan kurikulum suatu lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi para
siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada
dasarnya mengantarkan para siswa menuju perubahan-perubahan tingkah laku baik
intelektual, moral maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai individu dan
makhluk sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut siswa berintraksi dengan lingkungan
belajar yang diatur oleh guru melalui proses pengajaran.1
PKn dimaknai sebagai pendidikan nilai dan pendidikan politik demokrasi. Hal
ini mengandung konsekuensi bahwa dalam hal perancangan pembelajaran PKn perlu
memperhatikan karakteristik pembelajaran PKn itu sendiri. Dalam standar isi 2006
dijelaskan bahwa mata pelajaran PKn adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Untuk anak-anak MI pada kelas-kelas rendah (kelas 1 dan 2), pembelajaran
materi PKn dapat diawali dengan memperkenalkan mereka pada sejumlah aturanaturan hidup yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkungan
keluarga, lingkungan madrasah, dan lingkungan masyarakat sekitar. Pengenalan
terhadap keberadaan aturan- aturan tersebut hendaknya diarahkan pada tumbuhnya
kesadaran pada diri anak tentang perlunya aturan dalam kehidupan kita. Perlu
diperhatikan bahwa di kelas rendah, mengingat kemampuan berpikir anak masih
bersifat holistik, maka pembelajaran hendaknya lebih banyak pada upaya pembiasaan.
Media pembelajaran yang dapat digunakan adalah dengan memanfaatkan
pengalaman langsung yang diperoleh anak-anak dalam keluarga, kelompok
permainan, dan dalam kehidupan di sekolah.

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2009. Media pengajaran. (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2009), hlm. 1.

B. Desain Pembelajaran PKn


1. Pengertian Desain Pembelajaran PKn MI
Seels dan Richey (1994:30) mendefinisikan design is process of specifying
conditions for learning (desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar).2
Sedangkan istilah desain pembelajaran atau instructional design menurut Eraut
(1991:315) biasanya merujuk pada desain materi pembelajaran yang disusun oleh
sebuah tim yang dapat melibatkan guru atau tidak perlu melibatkan guru yang akan
melaksanakan pembelajaran tersebut. Memang, sejumlah ahli mengatakan bahwa
desain pembelajaran dibuat oleh guru yang akan melaksanakan pembelajaran
namun bukanlah suatu keharusan desain pembelajaran dibuat hanya oleh guru yang
bersangkutan. Artinya, bahwa pengembangan desain pembelajaran dapat menjadi
tugas para pakar pembelajaran yang diharapkan akan membantu/mempermudah
para guru dalam mengembangkan dan melaksanakan proses pembelajaran.3
2. Karakteristik Desain Pembelajaran PKn MI
a. Analisis situasi
Hal yang terpenting dalam mendesain materi pembelajaran, dengan
melakukan analisis situasi. Analisis situasi biasanya dilakukan sebelum proses
pengembangan kurikulum, artinya, selama proses mengembangkan kurikulum,
guru dituntut agar

menyadari dan mempertimbangkan tentang situasi yang

sedang terjadi atau berubah di sekitarnya. Laurie Brady (1990) menegaskan


bahwa analisis situasi diperlukan untuk menentukan efektifitas penerapan
kurikulum yang baru. Guru seyogianya dapat menangkap berbagai isu yang
berkembang di masyarakat untuk dijadikan sebagai pengalaman belajar peserta
didik. Guru haruslah dapat mengkaji situasi belajar, meliputi faktor-faktor
seperti: latar belakang pengalaman peserta didik, sikap dan kemampuan guru,
iklim sekolah, sumber belajar dan hambatan-hambatan eksternal.4
Sockett

(1976)

menekankan

pentingnya

analisis

situasi

dalam

pengembangan kurikulum, sebagai berikut:

Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, Disesuaikan Dengan Kurikulum 2013,


(Jakarta: Prenadamedia Grouf, 2014), hlm. 5.
3
Sapriya, Pembelajaran Pendidikan Kwarganegaraan (PKn), (Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama Republik Indonesia, 2012), hlm. 93.
4
Tim Penyusun, Diktat Pembelajaran Pendidikan Kwarganegaraan SD, (Selong: STKIP
Hamzanwadi, 2010), hlm. 40.

1) Guru seyogianya melakukan suatu transaksi dengan peserta didik tentang apa
yang akan dilakukan dalam proses belajar mengajar.
2) Guru hendaknya secara terus-menerus mengevaluasi dan mempertahankan
suasana belajar di kelas.
3) Guru hendaknya mendekatkan proses belajar ke arah situasi nyata dan
kemungkinan perubahan situasi tersebut.
4) Guru

dituntut

untuk

selalu

menyesuaikan

program pembelajarannya

dengan situasi yang sedang terjadi (berlangsung) di sekitar peserta didik


atau kehidupan sekolah.
Skillbeck (1984) membagi faktor yang dapat menggambarkan situasi
sebagai bahan analisis guru atas dua bagian, ialah faktor eksternal (external
factors)

dan

faktor internal

(internal

factors).

Faktor-faktor eksternal

meliputi:
1) Perubahan sosial-budaya dan harapan masyarakat
2) Tuntutan dan tantangan sistem pendidikan
3) Perubahan mata pelajaran yang akan diajarkan
4) Kontribusi dari sistem dukungan guru
5) Sumber masukan bagi sekolah5
Faktor-faktor internal, meliputi:
1) Peserta didik meliputi aspek bakat, kecakapan dan kebutuhannya
2) Guru meliputi aspek nilai, sikap, keterampilan mengajar, pengetahuan,
pengalaman, kekuatan dan kelemahan khusus serta perannya
3) Etos kerja sekolah dan struktur politik
4) Sumber-sumber bahan pembelajaran
5) Masalah-masalah

dan

kurikulum yang berlaku.

kekurangan-kekurangan

yang dirasakan dalam

b. Memahami arah pendidikan PKn di MI


Menurut Muhammad Ali (2009), bahwa tujuan penyelenggaraan
pendidikan dasar adalah menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia yang

5
6

Sapriya, Pembelajaran Pendidikan Kwarganegaraan (PKn),.... hlm. 95.


Ibid, hlm. 96.

bermoral, menjadi warga Negara yang mampu melaksanakan kewajibankewajibannya, dan menjadi orang dewasa yang mampu memperoleh pekerjaan.7
Pendidikan dasar memiliki dua fungsi utama, pertama, memberikan
pendidikan dasar yang terkait dengan kemampuan berpikir kritis, membaca,
menulis, berhitung, penguasaan dasar-dasar untuk mempelajari sainstek, dan
kemampuan berkomunikasi yang merupakan tuntutan kemampuan minimal
dalam kehidupan masyarakat. Kedua, pendidikan dasar memberikan dasar-dasar
untuk mengikuti pendidikan pada jenjang berikutnya.8
c. Pembelajaran Berpusat Pada Peserta didik
Desain pembelajaran seharusnya mempertimbangkan suatu pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, di mana peserta didiklah yang
mempengaruhi konten, aktivitas, materi dan fase belajar. Pendekatan ini
memposisikan peserta didik pada pusat proses belajar.9 Dengan memahami
peserta didik dengan baik diharapkan kita dapat memberikan layanan pendidikan
yang tepat dan bermanfaat bagi masing-masing peserta didik.10
Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak terjadi dalam empat
tahapan, masing-masing tahap berhubungan dengan usia dan tersusun dari jalan
pikiran yang berbeda-beda. Tahapan tersebut terdiri dari fase, sensorimotor,
praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal.11
Peserta didik SD/MI (7-11 tahun) berada pada tahapan operasional
konkret. Peserta didik pada tahapan tersebut memiliki beberapa kecendrungan
prilaku, yaitu mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek
ke aspek secara reflektif dan memandang unsure-unsur secara serentak; mulai
berpikir secara operasional; mampu menggunakan cara berpikir operasional
untuk mengklasifikasikan benda-benda, dan dapat memahami konsep substansi,
panjang, lebar, luas, tinggi, rendah, ringan serta berat. Selain itu, kecendrungan
peserta didik SD/MI ketika belajar mempunyai tiga karakteristik yang menonjol,
yaitu konkret, integrative, dan hierarkis.12
7

Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Temataik, (Yogyakarta: Diva Press, 2013), hlm. 13
Ibid, hlm. 14
9
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran...., hlm. 12
10
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohammad, Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran Aktif Inovatif
Lingkungan Kreatif Efektif, Menarik (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 261.
11
Rusman, Model-Model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru (Jakarta: Rajawali
Pers, 2010), hlm. 251.
12
Ibid, hlm. 251-256.
8

Dengan

memahami

karakteristik

peserta

didik

di

atas,

maka

mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan peserta didik


secara tepat diharapkan akan membawa dampak positif terhadap perkembangan
peserta didik, baik terhadap peningkatan motivasi belajar peserta didik maupun
sikap positif peserta didik terhadap pelajaran yang diajarkan.
C. Model Pembelajaran PKn MI
Beberapa model pembelajaran Pkn yang dapat dikembangkan di kelas 2 MI,
antara lain:
1. Model Pembelajaran Terpadu/Tematik
Model

Pembelajaran

terpadu

merupakan

suatu

pendekatan

dalam

pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek, baik dalam intra
mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan ini, siswa
akan

memperoleh pengetahuan

dan keterampilan secara utuh,

pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.

sehingga

13

Dalam pembelajaran terpadu guru harus memahami benar konsep-konsep


materi atau standart kompetensi dan kompetensi dasar, mana yang akan dijadikan
topik atau masalah pembahasan dalam pembelajaran PKn tersebut dalam
keterkaitannya dengan bidang studi lain. Ketiga model tersebut dapat digunakan
dalam pembelajaran PKn dengan mata pelajaran lain seperti IPS, Bahasa Indonesia,
IPA, Kesehatan, Kesenian dan lainnya seperti pada bagan model webbed dan
integrated.

Sedangkan

keterhubungan

(connected) akan

digunakan

untuk

keterkaitan dalam satu mata pelajaran misal tema-tema dalam PKn itu sendiri.
a. Terpadu Model Connected
Asumsi yang melandasi model keterhubungan ini adalah butir-butir
pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu.14
Langkah yang ditempuh dalam pembelajaran ini:
1) Guru menentukan tema-tema yang dipilih dari silabus.
2) Guru mencari tema yang hampir sama/relevan dengan tema-tema yang lain.
3) Tema-tema tersebut diorganisasikan pada tema induk.
4) Guru menjelaskan materi yang terdiri dari beberapa tema di atas.
5) Guru mengadakan tanya jawab tentang materi yang diajarkan.
13
14

Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik....hlm. 106.


Ibid, hlm. 110.

6) Dengan bimbingan guru siswa membuat kelompok kecil.


7) Dengan bimbingan guru pada siswa di minta untuk mengerjakan tugas
kelompok dari guru.
8) Guru memberikan kesimpulan, penegasan, evaluasi secara tertulis dan
sebagai alat tindak lanjut guru menugaskan pada siswa untuk menyusun
portofolio dan dikumpulkan minggu depan.
b. Terpadu Model Webbed
Model webbed merupakan model pemaduan yang paling popular.
Pemaduan dalam model ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan tematik.
Dalam hal ini tema dapat untuk mengikat kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik
dalam mata pelajaran tertentu maupun antar mata pelajaran.15
Model webbed sering disebut jaring laba-laba,

adalah model

pembelajaran yang dipergunakan untuk mengajarkan tema tertentu yang


berkecendrungan dapat disampaikan melalui beberapa mata pelajaran. Tema
dalam model ini dapat dijadikan pengikat kegiatan pembelajaran baik dalam
mata pelajaran tertentu maupun lintas mata pelajaran. Oleh karena itu, model ini
pada dasarnya merupakan bentuk perpaduan yang bertolak dari pendekatan
tematis inter atau antarmata pelajaran dalam mengintegrasikan bahan dan
kegiatan pembelajaran. Tema sebagai sentral dijadikan sebagai landas tumpu
penyampaian isi pembelajaran interdisipliner maupun antar disipliner.16
Langkah-langkah yang ditempuh:
1) Guru menyiapkan tema utama dan tema lain yang telah dipilih dari beberapa
standar kompetensi lintas mata pelajaran/bidang studi.
2) Guru menyiapkan tema-tema yang telah terpilih.
3) Guru menjelaskan tema-tema yang terkait sehingga materinya lebih luas.
4) Guru memilih konsep atau informasi yang dapat mendorong belajar siswa
dengan pertimbangan lain yang memang sesuai dengan prinsip-prinsip
pembelajaran terpadu.

15
16

Ibid, hlm. 113.


Sapriya, Pembelajaran Pendidikan Kwarganegaraan (PKn)...., hlm. 232.

c. Model Terpadu Integrated


Pada model ini guru masing-masing mata pelajaran bekerja sama melihat
dan memberikan topic-topik yang berkaitan dan tumpang tindih untuk
membangun konsep dan keterampilan.17
Langkah-langkah pembelajaran terpadu.
1) Guru menentukan salah satu tema dari mata pelajaran PKn yang akan
dipadukan dengan tema-tema pada matapelajaran lain.
2) Guru mencari tema-tema dari mata pelajaran lain yang memiliki makna yang
sama.guru memadukan tema-tema dari beberapa mata pelajaran yang dikemas
menjadi satu tema besar.
3) Guru menyusun RPP yang terdiri dari gabungan konsep-konsep berupa mata
pelajaran.
4) Guru menentukan alokasi waktu karena untuk pembelajaran ini biasanya
memerlukan waktu lebih dari satu kali pertemuan.
2. Model Pembelajaran Ekspositori
Pendekatan ekspositori merupakan suatu pendekatan yang menekankan
pada interaksi guru dengan peserta didik. Dalam pendekatan ini terjadi komunikasi
satu arah, yaitu dari guru ke peserta didik sehingga guru jauh lebih aktif dari pada
peserta didik. Guru banyak berbicara untuk menginformasikan bahan ajar kepada
peserta didik, sementara peserta didik sebagai objek. Peserta didik menerima apa
yang diceramahkan guru dan sambil mendengarkan penjelasannya peserta didik
menulis apa yang diperintahkan guru, atau yang dianggap penting. Model
pembelajaran ekspositori lebih tepat diterapkan pada peserta didik kelas satu/kelas
rendah. Guru menggunakan sistem satu arah karena anak kelas satu SD cenderung
pasif. Mereka baru mampu menerima ceramah dari guru saja tanpa mampu
memberi umpan balik, lebih-lebih jika guru sudah mempersiapkan semuanya,
sehingga peserta didik sudah nyaman dan tertegun dengan penjelasan gurunya.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang didasarkan pada
pendekatan ekspositori dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan materi dan perlengkapan lain yang akan disampaikan
b. Apersepsi dengan sedikit mengulangi pelajaran yang lalu
17

Ahmad Susanto, Pengembangan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar (Jakarta: Prenadamedia


Group, 2014), hlm. 298.

c. Setelah itu guru menyampaikan konsep-konsep materi


d. Guru yang kreatif akan menyiapkan perlengkapan yang mendukung seperti
gambar, kaset dan yang lain disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
e. Guru mulai mengadakan pembelajaran, model ini yang aktif guru lebih-lebih
untuk peserta didik SD kelas satu atau dua, anak masih malu-malu dan takut
sehingga pembelajaran tampak satu arah.
f. Guru menyimpulkan, menegaskan dan menyetel kaset yang sesuai dan
memberikan tindak lanjut.
Model pembelajaran ekspositori relevan jika dipadukan dengan teori belajar
Thorndike. Sebagai contoh, untuk menanamkan sikap disiplin kepada anak, dapat
dimotivasi dengan memberikan ganjaran/hadiah, misalnya: permen. Thordike
berpendapat bahwa seseorang akan mengerjakan pekerjaannya dengan sungguhsungguh apabila ada stimulus yang menyenangkan. Peserta didik merasa senang
jika diberi motivasi berupa hadiah, karena peserta didik yang masih belum memiliki
kesadaran untuk berbuat disiplin, maka jika ada peserta didik yang demikian perlu
dimotivasi dengan rangsangan hadiah. Untuk selanjutnya rangsangan berupa hadiah
secara perlahan-lahan diubah menjadi pujian. Itulah sebabnya model pendekatan
ekspositori dikaitkan dengan teori belajar Thorndike sangat tepat untuk
menanamkan sikap jujur, disiplin, gotong royong, maupun lainnya pada anak usia
kelas satu SD (rendah) yang sangat senang apabila mendapat stimulus hadiah dari
guru.

DAFTAR FUSTAKA
Ahmad Susanto, Pengembangan pembelajaran IPS di Sekolah Dasar, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014.
Andi Prastowo, Pengembangan Bahan Ajar Tematik, Yogyakarta: Diva Press, 2013.
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohammad, Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran Aktif
Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif, Menarik, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, Disesuaikan Dengan
Kurikulum 2013, Jakarta: Prenadamedia Grouf, 2014.
Rusman, Model-Model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru Jakarta:
Rajawali Pers, 2010.
Sapriya, Pembelajaran Pendidikan Kwarganegaraan (PKn), Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, 2012.
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. Media pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2009.
Tim Penyusun, Diktat Pembelajaran Pendidikan Kwarganegaraan SD, Selong: STKIP
Hamzanwadi, 2010.

You might also like