You are on page 1of 15

4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Sampai pertengahan abad ke-17, umumnya dipercaya bahwa cahaya
merupakan aliran zarah (corpuscle). Zarah yang dimaksud dipancarkan oleh
sumber cahaya, seperti matahari atau nyala lilin, dan merambat keluar dari sumber
cahaya dengan lintasan lurus. Cahaya dapat menembus bahan bening/ transparan,
dan akan dipantulkan oleh permukaan bahan tak bening (opaque). Ketika zarah
mengenai mata, akan merangsang syaraf-syaraf penglihatan, sedemikian hingga
mata dapat melihat. Teori corpuscular yang menyatakan bahwa cahaya terdiri atas
zarah-zarah yang merambat dalam lintasan lurus, dapat dengan mudah
menerangkan fenomena pantulan cahaya yang mengenai permukaan halus seperti
cermin, misalnya tentang kesamaan nilai sudut pantul dan sudut datang. Demikian
pula dengan hukum pembiasan / refraksi yang berlaku untuk perambatan cahaya
yang menembus bidang batas dua medium yang berbeda indeks bias, seperti
pembiasan sewaktu cahaya merambat dari udara menembus air atau dari udara
masuk ke dalam kaca. Pada pertengahan abad ke-17, Christian Huygens (16291695) pada tahun 1678 menunjukkan bahwa hukum pemantulan dan pembiasan
dapat dijelaskan dengan teori gelombang. Teori gelombang Huygens ini juga
dapat menerangkan fenomena optis yang terjadi dalam bahan kristal, yang disebut
dengan bias rangkap (double re-fractions). Tetapi teori gelombang ini kurang
dapat diterima oleh sebagian ilmuwan saat itu, terutama karena teori ini belum
dapat menerangkan fenomena difraksi yang telah dikemukakan sebelumnya oleh
Grimaldi (1665) seperti halnya teori corpuscular. Teori gelombang yang
dikemukakan Huygens mulai dapat diterima setelah tahun 1801, Thomas Young
(1773-1829) dan tahun 1814, Augustin Jean Fresnel (1788-1829) melakukan
eksperimen tentang fenomena interferensi, serta Leon Foucault mempu mengukur
cepat rambat cahaya dalam cairan. Fenomena-fenomena optik ini tidak dapat
diterangkan dengan teori corpuscular yang menganggap cahaya sebagai partikel

(zarah), tetapi dapat dijelaskan bila cahaya dianggap sebagai gelombang seperti
yang dikemukakan dalam teori gelombang Huygens.
Seberkas cahaya yang mengenai bidang batas dua medium transparan yang
berbeda indeks bias, maka sebagian cahaya akan dipantulkan dan sebagian yang
lain akan ditransmisikan dan dibiaskan ke dalam medium kedua. Ada tiga hukum
dasar tentang pemantulan dan pembiasan yang berbunyi
1. Sinar datang, sinar pantul, dan sinar bias membentuk satu bidang (yang
disebut dengan bidangdatang atau bidang kejadian), yang arahnya tegak lurus
terhadap bidang batas kedua medium,
2. Sudut sinar terpantul (yang kemudian disebut dengan sudut pantul) nilainya
sama dengan sudut datang, dan dinyatakan secara matematis dengan 1 = 2.
Hukum kedua ini disebut juga dengan hukum refleksi.
3. Indeks bias medium pertama kali sinus sudut datang sama dengan indeks bias
medium ke-dua kali sinus sudut bias, n1 sin 1 = n2 sin 2, Pernyataan ini
disebut dengan hukum refleksi atau hukum Snell.
Ketiga hukum dasar ini dapat dijelaskan dengan beberapa macam cara, seperti
dengan prinsip Huygens, prinsip Fermat, atau Teori sinar. Pembahasan secara
singkat tentang pembuktian hukum pemantulan dan pembiasan dengan prinsip
Huygens,

prinsip

Fermat,

dan

menggunakan

pendekatan

gelombang

elektromagnetik dijelaskan pada bagian berikut.


Secara skematis proses pemantulan dan pembiasan ditunjukkan oleh
Gambar 1 dengan kondisi indeks bias medium pertama (n1) lebih renggang
dibanding medium ke dua (n2), n1 < n2 . Proses pemantulan pada kondisi seperti
ini dikenal dengan sebutan refleksi eksternal, sedangkan berdasar hukum Snell di
atas didapatkan bahwa sudut bias akan selalu mendekati garis normal atau sudut
bias selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan sudut datangnya. Tinjauan dari
sifat gelombang yang terpantul dan terbias dengan mempertimbangkan syarat
batas antara dua medium, diperoleh persamaan Fresnel yang menyatakan tentang
perbandingan amplitudo gelombang terpantul dan terbias terhadap amplitudo
gelombang datang yang dikenal dengan koefisien amplitudo refleksi dan koefisien
amplitudo transmisi. Karena arah getar medan listrik pada gelombang cahaya
merupakan besaran vektor, maka vektor medan listrik gelombang cahaya dapat

diuraikan menjadi dua vektor yang saling tegak lurus yaitu arah getar medan
listrik yang sejajar bidang datang dan yang tegak lurus bidang datang. Dari
kenyataan seperti ini akan diperoleh empat Persamaan Fresnel yang berhubungan
dengan koefisien amplitudo refleksi dan transmisi baik untuk gelombang dengan
arah getar medan listrik sejajar maupun gelombang yang arah medan listriknya
tegak lurus bidang datang.
datang.

i
r
n1
n2

Gambar 1. Pemantulan dan pembiasan pada dua medium yang berbeda.


(www.dikmenum.go.id/dataapp/elearning/bahan/kelas1/images/PEMANTULAN
%20CAHAYA.pdf . kamis,15 mei 2008: 05.54 WIB)

Percobaan ini menggunakan sumber cahaya dari laser HeNe. Laser


merupakn hasil emisi radiasi tingkat tinggi. Laser dapat terbentuk dari beberapa
metode. Yang biasanya digunakan adalah metode eksitasi foton, eksitasi elektron
dan tumbukan non-elektron atom-atom.
Sebelum mendefinisikan laser lebih lanjut, terlebih dahulu akan ditunjukan
tentang transisi yang berkaitan dengan radiasi Elektromagnetik.
Ada tiga macam transisi yang berkaitan dengan radiasi Elektromagnetik,
yaitu:
1.

Absorbsi induksi
Perhatikan gambar 1.a!
Ej

hv
E j Ei

hv=

Ei

Gambar 1.a Absorbsi induksi


Ei

Bila mula-mula atom dalam keadan I dengan energi

kemudian

menyerap energi sebesar hv maka akan terjadi transisi ke tingkat yang lebih
Ej

tinggi, yaitu j dengan energi

. Peristiwa ini di sebut absorbsi induksi atau

absorbsi imbas.
2.

Emisi spontan
Perhatikan gambar 1.b !
Ej
hv
Ei
Ej

Atom dalam keadaan j dengan energi

terjadi transisi ke keadaan I

Ei

dengan energi sebesar

. Sehingga terjadi pemancaran energi sebesar hv.

Transisi semacam ini disebut pemancaran spontan atau emisi spontan


3.

Emisi induksi
Pehatikan gambar 1.c !
hv
hv

hv

Ej
Ei

Metode Analisis

Foton yang datang berenergi hv menyebabkan terjadinya transisi dari


Ej

keadaan lebih tinggi (

Ei

) ke keadaan yang lebih rendah (

). Pada transisi ini

terpancar energi foton sebesar hv. Peristiwa ini di sebut dengan emisi induksi.

Elektron yang keluar dari suatu kulut atom berpindah ke kulit atom yang
letaknya jauh dari inti, di sebut elektron tereksitasi. Kalau sebuah elektron keluar
sama sekali dari atom sehingga atom itu menjadi ion positif, maka atom itu
dikatakan terionisasi.
Laser pada dasarnya merupakan sebuah osilator optik. Kata laser
didapatkan dari singkatan light amplification by stimulated emission of
radiation , yaitu sebuah berkas cahaya bersifat monokromatik dan koheren yang
diperoleh dari adanya emisi radiasi yang terstimulasi (terangsang). Koheren disini
berarti gelombang gelombang yang mempunyai fase yang sama atau yang
mempunyai beda fase yang selalu tetap.

Prinsip Terjadinya Laser


Perhatikan gambar 1.d !
E2

hv1

E2

hv1

E1

hv1
hv1

hv1
hv1
E1

E0
(a)

(b)

E2

E2

E1

hv

E0
E0
(c)

E1
hv
hv
hv
hv

(d)

Keterangan Gambar:
E0

a) Atom dalam keadaan dasar dengan energi

eksitasi dengan energi


hv ' E2 E0

Sehingga

E2

di pompakan ke keadaan

dengan menggunakan energi sebesar

hv '

b) Transisi terjadi dengan cepat ke keadaan metastabil (setengah stabil)


yaitu oleh emisi spontan dengan memancarkan energi sebesar
c)

hv ''

E1

Keadaan metastabil terisi oleh atom-atom yang berasal dari keadaan


eksitasi.

d) Terjadi emisi induksi dari keadaan metastabil (

karena ada foton berenergi

hv

E1

E0

) ke keadaan dasar (

hv E1 E0

yang besarnya

mengenai

atom. Foton yang terpancar keluar merupakan berkas foton yang koheren,
yang dalam pembahasan selanjutnya di sebut sinar laser.
Laser He-Ne menggunakan dua atom Helium dan Neon, yang mempunyai
sistem kombinasi gas yang sesuai. Tingkat energi keadaan tereksitasi kedua atom
hampir berhimpit. Jika keadaan tereksitasi, salah satu atom Helium metastabil
maka gas Neon akan berfungsi sebagai keluaran pada saat proses aksitasi.
Akibatnya tingkat energi eksitasi jauh lebih tinggi dan atom Neon dapat meluruh
disertai radiasi foton.

10

Neon

Benturan elektron
2p

Keadaan dasar

1s2 Keadaan dasar

11

Gambar 44-10. Diagram tingkatan tenaga untuk Laser He-Ne


Gambar 44-10 mempelihatkan diagram tingkatan tenaga untuk sistem.
Notasi yang digunakan untuk memberi label berbagai tingkatan tenaga, misalnya
seperi 1s2s atau 5s, akan dibahas dalam bagian 46-1, yang belum dibahsa disini.
Atom Helium dieksitasikan ke keadaan 1s2s tidak dapat kembali ke keadaan dasar
dengan memancrkan 20.61-eV foton, yang dapat diperkirakan, sebab kedua-dua
keadaan itu mempunyai momentum sudut total nol, sedangkan sebuah foton harus
membawa pergi paling sedikit satu-satuan ( h/2 ) dari momentum sudut. Suatu
keadaan semacam ini, dimana peluruhan radiatif adalh mungkin, disebut keadaan
metastabil.
Akan tetapi, atom helium dapat kehilangan tenaga oleh tumbukan
pertukaran tenaga dengan atom-atom neonyang di awali di keadaan dasar. Sebuah
atom helium 1s 2s, dengan tenaga dalamnya 20.61 eV dan tenaga kinetik tambahn
yang kecil, dapat bertumbukan dengan sebuah atom neon dalam keadaan
tereksitasi 5s pada 20.66-eV dan meninggalkan atom helium dalam keadaan dasar
1s2. jadi kita punyai mekanisme yang perlu untuk inversi populasi dalam neon,
dengan populasi dalam keadaan 5s yang bertmbah besar dengan kuatnya. emudian
emisi yang dirangsang dari keadaan tersebut menghasilkan emisi cahaya emisi
koheren tinggi pada 632.8 nm, seperti terlihat di atsa diagram. Dalam prakteknya
berkas sinar dikirim mundur maju melalui gas beberapa kali oleh sepasang cermin
sejajar, sehingga seperti merangsang emisi berdasarkan sebanyak mungkin atom
yang tereksitasi. Salah satu cermin itu adalh tembus cahaya sebagian, sehingga
sebagian dari berkas sinar itu muncul sebagai berkas sinar ke luar. (Sears. Zemansky,
1994 : 1087-1088)

Interferensi cahaya berhubungan dengan Ketika dua gelombang cahaya


melintas satu sama lain, medan listrik resultan E pada titik persimpangan sama
dengan penjumlahan dari masing-masing medan listrik E1 dan E2

E E1 E2

12

Intensitas gelombang gabungan adalah sebanding dengan kuadrat medan listrik


I E 2 ( E1 E2 ) 2

resultan:

Umumnya penjalaran gelombang EM sama dalam segala arah atau secara


keseluruhan menjalar secara acak. Dikatakan sebagai gelombang yang tidak
terpolarisasi Contohnya sinar matahari, sinar lampu,dll. Jika semua gelombang
dari cahaya memiliki vektor medan E dalam arah yang sama pada setiap saat,
maka akan menghasilkan satu vektor resultan medan E, dan selanjutnya berkas
cahaya ini dikatakan terpolarisasi secara linier, atau terpolarisasi bidang, atau
singkatnya terpolarisasi.
Persamaan Maxwell memberikan hubungan-hubungan tertentu diantara
komponen-komponen sejajar dan tegak lurus medan listrik (E)dan magnetic (B)
pada kedua sisi permukaan yang memisahkan kedua medium hubungan-hubungan
ini memungkinkan kita membuat hubungan antara komponen-komponen medan
listrik pada gelombang datang, terbias dan terpantul. Dari hubungan ini dapat
dihitung koefisien pemantulan dan pembiasan atau transmisi. Bila 1= 2 = 0 ,
yang berlaku dalam kasus-kasus secara luas, maka hasil yang didapat adalah
sebagai berikut:
R par

,r

i

n2 cos i n1 cos r
n1 cos r n2 cos i

,
Rtran r
i

n1 cos i n2 cos r
n1 cos i n2 cos r

2n1 cos i
n1 cos r n2 cos i

par


T par r
i

tran

par

(2.1)

r
i

Ttran s

trans

2n1 cos i
n1 cos i n 2 cos r

13

Jika hukum Snellius di terapkan pada tiap persamaan diatas maka menjadi
persamaan dibawah ini:

tan i r
tan i r

R par

rtrans

t par

sin i r
sin i r

2 cos i sin r
sin i r cos i r
(2.2)

Ttrans

2 cos i sin r
sin i r

Untuk arah datang cahaya normal maka = 0, sehingga persamaan


umumnya menjadi.

R par

n21 1
n21 1

Rtrans R par
,

(2.3)

dan

T par

2
n21 1

Ttrans T parI
,

(2.4)

n2
Dimana n21= n1
Dari persamaan (2.3) terlihat bahwa pada arah datang normal satu dari
komponen pantul selau mengalami perubahan fase ; komponen mana yang
berlawanan fase dengan gelombang datang bergantung pada apakah n21 lebih
besar atau lebih kecil daripada 1. Gelombang biasanya selalu ditransmisikan tanpa
perubahan fase.
Terdapat sejumlah hasil menarik lainnya. Misalnya dapat dilihat dari
persamaan pertama persamaan (2.4) bahwa bila i + r = /2 sehingga sinar-sinar
pantul dan biasnya tegaklurus, maka penyebut menjadi tak-terhingga besarnya dan

14

Rpar = 0. Artinya, gelombang pantul terpolarisai total pada bidang yang tegaklurus
terhadap bidang datang. Jadi bila sinar-sinar pantul dan bias saling tegaklurus,
maka sinar pantul terpolarisasi total dengan medan listrik yang tegak lurus
terhadap bidang datang. Sudut datang i yang bersesuaian dikatakan sebagai sudut
polarisai. Bila i + r = /2, maka sin r = sin (/2-i) = cos i dan hukum Snellius
memberikan.
tan i = n21

(2.5)

untuk sudut polarisai. Jadi polarisai linier total gelombang pantul terjadi bila sudut
datang diambil sedemikian rupa sehingga tangenya sama dengan indeks bias
relatif. Hasil ini di sebut hukum Brewster, dan i sering di sebut sudut Brewster.
Gejala ini pertama kali di temukan oleh seorang ahli fisika Skotlandia bernama Sir
David Brewster (1781-1868).
Dari persamaan (2.1) dan (2.2) bahwa koefisien pembiasan atau

T par
transmisi

Ttrans
dan

tak dapat nol, dan karena gelombang bias tak pernah

terpolarisasi sempurna namun jika gelombang elektromagnetik ditransmisikan


melalui sebuah tumpukan lempeng sejajar yang tipis, dan sudut datang sama
dengan sudut polarisai, maka gelombang transmisi akhir mempunyai komponen

r ,
yang jauh lebih kecil karena komponen ini cenderung bergerak dengan tiap
gelombang pantul setiap saat gelombang tersebut di pantulkan ketika melalui satu
lempeng ke lempeng berikutnya. Karena itu jika terdapat pelat yang cukup dalam
tumpukan, maka gelombang transmisi hampir terpolarisasi total, dan medan listrik
transmisi berosilasi pada bidang datang.
Polarisasi cahaya bisa terjadi saat cahaya dipantulkan dan ditransmisikan
oleh perbatasan dua dielektrik. Teori gelombang elektromagnetik menyatakan
bahwa cahaya yang direfleksikan akan terpolarisasi relatif terhadap permukaan
bidang yang merefleksikan dan bergantung pada besar dari sudut datangnya.
Pada saat gelombang cahaya datang pada perbatasan dua medium yang
berbeda indeks biasnya, misalnya n1 dan n2, dengan sudut datang , maka

15

sebagian cahaya akan dipantulkan dan sebagian cahaya akan dibiaskan


( ditransmisikan ). Berdasarkan pada Hukum Snellius dapat ditentukan besarnya
sudut pantul dan sudut bias . Besar koefisien reflektansi dan koefisien
transmisi amplitudo berbeda untuk gelombang paralel terhadap bidang datang.
Bidang yang dibentuk oleh arah vektor datang dan normal permukaan disebut
bidang datang.
Untuk gelombang sejajar dinyatakan dengan persamaan :

R par

tan
tan
...... ( 1.a )

Tpar

4 sin cos
sin 2 sin 2
...... ( 1.b )

Gambar 2.1 : Komponen gelombang EM ketika datang pada bidang batas dengan
sudut datang 0. Polariser akan mentransmisikan komponen E sejajar bidang
datang. Dengan memutar polariser 90 dapat dipilih komponen E yang tegak
lurus bidang datang.
Dan untuk gelombang tegak lurus bidang datang dinyatakan dalam bentuk
persamaan :

Rtrn

sin
sin
( 2.a )

16

Ttrn

2 sin cos
sin
( 2.b )

dimana adalah sudut datang dan adalah sudut bias.


Mengingat persamaan Snellius tentang pembiasan, dimana :

sin n2

n1 2
sin n1
( 3 )
maka persamaan ( 1 ) menjadi :
Rtrans

n12 2 cos n12 2 sin 2


n12 2 cos n12 2 sin 2
.. ( 4.a )

dan persamaan ( 2 ) menjadi :

Rtrans

cos n12 2 sin 2


cos n12 2 sin 2
. ( 4.b )

dengan n1 2 = n2 / n1, dimana n1 indeks bias medium 1 ( udara ) dan n2 indeks bias
medium 2 ( gelas atau akrilik ). Persamaan ( 4 ) dikenal dengan Hukum
Pemantulan Fresnel.
Ketika sangat kecil atau gelombang datang mendekati arah normal maka
diperoleh

0 dan

0 ( cahaya normal ), sehingga :

sin ( - ) ~ tan ( - ) ~ ( - )
dan Hukum Fresnel menjadi :

R par ~ Rtrans

1
1

~ n2 n1 n1 n2
~
1 1 n1 n2
n2 n1

Sehingga intensitas gelombang refleksinya adalah :


R

2
00

Ir n1 n 2

Io n1 n 2

1 2

.. ( 6 )

. ( 5 )

17

~ 0,04 pada batas antara udara dan gelas.


Untuk menentukan sudut Brewster, dimana + = 90 ; tan ( + ) =
akan diperoleh persamaan :

tan( )
tan( )

Dalam hal ini hanya R yang tegak lurus yang ada, akibatnya gelombang
elektromagnetik yang direfleksikan murni terpolarisasi bidang dengan vektor E
yang tegak lurus bidang datang. Kondisi inilah yang mendefinisikan hanya sudut
polarisasi Brewster karena + = 90, maka :
= B
cos B = sin = sin ( 90 - B )
sehingga :
n1 sin B = n2 sin
= n2 cos B

sin
n
2
sin n1
dan

tan B

n2
n1
Setiap permukaan optik akan sebagian dipantulkan. Fenomena

pemantulan Fresnel dan ekuivalen optik dari impedansi. Diskontinuitas dari


impedansi menyebabkan pemantulan sinyal elektronik. Pada saat yang sama,
sebuah perubahan indeks refraksi menyebabkan pemantulan refleksi pula. Proses
pemantulan dari medium udara ke medium gelas digambarkan seperti berikut :

18

Pemantulan Fresnel untuk sinar non-polarized dihubungkan pada indeks


refleksinya seperti persamaan berikut :

dimana R adalah koefisien pemantulan dan n 1 dan n2 adalah indikasi pemantulan


dua medium. Pada umumnya, sudut datang lebih besar bersimpangan dengan
sudut normal, lebih besar dari koefisien pemantulan Fresnel.
Pemantulan terbesar dilihat dari efek signifikan dimana permukaannya
berbeda. Pada nilai indeks refraksi adalah 1,5 (kebanyakan pada medium gelas
mendekati nilai ini), pemantulan mendekati 4% per permukaan. Oleh karena itu,
sistem kualitas lensa yang tinggi diberikan bahan anti-refleksi berdasarkan satu
atau lebih layer-layar film sesuai indeks refraksi dan ketebalan.

You might also like