You are on page 1of 9

Identifikasi A. Otitidis, S. pneumonia, M.

Catarrhalis,
dan H. Influenza pada anak dengan Otitis Media Efusi
Latar belakang: berdasarkan pada beberapa penelitian, OME (otitis media efusi) atau Otitis
Media Non Supuraif merupakan salah satu penyebab utama gangguan pendengaran pada
anak-anak, malformasi social, dan tingginya biaya medis. Patogenesisnya masih belum jelas,
walaupun diketahui bahwa komplikasinya berkaitan erat dengan infeksi bakteri. Alloicoccus
otitidis, Haemophillus influenza, Streptococcus pneumonia dan Moraxella catarrhalis
merupakan bakteri pathogen yang paling sering diisolasi dari efusi telinga tengah (ETT).
Objektif: dikarenakan prevalensi OME yang tinggi pada anak-anak, peneliti ingin
menginvestigasi agen bakteri yang menyebabkan penyakit seperti A. otitidis, H. influenza, S.
pneumonia, dan M catarrhalis pada berbagai subjek yang telah ditentukan.
Metode dan sampel: 45 anak-anak antara umur 1 15 tahun yang dipilih pada penelitian
ini. Tujuh puluh spesimen yang telah dikumpulkan dari ETT dengan miringotomy dan
diinokulasi pada PBS buffer. Kultur konvensional dan metode PCR yang digunakan untuk
identifikasi agen bakteri.
Hasil: kultur bakteri pada 8,6% sampel yang positif dengan kultur konvensional, yaitu A.
otitidis (1,4%), M. Catarrlahis (2,9%), S. pneumonia (4,3%). Tidak ada H. influenza yang
terisolasi. Melalui metode PCR, A. otitidis merupakan bakteri yang paling sering terisolasi,
ditemukan pada 25,7% sampel, diikuti dengan S. pneumonia, M. catarrhalis, dan H. influenza
yang masing-masing sebanyak 20%, 12%, dan 20% sampel. Secara keseluruhan, 55 dari 70
sampel positif dengan metode kultur dan PCR.
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa A. otitidis adalah agen penyebab utama ETT pada
anak-anak dengan OME. Oleh karena itu dokter harus menyadari bahwa infeksi bakteri
berperan penting dalam perkembangan otitis media akut hingga menjadi OME pada anakanak di wilayah kita.
Kata kunci: OME, PCR, S. pneumonia, H. influenza, M. catarrhalis
1. LATAR BELAKANG
Adanya cairan di telinga tengah tanpa gejala atau tanda-tanda infeksi didefinisikan
sebagai otitis media efusi (OME). Otitis media efusi berbeda dengan otitis media akut karena
ditandai dengan adanya cairan di telinga tengah yang disertai dengan tanda-tanda peradangan
akut pada telinga tengah (1). OME adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen
gram negatif dan gram positif pada telinga tengah bayi atau anak (2). Pada anak-anak, bakteri
patogen tersebut merupakan penyebab paling umum pada gangguan pendengaran yang
membutuhkan terapi antibiotik dan tindakan pembedahan. Hal ini dapat menyebabkan efek
samping yang signifikan pada pendengaran, sehingga jika efek ini berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, maka dapat menyebabkan berkurangnya perkembangan bahasa dan bicara
pada anak-anak (3). Mekanisme patogenesis pada OME tidak dapat diketahui dengan jelas.
Namun, infeksi bakteri, disfungsi tuba eustachius, alergi dan imunologi merupakan faktor
yang diketahui sebagai penyebab utama penyakit ini.
Beberapa penelitian yang telah melaporkan berbagai jenis agen bakteri pada efusi
telinga tengah; Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae dan Moraxella

catarrhalis yang umumnya telah diidentifikasi. Etiologi bakteri OME akut bervariasi pada
setiap individu, dimana S. pneumoniae merupakan bakteri yang paling sering ditemukan,
sekitar 29-32% dari hasil kultur. M. catarrhalis sebagai suatu patogen pada otitis media
mengalami peningkatan selama dua dekade terakhir ini. Pada penelitian

dengan

menggunakan metode PCR, khususnya pada pasien dengan kultur negatif, Alloiococcus
otitidis juga dapat dideteksi dalam proporsi yang cukup besar (4). Hasil ini membuktikan
bahwa infeksi bakteri merupakan suatu faktor penting dalam pathogenesis terjadinya OME.
PCR menghasilkan sensitivitas yang sangat tinggi dan dan spesifitas untuk mendeteksi
bakteri pada efusi telinga tengah.
2. OBJEK
Dikarenakan prevalensi OME yang tinggi pada anak-anak, peneliti menentukan untuk
menginvestigasi agen bakteri yang menyebabkan penyakit seperti A. otitidis, H. influenza, S.
pneumonia, dan M catarrhalis pada berbagai subjek yang telah ditentukan.
3. SAMPEL DAN METODE
45 anak-anak antara umur 1 15 tahun yang dipilih pada penelitian ini. Alasan
utamanya bahwa prevalensi penyakit ini (OME) merupakan yang tertinggi pada anak-anak.
Analisis bakteriologis dilakukan pada sampel yang diambil dengan mengusap rongga telinga
tengah selama operasi implan koklea. Berdasarkan riwayat medis pasien, variabel-variabel
yang diambil, yaitu jenis kelamin, usia, tanggal terjadinya OME, riwayat alergi, infeksi
saluran pernapasan, otitis media (akut, dengan efusi dan akut berulang), level pendengaran,
dan gangguan pendengaran unilateral ataupun bilateral. Selanjutnya, liang telinga eksternal
dibersihkan dengan alkohol 70% selama satu menit dan dilakukan miringotomi. Cairan
telinga tengah memiliki viskositas yang tinggi, sehingga sebanyak 0,5 mL normosaline
dimasukkan ke dalam liang telinga tengah dan cairan diekstraksi dengan cara mengusap.

Isolasi bakteri
Tujuh puluh sampel telinga tengah dikumpulkan dari 45 anak-anak yang berusia
antara 1 - 15 tahun, yang telah menderita OME. Setiap spesimen dibagi menjadi dua
bagian; satu porsi dari ekstrak cairan telinga tengah dimasukkan ke dalam tabung mikro
dengan PBS buffer untuk kultur bakteri dan yang lainnya disimpan pada suhu -70 C
untuk uji PCR. Untuk isolasi utama bakteri, spesimen diinokulasi pada beberapa media
kultur dalam kondisi aerobik dengan 5% CO2 pada 35 C selama 24-72 jam menurut
Chapin. Sesuai dengan media kultur yang digunakan: Muller Hinton dengan 5% agar
darah domba (A. otitidis dan S. pneumoniae), agar coklat dengan vankomisin (5 mg /

mL), klindamisin (1 mg / mL) dan bacitracin (300 ug / mL ) untuk H. influenzae, agar


coklat dengan vankomisin (5 mg / mL), klindamisin (1 mg / mL) dan bacitracin (300 ug /
mL) dan acetazolamide (untuk M. catarrhalis). A. otitidis memiliki masa inkubasi
pertumbuhan yang lambat yaitu selama dua minggu. Bakteri yang diisolasi dikenal
dengan sebuah uji biokimia konvensional (08/06). Sehingga pewarnaan Gram dilakukan.
Smua media diinkubasi pada suhu 37 C, dengan tempat agar darah dan agar coklat
dalam suasana mikroaerofilik dan agar Brucella pada keadaan Aerobiosis.

Uji PCR
DNA genomik diekstraksi dengan kotak High Pure PCR Template (Roche, Jerman).
Selanjutnya, PCR dilakukan dengan mengekstrak DNA menggunakan primer universal
(Tabel 1). The primer spesifik yang digunakan pada penelitian ini termasuk; RDR125:
ACTTTTG-GCGGTTACTCTAT dan DG74: TGTGCCTAATTTACCAGDAT untuk H.
influenza (5, 9, 10), str1: GATCCTCTAAATGATTCTCAGGTGG dan DG74:
ACTATAGAAGAAAGGG-AAGTTTCCA untuk S. pneumonia (5, 9, 10), MCA:
TTGGCTTGTGCTAAAATATC dan MCAT2: GTCATCGCTATCATTCACCT untuk M.
catarrhalis (5, 9, 10), dan mer21: CTACGCA-TTTCACCGCTACAC dan mer20:
GGGGAAGAACACGGATAGGA untuk A. otitidis (14-11). Denaturasi awal pada suhu
95 C selama lima menit, 35 siklus denaturasi pada suhu 95 C selama 30 detik,
dikeraskan pada (66 C untuk S. pneumoniae dan A. otitidis, 55 C untuk M. catarrhalis
dan 52 C untuk H . influenzae) selama 30 detik, diperpanjang pada suhu 72 C selama
30 detik dan perpanjangan akhir pada suhu 72 C selama tujuh menit yang kemudian
diangkat

dengan menggunakan DNA thermal cycler eppendorf. Elektroforesis yang

digunakan selama 60 menit dalam 2% gel agarosa untuk mendeteksi produk yang telah
dikeraskan. Spesimen penelitian ini dengan hasil PCR yang konsisten pada rangkaian
yang sesuai bioneer Company (Korea) dan digunakan sebagai kontrol positif, sedangkan
air suling ialah digunakan sebagai suatu kontrol negatif.

4. HASIL PENELITIAN
Semua sampel telinga tengah yang diambil melalui aspirasi selama operasi dan
kemudian dianalisis. Berdasarkan metode konvensional (kultur dan pewarnaan), leukosit
polimorfonuklear tidak terlihat pada salah satu pasien.

Hasil Kultur
Dari 70 sampel yang diperoleh dari 45 anak-anak dengan OME, onset usia rata-rata
adalah 4,5 tahun. 56% ialah laki-laki dan 44% ialah perempuan. Sekitar 20 dari 45 pasien
(45%) dengan keterlibatan unilateral dan 25 dari 45 pasien (55%) dengan keterlibatan
bilateral yang memiliki sampel positif pada DNA bakteri. Selama operasi, kualitas efusi
dianalisis secara visual dan mukus pada 32 (71,2%) anak-anak, serta serosa pada 13
(28,8%) pasien. Sebanyak 70 sampel yang diambil dari 45 anak, 25 kasus positif pada
presentasi bilateral; sehingga memungkinkan untuk pengambilan sampel dari kedua
telinga. Ketika menganalisis sampel bilateral, sampel yang diperoleh dari kedua sisi ialah
100% sama. Di antara 70 sampel, kultur bakteri positif pada enam (13,4%) sampel.
Mikroorganisme yang diisolasi dari kultur, termasuk: A. otitidis, M. catarrhalis dan S.
pneumoniae. Haemophilus influenzae tidak dapat diisolasi pada setiap sampel yang
dilakukan kultur (Tabel 1).

Hasil uji PCR


Seperti yang diperlihatkan dengan elektroforesis gel agarosa dari hasil PCR, A.
otitidis merupakan bakteri yang paling sering terisolasi; terdapat 18 sampel yang positif di
antara total 55 (25,7%), dan DNAs bakteri yang berkaitan dengan A. otitidis terdeteksi
pada 33% dan 67% dari masing-masing pasien secara unilateral dan bilateral. Tingkat
pendengaran normal pada semua pasien. Di antara 12 pasien dengan OME bilateral
disebabkan oleh A. otitidis, infeksi unilateral disebabkan oleh H. influenzae dan S.
pneumoniae yang masing-masing pada kasus satu dan dua. Distribusi agen bakteri yang
diisolasi dari pasien OME ialah berdasarkan pada data klinis; jenis kelamin dan usia yang
sesuai pada tabel 2. Hasil uji PCR menunjukkan 55 sampel yang positif untuk DNA
bakteri yang telah diuji dengan primer universal. Contohnya ialah A. otitidis, H.
influenzae, S. pneumoniae dan M. catarrhalis terdeteksi (Gambar 1).

5. DISKUSI
Dalam patogenesis OME, infeksi bakteri telah diketahui sebagai suatu faktor penting,
dan banyak penelitian yang tela membuktikan bahwa A. otitidis, M. catarrhalis, S.
pneumoniae dan H. influenzae adalah bakteri patogen yang paling umum pada infeksi ini.

Telah diduga bahwa bakteri ini termasuk dalam flora normal dari liang telinga tengah (15).
Namun, beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa beberapa bakteri ini,
seperti A. otitidis mempunyai kemampuan immune-stimulatory (16) sehingga tidak bisa
menjadi bagian dari flora normal pada saluran tersebut. Deteksi agen bakteri ini dapat
dilakukan dengan uji PCR dan kultur bakteri sederhana. Namun, isolasi dari A. otitidis
dengan menggunakan metode kultur konvensional sagat sulit karena pertumbuhannya sangat
lambat dan membutuhkan media khusus untuk pertumbuhan secara in vitro (11).
Rata-rata isolasi bakteri ini dengan menggunakan kultur standar tidak dapat dihasilkan
lebih dari 45%. Akan tetapi, metode PCR yang digunakan pada isolasi agen bakteri tersebut
mengalami peningkatan secara signifikan dan, A. otitidis merupakan bakteri pathogen yang
paling umum diisolasi (11, 16). Oleh karena itu, PCR sangat berguna untuk mendeteksi
patogen yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat yang sulit untuk dikultur pada
laboratorium diagnostik atau suatu media khusus. Sehingga PCR perupakan teknik yang
paling fungsional untuk menentukan keberadaan DNA bakteri patogen pada efusi culturesterile dari telinga tengah. Dengan demikian agen-agen bakteri tersebut dapat dengan mudah
dideteksi melalui uji PCR (4, 16). Peneliti menggunakan kedua metode tersebut untuk
mempelajari etiologi bakteri OME pada 70 anak yang di bawah 15 tahun. Onset rata-rata
usianya ialah 4,5 tahun dan onset usia yang paling umum ialah kurang dari lima tahun.

Penelitian ini menggunakan kultur bakteri sederhana, bakteri yang terdeteksi hanya
terdapat enam (8,6%) kasus, sedangkan jika menggunakan alat uji PCR DNA bakteri dapat
terdeteksi hingga 55 (78,6%) kasus. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan laporan
penelitian sebelumnya di Iran (17). Dalam penelitian tersebut, hasil kultur yang positif ialah
8,6% (6 dari 70 sampel), sementara hasil kultur positif yang dilaporkan oleh Khoramrooz

dkk. ialah sekitar 47,6% (17); secara keseluruhan, hasil kami lebih rendah dari laporan yang
lainnya (4, 11, 16). M. catarrhalis merupakan bakteri yang paling umum (4,3%) diisolasi pada
sampel cairan telinga tengah yang terdeteksi melalui kultur. Namun, pendeteksian isolate
yang kami lakukan lebih rendah dari yang sebelumnya dilakukan oleh Khoramrooz dkk.
(9,5%) (17) belum mirip dengan laporan dari Lebanon (4%) (10). Selanjutnya, A. otitidis
diisolasi dari 1,4% sampel sementara penelitian lain dari berbagai wilayah berbeda mengenai
hasilnya; Iran 23,8% (17), Spanyol 48,2% (11), Turki 58% (18), dan Amerika Serikat 5% dan
4,7% (7).
Dalam penelitian ini, bakteri terbanyak ketiga yang diisolasi melalu kultur pada sampel
cairan telinga tengah adalah S. pneumoniae (2,9%), yang diisolasi pada tingkat yang lebih
rendah daripada yang dilaporkan pada penelitian serupa dari Iran 9% (17), namun memiliki
kemiripan dengan penelitian dari Spanyol 3,4% (19) dan Brasil 12,5% (20). Akan tetapi,
tidak ada H. influenzae yang didapatkan melalui kultur pada penelitian ini. Selanjutnya, pada
penelitian ini dapat membandingkan antara metode PCR dengan teknik kultur sebagai suatu
cara yang mungkin dapat diperoleh suatu bukti keterlibatan bakteri dalam penelitian ini.
Menurut metode PCR, yang dikonfirmasi hasil dari metode kultur, A. otitidis merupakan
bakteri yang paling umum (25,7%) didapatkan pada sampel cairan telinga tengah. Tingkat
isolasinya lebih rendah daripada yang dilaporkan pada penelitian serupa di Iran (17), tetapi
lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh beberapa penelitian lain (18,5%) (11) dan lebih rendah
yang dilaporkan di Turkey 35% (18) dan Jepang 60,5% (13).
Dengan menggunakan uji PCR, M. catarrhalis, S. pneumoniae dan H. influenzae
masing-masing dapat dideteksi pada 12,8%, 20% dan 20% dari sampel, dan hasil ini memiliki
kemiripan dengan hasil penelitian yang dilaporkan di Iran (17). Spesivitasb dan sensitivitas
uji PCR lebih tinggi dibandingkan dengan metode kultur dalam mendeteksi infeksi bakteri
yang menyebabkan OME. Tidak ada penjelasan yang tepat pada pertentangan ini dikarenakan
perbedaan dalam penyebaran patogen ini. Kesimpulannya, berdasarkan pada penelitian ini,
peneliti mendapatkan bahwa A. otitidis, S. pneumoniae, H. influenzae dan M. catarrhalis
merupakan patogen bakteri utama pada otitis media efusi, yang mana A. otitidis merupakan
bakteri yang paling sering didapatkan pada anak-anak Iran dengan efusi telinga tengah.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa bakteri yang tersisa yang disebabkan oleh
penggunaan antibiotik yang tidak memadai dapat menjadi penyebab OME. Sehingga infeksi
bakteri memainkan peran penting dalam perkembangan otitis media akut hingga menjadi
OME, yang pada akhirnya menyebabkan gangguan pendengaran, gangguan sosial dan biaya

medis yang tinggi. Hal tersebut merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan saat
mengobati OME pada anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
1. de Miguel Martinez I, Ramos Macias A, Masgoret Palau E. [Bacterial implication in otitis
media with effusion in the childhood]. Acta Otorrinolaringol Esp. 2007;58(9):40812.
2. Karalus R, Campagnari A. Moraxella catarrhalis: a review of an important human
mucosal pathogen. Microbes Infect. 2000;2(5):54759.
3. Park CW, Han JH, Jeong JH, Cho SH, Kang MJ, Tae K, et al. Detection rates of bacteria
in chronic otitis media with effusion in children. J Korean Med Sci. 2004;19(5):7358.
4. Guvenc MG, Midilli K, Inci E, Kuskucu M, Tahamiler R, Ozergil E, et al. Lack of
Chlamydophila pneumoniae and predominance of Alloiococcus otitidis in middle ear
fluids of children with otitis media with effusion. Auris Nasus Larynx. 2010;37(3):269
73.
5. Park HJ, Park KH, Kim BC, Yoo YJ, Park SK. Detection of bacteria in the middle ear
effusion and adenoid tissue of chronic otitis media patient using PCR method. Korean J
Otolaryngol Head Neck Surg. 2000;43(9):9137.
6. Vaneechoutte M, Verschraegen G, Claeys G, van den Abeele AM. Selective medium for
Branhamella catarrhalis with acetazolamide as a specific inhibitor of Neisseria spp. J Clin
Microbiol. 1988;26(12):25448.
7. Bosley GS, Whitney AM, Pruckler JM, Moss CW, Daneshvar M, Sih T, et al.
Characterization of ear fluid isolates of Alloiococcus otitidis from patients with recurrent
otitis media. J Clin Microbiol. 1995;33(11):287680.
8. Winn WC, Koneman EW. Koneman's color atlas and textbook of diagnostic
microbiology.: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
9. Hendolin PH, Markkanen A, Ylikoski J, Wahlfors JJ. Use of multiplex PCR for
simultaneous detection of four bacterial species in middle ear effusions. J Clin Microbiol.
1997;35(11):28548.
10. Matar GM, Sidani N, Fayad M, Hadi U. Two-step PCR-based assay for identification of
bacterial etiology of otitis media with effusion in infected Lebanese children. J Clin
Microbiol. 1998;36(5):11858.
11. Harimaya A, Takada R, Hendolin PH, Fujii N, Ylikoski J, Himi T. High incidence of
Alloiococcus otitidis in children with otitis media, despite treatment with antibiotics. J
Clin Microbiol. 2006;44(3):9469.
12. Leskinen K, Hendolin P, Virolainen-Julkunen A, Ylikoski J, Jero J. Alloiococcus otitidis
in acute otitis media. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. 2004;68(1):516.

13. Harimaya A, Takada R, Somekawa Y, Fujii N, Himi T. High frequency of Alloiococcus


otitidis in the nasopharynx and in the middle ear cavity of otitis-prone children. Int J
Pediatr Otorhinolaryngol. 2006;70(6):100914.
14. Ashhurst-Smith C, Hall ST, Walker P, Stuart J, Hansbro PM, Blackwell CC. Isolation of
Alloiococcus otitidis from Indigenous and non-Indigenous Australian children with
chronic otitis media with effusion. FEMS Immunol Med Microbiol. 2007;51(1):16370.
15. Konishi M, Nishitani C, Mitsuzawa H, Shimizu T, Sano H, Harimaya A, et al.
Alloiococcus otitidis is a ligand for collectins and Toll-like receptor 2, and its
phagocytosis is enhanced by collectins. Eur J Immunol. 2006;36(6):152736.
16. Hendolin PH, Paulin L, Ylikoski J. Clinically applicable multiplex PCR for four middle
ear pathogens. J Clin Microbiol. 2000;38(1):12532.
17. Khoramrooz SS, Mirsalehian A, Emaneini M, Jabalameli F, Aligholi M, Saedi B, et al.
Frequency of Alloicoccus otitidis, Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis and
Haemophilus influenzae in children with otitis media with effusion (OME) in Iranian
patients. Auris Nasus Larynx. 2012;39(4):36973.
18. Aydin E, Tastan E, Yucel M, Aydogan F, Karakoc E, Arslan N, et al. Concurrent assay for
four bacterial species including alloiococcus otitidis in middle ear, nasopharynx and
tonsils of children with otitis media with effusion: a preliminary report. Clin Exp
Otorhinolaryngol. 2012;5(2):815.
19. de Miguel Martinez I, Macias AR. Serous otitis media in children: implication of
Alloiococcus otitidis. Otol Neurotol. 2008;29(4):52630.
20. Pereira MB, Pereira MR, Cantarelli V, Costa SS. [Prevalence of bacteria in children with
otitis media with effusion]. J Pediatr (Rio J). 2004;80(1):418.

You might also like