You are on page 1of 15

Budaya Perusahaan Jepang vs.

Amerika
Beberapa waktu lalu dalam perjalanan ke Bali, di pesawat saya duduk bersebelahan
dengan seorang expat dari Amerika. Setelah saling menyapa, kami kemudian terlibat
dalam pembicaraan yang hangat. Kesan saya orang Amerika amat terbuka. Cepat
akrab. Namun ketika ketika saya ke Tokyo, situasinya sangat berbeda. Saya duduk
dengan orang Jepang. Rasanya memerlukan lebih banyak waktu untuk membuat
mereka merasa nyaman atau akrab dengan kita. Ya, saya mengerti. Ini ada kaitannya
dengan budaya. Budayanya beda. Dalam istilah ilmu sosial lebih dikenal dengan istilah
'high context' dan 'low context'. Istilah "high context" dan "low context" dipopulerkan oleh
Edward Hall untuk menggambarkan perbedaan budaya antar masyarakat. High Context
adalah suatu komunikasi dimana masyarakatnya memiliki hubungan yang dekat dalam
waktu yang cukup lama. Perilaku kulturalnya tidak eksplisit karena kebanyakan sudah
tahu apa yang harus dilakukan. Teman yang sudah lama saling kenal sering
menggunakan High Context atau pesan-pesan implisit yang tidak mungkin dimengerti
orang luar. Low Context adalah kebalikan dari High Context. Orang mempunyai
hubungan tetapi dalam waktu yang pendek dan karena alasan-alasan tertentu.
Komunikasi diatur dan disampaikan dengan jelas dan sangat spesifik. Jepang, Korea
dan China merupakan budaya-budaya High Context atau berkonteks sangat tinggi.
Sementara Amerika termasuk budaya Low Context atau berkonteks rendah. Orangorang Amerika sering mengeluh bahwa orang Jepang tidak pernah bicara langsung ke
pokok permasalahan. Komunikasi dalam budaya High Context dan Low Context jelas
berbeda. Bentuk komunikasi eksplisit atau verbal lebih tampak dalam budaya Low
Context seperti orang Amerika atau Eropa Utara. Orang-orang dari budaya Low context
sering dianggap terlalu cerewet, suka mengulang-ulang hal yang sudah jelas, dan
berlebih-lebihan. Orang-orang dalam budaya High Context mungkin dianggap tidak

terus terang, tidak terbuka dan misterius. Budaya High Context tidak menghargai
komunikasi verbal seperti budaya Low Context. Orang-orang yang lebih banyak bicara
dianggap lebih menarik oleh orang Amerika, tetapi orang yang kurang banyak bicara
dianggap lebih menarik di Jepang atau Korea. Budaya High Context lebih banyak
menggunakan komunikasi non verbal. Mereka amat dipengaruhi oleh isyarat-isyarat
kontekstual. Ekspresi wajah, ketegangan, tindakan, dan kecepatan interaksi lebih dapat
dirasakan oleh orang-orang dari budaya High Context. Orang-orang dari budaya High
Context mengharapkan agar orang memahami perasaan yang tidak diungkapkan, dan
isyarat-isyarat halus yang tidak dihiraukan oleh orang-orang dari budaya Low Context.
Cukup sulit untuk bergabung ke kelompok High Context jika anda adalah orang luar.
Anda tidak bisa langsung menjalin hubungan akrab. Sebaliknya orang luar amat mudah
untuk masuk ke dalam kelompok Low Context. Anda bisa langsung membina hubungan
akrab karena yang penting adalah anda menyelesaikan tugas, dan bukan perasaan
anda. Mengetahui perbedaan keduanya membuat anda lebih memahami situasi yang
anda hadapi dan lebih bijak dalam menempatkan diri anda. Terutama ketika anda
berhubungan dengan orang Jepang atau Amerika. Dasar budaya perusahaan Jepang
atau Amerika cukup dipengaruhi oleh akar budaya asal mereka, yaitu apakah mereka
termasuk high context atau low context ***

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/errysunarli/budaya-perusahaan-jepang-vsamerika_551bd0fa81331176019de0b4

GAYA BERBISNIS DAN ORGANISASI JEPANG


2.1.Ekonomi management jepang
Keinginan untuk mengenai lebih banyak mengenai jepang, khususnya gaya
management yang diterapkan dalam perusahaan-perusahaan jepang, semakin
berkembang di Indonesia.
Untuk mengetahui dengan baik gaya bahasa jepang, meemnag perlu dipahami
dengan betul gaya management yang mereka terapka. Sementara untuk menegerti gaya
management tersebut, perlu dimengerti dengan benar tata kehidupan masyarakat jepang.
Karna sebenarnya gaya management jepang bersumber dari hak dan kewajiban anggota
keluarga (family right). Jadi, mereka yang memahami betul kehidupan berkeluarga tidak
akan kesulitan untuk memahami gaya management masyarakat jepang dalam dunia usaha
berbisnis dan bahkan dunia perekonomian mereka.
Jepang bangkit dari reruntuhan kekalahannya setelah perang dunia kedua pada
tahun (1941-1945). Memerlukan waktu 20 tahun untuk batu loncatan besar kedepan.
Siapa yang mengira dari tahun 1945 kira-kira 20 tahun dan sekarang jepang menjadi
Negara nomor dua di dunia ditinjau dari pembangunan dan kemakmuran
rakyatnya. Dengan penuh sukse jeepang berhasil mengatasi kehambatan. Produk jepang
mengutamakan mutu dan nilai sehingga dapat diandalkan menerobot pangsa dunia.
Contohnya seperti merk sony, Toyota, Mitsubishi, canon, Seiko, shiseido dll.
Bangsa Indonesia pun harus menelusuri keterampilan jepang dalam merumuskan
dan melaksanakan strategi pemasaran yang bersaing. Kita harus mencari tahu prinsipprinsip pemasarn jepang. Karna jepang adalah bangsa asia yang mampu bersaing dengan
bangsa barat seperti amerika dan bangsa eropa lainnya. Sifat-sifat persaingan jepang yaitu
:
1.

Panduan dan subsidi pemerintah pada pengambangan industrial.

2.

Proteksi secaa eksplisit maupun tak kentara terhadap persaingan asing di dalamnegri
untuk membelanjai pengembangan ekspor

3.

Tenaga kerja yang intlegent, disiplin dan keterampilan tinggi yang bersedia bekerja
dengan upah yang lebih rendah dibandngkan perusahaan di Negara-negara barat.

4.

Hubungan yang harmonis antara serikat buruh dan management.

5.

Tersedianya amodal dengan mudah aatas dasar tingkat bunga yang rendah.

6.

Sumber modal yang menerima tingkat perputaran yang rendah dari suatu masa
pelunasan yang cukup lama, yang memungkinkan perusahaan membuat rencana jangka
oanjang.

7.

Orientasi pada industry dengan teknologi menengah dan tinggi dengan merupakan
landasan indurtri abrat, dan suatu program yang aktif untuk menghapus (pashing out)
untuk industry yang di anggap using 9sunset atau sundown industries)
Bob widyahartono (20:1985) menyatakan bahwa keberhasilan jepang harus
dipahami sebagai hasil dari interaksi yang kompleks dari berbagai factor yang penting dan
dapat diklasifikasikan kedalam empat lingkup yakni : lingkungan sosiokultural,
lingkungan pemerintah-bisnis, lingkungan persaingan dan lingkungan organisasi.[3]
2.2. Perbedaan perusahaan jepang dan amerika

Organisasi dan management jepang


Organisasi dan management amerika
Menjadi pegawai seumur hidup

Menjadi pegawai jangka pendek


Penilaian dan promosi yang lambat Evaluasi dan promosi serba cepat
Jenjang karir yang nonspesialisasi Jenjang karir yang spesialistis
Mekanisme control secara implicit Mekanisme control secara eksplisit
Pembuatan keputusan secara kolektif
Pengambilan
keputusan
secara
Rasa tanggung jawab secara kolektif individual

Rasa tanggung jawab secara


Keterlibatan secara menyeluruh
individual
(wholistic)

Keterlibatan secara terpecah-pecah


(segmented)

Budaya Organisasi Perusahaan Tionghoa


Dan berikut ini adalah bentuk lain dari kebudayaan organisasi perusahaan di setiap
tempat daerah dan Negara memiliki orientasi yang berbeda mengenai
buadaya organisasi. Etnik Tionghoa merupakan populasi terbesar di dunia
saat ini, dan secara tradisional merupakan entrepreneur pemilik usaha yang
berhasil di belahan bumi manapun. Banyak sekali kajian yang dilakukan untuk menilai
mengapa wirausahawan Tionghoa memperoleh sukses. Karakteristik personal,
gaya manajerial serta nilai-nilai sosial dan kultural memberikan kontribusi
kepada wirausahawanTionghoa secara umum. Bisnis usahawan Tionghoa
perantauan secara umum bercorak perusahaan keluarga-atau sering disebut
Chinese Family-Owned Entreprise dan di Asia diperkirakan mencapai 80 persen
perusahaan baik yang berskala menengah sampai besar. Kontribusi
perusahaan keluarga Tionghoa terhadap pertumbuhan ekonomi Asia dapat
diperkirakan berdasarkan keberhasilan pertumbuhan bisnis keluarga tersebut
antar generasi. Wirausahawan Tionghoa cenderung bersifat dinamis sekaligus
pragmatis, fleksibel dan pandai membaca arah angin dan menempatkan diri serta
ulet. Hal ini sangat membantu mereka bertahan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif
bahkan dalam kondisi turbulence sekalipun. Mereka mampu dan mau melayani dan
mengembangkan efisiensi dan membina hubungan denganpelanggan dan
stakeholders lainnya dengan tetap menempatkan diri secara hati-hati.
Gaya manajemen Tionghoa sangat menekankan human relationship. Bahkan
secara spesifik hubunganbisnis Tionghoa biasanya didasarkan persahabatan,
kesetiaan dan kepercayaan lebih jauh lagi.Pada level usaha kecil, bisnis
Tionghoa lebih didasarkan rasa saling percaya antara pekerja dengan
pemilik, dari pada kontrak kerja. Pada banyak perusahaan keluarga milik
pengusaha Tionghoa,menjalankan bisnis keluarga dan mengikut sertakan hubungan
keluarga ke dalam perusahaannya. Bahkan pada level perusahaan yang sudah go
international sekalipun hal ini kerap terjadi

Budaya Organisasi Tionghoa


Manajemen dan gaya bisnis perusahaan keluarga Tionghoa sangat dipengaruhi oleh
nilai-nilaiConfusians, di antaranya adalah orientasi manajemen lebih mengedepankan
kepada prestasi bersama, ketidakpercayaan manajer kepada kemampuan bawahan,
munculnya kerjasama berdasarkan kepatuhan serta sangat mementingkan
hubungan dan keserasian. Manajer memegang teguh prinsip orientasi
kelompok atau kepentingan bersama. Prestasi individual dianggap sebagai
hasil kelompok yang menyebabkan manajer Tionghoa menganut etika
manajemen nonkompetitif. Di dalam banyak perusahaan keluarga Tionghoa, manajer
tidak sepenuhnya mempercayai bawahan. Hal ini antara lain karena alasan
nilai hierarkis. Mereka menganggap organisasi perusahaan sebagai sistem
keluarga yang menempatkan dan memperlakukan bawahan sebagai anak-anak
yang harus bergantung dan tidak pernah dapat dipercayai sepenuhnya oleh
orangtua. Manajer dipandang sebagai orangtua yang harus menjaga dan
mengawasi anak-anak. Banyak perusahaan Tionghoa dijalankan oleh satu
figur ayah yang kuat. Sebagian manajermenganggap bawahan mereka secara
psikologis tidak cukup matang untuk memikul tanggung- jawab pekerjaan-pekerjaan
manajerial, sehingga hampir semua keputusan penting diambil sendiri.Lingkungan kerja
cenderung semi otoriter. Bawahan diharapkan tunduk dan menjalankaninstruksi
atasan mereka dengan sungguh-sungguh. Kompromi dan kepatuhan
bawahan merupakannilai budaya Tionghoa yang mendasar sehingga kadang-kadang
dianggap lazim oleh manajer.Secara teoritis, partisipasi karyawan merupakan suatu hal
yang penting dalam sistem manajemenTionghoa. Sayangnya, pada kebanyakan
perusahaan, teori dan praktek merupakan dua hal yang terpisah. Mereka
biasanya hanya diperbolehkan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
yang terkait dengan kondisi kerja, bukan pada kebijakan strategis. Manajer
menengah Tionghoa menyerahkan berbagai keputusan penting kepada
manajer yang lebih tinggi, tidak maumemberikan saran atau pendapat
pribadi, dan enggan memikul tanggung-jawab atas
kinerja perusahaan.Dengan meningkatnya kebutuhan akan pengetahuan
profesional di setiap bidang pekerjaan,banyak perusahaan keluarga

Tionghoa menyadari bahwa pendelegasian kewenangan


pengambilankeputusan harus mempertimbangkan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan bawahan. Walaupun beberapa sikap organisasi perusahaan sudah
membaik, para manajer senior Tionghoa masih memakai gaya otoriter sejauh
menyangkut pembuatan keputusan akhir yang penting danstrategis. Para
penyelia dan manajer menengah belum memiliki kekuasaan yang berarti
untuk mempengaruhi berbagai keputusan akhir
Pertanyaan tentang siapa yang membuat keputusan dan siapa yang bertanggungjawab atas prosespembuatan keputusan di perusahaan keluarga Tionghoa mengandung
dua paradoks, dengankadangkala merupakan dua hal yang berbeda.Paradoks pertama,
yang bisa menjadi alasan paradoks kedua, bahwa pembuatan keputusanbersama itu
hanya formalitas dan tidak menyentuh substansi, terutama bila keputusan
itu dibuat pada tingkat departemen. Meskipun ada sistem partisipasi formal yang
memastikan pimpinanmembuat keputusan secara kolektif, banyak manajer puncak
perusahaan Tionghoa masih lebihsuka mengambil keputusan secara sepihak
menurut kedudukan mereka yang istimewa dalamhierarki.
Contoh Budaya Organisasi dalam Dunia Kerja
Budaya merupakan hasil cipta karsa manusia yang diperoleh berdasarkan
pengalaman, kebiasaan yang dilakukan berkesinambungan. Setiap individu memiliki
seperangkat acuan budaya di dalamdirinya. Dengan kata lain, setiap kita
menciptakan budaya kita sendiri akibat dari interaksi kita dengan
lingkungan.Sebuah organisasi yang terdiri dari berbagai kelompok individu
yang bekerjasama dan berinteraksisatu sama lain, akan membentuk sebuah
kebiasaan yang lama-kelamaan akan membentuk budaya organisasi dalam sistem
organisasi tersebut. Budaya organisasi merupakan pola terpadu yang dihasilkan dari
perilaku individu dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan
yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya. Artikel ini akan
membahascontoh budaya kerja dalam dunia kerja.Budaya organisasi dalam setiap
perusahaan, muncul berdasarkan perjalanan hidup para pegawai.Pada umumnya
budaya organisasi terletak pada pendiri organisasi. Merekalah yang berperanpenting
dalam mengambil sebuah keputusan dan sebagai penentu arah strategi organisasi.

Budaya organisasi juga disebut sebagai budaya perusahaan.Budaya organisasi di setiap


perusahaan yang ada di seluruh dunia memiliki budaya tersendiridalam menjalankan
kinerjanya. Hal ini disebabkan karena dipengaruhi oleh beberapa faktorsebagai berikut
Lingkungan usaha. Lingkungan usaha di mana perusahaan A beroperasi akan
menentukanlangkah apa yang harus dilakukan oleh perusahaan tersebut. Adanya nilainilai atau konsep dasar dan keyakinan dari suatu perusahaan. Acara-acara rutin yang
diselenggarakan perusahaan dalam rangka memberikan reward pada
para karyawannya. Adanya jaringan yang dimiliki setiap perusahaan berbeda-beda.
Jaringan komunikasi informaldalam perusahaan dapat menjadi sarana penyebaran nilainilai, asumsi-asumsi dan keyakinan daribudaya perusahaan terkait. Jadi, budaya
perusahaan diperoleh berdasarkan interaksi para karyawan dalam
menjalankan tugasdan kewajiban mereka, di bawah kontrol para dewan
direksi atau atasan. Budaya perusahaan juga dipengaruhi oleh budaya yang
dianut oleh atasan, dalam hal ini irama kinerja yang diterapkan.Contoh budaya
organisasi dalam dunia kerja adalah adanya kedisiplinan. Sebuah perusahaanmisalnya
terkenal dengan disiplinnya terhadap waktu, pembagian kerja dan
kinerja masing-masing divisi. Semua karyawan akan menerapkan sikap yang
disiplin terhadap cara kerja mereka, sehingga budaya disiplin melekat dalam diri
mereka.Masih banyak lagi budaya organisasi yang cukup menarik untuk kita ketahui.
Berikut beberapa contoh budaya organisasi dalam dunia kerja di negara maju.
Amerika Serikat
Budaya organisasi orang Amerika terkait dengan inovasi. Jadi mereka akan
menciptakan berbagai inovasi dalam meningkatkan kemajuan perusahaan mereka.
Orang Amerika juga menganut budaya organisasi kapitalisme, yaitu memupuk
kekayaan sendiri, serta menganut prinsip kepemimpinan dan budaya feodal yang
mengutamakan perbedaan harkat dan martabat antar petinggi dan bawahan, atasan
dan karyawan

Jepang
Jepang dikenal dengan budaya on time alias tepat waktu dan sangat
menghargai waktu. Orang Jepang sangat setia pada perusahaan dan
menghargai pendapat orang lain. Budaya organisasi orang Jepang disebut
dengan Kaizen, yang artinya penyempurnaan berkesinambungan, yang
melibatkansemua anggota dalam hirarki perusahaan, baik manajemen maupun
karyawan. Metode Kaizen ini dilakukan dengan mengubah cara kerja karyawan sehingga
karyawan bekerja lebih produktif, tidak terlalu melelahkan, lebih efisien, dan
aman, serta memperbaiki peralatan dan memperbaiki prosedur kerja perusahaan.
Inti Budaya organisasi perusahaan
Pada intinya budaya organisasi perusahaan ibaratkan sengan isi yang sama
dengan bentuk yang berbeda-beda, Seperti yang diketahui bahwa budaya
organisasi merupakan kondisi, situasi, iklimserta lingkungan kerja dalam sebuah
organisasi yang lahir dan muncul dari nilai-nilai yang dibawa oleh founder khusus bagi
family bisnis (atau perusahaan yang di bangun oleh individu) dan munculdari kumpulan
pendiri organisasi tersbeut, yang tentu saja karena masing-masing individu
memilikikarakter yang berbeda sehingga budaya yang di hasilkan oleh masing-masing
organisasi tersebut juga akan berbeda-beda satu dengan lainnya. Budaya
organisasi muncul secara spontan danmembutuhkan waktu yang cukup untuk
dapat meresap di seluruh elemen dalam organisasitersebut, budaya organisasi ini
tentu saja akan memberikan karakter yang identik dari organiasitersebut yang
akan membedakan organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Budaya organisasi
membuat tiap agian di dalam organiasi tersebut mau tidak mau harus mengikuti
arus yang mengalir, karena jika tidak demikian maka bagian yang
berlawanan dengan cara kerja daribudaya organisasi tersebut akan hanyut
terbawa oleh arus utama yang ada yang artinya bahawa bagian tersebut tidak
cocok dengan situasi yang ada dalam organisasi tersebut.Budaya organisasi
merupakan suatu hal yang sangat penting bagi tiap perusahana
dalammenghadapi persaingan yang semakin ketat pada saat sekarang ini. Hal ini
dikarenakan, budaya organisasi akan memberikan karakter yang kuat bagi perusahaan,

dapat memberikan sebuahsistem kerja, pola pikir dan bertindak dan juga cara
mengahadapi sesuatu yang tentu saja akan unik dibandingan dengan perusahaan yang
lain. Perusahaan yang memiliki budaya kerja yang kuat,identik, original dan
berkarakter agan cenderung akan mudah bersaing dalam pasar
karena memiliki jiwa yang kuat. Budaya Organisasi seperti karakter sebiah
tim sepak bola diabaratkandimana tim dari negara Eropa seperti Jerman dan
Italia memiliki karakter yang sangat kuat ketika tergabung dalam sebuah tim,
dimana meskipun dalam tersebut individu yang memiliki kualitas

sangat bagus hanya sekitar 1-2 orang tetapi ketika tergabung dalam tim tersebut maka
akan dengansendirinya merasakan aura yang berbeda karena kuatnya
karakter yang ada dalam tim tersebut.Sperti kostukm dari tim sepak bola tersebut,
budaya organisasi memberikan sebuah karakter yang sadar atau tidak di sadari
oleh tiap elemen dalam perusahaan tersebut sebuah peran yang
identik yang menghasilan sebah kesatuan karakter yang kuat. Budaya organisasi
dapat berhasil menjadiroh dari perusahaan atau tidak tergantung mau atau tidaknya
elemen di dalam organisasi tersebut untuk berprilaku sesuai dengan budaya
organisasi tersebut, jika jumalh elemen yang kontra denganorganisasi tersebut
lebih banyak daripada yang pro terhadap arus budaya organisasi maka
tentuperusahaan tersebur akan mengalami sebuah masalah yang cukup
serius. Budaya organsiasi juga tidak perlu untuk di sesuaikan dengan kondisi
lingkungan bisnis perushaana tersebut, karena jika disesuaikan dengan sengaja
tetapi tidak sesuai dengan core asli budaya organisasi dari perusahaan yang telah ada
dan tumbuh akan memberikan dampak yang negatif bagi
keberlangsunganperusahaan itu sendiri.Sama seperti pakaian yang digunakan oleh
tiap orang, dimana meskipun pakain tresebut sama dalam ukuran maupun model
jika di gunakan oleh otrang-orang yang berbeda maka akan di lihat dan di
rasakan berbeda oleh baik yang di gunakan maupun yang melihat. Hal ini
dikarenakankarena baju tersbeut di buat dari bahan khusus untuk ukuran tubuh tertentu
sehingga meskipunada dua orang memakai baji yang sama hasilnya akan

berbeda, baik berbeda tetapi sama-sama baik atau malah berbeda terbalik
(bagus dan tidak bagus), sama seperti baju budaya organisasi yang sama dan telah
berhasil berjalan dalam tiap-tiap perusahaan akan sangat sulit diterapkan
olehperusahaan yang lain. Sama juga seperti pakaian tadi maka tiap orang
perlu untuk sedikit menyesuaikan ukuran serta aksesoris dari baju tersebut sehingga
model dan ukurannya akan cocok dengan tubuh dari orang tersebut, perusahana
yang ingin mengadapsi budaya kerja dari organisasilain perlu untuk
menyesuaikan budaya tersebut agar sesuai dengan ukuran serta
kondisiperusahaan baik secara internal maupun eksternal lingkungan perusahaan.
Proses penyesuaian inimerupakan hal yang sangat krusial bagi tiap perusahan yang
ingin mengadopsi bidaya organisasiperusahaan lain, aakah akan berhasil atau bahkan
hanya akan memberikan dampak buruk bagiperjalanan perusahaan
tersebut.Budaya Organsasi akan sangat membantu perusahaan ketika
perusahaan tersebut sedang mengalami tekanan keras dari luar atau dalam hal ini
adalah persaiangan dengan para kompetitor yang ada, hal ini dikarenakan budaya
organisasi yang kuat tersbeut akan memberikan kekuatanserta seperti invisible hand
yang membantu memberikan arah pagi perusahaan untuk bertarung menghadapi
persaingan. Pentingnya sebuah budaya organisasi yang kuat dari tiap-tiap
perusahaanmerupakan hal yang harus dimiliki dan dipunyai dengan demikian maka
setidaknya perusahaanakan memiliki karakter yang kuat di dalam industri tersebut.

Jadi budaya organisasi perusahaan sangangat beraneka ragam dan juga terbentuk
secara sepontankarna setiap karakter manusia atau indvidu memiliki karakter yang
berbeda dan vaktor lokasi dimana perusahaan itu berdiri dan dari Negara mana pendiri
perusahaan itu sangatlah berpengaruhterhadap karakter tersebut terbentukalah sebuah
budaya orgaisasi perusahaan, budaya organisasimemberikan sebuah karakter yang
sadar atau tidak di sadari oleh tiap elemen dalam perusahaantersebut sebuah peran
yang identik yang menghasilan sebah kesatuan karakter yang kuat. Dan juga hal ini di
pengaruhi dari factor cara pandang visi dan misi yang akan mereka buat
atau imech yang mereka buat untuk perusahaan tersebut.

Budaya Bisnis Jepang dan Cina,


versus Amerika Serikat (Barat)

Inovasi dalam sudut pandang Jepang dinilai sebagai hasil kerja


tim (Seng, 2007). Tidak ada pendapat individual dalam kelompok. Sehingga tak heran jika di
perusahaan-perusahaan besar PMA Jepang di negara Indonesia (misalnya Toyota Astra Motor),
kerjasama tim sangat ditekankan di masing-masing divisi untuk menghasilkan sebuah inovasi
produk (goningumi). Folosofi bisnis Jepang mengatakan bahwa rasa memiliki organisasi sangat
tinggi. Hal ini sesuai budaya asli orang Jepang, menjunjung tinggi harga diri (semangat bushido
dan samurai). Dalam hal kedisiplinan, Jepang sangat ketat. Mereka rajin bekerja dan giat. Dalam
hal lini manajemen, hampir bisa dikatakan tidak ada batas ruang antara atasan dan bawahan.
Budaya kerja Jepang sangat menghargai waktu. Pencatatan waktu kerja sangat diperlukan.
Budaya senam pagi sebelum kerja juga merupakan hal yang sangat umum dilakukan di
perusahaan-perusahaan Jepang. Setelah keruntuhan Jepang dengan adanya bom di nagasaki dan
hiroshima, Jepang berusaha meniru dan mempelajari produk lain dari luar untuk kemudian
dikembangkan sendiri menjadi sebuah karya yang inovatif. Ada juga paradigma Jepang yang
menyatakan bahwa setiap laki-laki Jepang wajib bekerja. Lain halnya dengan wanita. Jika
seorang wanita telah melahirkan, maka kewajiban yang utama adalah mengurus rumah tangga.
Jika seorang laki-laki pulang kerja lebih awal, justru akan dipertanyakan oleh tetangga sekitar.
Bisa dikatakan merupakan sebuah aib. Tidak menyia-nyiakan waktu adalah sesuatu yang lumrah
di sana. Misalnya dengan membaca buku ketika dalam perjalanan naik kreta. Sampai tahun 2007,
Jepang adalah negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di dunia. Hutang adalah sebuah
pantangan di negara tersebut. Hidangan wajib warga Jepang adalah teh hijau.
Sebagai contoh di Toyota. Ada dua kunci utama kesuksesan perusahaam raksasa itu.
Dalam buku Toyota Way (Liker, 2206), diungkapkan bahwa kunci tersebut adalah
(1)continuous improvement; (2) respect to the other people. Perubahan yang berkelanjutan dan
dilakukan dengan perlahan-lahan (sedikit demi sedikit), begitulah yang diterapkan di sana. Kunci
kedua adalah menghargai pendapat setiap orang di perusahaan, tak peduli apa posisi dan
jabatanya. Karena bisa jadi hal itu yang akan menjadi salah satu kunci sukses perusahaan,
misalnya dalam hal inovasi proses bisnis.
Cina lebih fleksibel dan terbuka daripada Jepang dalam hal berbisnis. Sehingga koneksi
dan jaringan Cina lebih luas daripada Jepang. Kepercayaan sangat dijunjung tinggi di Cina.
Merantau adalah hal yang utama dan wajar dilakukan untuk merubah nasib menjadi lebih baik.
Maka, dapat dilihat di berbagai penjuru dunia, warga Cina tersebar luas di mana-mana. Dan
sangat ulet dalam hal bekerja, seperti halnya Jepang. Budaya Cina, tak malu-malu untuk
melakukan pekerjaan apapun, yang penting menguntungkan. Walaupun pekerjaan itu kasar,
misalnya harus mengurus toko material sampai angkat-angkat material.

Lain halnya dengan budaya Barat (Amerika Serikat). Inovasi adalah sebuah karya individu.
Sikap kapitalisme sangat berkembang. Sebagai misal, ketika seorang pekerja dapat memperoleh
keuntungan yang lebih besar di perusahaan lain, walaupun lebih mapan dan lebih lama bekerja di
perusahaan asal, maka tentu saja yang diutamakan adalah materi, mencari keuntungan yang
sebanyak-banyaknya. Dengan cara apapun. Ibaratnya seekor tikus. Maka akan mencari
bongkahan keju yang lebih besar. Berlomba-lomba untuk memperkenyang diri sendiri dahulu.
Prinsip kepemimpinan ditekankan di paradigma barat atau Amerika. Budaya feodal (perbedaan
harkat dan martabat antara petinggi dan bawahan) sudah menjadi barang yang wajar.
Dalam bukunya The Starbucks Experience, Joseph A. Michelli (seorang konsultan dan peneliti
di bidang manajemen) mencoba mengungkapkan rahasia suksesnya kedai kopi Starbucks. Ada
lima hal yang menjadikan perusahaan Amerika itu meraup sukses, bahkan sampai di Indonesia.
Prinsip pertama yakni Lakukan dengan cara anda. Prinsip kedua yakni Semuanya penting.
Prinsip ketiga Kejutan dan kenikmatan. Prinsip yang keempat adalah terbuka terhadap
kritik. Sedangkan yang terakhir adalah Leave your mark. Terlihat bahwa paradigma bisnis
Amerika sangat menghargai pelanggan dan mencoba memanjakan serta memenuhi semua
keinginan pelanggan. Howard Schultz adalah orang di belangan suksesnya Starbucks.
Contoh lain adalah di pabrik lampu GE (General Electric). Pabrik yang bercikal bakal dari
Thomas Alpha Edison. Diungkapkan Rothschild (2008), bahwa kunci sukses GE menerapkan
LATIN (Leadership, Adaptability, Talent, Influence and Network). Ada empat tahap kemajuan
suksesnya GE sampai saat ini.
Referensi :
Liker, Jeffrey K. Toyota Way. Jakarta : Erlangga. 2006.
Michelli, Joseph A. The Starbucks Experience. Jakarta : Erlangga. 2007.
Rotschild, William E. Rahasia Sukses GE. Jakarta : Salemba Empat. 2008.
Seng, Ann Wan. Rahasia Bisnis Orang Jepang. Jakarta : Hikmah. 2007.

You might also like