You are on page 1of 1

Abstrak

NISAR SAHRAN (G31106024) Sistem Pengelolaan Sawah Adat Ammatoa


Berbasis Pasang (DI BAWAH BIMBINGAN TAMZIL IBRAHIM DAN
NURBAYA BUSTHANUL)
Indonesia terdiri atas banyak komunitas adat. Banyak studi yang
menunjukkan bahwa komunitas adat berhasil menjaga kelestarian dan
keberlanjutan sumber daya alamnya. Salah satunya yaitu, komunitas adat
Ammatoa Kajang, Kab. Bulukumba, Sulawesi Selatan. Komunitas adat Ammatoa
ini memiliki pengetahuan lokal (Pasang ri Kajang) dalam mengelola sumber daya
alamnya. Komunitas ini kaya akan sumber daya alam, diantaranya sumber daya
sawah. Sawah pada komunitas Ammatoa terbagi atas sawah pribadi dan sawah
adat. Pengelolaan sawah adat ini dilakukan dengan konsep tradisional dengan
ajaran Pasang ri Kajang sebagai pedomannya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui system pengelolaan sawah adat Ammatoa, mengetahui peran lembaga
adat Ammatoa dalam pengelolaan sawah adat, menganalisis keberlanjutan system
pengelolaan sawah adat Ammatoa. Penelitian ini bertempat di desa Tambangan
kecamatan Kajang kabupaten Bulukumba selama 2 bulan (Agustus-Septeber
2010). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Tallcot Parrson,
yang menganalisis sebuah system dengan empat pendekatan, yaitu: adaptasi,
tujuan, integrasi dan pemeliharaan pola. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa Sistem pengelolaan sawah adat Ammatoa terbagi menjadi 10 bagian, yaitu:
1) aboja tanra; 2) anangkala; 3) atahuru bine; 4) arembo; 5) pangairang; 6)
atanang; 7) apassala ango; 8) akatto/asangki; 9) anangro; 10) adengka.
Dalam pengelolaannya, sawah adat ini menerapkan sistem konvensional yang
berorientasi pertanian organik. Kelembagaan adat memegang peranan penting
dalam pengelolaan sawah adat Ammatoa, diantaranya peran seorang Galla
Pantama yang menentukan waktu penanaman dan panen, dan peran
Anrongta.yang mangkoordinir perempuan komunitas adat Ammatoa dalam
pengelolaan sawah. Keberlanjutan dari sistem ini sendiri menurut teori Tallcot
Parsson awalnya masih dalam kondisi stagnan. Namun seiring dengan berjalannya
waktu, muncul kepentingan-kepentingan individu dari pengelola sawah adat
tersebut sehingga menyebabkan terjadinya dialektika konflik.
Kata kunci: Sawah adat, Ammatoa dan keberlanjutan

You might also like