You are on page 1of 23

PENERAPAN TAX PLANNING DALAM UPAYA

MENGEFISIENKAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA PT.


DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA (PERSERO)
LILIK PUJIATI
lilik.pujiati@yahoo.com
STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
ABSTRACT

Imposition system going into effect in Indonesia this time in system of Self
Assesment. This system respresent the imposition system of where Taxplayer take
charge of full to calculate, to remit, and report by self sum up the lease which owe and
sum up the taxation obligation. This matter enlarge the Taxplayer opportunity for the
efficient of lease payment mathing with rule of taxation regulation going into effect.
Effort for the efficient of tax in often conducted by Taxplayer of so called by Tax is
Palnning.
Tax planning to represent the step early in tax management to do the gathering
and research to taxation regulation of so that can be selected the action of tax thrift to be
conducted. Descriptive research type taken a researcher to study the applying of Tax
Planning in PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero). Intake sample from netting as
many as possible information from assortes of source (internal informant) data and
company as supporter for the validity of this thesis.
Applying of Tax Planning as a means of management for the efficient of income
tax conducted variously which do not implinge the taxation rule going into effect.
Apllying of Tax Planning conducted by PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) has
the character of the conservative so that applying of Tax Planning PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya (Persero) has well enough, but need the existence of more
maximal exemption exploiting utilize for the efecient of its income tax payment
matching with rule of law and regulation taxation. By exploiting exemption which does
not impinge the taxation rule hence company can be efficient its income tax payment Rp
43.478.000,00. So that apply the good Tax Planning hence company will be protected
from tas extravagance and remain to fulfill the taxation obligation.
Keywords: Tax Planning,efficient, income tax

PENDAHULUAN

Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor privat
(perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi daya
beli atau kemampuan belanja dari sektor privat. Bagi negara, pajak adalah satu sumber
penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Sebaliknya
bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. Setiap wajib
pajak mempunyai kecenderungan untuk membayar kewajiban pajak dengan jumlah yang
seminimal mungkin. Kalau saja pajak tidak bersifat transparan dan jelas tujuannya maka tidak
ada seorangpun yang dengan sukarela menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar
pajak. Apalagi sangsi-sangsi yang diberlakukan benar-benar mengancam wajib pajak yang
tidak patuh.
Bagaimanapun juga membayar pajak adalah suatu kewajiban mulia. Karena itu wajib
pajak akan berupaya mengatur pajaknya dimana disatu sisi mereka tetap sebagai pembayar
pajak yang baik dan di sisi lain mereka tidak mengorbankan kepentingan perusahaan hanya
untuk membayar pajak. Upaya untuk menekan jumlah pajak yang terutang agar lebih kecil
dari yang seharusnya dibayar membutuhkan suatu manajemen yang baik.
Upaya meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
dengan cara penggelapan pajak (tax evasion) dan penghindaran pajak (tax avoidance).
Penggelapan pajak (tax evasion) merupakan pengurangan pajak yang dilakukan dengan jalan
melanggar peraturan perpajakan, seperti memberikan data keuangan palsu atau
menyembunyikan data. Sedangkan penghindaran pajak (tax avoidance) adalah pengurangan
pajak, namun tetap mematuhi ketentuan-ketentuan peraturan perpajakan, seperti
memanfaatkan pengecualian dan potongan yang diperkenankan maupun memanfaatkan halhal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku. Seorang perencana pajak
hanya akan menggunakan dua cara yaitu penghindaran pajak (tax avoidance) dan
penghematan pajak (tax saving), karena keduanya merupakan tindakan yang tidak melanggar
hukum.
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat
diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya perencanaan
pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak, salah satunya dengan
merekayasa agar beban pajak (tax burden) serendah mungkin, misalnya dengan memperbesar
biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan (deduction) sehingga penghasilan kena
pajak menurun atau memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan
namun tidak melanggar peraturan perpajakan yang ada
TINJAUAN TEORETIS
Pajak

Pengertian Pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan menurutnya Prof. Dr. P.J.A.
Andriani, pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib
membayarnya menurut peraturan-perturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggaran pemerintah.
Secara administratif pungutan pajak dikelompokkan menjadi 2, yaitu: pajak langsung
(direct tax) dan pajak tidak langsung (indirect tax). Pajak langsung dikenakan atas masuknya
aliran sumber daya yaitu penghasilan yang didapatkan oleh Wajib Pajak, sedangkan pajak
2

tidak langsung dikenakan terhadap keluarnya sumber daya seperti pengeluaran atas konsumsi
barang dan jasa oleh masyarakat. Beban pajak langsung umumnya ditanggung oleh Wajib
Pajak (orang pribadi/badan) yang menerima/memperoleh penghasilan sedangkan beban pajak
tidak langsung ditanggung oleh masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut, secara tidak
langsung pajak merupakan beban bagi masyarakat. Oleh sebab itu masyarakat memerlukan
suatu perencanaan yang baik sehingga beban pajak yang ditanggung oleh masyarakat dapat
diminimalkan..
Ada 3 (tiga) macam sistem pemungutan pajak, yaitu :
a)
Official Assessment System
yaitu sistem yang memberikan wewenang kepada pemerintah (aparatur perpajakan)
untuk menentukan besarnya pajak terutang.
b)
Self Assessment System
yaitu sistem yang memberikan wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada
wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan
sendiri pajak yang harus dibayar.
c)
Withholding System
yaitu sistem yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memungut atau
memotong pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Pada saat ini sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self
Assessment System. Sistem ini berlaku untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat
guna meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam penyetoran pajak. Dengan
diberlakukannya sistem tersebut juga akan membuka peluang bagi manajer perusahaan untuk
menerapkan tax planning secara baik supaya tidak terjadi pemborosan..
Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
Dalam penyajian laporan keuangan, ada dua macam jenis laporan keuangan, yaitu
laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial adalah
laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi, yaitu Standar Akuntansi
Keuangan. Laporan keuangan komersial dapat juga diubah menjadi laporan keuangan fiskal
dengan melakukan koreksi fiskal seperlunya atau melakukan penyesuaian dengan Peraturan
Perpajakan. Sedangkan laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun
khusus untuk kepentingan perpajakan sesuai dengan Peraturan Perpajakan.
Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara akuntansi fiskal dan
komersial dapat menimbulkan perbedaan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara akuntansi komersial
yang mendasarkan laba pada konsep dasar akuntansi, yaitu perbandingan antara pendapatan
dengan biaya-biaya terkait. Sedangkan dari segi fiskal tujuan utamanya adalah penerimaan
negara. Undang-undang Perpajakan tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan
keuangan tetapi hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu baik dalam pengakuan
penghasilan maupun biaya. Perusahaan dapat menyusun laporan keuangan akuntansi
komersial dan laporan keuangan fiskal secara terpisah, atau melakukan koreksi fiskal terhadap
laporan keuangan akuntansi komersial.
Perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1.
Perbedaan waktu (timing differences),
Merupakan perbedaan bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pada saat
pengakuan penghasilan dan beban antara Peraturan Perpajakan dengan Standar
Akuntansi Keuangan. Perbedaan waktu dibagi menjadi dua yaitu positif dan negatif.
Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban pajak menurut akuntansi lebih
3

2.

kecil dari pengakuan beban pajak menurut peraturan perpajakan. Perbedaan waktu
negatif terjadi jika pengakuan beban pajak menurut akuntansi lebih besar dari
pengakuan beban pajak menurut peraturan perpajakan.
Perbedaan tetap ( permanent differences)
Perbedaan yang terjadi karena Peraturan Perpajakan dalam menghitung laba fiskal
berbeda dengan perhitungan laba menurut Standar Akuntansi Keuangan tanpa ada
koreksi dikemudian hari. Perbedaan permanen dapat positif karena ada laba akuntansi
yang tidak diakui oleh ketentuan perpajakan, sedangkan perbedaan permanen negatif
disebabkan adanya pengeluaran sebagai beban laba akuntansi yang tidak diakui oleh
ketentuan fiskal.

Dalam Standar Akuntansi Pajak Penghasilan (PSAK No.46) jika perusahaan memilih
untuk menghitung Pajak Penghasilan menurut laba akuntansi maka selisih yang timbul
dengan perhitungan Pajak Penghasilan menurut laba fiskal (yang timbul karena beda waktu)
maka dimasukkan dalam akun Pajak Penghasilan yang ditangguhkan. Apabila pemulihan
aktiva atau pelunasan kewajiban tersebut mengakibatkan pembayaran pajak pada periode
mendatang lebih besar atau lebih kecil dibandingkan pembayaran pajak, perusahaan harus
mengakui kewajiban pajak tangguhan dan aktiva pajak tangguhan. Kewajiban pajak
tangguhan adalah kenaikan jumlah Pajak Penghasilan terhutang untuk periode mendatang
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Aktiva pajak tangguhan adalah jumlah
Pajak Penghasilan terpilihkan pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan
temporer dan sisa kompensasi kerugian.
Kebijakan Perpajakan
Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak ada beberapa komponen yang harus
diperhatikan sebelum melaksanakan perencanaan pajak, yaitu :
1.

Subyek Pajak
Yang menjadi Subjek Pajak menurut Undang-undang Perpajakan No. 17 tahun 2000

adalah:
a.
1) orang pribadi;
2) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
b.
badan;
c.
bentuk usaha tetap.
Subyek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subyek Pajak luar negeri.
2.

Penghasilan yang Menjadi Obyek Pajak


Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 pasal 4, yang termasuk Obyek
pajak adalah penghasilan, yaitu tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a.
penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undangundang ini;
b.
hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c.
laba usaha;
d.
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
4

1)

e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.

keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan


lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2)
keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
3)
keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
atau pengambilalihan usaha;
4)
keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepadapemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
royalti;
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
premi asuransi;
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib
Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

3.

Penghasilan yang Dikecualikan sebagai Obyek Pajak


Pengecualian obyek pajak yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Pajak
Penghasilan adalah :
a.
1)
bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para
penerima zakat yang berhak;
2)
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial
atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak pihak yang bersangkutan;
b.
warisan;
c.
harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal;
d.
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah;
e.
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa;
f.
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik
5

g.
h.
i.
j.
k.

Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1)
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2)
bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
iuran yang diterirna atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun karyawan;
penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud
pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.
bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi;
bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima)
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha;
penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1)
merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
2)
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

4.

Penghasilan yang Pajaknya Dikenakan secara Final


Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan memberikan wewenang kepada
pemerintah untuk mengatur beberapa pajak tertentu secara khusus dikenai pajak final.
Penghasilan yang dikenai pajak bersifat final adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Transaksi penjualan efek di bursa efek, penjualan saham pendiri ( 0,6 % x nilai
transaksi) dan penjualan saham biasa (0,1% x nilai transaksi).
Hadiah undian (20% x jumlah bruto).
Bunga deposito, tabungan, serta diskonto Sertifikat BI (20% x nilai penghasilan
bruto).
Penghasilan ha katas tanah dan bangunan oleh Wajib Pajak real estate (2% x nilai
penjualan rumah) serta tanah dan bangunan lainnya (5% x nilai penjualan).
Penghasilan dan sewa atas tanah/bangunan Orang Pribadi (10% x nilai sewa) dan
badan (6% x nilai sewa).
Penghasilan pelayaran dalam negeri (1,2% x peredaran bruto).
Pelayaran/penerbangan luar negeri (2,64% dari peredaran)
Penghasilan jasa kontruksi untuk pelaksana (2% x nilai jasa pelaksana konstruksi)
serta untuk perencanan dan pengawasan (4% x nilai jasa perencanaan konstruksi dan
jasa pengawasan konstruksi).

5.

Biaya yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto


Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak menurut Undangundang Perpajakan No. 17 Tahun 2000 pasal 6 ayat (1) adalah:

a.

biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasitan, termasuk biaya


pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang,
bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya
administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b.
penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun
c.
iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d.
kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
e.
kerugian dari selisih kurs mata uang asing;
f.
biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g.
biaya bea siswa, magang, dan pelatihan;
h.
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
1)
telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2)
telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan;
3)
telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
4)
Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Selain tersebut di atas, ada biaya-biaya yang hanya boleh dikurangkan sebesar 50%
(lima puluh persen) dari Penghasilan Kena Pajak, yaitu :
a.
Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk karyawan tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
b.
Atas biaya berlangganan atau pengisian pulsa dan perbaikan telepon seluler yang
dimilki dan dipergunakan perusahaan untuk karyawan tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya.
c.
Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau sejenis
yang dimilliki dan dipergunakan perusahaan untuk karyawan tertentu karena jabatan
atau pekerjaannya.
d.
Atas pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan dan sejenis yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk karyawan tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.
6.

Biaya yang Tidak Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto


Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak menurut
Undang-undang Perpajakan No. 17 tahun 2000 pasal 9 ayat (1) adalah :
a.
pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b.
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
c.
pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih
untuk usaha bank dan sewa, guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha
asuransi dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan
syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
7

d.

e.

f.
g.

h.
i.
j.
k.
l.

premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar
oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak
yang bersangkutan;
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
karyawan serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan;
jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan;
harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyatanyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib
Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
Pajak Penghasilan;
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya;
gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham;
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan
sekaligus melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.

7.

Tarif Pajak
Tarif Pajak atas Pengahasilan Kena Pajak menurut Undang-undang Pajak penghasilan
No. 17 tahun 2000 adalah sebagai berikut :
a.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima
5%
juta rupiah)
(lima persen)
di atas Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)
10 %
s.d. Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
(sepuluh persen)
Di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d
15%
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
(lima belas persen)
Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) s.d.
25%
Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
(dua puluh lima persen)
Di atas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
35%
(tiga puluh lima persen)
b.
Wajib Pajak badan dalam negeri adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 (limapuluh juta
10 %
rupiah)
(sepuluh persen)
Di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d
15%
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
(lima belas persen)
Di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
30%
(dua puluh lima persen)

Perencanaan Pajak (tax planning)


Perencanaan Pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan wajib pajak. Tindakan itu
legal karena penghematan pajak tersebut dilakukan dengan cara tidak melanggar ketentuan
yang berlaku. Perencanaan Pajak itu berarti sebagai upaya menghindari pajak, karena bila
demikian jelas bertentangan dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.
Secara teoritis Perencanaan Pajak merupakan bagian dari fungsi-fungsi manajemen
pajak, yang terdiri dari : planning, implementation dan control. Apabila dihubungkan dengan
fungsi-funsi spesifik manajemen, perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan (tax
planning) termasuk ke dalam salah satu fungsi-fungsi spesifik manajemen, yaitu fungsi
planning, dimana dalam proses menetapkan perencanaan penyusunan strategi penghematan
pajak.
Perencanaan Pajak adalah tahap pertama dalam penghematan pajak. Perencanaan
pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib pajak. Tindakan tersebut legal
karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan manfaatkan hal-hal yang tidak diatur
(Suandy, 2009).
Pada umunya perencanaan pajak selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu
transaksi tersebut terkena pajak. Bila suatu taransaksi tersebut terkena pajak, selanjutnya
apakah pembayaran dimaksud dapat ditunda pembayaran dan lain sebagainya. Didalam
melakukan perencanaan pajak seorang wajib pajak harus tetap berpedoman pada peraturan
pajak yang berlaku. Tujuan dari perencanaan pajak adalah membuat agar beban pajak
serendah mungkin tidak melanggar undang-undang atau peraturan perpajakan yang ada.
Manfaat Perencanaan pajak pada prinsipnya adalah :
1)
Penghematan kas keluar dalam hal ini perencanaan pajak dapat mengurangi beban
pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan.
2)
Mengatur aliran kas, dalam hal ini perencanaan pajak dapat mengestimasikan
kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan
dapat menyusun anggaran kas yang lebih akurat.
Untuk perencanaan Pajak Penghasilan pasal 21 rencana yang dapat dilakukan adalah
mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari ketentuan mengenai pengecualian dan potongan
atau pengurangan yang dikecualikan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan perencana pajak dalam menerapkan
perencanaan pajak adalah melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a.
Menganalisis informasi (basis data) yang ada.
Tahap pertama ini merupakan proses pembuatan perencanaan pajak dengan
menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan
menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung perusahaan. Hal ini
hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak
untuk perencanaan pajak yang paling efisien. Penting juga untuk memperhitungkan
kemungkinan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran
lain diluar pajak yang mungkin terjadi.
b.
Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak.
Dalam membuat model pengaturan yang paling tepat, penting sekali untuk
mempertimbangkan :
1) Apakah kepemilikan dari hak, surat berharga, dan lain-lain harus dikuasakan
kepada satu atau lebih perusahaan.
2) Hubungan antar berbagai individu dan entitas.
3) Diman entitas tersebut harus ditempatkan
c.
Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak.

Evaluasi ini harus dilakukan untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan
perencanaan pajak terhadap beban pajak, perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain
pajak atas berbagai alternatif perencanaan. Dari hasil tersebut barulah dapat ditentukan
apakah perencanaan tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak.
d.
Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak.
Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk
perencanaan pajak yang diinginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat
adanya perubahan peraturan perundang-undangan. Tindakan perubahan harus tetap
dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan
keberhasilannya sangat kecil. Sepanjang penghematan masih besar, rencana tersebut
harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung
merupakan kerugian minimal. Jadi, akan sangat membantu jika pembuatan suatu
rencana disertai dengan gambaran atau perkiraan beberapa peluang kesusksesan dan
berapa laba potensial yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian potensial jika
terjadi kegagalan.
e.
Memutakhirkan rencana pajak.
Pemutakhiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana
dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap
perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan
mampu mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat yang
bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.
Rerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumya dapat dibuat suatu rerangka penelilitian berupa
desain penelitian yang berfungsi sebagai pedoman pemahaman alur berfikir di dalam
penelitian ini. Di dalam rerangka pemikiran ini dijelaskan mengenai perbandingan antara
laporan keuangan laba rugi dengan menggunakan tax planning dan yang tidak menggunakan
tax planning. Bila dengan menggunakan tax planning dapat menghasilkan laba komersial
setelah pajak yang lebih besar daripada tidak menggunakan tax planning maka penerapan tax
planning pada perusahaan tersebut dapat dinyatakan berhasil namun jika sebaliknya maka
diputuskan untuk tidak menggunakan tax planning.
Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan gambar rerangka pemikiran untuk penelitian yang
dilakukan.
SEBELUM

SESUDAH

Laporan Penghitungan Pajak

Laporan Penghitungan Pajak

Diterapkan Tax Planning

Diterapkan Tax Planning

PERBANDINGAN
Laporan Penghitungan Pajak

KESIMPULAN
10

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian dan Gambaran Populasi (Objek) Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriktif merupakan penelitian terhadap
fenomena atau populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari subyek berupa individu,
organisasi, industri atau perspektif yang lain. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif adalah
suatu pendekatan penelitian yang menggunakan data berupa kalimat tertulis atau lisan,
perilaku, peristiwa-peristiwa, pengetahuan atau objek studi. Penelitian dengan pendekatan
kuantitatif menitikberatkan pada pemahaman, pemikiran atau konsep berpikir dari peneliti
untuk mengetahui makna dari sutu fenomena.
Tujuan dari penelitian kuantitatif deskriptif adalah memberikan gambaran secara
sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada, sifat dan karakter, serta
hubungan antara fenomena yang diteliti, yaitu mengenai penerapan tax planning sebagai alat
manajemen untuk mengefisienkan pembayaran pajak penghasilan. Penelitian kuantitatif
diskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesa atau teori, tetapi hanya menerapkan
pengamatan dan penelitian yang memberikan penjelasan terhadap suatu keadaan kemudian
berusaha memberikan kesimpulan atas pengamatan tersebut.
Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini akan digunakan beberapa teknik-teknik pengumpulan data antara

lain :
a. Pengamatan
Yaitu suatu teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara melakukan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki.
b. Wawancara
Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung
dengan pihak terkait pada PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) yang berhubungan
dengan penulisan skripsi ini.
c. Dokumentasi
1.
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pengumpulan arsip-arsip, catatan-catatan
tertulis atau dokumen-dokumen yang dimiliki perusahaan yang berhubungan dengan
skripsi ini.
.
Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu berdasarkan
pengamatan terhadap data-data yang diperoleh dari PT. Dok dan Perkapalan Surabaya
(Persero), melalui data-data yang telah diperoleh tersebut dapat dilakukan analisis sebagai
berikut :
1.
Mengumpulkan data-data perusahaan yang berkaitan dengan permasalahan dalam
penelitian ini.
2.
Mengolah data yang diperoleh sebagai bahan untuk menganalisa permasalahan.
3.
Membahas dan menganalisa data yang ada dengan berpedoman pada teknik-teknik
penerapan tax planning
Menyimpulkan hasil pembahasan yang dilakukan dan memberikan saran kepada PT. Dok dan
Perkapan Surabaya (Persero) atas pentingnya penerapan tax planning sebagai strategi bagi
perusahaan untuk mencapai efisiensi pajak.

11

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian

Permasalahan
Pajak merupakan iuran kepada Negara yang dapat dipaksakan, yang terutang menurut
peraturan perundang-undangan tanpa mendapatkan imbalan secara langsung. Sehingga dalam
pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara Wajib Pajak dengan pemerintah. Oleh
karena itu, diperlukannya perencanaan pajak (Tax Planning) dalam memenuhi kewajiban
perpajakan. Dengan menerapkan Tax Planning dalam perusahaan, maka wajib pajak bisa
meminimalisasikan pembayaran pajaknya sehingga pembayaran pajak yang dilakukan oleh
wajib pajak kepada pemerintah bisa lebih efektif.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar penerapan perencanaan pajak (Tax
Planning) dapat berjalan efektif, yaitu :
1.
Didalam membuat perencanaan pajak, tidak melanggar peraturan perpajakan.
2.
Perencanaan pajak (Tax Planning) mempertimbangkan semua transaksi yang
diusulkan dan pengaruh pajaknya.
3.
Sistem informasi perpajakan tersedia di perusahaan dalam bentuk kumpulan peraturan
perpajakan.
Ketiga hal diatas harus benar-benar diperhatikan agar perusahaan dapat lebih peka
menghadapi semua transaksi yang mempunyai pengaruh terhadap pajak. Dengan
memperhatikan ketiga hal diatas maka perusahaan akan lebih efektif dalam menjalankan
kewajiban perpajakannya.
Ada 6 cara yang dapat dilakukan oleh wajib pajak dalam menerapkan perencanaan
pajaknya, yaitu :
a.
Pergeseran = adanya pemindahan atau transfer beban pajak dari subjek pajak kepada
pihak lain.
b.
Kapitalisasi = penambahan harga obyek pajak sebesar jumlah pajak yang akan dibayar
oleh pihak pembeli, sehingga pajaknya menjadi beban penjual.
c.
Transformasi = pengelakan pajak yang dilakukan dengan cara menanggung beban
pajak atas obyek pajak yang dijual tanpa mengurangi keuntungan yang diperolehnya.
d.
Penyelundupan (Evasion) = cara pengelakan pajak dengan melanggar ketentuan
perpajakan yang berlaku. Cara ini mengarah pada tindak pidana pajak.
e.
Penghindaran (Avoidance)= pengelakan pajak dengan cara melakukan penghindaran
pajak dengan tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku.
f.
Pengecualian pajak (Tax Planning) = adanya pengecualian pembebanan pajak
perorangan atau badan berdasarkan keputusan dan peraturan yang berlaku.
Dari keenam cara penerapan perencanaan pajak (Tax Planning) diatas, PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya (Persero) selaku wajib pajak menerapkan perencanaan pajaknya yang
tidak menyimpang dan tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu,
PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) dalam menerapkan perencanaan pajaknya
bersifat Konservatif.
Berdasarkan hasil penelitian dari informan (Karyawan Departemen Keuangan dan
SDM) dan laporan perhitungan pajak penghasilan tahun 2008, maka peneliti dapat
menjelaskan mengenai penerapan Tax Planning di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya
(Persero) yang telah diterapkan guna megefisienkan pajak penghasilannya.
1. Penerapan Tax Planning secara umum
a. Tax Planning dilakukan secara konservatif
Pegawai Departemen SDM (Sumber Daya Manusia) yaitu Ibu Sri menjelaskan bahwa
:

12

Tax Planning khususnya untuk pajak penghasilan pasal 21 yang dilakukan oleh
PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) bersifat konservatif yang artinya hatihati. Sifat hati-hati terhadap setiap transaksi perusahaan yang mempunyai
pengaruh terhadap pajak. Tetapi perlu diingat bahwa tindakan ini dilakukan untuk
meminimalisasi pembayaran pajak dan bukan untuk menghindari pajak apalagi
menggelapkan pajak,
Secara teoritis upaya meminimalisasi pembayaran pajak yang dilakukan dalam suatu
perencanaan pajak yang disebut juga sebagai perbuatan penghindaran pajak atau yang
dikenal dengan Tax Advoidance. Menurut Zain (2003:49), Tax Advoidance adalah proses
pengendalian tindakan agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak
dikehendaki. Sedangkan menurut Ernest R. Motenson (dalam Zain 2003:49).
Penghindaran pajak berkenaan dengan pengaturan sesuatu peristiwa sedemikian rupa
untuk meminimkan atau menghilangkan beban pajak dengan memperhatikan ada atau
tidaknya akibat-akibat pajak yang tidak ditimbulkannya.
Pada dasarnya penghindaran pajak (Tax Advoidance) tidak melanggar hukum akan
tetapi penghindaran pajak itu dapat melanggar hukum, jika kita tidak memperhatikan ada
atau tidaknya akibat-akibat pajak yang akan ditimbulkannya seperti adanya denda dan
atau sanksi maupun pidana serta pemeriksaan yang dilakukan fiskus sehingga dapat
merugikan perusahaan.
Oleh karena itu PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) lebih suka menyebutkan
penerapan Tax Planning-nya untuk meminimalisasi pembayaran pajak bukan untuk
menghindari pajak. Hal ini dijelaskan dengan singkat oleh Ibu Sri bahwa :
Penghindaran pajak memang tidak melanggar hukum tetapi kata-kata
penghindaran pajak itu seolah-olah ada tindakan yang tidak menginginkan
pemenuhan kewajiban pajak. Disini penerapan Tax Planning tersebut digunakan
untuk meminimalisasi pembayaran pajak yang artinya pembayaran pajak tetap
dilakukan dalam memenuhi kewajiban perpajakan tetapi pembayaran pajak
tersebut harus efisien. Dan penerapan Tax Planning secara konservatif sangat
diperlukan.
Penerapan Tax Planning yang bersifat Konservatif adalah suatu cara yang dituntut untuk
berhati-hati dalam menghadapi suatu transaksi yang mempunyai pengaruh tehadap pajak.
Cara tersebut berupa menganalisis apakah transaksi tersebut mempunyai pengaruh pajak
atau tidak, bagaimana ketentuan perundang-undangannya, perencanaan pajak yang
bagaimana, yang bisa diterapkan tanpa adanya pelanggaran terhadap ketentuan
perpajakan.
Jadi penerapan Tax Planning yang bersifat Konservatif ini dilakukan pada tiap
transaksi yang terjadi di perusahaan agar pembayaran pajak dapat dilakukan seefisien
mungkin dan tidak melanggar ketentuan perpajakan yang justru nantinya berakibat
merugikan perusahaan. Tax Planning yang bersifat Konservatif ini dilakukan untuk
menghindari pemborosan pajak yang dikarenakan penerapan Tax Planning yang tidak
tepat. Dengan demikian Tax Planning yang bersifat konservatif mengarah kepada
meminimalisasikan pembayaran pajak tiap transaksi dari pada menghindari pajak yang
mengarah pada menghilangkan kewajiban perpajakan dengan memanfaatkan kelemahan
Undang-Undang Perpajakan.
b. Education SDM
Dua penerapan Tax Planning secara umum yang diterapkan di PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya (Persero), yaitu pertama yang sudah dijelaskan di atas bahwa
13

penerapan Tax Planning bersifat konservatif dan yang kedua Education SDM. Hal ini juga
ditegaskan pula oleh Ibu Sri mengenai Tax Planning di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya
(Persero), beliau mengatakan bahwa :
Secara umum Tax Planning disini bersifat konservatif dan perusahaan
memberikan Education SDM pada tiap karyawannya khususnya bagi karyawan
yang melakukan transaksi agar dapat tercipta Tax Planning yang baik menurut
ketentuan perpajakan. Salah satu contoh dari education SDM adalah memberikan
kursus brevet dengan tujuan utama agar karyawan tersebut benar-benar paham
mengenai perpajakan. Secara teori tidak ada yang menjelaskan bahwa Education
SDM merupakan salah satu unsur dari Tax Planning. Akan tetapi bagi PT. Dok
dan Perkapalan Surabaya (Persero) Education SDM merupakan unsur utama yang
kedua dari Tax Planning setelah konservatif.
Peranan Education SDM dalam Tax Planning mempunyai pengaruh bagi perusahaan
dalam upaya meminimalisasi pembayaran pajaknya. Dengan adanya education SDM yang
berkualitas maka SDM tersebut bisa melakukan Tax Planning atas transaksi yang mereka
hadapi secara langsung sesuai dengan ketentuan perpajakan sehingga upaya untuk
meminimalisasi pembayaran pajak akan lebih efisien dan efektif. Jadi dengan adanya
education SDM yang berkualitas maka akan memudahkan menerapakan Tax Planning secara
konservatif.
Penerapan Tax Planning dalam Memaksimalkan Biaya-biaya Fiskal
a. Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Sebelum Tax Planning
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, Dibawah ini akan disajikan perhitungan
pajak penghasilan badan PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) untuk periode 31
Desember 2008
Tabel 1
Perhitungan Pajak Penghasilan Badan
PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero)
PT. DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA (PERSERO)
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
PER 31 DESEMBER 2008
Dalam Ribuan Rupiah
LABA SEBELUM PAJAK

25,452,271

KOREKSI FISKAL POSITIF


1

Biaya-biaya
52210 Pemakaian KWH Listrik

153,311

55111 Perawatan tanah

89,171

55112 Tenaga luar perawatan tanah

105,840

55113 Pemakaian alat untuk perawatan

14,138

55211 Perawatan bangunan

30,290

55212 Tenaga luar perawatan bangunan

36,397

55213 Pemakaian alat dan bahan bangunan

10,903

55511 Perawatan Peralatan

32,719

55512 Tenaga perawatam peralatan

31,033

57211 Iuran Organisasi bisnis

16,676

14

57212
57223
57231
57641
57742
57811
57813
57821
57822
57221
57511
58341
58342
-

Iuran organisasi lainnya


Pakaian Seragam Kantor
Biaya kegiatan warga umum
Langganan Air PDAM
Sewa Kendaraan
Biaya jamuan tamu
Pemakaian peralatan rumah tangga
Langganan Koran
Langganan Majalah
Biaya sumbangan
Biaya Komunikasi
Biaya pembinaan relasi
Biaya operasional manajemen
PBB bangunan umum
Asuransi Bangunan

14,090
240,000
10,069
63,100
47,942
31,712
6,197
420
2,624
125,256
76,416
18,409
17,987
20,454
183,110
1,378,264

2 Biaya Penyusutan
Akuntansi
Fiskal

1,745,733
50,346
1,796,079

Total Koreksi Positif

3,174,343

KOREKSI FISKAL NEGATIF


1 Pendapatan jasa giro, deposito, dan bunga bank
2 Penghasilan yang telah dipotong PPH Final
Total Koreksi Negatif

(1,003,205)
(2,122,276)
(3,125,481)

Laba / Rugi fiskal kena pajak

31,752,095

PPh TERUTANG 2008 :


10%

50,000

5,000

15%

50,000

7,500

30%

31,652,095

9,495,629
9,508,129

KREDIT PAJAK
PPh Pasal 22
PPh Pasal 23
PPh Pasal 25
Fiskal Luar Negeri
Lebih / Kurang bayar PPh Pasal 29

1,901,626
4,754,065
2,833,422
19,016
9,508,129
NIHIL

Sumber : Data Internal Perusahaan

15

Berdasarkan
hasil
perhitungan
pajak
penghasilan
badan
PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) Tahun 2008 di atas, maka terdapat koreksi fiskal
positif sebesar Rp. 3.174.343.000,00. Dari jumlah tersebut terdapat biaya-biaya yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan untuk kesejahteraan karyawannya sebesar Rp.
618.088.000,00
Biaya untuk kesejahteraan karyawannya yang terkena koreksi fiskal positif merupakan
biaya-biaya untuk pemeliharaan dan pengeluaran rutin perumahan dinas karyawannya dan
biaya lain-lain diluar usaha yang berhubungan dengan kesejahteraan karyawannya. Adanya
koreksi fiskal positif terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk rumah dinas
menyebabkan penghasilan kena pajak perusahaan akan lebih besar dan secara otomatis pajak
penghasilan yang harus dibayar perusahaan juga lebih besar.
Untuk itu peneliti akan berusaha mengefektifkan penerapan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan di perusahaan, dalam hal ini terkait dengan biaya-biaya yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diberikan kepada karyawannya. Oleh
karena itu, peneliti akan menerapkan cara-cara legal sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku melalui Tax Planning yang bertujuan untuk meminimalisasi pembayaran pajak
penghasilan.
b. Perhitungan Pajak Penghasilan badan Sesudah Tax Planning
Upaya untuk meminimalisasi pembayaran pajak penghasilan bisa diterapkan dengan
berbagai cara salah satunya adalah memberikan tunjangan kesejahteraan kepada
karyawan. Pemberian tunjangan kesejahteraan karyawan dapat mengurangi biaya yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang terkena koreksi fiskal positif. Biaya
kesejahteraan karyawan terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk
kepentingan rumah dinas dan biaya lain-lain diluar usaha. Dalam Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2000 pada penjelasan Pasal 6 Ayat (1) huruf a yang isinya :
Pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan
dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang. Pengeluaran yang
dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan, misalnya fasilitas menempati
rumah dengan Cuma-Cuma, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak
yang menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan.
Namun demikian, pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu sebagaimana
diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e, boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak yang
menerima atau menikmati merupakan penghasilan.
Dari penjelasan di atas maka pengeluaran kesejahteraan karyawan untuk rumah dinas
dapat diberikan dalam bentuk uang dengan cara memberikan tunjangan. Sehingga pengeluran
tersebut dapat mengurangi penghasilan bruto dan tidak terkena koreksi fiskal positif. Akan
tetapi kesejahteraan karyawan untuk biaya lain-lain diluar usaha tidak dapat dikurangkan
dengan penghasilan bruto dan biaya tersebut terkena koreksi fiskal positif.
Biaya untuk biaya lain-lain diluar usaha merupakan biaya yang tidak berhubungan
dengan kegiatan usaha dan murni merupakan kenikmatan yang diberikan perusahaan. Hal
tersebut telah dijelaskan dalam pasal 9 ayat (1) huruf i yang berbunyi :
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya, pada hakekatnya merupakan penggunaan
penghasilan oleh wajib pajak yang bersangkutan. Oleh karena itu biaya tersebut
tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
Dari penjelasan di atas, maka biaya kesejahteraan karyawan akan dipisah-pisahkan,
yang mana biaya untuk rumah dinas disendirikan dengan biaya lain-lain diluar usaha agar
mudah untuk mengkoreksinya. Di bawah ini merupakan penghitungan pajak penghasilan
16

badan sebelum dimaksimalkan tax planning yang mana biaya kesejahteraan karyawannya
sudah dipisah-pisahkan.
Tabel 2
Penghitungan Pajak Penghasilan Badan Sebelum Tax Planning
PT. DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA (PERSERO)
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
PER 31 DESEMBER 2008
DALAM RIBUAN RUPIAH
LABA SEBELUM PAJAK

25,452,271

KOREKSI FISKAL POSITIF


1 Biaya-biaya
52210 Pemakaian KWH Listrik

55111
55112
55113

55211

153,311

- Rumah dinas
61,324
- Lain-lain
91,987
Perawatan tanah
Tenaga luar perawatan tanah
Pemakaian alat untuk perawatan
- Rumah dinas
5,655
- Lain-lain
8,483
Perawatan bangunan

- Rumah dinas
12,116
- Lain-lain
18,174
55212 Tenaga luar perawatan bangunan
-

Rumah dinas
Lain-lain

14,559
21,838

17

89,171
105,840
14,138

30,290

36,397

55213 Pemakaian alat dan bahan bangunan


-

Rumah dinas

- Lain-lain
55511 Perawatan Peralatan
-

Rumah dinas
Lain-lain

55512 Tenaga perawatam peralatan


- Rumah dinas
- Lain-lain
57211 Iuran Organisasi bisnis

10.903

4.361
6.542
32.719
13.088
19.631
31.033
12.413
18.620
16.676

57212 Iuran organisasi lainnya


57223 Pakaian seragam kantor
57231 Biaya kegiatan warga umum
57641 Langganan Air PDAM
- Rumah dinas
- Lain-lain
57742 Sewa Kendaraan

14.090
240.000
10.069
63.100
18.930
44.170
47.942

57811 Biaya jamuan tamu


57813 Pemakaian peralatan rumah tangga
- Rumah dinas
2.479
- Lain-lain
3.718
57821 Langganan Koran
57822 Langganan Majalah
57221 Biaya sumbangan
57511 Biaya Komunikasi
58341 Biaya pembinaan relasi
58342 Biaya operasional manajemen
PBB bangunan umum
Asuransi Bangunan

31.712
6.197

420
2.624
125.256
76.416
18.409
17.987
20.454
183.110
1.378.264

2 Biaya Penyusutan
-

Akuntansi
Fiskal

1.745.733
50.346
1.796.079

Total Koreksi Positif

3.174.343

KOREKSI FISKAL NEGATIF


1 Pendapatan jasa giro, deposito, dan bunga bank
2 Penghasilan yang telah dipotong PPH Final
Total Koreksi Negatif
Laba / Rugi fiskal kena pajak

(1.003.205)
(2.122.276)
(3.125.481)
31.752.095

18

Laba / Rugi fiskal kena pajak


PPh TERUTANG 2008 :
10%
x
50.000
15%
x
50.000
30%
x
31.652.095

31.752.095

5.000
7.500
9.495.629
9.508.129

KREDIT PAJAK
PPh Pasal 22
PPh Pasal 23
PPh Pasal 25
Fiskal Luar Negeri

1.901.626
4.754.065
2.833.422
19.016
9.508.129
NIHIL

Lebih / Kurang bayar PPh Pasal 29

:
sumber: Diolah Peneliti dari Data Internal Perusahaan
Dengan adanya pemisahan biaya kesejahteraan karyawan di atas, maka dapat
dilakukan penerapan tax planning guna meminimalisasi pajak penghasilannya yang sesuai
dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan pada pasal 6 (1)
huruf a berikut dengan penjelasannya dan mempertimbangkan ketentuan pada pasal 9 ayat (1)
huruf i. Sesuai ketentuan pasal-pasal di atas maka biaya untuk rumah dinas dapat diberikan
dalam bentuk tunjangan yang nantinya akan berpengaruh pada efisiensi pembayaran pajak
penghasilannya. Berikut ini penghitungan pajak penghasilan badan PT. Dok dan Perkapalan
Surabaya (Persero) setelah dilakukan tax planning :

19

Tabel 3
Penghitungan Pajak Penghasilan Badan Setelah Tax Planning
PT. DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA (PERSERO)
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
PER 31 DESEMBER 2008
DALAM RIBUAN RUPIAH
LABA SEBELUM PAJAK

25.452.271

KOREKSI FISKAL POSITIF


1 Biaya-biaya
52210 Pemakaian KWH Listrik
- Rumah dinas
- Lain-lain
55111 Perawatan tanah
55112 Tenaga luar perawatan tanah
55113 Pemakaian alat untuk perawatan
- Rumah dinas
- Lain-lain
55211 Perawatan bangunan
- Rumah dinas
- Lain-lain
55212 Tenaga luar perawatan bangunan
- Rumah dinas
- Lain-lain
55213 Pemakaian alat dan bahan bangunan
- Rumah dinas
- Lain-lain
55511 Perawatan Peralatan
- Rumah dinas
- Lain-lain
55512 Tenaga perawatam peralatan
- Rumah dinas
- Lain-lain
57211 Iuran Organisasi bisnis
57212 Iuran organisasi lainnya
57223 Pakaian Seragam Kantor
57231 Biaya kegiatan warga umum
57641 Langganan Air PDAM
- Rumah dinas
- Lain-lain

91.987
91.987
89.171
105.840
8.483
8.483
18.174
18.174
21.838
21.838
6.542
6.542
19.631
19.631
18.620
18.620
16.676
14.090
240.000
10.069
44.170
44.170

20

57742 Sewa Kendaraan


57811 Biaya jamuan tamu

47.942
31.712

57813 Pemakaian peralatan rumah tangga


- Rumah dinas
- Lain-lain
57821 Langganan Koran

3.718

3.718
420

57822 Langganan Majalah

2.624

57221 Biaya sumbangan


57511 Biaya Komunikasi

125.256
76.416

58341 Biaya pembinaan relasi


58342 Biaya operasional manajemen
-

18.409
17.987

PBB bangunan umum


Asuransi Bangunan

20.454
183.110
1.233.339

2 Biaya Penyusutan
-

Akuntansi

Fiskal

1.745.733
50.346
1.796.079

Total Koreksi Positif

3.029.418

KOREKSI FISKAL NEGATIF


1 Pendapatan jasa giro, deposito, dan bunga bank
2 Penghasilan yang telah dipotong PPH Final
Total Koreksi Negatif

(1.003.205)
(2.122.276)
(3.125.481)

Laba / Rugi fiskal kena pajak

31.607.170

PPh TERUTANG 2008 :


10%
15%
30%

x
x
x

50.000
50.000
31.507.170

5.000
7.500
9.452.151
9.464.651

KREDIT PAJAK
PPh Pasal 22

1.901.626

PPh Pasal 23
PPh Pasal 25
Fiskal Luar Negeri

4.754.065
2.833.422
19.016
9.508.129
(43.478)

Lebih / Kurang bayar PPh Pasal 29

sumber : Diolah Peneliti dari Data Internal Perusahaan

21

Dari tabel 2 dan tabel 3, maka dapat diketahui berapa besar penghematan yang bisa
dilakukan jika pemberian rumah dinas diberikan dalam bentuk tunjangan.
Tabel 4
Rekapitulasi Penghitungan Pajak Penghasilan Badan
Sebelum dan Sesudah dimaksimalkan Tax Planning
Dalam Ribuan Rupiah
Keterangan
Laba Perusahaan

Sebelum dimaksimalkan

Sesudah dimaksimalkan

Tax Planning

Tax Planning

25.452.271

25.452.271

Koreksi Fiskal Positif

3.174.343

3.029.418

Koreksi Fiskal Negatif

3.125.481

3.125.481

Penghasilan Kena Pajak

31.752.095

31.607.170

PPh terutang

9.508.129

9.464.651

Kredit Pajak

9.508.129

9.508.129

NIHIL

(43.478)

Pajak kurang/lebih bayar

Berdasarkan rekapitulasi penghitungan Pajak Penghasilan Badan pada tabel 4 di atas,


jika pemberian rumah dinas diberikan dalam bentuk tunjangan maka penghematan yang bisa
dilakukan oleh PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) sebesar Rp 43.478.000,00.
Dengan pemberian tunjangan rumah dinas tersebut, biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat
sebagai pengurang penghasilan bruto dan tidak terkena koreksi positif.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV , maka
dapat diambil beberapa kesimpulan terhadap penelitian yang dilakukan pada PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya (Persero) sebagai berikut:
1. Penerapan Tax Planning secara umum pada PT. Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero)
sudah cukup baik dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Penerapan Tax Planning terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam hal
kesejahteraan karyawan khususnya untuk pemberian fasilitas rumah dinas kurang
dimaksimalkan atau kurang memanfaatkan Undang-undang Pajak Penghasilan
khususnya pasal 6 ayat (1) huruf a mengenai pemberian tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang. Sehingga biaya-biaya tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
perusahaan dan keinginan perusahaan untuk memperoleh laba yang optimal dapat
terlaksana karena pemborosan pajak dapat ditekan atau diefisienkan.
22

3.

Berdasarkan hasil perhitungan Pajak Penghasilan Badan tahun 2008 diketahui bahwa
Pajak Penghasilan Pasal 21 terutangnya mengalami penurunan setelah pemberian
tunjangan rumah dinas diberikan dalambentuk uang sebesar Rp 43.478.000,00. Dari
selisih itu, maka perusahaan mempunyai lebih bayar Pajak Penghasilan Pasal 29 yang
dapat dikompensasikan pada pembayaran pajak tahun berikutnya.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka
saran-saran yang dapat penulis ajukan adalah sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan pengetahuan mengenai perpajakan terutama Undang-undang dan
peraturannya agar penerapan Tax Planning dapat diterapkan seefesien mungkin.
2. PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) sebaiknya memanfaatkan pengecualianpengecualian Undang-undang Perpajakan beserta peraturannya yang tidak melanggar
hukum dalam upaya mengefesienkan pembayaran pajak terutama pajak penghasilan
pasal 21.
Untuk penelitian selanjutnya, mungkin perlu dilakukan penelitian serupa dengan melakukan
pengembangan ruang lingkup, jadi tidak hanya meneliti penerapan Tax Planning terhadap
Pajak penghasilan Pasal 21 saja, tetapi secara keseluruhan agar menghasilkan informasi yang
lebih lengkap dan bermanfaat bagi perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes Sukrisno, Trisnawati Estralita. 2007. Akuntansi Perpajakan. Jakarta. Salemba Empat.
Indriantoro Nur, Supomo Bambang. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan
Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta. BPFE-Yogyakarta.
Lumbatoruan, Sopar. 1996. Akuntansi Perpajakan. Jakarta. Salemba Empat.
Suandy, Erly. 2009. Perencanaan Pajak. Edisi ke-4. Jakarta. Salemba Empat.
Zain, Mohammad. 2003. Manajemen Perpajakan. Edisi ke-2. Jakarta. Salemba Empat.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP 545/PJ./2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26
Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP 213/PJ./2001 tentang Perlakuan Perpajakan
atas Penyediaan Makanan dan Minuman bagi Seluruh Karyawan dan Penggantian atau
Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan Atau Jasa yang Diberikan Dalam Bentuk
Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu Serta yang Berkaitan dengan Pelaksanaan
Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.
23

You might also like