Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
JUDUL
KAJIAN TEKNIS GEOMETRI PEMBORAN DAN PELEDAKAN
PADA
OPERASI
CAST
BLASTING
UNTUK
MEMAKSIMALKAN
diatasnya adalah system yang lebih disukai saat ini. Lapisan overburden biasanya
terdiri dari lapisan batupasir (sandstone), batulanau (siltstone) dan jenis batuan
sediment lain yang secara fisik cukup keras. Melihat sifat fisik overburden yang
demikian, tidak mungkin pengupasannya dilakukan langsung dengan oleh peratan
mekanis, seperti dragline, excavator atau shovel. Peledakan adalah cara pertama yang
harus ditempuh, kemudian fragmentasinya dipindahkan oleh dragline kelokasi
tumpukan yang telah direncanakan, sehingga lapisan batubara dapat tersingkap.
Masalah yang kemudian muncul adalah bagaimana pengupasan overburden itu dapat
berlangsung cepat, ekonomis, effisien dan ramah lingkungan.
Apabila pada operasi peledakan jenjang lemparan fragmen batuan diusahakan
berkumpul tidak jauh dari bidang bebas, tetapi pada peledakan overburden diatas
lapisan batubara justru sebaliknya, hasil peledakan diusahakan terlempar jauh
daribidang bebas dan jatuh diluar batas lapisan batubara. Cast Blasting merupakan
suatu metoda peledakan lapisan overburden dengan memperhitungkan lemparan
projektil sejauh mungkin, sehingga prosentase prime dapat diraih. Prime adalah
tumpukan hasil peledakan yang terpisah dari lapisan batubara dan tidak memerlukan
pemindahan kembali oleh dragline. Dengan demikian makin besar prime akan
meringankan pekerjaan dragline untuk memindahkan hasil peledakan yang tersisa
diatas lapisan batubara.
1.3.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melakukan kajian secara
teknis terhadap rancangan geometri pemboran dan peledakan pada opersi cast
blasting agar hasil lemparan projektil dapat sejauh mungkin, sehingga prosentase
prime dapat diraih.
1.4.
RUMUSAN MASALAH
Dengan pola pemboran dan peledakan yang diterapkan pada perusahaan saat
ini, akan dikaji secara teknis sehingga dapat diketahui sejauh mana keefektifan dari
pola tersebut terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada area kerja. Sehingga
dari sini diharapkan dapat menghasilkan pola pemboran dan peledakan yang optimal
untuk pengupasan overburden, dengan memperhatikan parameter-parameter pada
cast blasting.
BAB II
ANALISIS MASALAH
2.1.
DASAR TEORI
Cast Blasting merupakan suatu metode peledakan lapisan overburden dengan
batuan setelah terdetonasi akibat pengurangan energi kinetic dalam proses gesekan
antar partikel. Efek ini akan bertambah bila spasi retakan relative sama dengan pola
pemboran, sehingga jarak lemparan fragmentasi tidak jauh. Untuk mempermudah
estimasi intensitas spasi retakan vertical, maka spasi tersebut dibandingkan dengan
rancangan burden.
lemparan fragmentasi :
Tabel 2.1
Pengaruh Spasi Retakan Terhadap Kondisi Lemparan Fragmentasi
Spasi Retakan
Batas Lemparan
Tidak terkontrol
Cukup berarti
Minimal
Modulus Elastisitas
Harga Modulus Elastisitassebagai salah satu indicator sempurna tidaknya
Modulus Elastisitas rendah berarti massa batuan lunak akan banyak menyerap
energi kejut yang berakibat ukuran fragmentasi besar-besar. Hal ini jelas akan
memperberat energi gas untuk melemparkan hasil peledakan tersebut. Sebaliknya
pada harga Modulus Elastisitas tinggi, batuan akan lebih elastis dan cenderung
menahan tekanan bahan peledak. Hasilnya tekanan energi akan optimal dan
fragmentasi pun akan terlempar jauh. Berikut ini tabel pengaruh Modulus Elastisitas
terhadap kondisi lemparan fragmentasi.
Tabel 2.2
Pengaruh Modulus Elastisitas Terhadap Kondisi Lemparan Fragmentasi
3.
Modulus Elastisitas
Batas Lemparan
< 8 Gpa
Lemparan terbatas
8 30 Gpa
> 30 Gpa
Lemparan memuaskan
Density Batuan
Density adalah berat batuan per volume artinya makin besar density akan
semakin berat batuan tersebut dibandingkan density yang rendah untuk volume yang
sama. Sehingga dapat diekuivalensikan bahwa kecepatan permukaan proposional
dengan density batuan. Batuan dengan density tinggi cenderung memiliki powder
factor yang tinggi untuk melemparkan fragmentasi hasil peledakan.
3. Jenjang yang tinggi sudah mempunyai porsi yang cukup berarti terhadap gaya
tarik karena kurangnya tahanan lateral, sehingga memungkinkan tekanan
peledakan seolah-olah bekerja secara alami
Pengertian jenjang yang mampu meraih jarak lemparan yang baik dinyatakan
dengan ratio yinggi jenjang/ burden (L/B), diberikan oleh tabel 3.
Tabel 2.3
Ratio L/B
Lemparan Relatif
< 1,5
Jelek
1,5 2,5
Sedang
> 2,5
Baik
Gambar 2.1
Efek Tinggi Jenjang Terhadap Lemparan Fragmentasi
2.1.2. PARAMETER BERUBAH PADA CAST BLASTING
Parameter berubah
batuan yang akan dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang diinginkan,
mesin bor yang dipergunakan, dan kapasitas alat muat yang akan dipergunakan untuk
kegiatan pemuatan material hasil pembongkaran..
Untuk diameter lubang tembak yang terlalu kecil, maka faktor energi yang
dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan
yang akan diledakkan, sedang jika lubang tembak terlalu besar maka lubang tembak
tidak cukup untuk menghasilkan fragmentasi yang baik, terutama pada batuan yang
banyak terdapat kekar dengan jarak kerapatan yang tinggi. Ketika kekar membagi
burden dalam blok-blok yang besar, maka fragmentasi yang akan terjadi bila masingmasing terjangkau oleh suatu lubang tembak. Hal seperti ini menghendaki diameter
lubang tembak yang kecil.
Diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau hancuran
yang lebih baik pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan dengan stemming, di
mana lubang tembak yang besar maka panjang stemming juga akan semakin besar
dikarenakan untuk menghindari getaran dan batuan terbang, sedangkan jika
menggunakan lubang tembak yang kecil maka panjang stemming dapat dikurangi.
2.
arah pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk
menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam geometri
peledakan. Lubang tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian lantai jenjang akan
menerima gelombang tekan yang besar, sehingga menimbulkan tonjolan pada lantai
jenjang, hal ini dikarenakan gelombang tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang
bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang.
Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan membentuk bidang
bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan karena
gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan
pada lantai jenjang lebih kecil (Gambar 3.1)
Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing lubang adalah :
Untuk lubang tembak tegak (vertikal) adalah :
Keuntungannya :
Untuk tinggi jenjang yang sama panjang lubang ledak lebih pendek jika
dibandingkan dengan lubang ledak miring.
Kerugiannya :
Keuntungannya :
Kerugiannya :
Gambar 2.2
Pengaruh Arah Lubang Tembak
4.
Pola pemboran
Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan penempatan lubang-lubang
tembak antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan membentuk segi empat
( Gambar 3.2). Pola pemboran segi empat yang mana panjang burden dengan
panjang spasi tidak sama besar disebut square rectangular pattern (Gambar3.3).
Sedangkan pola pemboran selang-seling adalah pola pemboran yang penempatan
lubang ledak pada baris yang berurutan tidak saling sejajar (Gambar 3.4), dan untuk
pola pemboran selang-seling yang mana panjang burden tidak sama dengan panjang
spasi disebut staggered rectangular pattern (Gambar 3.5).
Dalam penerapannya, pola pemboran sejajar adalah pola yang umum, karena
lebih mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus untuk meningkatkan mutu
fragmentasi yang diinginkan, maka penggunaan pola pemboran selang-seling lebih
efektif.
Bidang Bebas
Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
S=B
Gambar 2.3.
Pola Pemboran Segiempat (Square Pattern)
Bidang Bebas
Baris 1
Baris 2
Baris 3
Baris 4
SB
Gambar 2.4.
Pola Pemboran Segi Empat (Square Rectanguler Pattern)
Bidang Bebas
Baris 1
Baris 2
S=B
Gambar 2.5.
Pola Pemboran Selang-seling (Staggered Square Pattern)
Baris 3
Baris 4
Bidang Bebas
Baris 2
Baris 1
Baris 3
Baris 4
SB
Gambar 2.6.
Pola Pemboran Selang-seling (Staggered Rectanguler Pattern)
2.1.2.2.Geometri Peledakan
Geometri peledakan yang akan mempengaruhi tingkat fragmentasi batuan
dapat dinyatakan seperti pada (gambar 3.6). Sedangkan geometri peledakan terdiri
dari :
1.
Burden (B)
Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang terdekat,
dan arah di mana perpindahan akan terjadi. Pada daerah ini energi ledakan adalah
yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada bidang bebas. Jarak burden yang
baik adalah jarak yang memungkinkan energi secara maksimal dapat bergerak keluar
dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan kembali dengan kekuatan
yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran.
Nilai burden yang optimum akan menghasilkan fragmentasi yang sesuai dan
perpindahan dari pecahan batuan sesuai dengan yang diinginkan. Jarak burden yang
terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya batuan terbang dan suara yang keras.
Sedangkan jarak burden yang terlalu besar akan menghasilkan fragmentasi yang
kurang baik, dan akan menyebabkan batuan di sekitar burden tidak akan hancur .
Menurut R.L. Ash, harga burden tergantung pada harga burden ratio dan diameter
lubang bor. Besarnya burden ratio antara 20 40 dengan harga Ks standard adalah
30. Sedangkan harga Ks standard sebesar 30 terjadi pada kondisi sebagai berikut :
Densitas batuan
160 lb/cuft
1,20
12.000 fps
Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang berbeda,
maka harga Ks turut berubah. Untuk mengatasi perubahan angka Ks perlu dihitung
terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan dan bahan peledak
yang berbeda
a.
SG.Ve 2
2
SGstd .Vestd
1/ 3
Di mana :
b.
SG
Ve
SGstd
Vestd
Dstd
D
1/ 3
Di mana
Dstd
Di mana :
Kb
Kbstd
meter
39,3
Di mana :
2.
= burden
Kb
= burden ratio
De
39,3
Spasi (S)
Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang tembak
yang berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan
spasi adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling berdekatan. Besar spasi
dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
S
B x Ks
Di mana :
S
= spasi, meter.
= burden, meter.
Ks
= spacing ratio
Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan spasi yaitu apakah ada interaksi antar
muatan yang berdekatan. Bila masing-masing lubang tembak diledakkan sendirisendiri, dengan interval waktu yang panjang, maka tidak akan terjadi interaksi
gelombang energi antar muatan yang berdekatan sehingga memungkinkan setiap
lubang tembak akan meledak dengan sempurna. Jika interval waktu diperpendek atau
lubang tembak diledakkan secara serentak akan terjadi efek ledakan yang kompleks.
Besar Ks menurut interval waktu yang dipergunakan adalah :
long interval delay
Ks = 1
Ks = 1 2
normal
Ks = 1,2 1,8
Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, maka S antara 1,2B sampai
1,8B
3.
stemming (T)
Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas kolom
isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance dan untuk
mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan yang
besar. Sedangkan di dalam penggunaan stemming yang perlu diperhatikan adalah
panjang stemming dan ukuran material stemming.
Panjang stemming
Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian atas,
tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju
atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya flyrock,
overbreak pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkan airblast. Panjang
stemming dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :
T = B x Kt
dimana :
T = stemming, meter
Kt = stemming ratio (0,75 1,00)
0,05 Dh
dimana :
4.
Sz
Dh
jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan lantai
yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan
efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka akan
mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan tidak akan
terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang subdrilling dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
J
= B x Kj
di mana :
5.
= subdrilling, meter
Kj
bor dan alat muat yang tersedia. Ketinggian jenjang disesuaikan dengan kemampuan
alat bor dan diameter lubang. Lebih tepatnya, jenjang yang rendah dipakai diameter
lubang yang kecil, dan sebaliknya. Secara praktis hubungan diantara lubang bor
dengan tinggi jenjang diformulasikan sebagai berikut :
K = 0,1 0,2 d
Dimana : K = tinggi jenjang (m)
d = diameter lubang bor (mm)
6.
produksi yang diinginkan dan kapasitas dari alat muat. Sedangkan untuk menentukan
kedalaman lubang tembak dapat digunakan rumus sebagai berikut :
H
= Kh x B
dimana :
7.
Kh
=HT
dimana :
PC
= stemming, meter
Keterangan :
B = Burden
S
S = Spasi
T = Stemming
PC = Kolom isian
J
PC
= Sub Drilling
H = Kedalaman
H
lubang tembak
L = Tinggi jenjang
P = Primer
P
Gambar 2.7.
Geometri Peledakan Menurut R.L.Ash
8.
Pola peledakan
Pola peledakan merupakan urut-urutan waktu peledakan antara lubang
tembak dalam satu baris dan antara satu dengan yang lainnya. Pola peledakan
ditentukan tergantung arah mana pergerakan material yang diharapkan. (Gambar 3.7)
Setiap baris lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang
cukup di muka bidang bebas yang sejajar dengan lubang tembak untuk terdesak,
pecah, mengembang dan tidak terlontar keatas. Adapun macam-macam pola
peledakan adalah sebagai berikut :
a. Pola peledakan di mana lubang-lubang tembak diledakkan dengan waktu
penundaan atau beruntun dalam satu baris.
b. Pola peledakan serentak dalam satu baris dan beruntun antara baris satu
dengan baris yang lain.
Menurut R.L. Ash dengan adanya tiga bidang bebas, kuat tarik batuan dapat
dikurangi sehingga akan dapat meningkatkan jumlah retakan dengan syarat lokasi
dua bidang bebasnya mempunyai jarak yang sama terhadap lubang tembak.
Bidang bebas
Pola peledakan tunda antar baris dan serentak dalam satu baris
Bidang bebas
Gambar 2.8.
Pola Peledakan
9.
Waktu tunda
Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan secara
Tr
= burden, m
Tabel 2.4.
Interval Waktu Antar Baris
Tr Constant (ms / m )
Result
7
7 10
10 20
20 23
23 42
Blast casting
10.
digunakan. Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan berat bahan
peledak yang digunakan untuk menghancurkan batuan (kg/m3). Nilai powder factor
sangat dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan, pola peledakan,
dan struktur geologi.
Bila pengisian ANFO terlalu banyak maka jarak stemming semakin kecil
sehingga akan mengakibatkan terjadinya flyrock dan airblast, sedang bila pengisian
ANFO kurang maka jarak stemming semakin besar sehingga akan menyebabkan
boulder dan backbreak di sekitar dinding jenjang.
Untuk mendapatkan powder factor, lebih dulu mengetahui jumlah bahan
peledak yang akan digunakan untuk setiap lubang tembak.
a. Loading density dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
de = 0,508 De2 (SG)
dimana :
de = loading density, kg/m
De = diameter lubang tembak, inchi.
SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan.
b.
11.
yang diledakkan atau dibongkar oleh bahan peledak dalam jumlah tertentu, dapat
dinyatakan dalam ton/kg atau kg/ton. Untuk menghitung powder factor harus
diketahui luas daerah yang diledakkan (A), tinggi jenjang (L), panjang muatan dari
seluruh lubang ledak (Pc), loading density (de), dan densitas batuan (dr).
Rumus untuk menentukan powder factor adalah :
Pf = W / E
dimana :
Pf
dr
Volume setara adalah suatu angka yang menyatakan setiap meter atau feet
pemboran setara dengan sejumlah volume material atau batuan yang diledakkan,
yang dinyatakan dalam m3/meter, cuft/ft, atau ton.meter, ton/ft. Volume setara sangat
berguna untuk memperkirakan kemampuan dari alat bor yang digunakan untuk
membuat lubang tembak. Volume setara dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
Veq
A L
n H
dimana :
Veq
= tinggi jenjang, m
Tabel 2.5.
Harga Powder Factor untuk beberapa jenis batuan
12.
Type of Rock
0,6 1,5
0,3 0,6
0,1 0,3
Arah peledakan
Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan
Arah Peledakan
Free face
Gambar 2.9.
Arah peledakan menuju sudut tumpul
2.1.3
2.
3.
2.1.4
+ a.t
Y = (Vy)0.t + a.t
X = (Vx)0.t
Dimana : Vy
(Vy) 0
V0 (m/s)
V0 (m/s)
a
0
a
(Vx) 0
Y
P
P
X
Gambar 2.10.
Ilustrasi pola gerakan projektil dari titik awal 0 ketitik akhir P
2.1.4.1 Gerakan Vertikal dan Horizontal
Gerakan vertical dan horizontal dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan sudut
tangensial lemparan. Kecepatan gerakan pada titik mawal, baik yang kearah vertical
(Vy)0, maupun horizontal (Vx)0, dapat dihitung melalui gambar 2.10.a dan 2.10.b
sebagai berikut :
(Vy) 0 = V0. Sin
(Vx) 0 = V0. Cos
Vo =
B 1,17
= Burden, m
Untuk mengetahui jumlah muatan bahan peledak di dalam kolom lubang tembak
tergantung pada density bahan peledak itu sendiri. Tabel 2.6. dapat digunakan untuk
mengetahui muatan bahan peledak per meter kolom berdasarkan diameter lubang
tembak dan density bahan peledak.
Tabel 2.6.
Muatan bahan peledak per meter kolom
MASS PER METRE (Kg/ m) OF COLUMN FOR GIVEN DENSITIES (g/ cm3)
DIAMETER
(mm)
(in)
.7
.8
.85
.90
1.1
1.15
1.2
1.25
1.3
1.35
1.4
32
38
45
51
57
64
76
89
102
108
114
121
1
1
1
2
2
2
3
3
4
4
4
4
0.56
0.79
1.11
1.43
1.79
2.25
3.18
4.35
5.72
6.41
7.14
8.05
0.64
0.91
1.27
1.63
2.04
2.57
3.63
4.98
6.54
7.33
8.17
9.20
0.68
0.96
1.35
1.74
2.17
2.73
3.86
5.29
6.95
7.79
8.68
9.77
0.72
1.02
1.43
1.84
2.30
2.90
4.08
5.60
7.35
8.24
9.19
10.35
0.80
1.13
1.59
2.04
2.55
3.22
4.54
6.22
8.17
9.16
10.21
11.50
0.88
1.25
1.75
2.25
2.81
3.54
4.99
6.84
8.99
10.08
11.23
12.65
0.92
1.36
1.91
2.35
2.93
3.70
5.22
7.15
9.40
10.54
11.74
13.22
0.97
1.36
1.91
2.45
3.06
3.86
5.44
7.47
9.81
10.99
12.25
13.80
1.01
1.42
1.99
2.55
3.19
4.02
5.67
7.78
10.21
11.45
12.76
14.37
1.05
1.47
2.07
2.66
3.32
4.18
5.90
8.09
10.62
11.91
13.27
14.95
1.09
1.52
2.15
2.76
3.44
4.34
6.12
8.40
11.03
12.37
13.781
5.52
1.13
1.59
2.23
2.86
3.57
4.50
6.35
8.71
11.44
12.83
14.29
16.10
127
130
152
159
165
187
203
210
229
251
267
270
279
286
311
381
432
2.2.
5
5
6
6
6
7 3/8
8
8
9
9 7/8
10
10 5/8
11
11
12
15
17
8.87
9.29
12.70
13.90
14.97
19.23
22.66
24.25
28.83
34.64
39.19
40.08
42.80
44.97
53.18
79.81
102.60
10.13
10.62
14.52
15.88
17.11
21.97
25.89
27.71
32.95
39.58
44.79
45.80
48.91
51.39
60.77
91.21
117.26
10.77
11.28
15.42
16.88
18.18
23.34
27.51
29.44
35.01
42.06
47.59
48.67
51.97
54.61
64.57
96.91
124.59
11.40
11.95
16.33
17.87
19.24
24.72
29.13
31.17
37.07
44.53
50.39
51.53
55.02
57.82
68.37
102.61
131.92
12.67
13.27
18.15
19.86
21.38
27.46
32.37
34.64
41.19
49.48
55.99
57.26
61.14
64.24
75.96
114.01
146.57
13.93
14.60
19.96
21.84
23.52
30.21
35.60
38.10
45.31
54.43
61.59
62.98
67.25
70.67
83.56
125.41
161.23
14.57
15.26
20.87
22.83
24.59
31.58
37.22
39.83
47.37
56.90
64.39
65.84
70.31
73.88
87.36
131.11
168.56
15.20
15.93
21.78
23.83
25.66
32.96
38.84
41.56
49.42
59.38
67.19
68.71
73.36
77.09
91.16
136.81
175.89
15.83
16.59
22.68
24.82
26.73
34.33
40.46
43.30
51.48
61.85
69.99
71.57
76.42
80.30
94.96
142.51
183.22
16.47
17.26
23.59
25.81
27.80
35.70
42.08
45.03
53.54
64.33
72.79
74.43
79.48
83.52
98.75
148.21
190.55
DATA PENDUKUNG
Yang dimaksud dengan data pendukung adalah data-data yang dapat
mendukung data-data dari lapangan guna menganalisa permasalahan yang ada untuk
mencari alternatif penyelesaian masalah.
Data pendukung dapat diambil antara lain dari data hasil pengamatan di
lapangan, laporan penelitian terdahulu dari perusahaan, brosur--brosur dari
perusahaan, data dari instansi yang terkait dan dari literatur-literatur.
2.3.
17.10
17.92
24.50
26.81
28.87
37.08
43.69
46.76
55.60
66.80
75.50
77.30
82.53
86.73
102.55
153.91
197.88
17.73
18.58
25.40
27.80
29.94
38.45
45.31
48.49
57.66
69.27
78.39
80.16
85.59
89.94
106.35
159.61
205.20
2.4.
berdasarkan data yang ada, baik data yang dikumpulkan dari hasil penyelidikan
maupun data penunjang dan didukung berbagai teori yang menunjang permasalahan
tersebut, selanjutnya dicarikan alternatif penyelesaiannnya.
Adapun rincian dari analisa penyelesaian masalah adalah :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data-data, geometri dari pola pemboran
dan peledakan yang dipakai pada saat ini dan dasar-dasar teknis penyusunan
perancangan yang digunakan.
2. Tahap Penyelidikan pendahuluan
Pengumpulan data-data geologis area kerja yang mempengaruhi dalam
perancangan seperti struktur batuan, kekuatan batuan (rock strength), berat jenis
dan parameter lainnya.
3. Tahap Penyelidikan Terinci
Tahap penyelidikan terinci dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan untuk penyelesaian masalah , adapun data yang akan diambil, yaitu :
i.
ii. Fragmentasi yang dihasilkan serta jarak lemparan hasil peledakan dari
dinding permukaan bidang bebasdengan tumpukan yang sudah terbentuk
sebelumnya.
iii. Pengukuran terhadap volume hasil peledakan
iv. Pengukuran sudut tangensial dari pergerakan fragmentasi
Sehingga dengan mengetahui parameter-parameter diatas diharapkan didapatkan
alternative penyelesain masalah
Setelah melalui tahap ini maka dilanjutkan dengan :
a. Analisis secara teknis terhadap rancangan pola pemboran yang ada saat
ini
Disini dilakukan perhitungan teoritis hasil yang akan dicapai serta
pemaparan prosentase prime hasil peledakan serta kecepatan lemparan dari
projektil.
BAB III
PENELITIAN DI LAPANGAN
3.1.
METODOLOGI PENELITIAN
Didalam melaksanakan penelitian permasalahan ini, penulis menggabungkan
antara teori dengan data-data lapangan, sehingga dari keduanya didapat pendekatan
penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu :
1. Study literatur, brosur-brosur, laporan penelitian terdahulu dari perusahaan.
3.2.
I
1. STUDI LITERATUR
2. PENGAMATAN
3. PENGAMBILAN DATA
4. PENGOLAHAN DAN
ANALISIS DATA
5.PEMBUATAN
LAPORAN
II
III
IV
VI
VII
VIII
IX
XI
XII
3.3.
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Tinjauan Masalah
1.2 Perumusan dan Penyelesaian Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
II
TINJAUAN UMUM
2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah
2.2 Keadaan Geologi dan Topografi
2.3 Iklim dan Curah Hujan
2.4 Peralatan yang digunakan
2.5 Kegiatan Penambangan
III
DASAR TEORI
3.1 Parameter Tetap Pada Cast Blasting
3.1.1 Karakteristik Batuan
3.1.2 Tinggi Jenjang
3.2 Parameter Berubah Pada Cast Blasting
3.2.1 Geometri Pemboran
3.2.2 Geometri Peledakan
3.3 Estimasi Bentuk Tumpukan (Muckpile)
3.4 Kecepatan Lemparan Permukaan
IV
KONDISI LAPANGAN
4.1 Kegiatan Pemboran
4.2 Kegiatan Peledakan
4.3 Jarak Lemparan Hasil Peledakan
4.4 Prosentase Prime serta Bentuk Tumpukan Fragmentasi
PEMBAHASAN
5.1 Upaya untuk peningkatan Prime
5.2 Memaksimalkan Kecepatan Lemparan Permukaan
5.3 Penilaian Terhadap Geometri Pemboran Dan Peledakan Yang Diterapkan
Oleh Perusahaan saat ini
VI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3.4.
1. Hemphill b., Gary, Blasting Operation, First Edition, Mc. Graw Hill Inc.,
New York
2. Langefors U., and Kihlstrom, B., The Modern Technique of Rock Blasting,
Second Edition, A Heelsted Press Book John Willey & Sons, New York,1973
3.
4.
5.
6. Ir. Edy Purwanto ME. (2002), Diktat Kursus Perencanaan Tambang Terbuka,
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.