You are on page 1of 9

PENGARUH PENAMBAHAN KARAGENAN PADA PEMBUATAN NORI FUNGSIONAL LIDAH

BUAYA (Aloe barbadensis)


Effect Of Addition Carrageenan On Making Nori Functional Aloe Vera (Aloe barbadensis)
Mumun Rezekiana1, Susinggih Wijana2, Sucipto2
Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
2Staff Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
Jl. Veteran-Malang 65145
*email: rezekianamumun@gmail.com
1Alumni

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan karagenan terhadap
karakteristik organoleptik, fisik, dan kimia nori. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 1 faktor 5 level 2 kali ulangan yaitu penambahan karagenan 0%; 0,25%; 0,5%;
0,75%; dan 1% dari berat lidah buaya. Pengujian organoleptik meliputi kenampakan, aroma, dan tekstur
dengan panelis 20 orang menggunakan uji Friedman dan uji lanjut Friedman apabila ada beda nyata
antar perlakuan. Uji fisik dan kimia meliputi ketebalan, kekuatan tarik, kadar air, dan aktivitas
antioksidan menggunakan ANOVA dan uji BNT, jika menunjukkan beda nyata pada perlakuan pada
taraf 5%. Pemilihan perlakuan terbaik berdasarkan uji organoleptik dengan rumus indeks efektivitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan karagenan berpengaruh nyata terhadap ketebalan,
kekuatan tarik, kadar air, dan aktivitas antioksidan. Nori fungsional lidah buaya perlakuan terbaik
berdasarkan uji kesukaan panelis pada konsentrasi 1% karagenan. Rerata nilai kesukaan panelis
terhadap kenampakan sangat suka (8,7); aroma tidak suka (3,2); dan tekstur sangat suka (8,4). Rerata
ketebalan 0,95 mm; kekuatan tarik 8,6N/mm2; kadar air 22,87%; dan nilai IC50 681,78 ppm.
Kata Kunci : Aktivitas Antioksidan, Aloe vera, Karagenan, Nori
ABSTRACT
The aims of research was to determine the effect of the addition of carrageenan to the organoleptic characteristics,
physical, and chemical nori. This study uses a randomized block design (RAK) with one factor of 5 level 2 replicates
the addition of carrageenan 0%; 0.25%; 0.5%; 0.75%; and 1% of the weight of aloe vera. Organoleptic testing
includes appearance, aroma, and texture with panelists 20 people using the Friedman test and Friedman test if there
is a significant difference between treatments. Physical and chemical test include thickness, tensile strength, water
content, and antioxidant activity using ANOVA and LSD test, if it shows significant difference in treatment at the
level of 5%. Selection of the best treatment based on the organoleptic test effectiveness index formula. The results
showed that the addition of carrageenan significantly affect the thickness, tensile strength, water content, and
antioxidant activity. Nori functional Aloe vera best treatment based on test A panelist at a concentration of 1%
carrageenan. The mean value of A panelist on the appearance of love (8.7); aroma dislike (3.2); and texture really
like (8.4). The mean thickness of 0.95 mm; tensile strength 8,6N / mm 2; the water content of 22.87%; and the IC50
value of 681.78 ppm.
Keywords: Aloe vera, Antioxidant Activity, Carrageenan, Nori

PENDAHULUAN
Dewasa ini makanan Jepang di Indonesia
sedang berkembang dengan pesat. Data BPS
mengenai distribusi usaha Restoran berdasarkan
jenis makanan dan Provinsi tahun 2010, restoran
Jepang di Banten sebanyak 12,20 %; Jakarta
11,86 %; Jawa Barat 5 %; Jawa Timur 6,11 %;
Bali 5,43 %; dan Jawa Tengah 3,77 %. Salah satu
kuliner terkenal di Indonesia berasal dari
kebudayaan Jepang adalah sushi. Sushi

merupakan makanan Jepang yang terdiri dari


nasi yang dibentuk bersama lauk (neta) berupa
makanan laut, daging, sayuran mentah atau
sudah dimasak yang dibungkus dengan nori.
Nori merupakan sediaan berupa lembaran
rumput laut yang dikeringkan sebagai
pembungkus sushi. Bahan baku pembuatannya
adalah rumput laut merah jenis Porphyra
(Teddy, 2009), namun rumput laut ini tidak
terdapat di Indonesia karena Porphyra hidup
pada iklim subtropis.

Lidah buaya merupakan tanaman Liliaceae


yang memiliki jumlah spesies berbeda yang
cukup banyak diantaranya jenis Aloe vera. Lidah
buaya memiliki kandungan antioksidan berupa
saponin, flavonoid, isoflavon, lignin, vitamin E,
dan vitamin C (Saputro dan Estiasih, 2013).
Menurut Widiastuti dan Hatta (2002) dalam
Hidayat (2012) di Kalimantan Barat, lidah
buaya
menjadi
salah
satu
komoditas
unggulan, didukung data Dinas Pertanian
Provinsi Kalimantan Barat (2009), kapasitas
produksi lidah buaya dari lahan pertanaman di
Pontianak seluas 52,75 hektar mencapai 1.274
ton lebih per bulannya.
Ketersediaan Aloe vera di Indonesia cukup
melimpah
dan
tinggi
antioksidan
memungkinkan Aloe vera diolah menjadi produk
bernilai jual tinggi yaitu nori dengan
penambahan
karagenan.
Penambahan
karagenan dimaksudkan sebagai penambah
kerapatan tekstur sehingga didapatkan tekstur
mirip dengan nori komersil. Menurut Winarno
(1996) karagenan jenis kappa akan berikatan
dengan air dan menghasilkan gel yang kaku
serta keras. Diharapkan nori fungsional dengan
kandungan
antioksidan
tinggi
dapat
memberikan manfaat bagi konsumen nori, tidak
hanya rasa yang enak namun bermanfaat bagi
kesehatan.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan uji nori komersil dengan merk
Gurume. Bahan baku pembuatan nori pada
penelitian ini adalah lidah buaya jenis Aloe
barbadensis dari daerah Kabupaten Nganjuk, air,
karagenan, ditambah garam 0,2%, kecap 0,5%,
gula 2%, minyak wijen 1%, cuka beras 1%, MSG
0,2%, dan bubuk teri 0,75%.
Alat
Alat penelitian ini meliputi alat pembuatan
nori yaitu panci perebus, baskom, pengaduk,
pisau, cetakan, kompor, blander merk Philip, kain
penampang, neraca analitik, tunnel dryer. Alat
untuk analisis karakteristik fisik dan kimia nori
yaitu jangka sorong, tensile strength tester, cawan
porselin, oven, desikator, gelas ukur, labu ukur,
pipet volume, pipet tetes, vortex, corong, tabung
reaksi, dan spektofotometri.

Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 1 faktor yang
terdiri dari 5 level dan 2 kali ulangan yaitu
penambahan karagenan (0%; 0,25%; 0,5%;
0,75%;
1%) dari berat lidah buaya. Uji
organoleptik meliputi kenampakan, aroma, dan
tekstur. Uji fisik dan kimia meliputi kekuatan
tarik, kadar air, dan aktivitas antioksidan.
Pembuatan Nori Fungsional Lidah Buaya
Lidah buaya Aloe barbadensis berumur lebih
dari 5 bulan yang sudah dilayukan selama 24
jam, dibersihkan. Lidah buaya dipotong dadu
ukuran
1x1x1
cm
dan
dihancurkan
menggunakan blender kecepatan sedang
(11.000-15.000 rpm) selama 1 menit. Bubur lidah
buaya ditimbang sebanyak 250 gram. Bubur
lidah buaya dipanaskan dalam panci dengan
ditambah garam 0,2%, kecap 0,5%, gula 2%,
minyak wijen 1%, cuka beras 1%, MSG 0,2%, dan
bubuk teri 0,75% dari berat bubur lidah buaya
sampai suhu 800 C selama 10 menit. Kemudian
ditambahkan karagenan masing-masing sebesar
0%; 0,25%; 0,5%; 0,75%; dan 1%. Dilakukan
pencetakan ukuran 20x18 cm dengan ketebalan
0,25 cm dalam loyang dan dikeringkan
menggunakan tunnel dryer 12 jam, suhu 45oC.
Analisa kimia meliputi ketebalan dengan
jangka sorong, kekuatan tarik dengan metode
Llyod (Cuq, Gontard, and Guilbert, 1996), kadar
air dengan metode oven (BSN-01.2354.2-2006),
aktivitas antioksidan dengan metode DPPH
(Tang et al., 2002). Analisa organoleptik
menggunakan uji hedonic scale.
Analisa organoleptik menggunakan uji
Friedman dan uji lanjut Friedman. Pemilihan
perlakuan terbaik berdasarkan uji organoleptik
dengan rumus indeks efektivitas (De Garmo,
1984).
Analisa
data
kimia
dan
fisik
menggunakan metode analisis sidik ragam
(ANOVA) dilanjutkan dengan uji BNT, jika
menunjukkan beda nyata pada perlakuan
dengan taraf kepercayaan 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Baku
Bahan baku pembuatan nori adalah lidah
buaya jenis Aloe barbadensis. Parameter bahan
baku yang dianalisa meliputi rata-rata bobot
pelepah daun lidah buaya, diameter pangkal
lidah buaya, dan panjang lidah buaya. Hasil
analisa fisik daun lidah buaya terdapat pada
Tabel 1.

Tabel 1 Karateristik Daun Lidah Buaya


Fisik

Hasil analisa

Literatur*
0,85 - 1,7 kg up
(tergantung lahan
budidaya)

Bobot

1,1 Kg

Tebal daging

2,6 cm

2 - 3 cm

Panjang

44,3 cm

40-60 cm

Sumber : * Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak


(2002)

Pada Tabel 1 menunjukkan terdapat


perbedaan antara hasil analisa dengan literatur.
Hal ini karena perbedaan jenis tanah, jumlah
cahaya matahari, suhu, usia tanam, dan curah
hujan tempat tumbuh tanaman lidah buaya.
Menurut Suseno (1993) dalam Istanto (2014),
tanah yang dikehendaki lidah buaya adalah
tanah subur, kaya bahan organik, dan gembur.
Lidah buaya membutuhkan cahaya matahari
penuh dengan suhu cukup tinggi sekitar 16-33,
dengan curah hujan rata-rata 3.500 mm/tahun
(Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian, 2008). Pelepah daun lidah buaya hasil
analisa dapat dilihat pada Gambar 1.

ekstrak lidah buaya memiliki aktivitas


antioksidan yang cukup tinggi dengan
kemampuan
menangkap
radikal
(radical
scavenger activity) sebesar 35,17%.
Hasil Analisa Organoleptik
Uji kesukaan dalam penelitian ini
menggunakan
skala
1-9.
Panelis
yang
digunakan berjumlah 20 panelis agak terlatih.
Menurut Setyaningsih dkk. (2010), uji kesukaan
dapat menggunakan rentang skala yang
dikehendaki yaitu 1-3, 1-5, 1-7, dan 1-9. Pada
penelitian
ini
tidak
dilakukan
analisa
organoleptik parameter rasa, karena tidak ada
perbedaan penambahan bumbu.
Kenampakan
Hasil rerata nilai kesukaan panelis
terhadap kenampakan nori fungsional lidah
buaya berkisar antara 4,8-8,7 yaitu dari netral
sampai sangat suka. Rerata nilai kesukaan
panelis terhadap kenampakan nori fungsional
lidah buaya disajikan pada Tabel 3.
Tabel

Rerata Kesukaan Panelis Terhadap


Kenampakan Nori Fungsional Lidah Buaya

Konsentrasi Karagenan (%)


0,00
0,25
0,50
0,75
1,00

Kenampakan
4,8
8,4
8,5
8,6
8,7

Notasi
a
b
b
b
b

Keterangan: *Notasi yang berbeda menunjukkan


adanya beda nyata pada taraf 5%

Analisa kimia bahan baku meliputi kadar


air dan antioksidan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil Analisa Kimia Lidah Buaya
Komposisi Kimia
Kadar air
Aktivitas
antioksidan

Hasil Analisa (%)

Literatur (%)

92,30

95,51*

46,11

38,88 **

Sumber : *Jatnika dan Saptoningsih (2009)


** Aji (2014)

Tabel 2 menunjukkan hasil analisa kimia


lidah buaya segar. Kadar air pada lidah buaya
hasil analisa sebesar 92,3%, sedangkan menurut
literatur sebesar 95,51%. Aktivitas antioksidan
hasil analisa menunjukkan angka sabesar
46,11% sedangkan menurut literatur sebesar
38,88%. Menurut Wariyah dan Riyanto (2012),

Rerata Nilai
Kenampakan

Gambar 1 Lidah Buaya Bahan Baku Nori Fungsional

Berdasarkan uji Friedman parameter


kenampakan didapat nilai Asymp Sig. 0.000.
kurang dari 0.05. Uji lanjut Friedman
menunjukkan
penambahan
karagenan
berpengaruh nyata ditandai dengan notasi yang
berbeda pada Tabel 3. Grafik rerata kesukaan
panelis terhadap kenampakan nori lidah buaya
disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Grafik Rerata Kesukaan Panelis Terhadap


Kenampakan Nori Fungsional Lidah Buaya

Gambar
2
menunjukkan
rerata
kenampakan
tertinggi
diperoleh
dari
penambahan
karagenan
1%.
Rerata
kenampakan
terendah
diperoleh
dari
penambahan karagenan 0%. Berdasarkan grafik
tersebut dapat diketahui bahwa, semakin tinggi
konsentrasi karagenan akan menambah nilai
kesukaan panelis. Penambahan karagenan pada
proses pembuatan nori fungsional lidah buaya
mampu meningkatkan keutuhan nori. Hal ini
karena karagenan dapat mengikat air sehingga
menghasilkan tekstur yang kompak dan padat.
Menurut Samsuar (2007), pembentukan gel
pada karagenan adalah
pengikatan silang
rantai-rantai polimer sehingga terbentuk
suatu matriks utama yang bersifat kuat dan
kaku, namun tidak rapat dalam arti kata
terdapat ruang kosong.
Aroma
Hasil rerata nilai kesukaan panelis
terhadap aroma nori fungsional lidah buaya
berkisar antara 3,1-3,3 yaitu tidak suka. Rerata
nilai kesukaan panelis terhadap aroma nori
fungsional lidah buaya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rerata Kesukaan Panelis Terhadap Aroma
Nori Fungsional Lidah Buaya
Konsentrasi Karagenan (%)
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00

Aroma
3,1
3,1
3,2
3,3
3,2

Notasi
a
a
a
a
a

Keterangan : *Notasi yang berbeda menunjukkan


adanya beda nyata pada taraf 5%

Tabel 5 Rerata Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur


Nori Fungsional Lidah Buaya
Konsentrasi Karagenan (%)
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00

Tekstur
3,8
7,9
8,2
8,3
8,4

Notasi
a
b
bc
c
c

Keterangan: *Notasi yang berbeda menunjukkan


adanya beda nyata pada taraf 5%

Berdasarkan uji Friedman parameter


tekstur didapat nilai Asymp Sig. 0.000. kurang
dari 0.05. Uji lanjut Friedman menunjukkan
penambahan karagenan berpengaruh nyata
terhadap rerata kesukaan panelis ditandai
dengan notasi yang berbeda pada Tabel 5.
Grafik rerata kesukaan panelis terhadap tekstur
nori
lidah
buaya
dengan
perbedaan
penambahan karagenan disajikan pada gambar
4.

Rerata Nilai
Tekstur

Berdasarkan uji Friedman parameter aroma


didapat nilai Asymp Sig. 0.934 lebih dari 0.05.
Hal ini berarti perbedaan konsentrasi karagenan
tidak berpengaruh nyata pada kesukaan panelis
terhadap aroma nori fungsional lidah buaya
ditandai dengan notasi yang sama pada Tabel 4.
Grafik rerata kesukaan panelis terhadap
kenampakan nori lidah buaya disajikan pada
Gambar 3.

Gambar 3 menunjukkan rerata nilai aroma


dari panelis. Rerata aroma terbaik diperoleh dari
penambahan karagenan sebesar 1% sebesar 3,25.
Rerata aroma terendah diperoleh dari perlakuan
tanpa penambahan karagenan sebesar 3,05.
Penambahan karagenan pada proses pembuatan
nori fungsional lidah buaya tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap aroma nori. Hal
ini karena karagenan tidak mempunyai aroma
khas yang spesifik. Penggunaan karagenan
terlalu banyak akan mengurangi aroma produk
(Purnomo, 1990). Menurut Abubakar dkk.
(2011), bumbu adalah semua bahan tambahan
yang memperbaiki flavor dari produk dan dapat
mempengaruhi aroma.
Tekstur
Parameter tekstur yang diujikan meliputi
tingkat kehalusan nori fungsional lidah buaya.
Hasil rerata nilai kesukaan panelis terhadap
tekstur nori fungsional lidah buaya berkisar
antara 3,8-8,4 yaitu dari tidak suka sampai
sangat suka. Rerata nilai kesukaan panelis
terhadap tekstur nori fungsional lidah buaya
disajikan pada Tabel 5.

Gambar 3. Rerata Kesukaan Panelis Terhadap Aroma


Nori Fungsional Lidah Buaya

Konsentrasi Karagenan (%)

Gambar 4 Rerata Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur


Nori Fungsional Lidah Buaya

Pada Gambar 4 menunjukkan penambahan


konsentrasi karagenan mampu meningkatkan
rerata nilai tekstur dari panelis. Rerata tekstur
tertinggi pada penambahan karagenan 1% yaitu
8,4. Rerata tekstur terendah pada penambahan
0% karagenan yaitu 3,8. Hal ini menunjukkan
panelis lebih menyukai tekstur nori fungsional
lidah buaya dengan penambahan karagenan
dibandingkan tanpa penambahan karagenan.
Penambahan karagenan pada pembuatan nori
akan membuat tekstur nori menjadi lebih halus,
karena karagenan dapat berikatan dengan air
secara
sempurna,
sehingga
mampu
menghomogenkan bubur lidah buaya. Menurut
Wiraswanti
(2008),
bahwa
penggunaan
karagenan dimaksudkan untuk memperbaiki
tekstur dan kekenyalan gel produk.
Analisis Fisik dan Kimia
Ketebalan
Hasil rerata nilai uji ketebalan nori
fungsional lidah buaya berkisar antara 0,6251,350 mm. Rerata nilai ketebalan nori fungsional
lidah buaya disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Rerata Ketebalan Nori Fungsional Lidah
Buaya
Konsentrasi Karagenan (%)
Nori Komersil
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00

Ketebalan (mm)
0,950
0,625
0,700
0,725
1,200
1,350

Notasi
b
a
ab
ab
c
d

Keterangan: *Notasi yang berbeda menunjukkan


adanya beda nyata pada taraf 5%

Gambar 5 menunjukkan penambahan


karagenan pada proses pembuatan nori
fungsional lidah buaya akan membuat ketebalan
nori semakin tinggi. Rerata ketebalan tertinggi
diperoleh dari penambahan karagenan 1%.
Rerata ketebalan terendah diperoleh dari tanpa
penambahan
karagenan.
Ketebalan
nori
fungsional lidah buaya yang mendekati nori
komersil adalah nori dengan penambahan
karagenan sebesar 0,5 %.
Penambahan karagenan pada proses
pembuatan nori fungsional lidah buaya akan
mampu meningkatkan ketebalan nori. Hal ini
karena
penambahan
karagenan
akan
meningkatkan kekentalan nori dan pada proses
pengeringan partikel air tidak dapat teruapkan
secara maksimal, sehingga menambah ketebalan
nori. Ketebalan nori terlalu tinggi menyulitkan
proses penggulungan dengan nasi. Pendapat
tersebut diperkuat oleh Santoso dkk. (2013),
menyatakan bahwa banyaknya konsentrasi
karagenan produk menyebabkan total padatan
semakin tinggi dan menambah volume produk.
Pranata dkk. (2002) dalam Santoso dkk. (2013),
menambahkan
bahwa
ketebalan produk
makanan dipengaruhi oleh jumlah total padatan
pada matriks film.
Kekuatan Tarik
Rerata nilai kekuatan tarik nori fungsional
lidah buaya berkisar antara 2,10-8,67 N/mm2.
Rerata nilai kekuatan tarik nori fungsional lidah
buaya disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Rerata Kekuatan Tarik Nori Fungsional
Lidah Buaya

Berdasarkan analisis sidik ragam ketebalan


didapat nilai Sig. 0.000 kurang dari 0.05, hal ini
berarti perbedaan konsentrasi karagenan
berpengaruh nyata terhadap rata-rata ketebalan
nori fugsional lidah buaya. Beda nyata pada uji
lanjut BNT ditandai dengan notasi yang berbeda
pada Tabel 6. Grafik rerata ketebalan nori lidah
buaya disajikan pada Gambar 5.

Keterangan : *Notasi yang berbeda menunjukkan


adanya beda nyata pada taraf 5%

Gambar 5. Rerata Ketebalan Nori Fungsional


Lidah Buaya

Berdasarkan analisis sidik ragam kekuatan


tarik didapat nilai Sig. 0.000 kurang dari 0.05,
hal ini berarti perbedaan konsentrasi karagenan
berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik nori
fugsional lidah buaya. Beda nyata pada uji
lanjut BNT ditandai dengan notasi yang berbeda
pada Tabel 7. Grafik rerata kuat tarik nori lidah
buaya
dengan
perlakuan
perbedaan
penambahan karagenan disajikan pada Gambar
6.

Konsentrasi Karagenan
(%)
Nori Komersil
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00

Kuat Tarik
(N/mm2)
7,60
2,10
3,20
7,15
8,30
8,67

Notasi
cd
a
b
c
d
d

buaya berkisar antara 16,31-22,37%. Nilai rarata


kadar air nori fungsional lidah buaya hasil
penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Rerata Kadar Air Nori Fungsional Lidah
Buaya

Gambar 6 Rerata Kuat Tarik Nori Fungsional Lidah


Buaya

Gambar 6 menunjukkan penambahan


karagenan pada proses pembuatan nori
fungsional lidah buaya akan membuat kekuatan
tarik nori semakin tinggi. Rerata kekuatan tarik
tertinggi diperoleh dari konsentrasi karagenan
sebesar 1%. Rerata kekuatan tarik terendah
diperoleh dari perlakuan tanpa penambahan
karagenan (0% karagenan). Kuat tarik nori
fungsional lidah buaya yang mendekati nori
komersil adalah nori dengan formulasi karagian
sebesar 0,5%.
Penambahan karagenan pada proses
pembuatan nori fungsional lidah buaya akan
mampu meningkatkan kekuatan tarik nori.
Penyebab peningkatan kekuatan tarik ini pada
proses pengeringan, kandungan air akan
menguap dan berinteraksi dengan total padatan
terlarut pada lidah buaya. Interaksi antar
molekul air dan total padatan yang
menyebabkan kekuatan tarik meningkat.
Menurut Gontard dan Guilbert (1994) dalam
Estiningtyas
(2010),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kuat tarik suatu bahan adalah
total padatan terlarut dan interaksi molekul di
dalamnya.
Peningkatan
kekuatan
tarik
dikarenakan adanya ikatan hidrogen antar
molekul CH2OH pada struktur karagenan dan
OH pada air yang saling berinteraksi. Menurut
Wu dan Bates (1973) dalam Estiningtyas (2010),
kuat tarik yang dihasilkan dipengaruhi oleh
formulasi bahan.
Selanjutnya dipilih 3 perlakuan yang
memiliki nilai mendekati nori komersil, untuk
dilakukan analisis aktivitas antioksidan yaitu
penambahan karagenan sebesar 0,5%; 0,75%;
dan 1%.
Kadar air
Parameter uji kimia pada nori fungsional
lidah buaya diantaranya adalah kadar air. Hasil
rerata nilai uji kadar air nori fungsional lidah

Konsentrasi Karagenan (%)


Nori Komersil
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00

Kadar Air (%)


18,57
16,31
16,45
18,03
21,70
22,37

Notasi
bc
a
a
b
c
cd

Keterangan: *Notasi yang berbeda menunjukkan


adanya beda nyata pada taraf 5%

Berdasarkan analisis sidik ragam kadar air


didapat nilai Sig. 0.000 kurang dari 0.05, hal ini
berarti perbedaan konsentrasi karagenan
berpengaruh nyata terhadap kadar air nori
fugsional lidah buaya. Beda nyata pada uji
lanjut BNT ditandai dengan notasi yang berbeda
pada Tabel 8. Grafik rerata kadar air dapat
dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Rerata Kadar Air Nori Fungsional Lidah


Buaya

Gambar 7 menunjukkan penambahan


karagenan pada proses pembuatan nori
fungsional lidah buaya akan membuat kekuatan
tarik nori semakin besar. Rerata kadar air
tertinggi diperoleh dari konsentrasi karagenan
sebesar 1%. Rerata kadar air terendah diperoleh
dari perlakuan tanpa penambahan karagenan
(0% karagenan). Kekuatan tarik nori fungsional
lidah buaya yang mendekati nori komersil
adalah nori dengan penambahan karagean
sebesar 0,5 %.
Semakin tinggi penambahan karagenan,
maka semakin tinggi kadar air yang terkandung
dalam nori fungsional lidah buaya. Peningkatan
kadar air karena molekul air berikatan dengan
molekul
karagenan
dan
pada
proses
pengeringan tidak menguap secara maksimal.
Menurut Harijono dkk. (2001) dalam Wijana
dkk. (2014), karagenan memiliki ion bebas OHberikatan dengan H2O sehingga ikatan menjadi

kuat. Sifat higroskopis karagenan yang tinggi


mengakibatkan struktur molekul dapat saling
berikatan kuat dengan air, berarti bahwa
kandungan
air
akan
bertambah
dan
menyebabkan kelembaban.
Aktivitas Antioksidan
Besarnya kandungan antioksidan pada
bahan dinyatakan dalam IC50. IC50 merupakan
konsentrasi antioksidan yang dapat merendam
atau
menghambat
50%
radikal
bebas
(Damayanthi dkk, 2010). Rerata nilai IC50 nori
fungsional lidah buaya disajikan pada Tabel 9.
Analisa aktivitas antioksidan hanya dilakukan
pada 3 perlakuan terbaik dari analisa kekuatan
tarik. Tiga perlakuan yang memiliki nilai
mendekati nori komersil pada analisa kekuatan
tarik terdapat pada penambahan 0,5%; 0,75%;
dan 1% karagenan.
Tabel 9 Rerata Aktivitas Antiksidan Nori
Fungsional Lidah Buaya
Konsentrasi Karagenan (%)
Lidah buaya
0,50
0,75
1,00

Tabel 10 Tingkat Kekuatan Antioksidan dengan


Metode DPPH
Intensitas
Sangat kuat
Kuat
Sedang
Lemah

Nilai IC50 (ppm)


< 50
50-100
101-150
> 150

Sumber : Armala (2009)

Nilai IC50 (ppm) Notasi


222,21
a
664,06
b
681,30
b
681,78

semakin kecil nilai IC50 menunjukkan semakin


tinggi aktivitas antioksidannya. Aktivitas
antioksidan tertinggi dari ketiga perlakuan
terdapat pada konsentrasi karagenan 0,5%. Hal
ini karena karagenan tidak memiliki kandungan
antioksidan dan dapat menambah total padatan
dalam bahan, sehingga menurunkan kandungan
antioksidan nori fungsional lidah buaya.
Konsentrasi karagenan yang tinggi akan
menambah nilai total padatan terlarut pada
produk (Huse dkk., 2010). Penggolongan
kekuatan
antioksidan
senyawa
uji
menggunakan
metode
DPPH
dapat
digolongkan menurut IC50 pada Tabel 4.10.

Keterangan: *Notasi yang berbeda menunjukkan


adanya beda nyata pada taraf 5%

Berdasarkan analisis sidik ragam aktivitas


antioksidan didapat nilai Sig. 0.000 kurang dari
0.05, hal ini berarti perbedaan konsentrasi
karagenan
berpengaruh
nyata
terhadap
aktivitas antioksidan nori fugsional lidah buaya.
Beda nyata pada uji lanjut BNT ditandai dengan
notasi yang berbeda pada Tabel 9. Grafik rerata
IC50 dapat dilihat pada Gambar 8.

Berdasarkan Tabel 10 besarnya nilai


Nilai IC50 bukan mewakili besarnya kandungan
antioksidan
pada bahan, tetapi
hanya
menggolongkan tingkat kekuatan antioksidan.
Besarnya aktivitas antioksidan ditunjukkan oleh
persen inhibisi. Menurut Pambudi dkk (2012),
aktivitas antioksidan dinyatakan dalam persen
inhibisi
untuk
mengetahui
nilai
IC 50.
Berdasarkan Tabel 10 berarti nori fungsional
lidah buaya dengan penambahan karagenan
sebesar 0,5%; 0,75%; dan 1% memiliki aktivitas
antioksidan yang sangat lemah.
Pemilihan Pelakuan Terbaik
Pemilihan perlakuan terbaik pada nori
fungsional lidah buaya berdasarkan analisa
organoleptik. Hal ini didasarkan atas Pemilihan
perlakuan terbaik pada nori fungsional lidah
buaya dilakukan dengan metode De Garmo.
Rekapitulasi data dari semua analisis disajikan
pada Tabel 11.
Tabel 11 Data Rekapitulasi Analisa Organoleptik

Gambar 8 Rerata Nilai IC50 Nori Fungsional Lidah

Pada Gambar 8 menunjukkan penambahan


konsentrasi karagenan akan meningkatkan nilai
IC50. Nilai IC50 yang semakin tinggi
menunjukkan aktivitas antioksidan semakin
rendah. Hal ini didukung oleh pendapat
Molyneux (2004) yang mengatakan bahwa

Konsentrasi
Karagenan (%)
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00

Kenampakan

Aroma

Tekstur

4,8
8,4
8,5
8,6
8,7

3,1
3,1
3,2
3,3
3,2

3,8
7,9
8,2
8,3
8,4

Tabel 11 menunjukkan pada parameter


kenampakan dan tekstur terjadi kenaikan nilai
untuk penambahan konsentrasi karagenan.

Pada parameter aroma terdapat nilai yang


fluktuatif dan cenderung memiliki selisih yang
kecil. Hal ini membuktikan karagenan mampu
memperbaiki kenampakan dan tekstur, tanpa
mempengaruhi aroma nori fungsional lidah
buaya.
Berdasarkan
perhitungan
indek
efektivitas nilai tertinggi terdapat pada
perlakuan dengan penambahan konsentrasi
karagenan 1% yaitu sebesar 2,750. Menurut
Keeton (2001) dalam Wiraswanti (2008),
karagenan dapat meningkatkan daya mengikat
air sehingga dapat memperbaiki tekstur produk.
Tabel 12 Data Rekapitulasi Analisa Fisik dan
Kimia
Perlakuan
Karagenan
0%
Karagenan
0,25%
Karagenan
0,5%
Karagenan
0,75%
Karagenan
1%
Nori
komersil
Lidah buaya

Ketebal-an
(mm)

Kekuatan
Tarik (N)

Kadar
Air (%)

IC50
(ppm)

0,625

2,10

16,31

0,700

3,20

16,45

0,725

7,15

18,03

664,06

1,200

8,30

21,70

681,30

1,350

8,67

22,37

681,78

0,950

7,60

18,57

222,21

Berdasarkan kemiripan nilai hasil analisa


pada nori komersil, nilai ketebalan pada
penambahan karagenan 1% sebesar 1,35 mm,
kekuatan tarik 8,67 N/mm2, kadar air 22,37%,
dan aktivitas antioksidan didapatkan nilai IC50
681,78 ppm. Pada penambahan 1% karagenan,
memiliki kandungan antioksidan terendah
dibandingkan
dengan
ketiga
perlakuan
penelitian (0,5%; 0,75%; dan 1%). Nilai IC50
terendah terdapat pada lidah buaya segar yang
tidak mengalami proses pengolahan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan
karagenan
berpengaruh
nyata terhadap ketebalan, kekuatan tarik,
kadar air, dan aktivitas antioksidan dari nori
fungsional lidah buaya. Nori fungsional lidah
buaya perlakuan terbaik berdasarkan uji
kesukaan panelis adalah dengan penambahan
karagenan 1%. Rerata skor kesukaan panelis
terhadap kenampakan sangat suka (8,7); aroma
tidak suka (3,2); dan tekstur sangat suka (8,4).
Perlakuan terbaik memiliki rerata ketebalan 0,95
mm; kekuatan tarik 8,67 N/mm2; kadar air
22,37%; dan nilai IC50 681,78 ppm.

DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Suryati, T., dan Aziz, A. 2011.
Pengaruh
Penambahan
Karagenan
Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan
Palatabilitas Nugget Daging Itik Lokal
(Anas platyrynchos). Seminar Nasional.
Teknologi Peternakan dan Veteriner. IPB.
Bogor
Aji, R. M. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan pada
Ekstrak Daging Daun Lidah Buaya (Aloe
vera) Menggunakan Metodw DPPH.
SKRIPSI. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Armala, M. M. 2009. Daya Antioksidan Fraksi
Air Ekstrak Herba Kenikir (Cosmos
caudatus H. B. K.) dan Profil KLT. Skripsi.
Fakultas
Farmasi
Universitas
Islam
Indonesia. Yogyakarta
BPS. 2010. Distribusi Usaha Restoran Makanan
Berskala Menengah dan Besar Menurut
Provinsi dan Jenis Masakan Utama yang
Disajikan
Cuq, B., Gontard, N., and Guilbert, S. 1996.
Function Properties of Myofibrilar ProteinBased Biopackagings as Affected by Film
Thicknes. J. Food Sci. 61:580-584
De Garmo, E. D, W. G. and Sullivan, J. R. 1984.
Engineering
Economis.
Mc
Millan
Publishing Company. New York.
Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat
(2009)
Hidayat, R. 2012. Maksimalisasi Pendapatan
Usaha Tani Lidah Buaya (Aloe vera) di
Kecamatan Pontianak Utara.
Jurnal
Iprekas - Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa.
18-26
Huse, M. A., Wignyanto, dan Dewi, I. A. 2010.
Aplikasi Edible Coating dari Karagenan
dan
Gliserol
untuk
Mengurangi
Penurunan Kerusakan Apel Romebeauty.
Jurusan Teknologi Industri Pertanian. FTP
Univ. Brawijaya. Malang
Jatnika, A. dan Saptoningsih. 2009. Meraup
Laba dari Lidah Buaya. Agro Media
Pustaka. Jakarta
Purnomo, H. 1990. Kajian Mutu Bakso Daging,
Bakso Urat dan Bakso Aci di Bogor.
Skripsi. FATETA. IPB. Bogor

Samsuar. 2007. Karakteristik


Karagenan
Rumput Laut Eucheuma cottonii pada
berbagai Umur Panen, Konsentrasi KOH
dan Lama Ekstraksi. Skripsi. Jurusan
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Santoso, B., Herpandi, Pitayati P. A., dan
Pambayun,
R.
2013.
Pemanfaatan
Karagenan dan Gum Arabicsebagai
Edible
Film
Berbasis Hidrokoloid.
AGRITECH. 33 (2). Sumatera Selatan
Saputro, P. S. dan Estiasih, T. 2013. Pengaruh
PLA dan Serat Pangan Umbi Terhadap
Glukosa Darah. Jurnal Pangan dan
Agroindustri 3 (2):756-762
Setyaningsih, D., Apriyantono, A., dan Sari, M.
P. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. IPB Press.Bogor
Tang, P., Muller, M.P., Tomlinson, G., Marrie,
T.J., McGeer, A., Low, D. E. 2002. Can
Routine Laboratory Tests Discriminate
between
Severe
Acute
Respiratory
Syndrome
and
Other
Causes
of

Community-Acquired
Infect Dis 40:107986

Pneumonia.

Clin

Wariyah, C. dan Riyanto, M. S. 2012. Kondisi


Kritis
Dan
Stabilitas
Aktivitas
Antioksidatif Minuman Gel Lidah Buaya
(Aloe vera var. chinensis) Selama
Penyimpanan. AGRITECH 34 (2)
Wijana, S., Mulyadi, A. F., dan Septivirta, T. D.T.
2014. Pembuatan Permen Jelly Dari Buah
Nanas (Ananas comosus L.) Subgrade
(Kajian Konsentrasi Karagenan dan
Gelatin. SKRIPSI. Jurusan Teknologi
Industri
Pertanian-Fakultas
Teknologi
Pertanian-Universitas Brawijaya. Malang
Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan
Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta
Wiraswanti, I. 2008. Pemanfaatan Karagenan
dan Kitosan dalam Pembuatan Bakso Ikan
Kurisi (Nemipterus nematophorus) Pada
Penyimpanan Suhu Dingin dan Beku.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan
Institut
Pertanian
Bogor

You might also like