Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Usus besar merupakan organ yang ada dalam tubuh manusia. Usus besar
merupakan tabung muskular dengan panjang sekitar 1,5 m yang terdiri dari
sekum, kolon, dan rektum. Dimana diameter usus besar lebih besar dari pada usus
kecil. Semakin ke bawah menuju rektum, diameternya akan semakin kecil. Secara
fisiologis, usus besar berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan elektrolit. Selain
itu, usus besar juga berfungsi untuk menyimpan feses, dan mendorongnya keluar.
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom.1 Inervasi usus besar
sangat berkaitan dengan sel ganglion pada submukosa (Meissners) dan pleksus
myenteric (Aurbachs) pada usus besar bagian distal. Apabila sel ganglion tersebut
tidak ada, maka akan timbul penyakit yang disebut Hirschsprungs Disease (HD).2
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon) berupa
gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik. Pergerakan dalam usus besar
didorong oleh otot. Otot ini dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus yang disebut
sel ganglion. Pada bayi yang lahir dengan penyakit Hirschsprung tidak ditemui
adanya sel ganglion yang berfungsi mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot
polos dalam usus distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot di
bagian usus besar tidak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak mendorong
keluar feses).2,3
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus yang paling sering
dialami oleh neonatus. Demikian pula, kebanyakan kasus Hirschsprung
terdiagnosis pada bayi, walaupun beberapa kasus baru dapat terdiagnosis hingga
usia remaja atau dewasa muda. HD mempengaruhi 1 dari 5.000 bayi dan lebih
sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan.4
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi kolon
Dalam perkembangan embriologis normal, sel-sel neuroenterik
bermigrasi dari krista neural ke saluran gastrointestinal bagian atas kemudian
melanjutkan ke arah distal. Sel-sel saraf pertama sampai di esofagus dalam
gestasi minggu kelima. Sel-sel saraf sampai di midgut dan mencapai kolon
distal dalam minggu kedua belas. Migrasi berlangsung mula-mula ke dalam
pleksus Auerbach, selanjutnya sel-sel ini menuju ke dalam pleksus
submukosa. Sel-sel krista neural dalam migrasinya dibantu oleh berbagai
glikoprotein neural atau serabut-serabut saraf yang berkembang lebih awal
dari pada sel-sel krista neural.2
Glikoprotein yang berperan termasuk fibronektin dan asam hialuronik,
yang membentuk jalan bagi migrasi sel neural. Serabut saraf berkembang ke
bawah menuju saluran gastrointestinal dan kemudian bergerak menuju
intestine, dimulai dari membran dasar dan berakhir di lapisan muskular.
Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon
kiri berasal dari usus belakang. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk
tiga buah pita yang disebut taenia yang berukuran lebih pendek dari kolon itu
sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus (kantong
kecil) dan biasa disebut haustra .2,6
Kolon tranversum dan kolon sigmoideum terletak intraperitoneal dan
dilengkapi dengan mesentrium. Gangguan rotasi usus embrional dapat terjadi
dalam perkembangan embriologik sehingga kolon kanan dan sekum
mempunyai mesentrium yang lengkap. Keadaan ini memudahkan terjadinya
putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi
dengan mesentrium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang
sempit. 2
terdiri dari hasil migrasi dari Neural Cell (NC) disepanjang proksimal sampai
distal saluran pencernaan. Dengan tidak adanya ENS pada daerah ini
kemungkinan besar adalah awal dari kelainan embrional migrasi sel NC. 2
2.5 Etiologi
Sebelum lahir, sel-sel saraf anak secara normal tumbuh disepanjang
usus sampai ke anus. Pada Hirschsprungs disease, sel-sel saraf berhenti
tumbuh terlalu cepat. Hal yang menyebabkan ini terjadi belum jelas. Beberapa
penelitian mengatakan HD bisa terjadi karena genetik atau diwariskan.3
Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal
bagian atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke
kaudal. Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di
suatu tempat dan tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal
Hirschsprung
disebabkan
dari
kegagalan
migrasi
pada
ampula
rektum
menyebabkan relaksasi sfingter internal anal. Efek ini dipicu oleh saraf
intrinsik pada jaringan rectal, absensi/kelainan pada saraf internal ini
ditemukan pada pasien yang terdiagnosis penyakit Hirschsprung.
Proses relaksasi ini bisa diduplikasi ke dalam laboratorium motilitas
dengan menggunakan metode yang disebut anorectal manometry.
10
Penatalaksanaan
SMF Ilmu Bedah
RSU HKBP Balige
1. Memisahkan usus besar yang sehat/normal dari bagian usus yang tidak
memiliki sel-sel ganglion. Kemudian usus besar yang normal
dihubungkan dengan kulit perut atau dikenal dengan tindakan kolostomi,
yang kemudian akan bermuara ke kantong khusus yang dapat dipantau
oleh orang tua.
2. Setelah beberapa bulan setelah tindakan operatif pertama, pembedahan
kedua akan dilakukan yaitu dengan mengangkat bagian usus yang terkena
atau tidak memiliki sel-sel ganglion. Kemudian bagian usus yang sehat
akan dihubungkan langsung kerektum tepat diatas anus. Tindakan ini
dikenal dengan tindakan definitif. Beberapa macam teknik operatif untuk
HD adalah:
a. Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula
memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) sebagai
tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada
dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi
dengan preservasi springter ani. Dengan melakukan spinkterektomi
posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian
anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior.
Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra
abdomen, melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke
bawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke
dinding rektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan
melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi
terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang
12
letak
tinggi.
Namun
oleh
Soave
tahun
1966
14
menggunakan
jahitan
lapis
yang
dikerjakan
2.11
Komplikasi
Komplikasi paska tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat
digolongkan atas kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan
gangguan fungsi sfingter. Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus
pada penderita penyakit Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena
iskemia mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi. Perubahanperubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin, kenaikan
aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium difficile atau rotavirus
dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan yang
sangat berat enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik yang
15
Prognosis
Kelangsungan hidup pasien dengan penyakit Hirschsprung sangat
bergantung pada diagnosis awal dan pendekatan operasi. Secara umum
prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit Hirschsprung yang
mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya
sekitar 10% pasien yang masih mempunyai masalah dengan saluran
cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian
akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.2
16
BAB III
KESIMPULAN
Hirschsprungs disease (HD) adalah suatu kelainan kongenital pada kolon
yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus
submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Aurbach. HD menunjukkan gejala
gangguan motilitas.Wilayah yang terlibat dalam HD adalah selalu bagian yang
paling distal dari usus. HD berkaitan dengan ENS karena ENS terdiri dari hasil
migrasi dari Neural Cell (NC) disepanjang proksimal sampai distal saluran
17
paska
tindakan
bedah
penyakit
Hirschsprung
dapat
18
ANATOMI KLINIS
EGB
HISC 508
HMDSM
HIRSCHPRUNG ENGLISH
Lagman
Ipi