You are on page 1of 18

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)

Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

BAB I
PENDAHULUAN
Usus besar merupakan organ yang ada dalam tubuh manusia. Usus besar
merupakan tabung muskular dengan panjang sekitar 1,5 m yang terdiri dari
sekum, kolon, dan rektum. Dimana diameter usus besar lebih besar dari pada usus
kecil. Semakin ke bawah menuju rektum, diameternya akan semakin kecil. Secara
fisiologis, usus besar berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan elektrolit. Selain
itu, usus besar juga berfungsi untuk menyimpan feses, dan mendorongnya keluar.
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom.1 Inervasi usus besar
sangat berkaitan dengan sel ganglion pada submukosa (Meissners) dan pleksus
myenteric (Aurbachs) pada usus besar bagian distal. Apabila sel ganglion tersebut
tidak ada, maka akan timbul penyakit yang disebut Hirschsprungs Disease (HD).2
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit dari usus besar (kolon) berupa
gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik. Pergerakan dalam usus besar
didorong oleh otot. Otot ini dikendalikan oleh sel-sel saraf khusus yang disebut
sel ganglion. Pada bayi yang lahir dengan penyakit Hirschsprung tidak ditemui
adanya sel ganglion yang berfungsi mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot
polos dalam usus distal. Tanpa adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot di
bagian usus besar tidak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak mendorong
keluar feses).2,3
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus yang paling sering
dialami oleh neonatus. Demikian pula, kebanyakan kasus Hirschsprung
terdiagnosis pada bayi, walaupun beberapa kasus baru dapat terdiagnosis hingga
usia remaja atau dewasa muda. HD mempengaruhi 1 dari 5.000 bayi dan lebih
sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan.4

BAB II
1

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi kolon
Dalam perkembangan embriologis normal, sel-sel neuroenterik
bermigrasi dari krista neural ke saluran gastrointestinal bagian atas kemudian
melanjutkan ke arah distal. Sel-sel saraf pertama sampai di esofagus dalam
gestasi minggu kelima. Sel-sel saraf sampai di midgut dan mencapai kolon
distal dalam minggu kedua belas. Migrasi berlangsung mula-mula ke dalam
pleksus Auerbach, selanjutnya sel-sel ini menuju ke dalam pleksus
submukosa. Sel-sel krista neural dalam migrasinya dibantu oleh berbagai
glikoprotein neural atau serabut-serabut saraf yang berkembang lebih awal
dari pada sel-sel krista neural.2
Glikoprotein yang berperan termasuk fibronektin dan asam hialuronik,
yang membentuk jalan bagi migrasi sel neural. Serabut saraf berkembang ke
bawah menuju saluran gastrointestinal dan kemudian bergerak menuju
intestine, dimulai dari membran dasar dan berakhir di lapisan muskular.
Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon
kiri berasal dari usus belakang. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk
tiga buah pita yang disebut taenia yang berukuran lebih pendek dari kolon itu
sendiri sehingga kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus (kantong
kecil) dan biasa disebut haustra .2,6
Kolon tranversum dan kolon sigmoideum terletak intraperitoneal dan
dilengkapi dengan mesentrium. Gangguan rotasi usus embrional dapat terjadi
dalam perkembangan embriologik sehingga kolon kanan dan sekum
mempunyai mesentrium yang lengkap. Keadaan ini memudahkan terjadinya
putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat terjadi
dengan mesentrium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya yang
sempit. 2

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Gambar 2. Embriologi Sistem Pencernaan.2


2.2 Anatomi dan fisiologi dari Enteric Nervous System (ENS).
Enteric Nervous System (ENS) adalah sistem dari neuron dan sel glia
pendukung dinding sel dalam saluran cerna. Ada banyak jenis morfologi dan
fungsi yang berbeda dari neuron dengan pola konektivitas yang kompleks.
Sebagian neurotransmiter yang ada dalam Sistem Saraf Pusat (SSP) juga ada
dalam ENS. Badan sel dari ENS berlokasi di ganglia Myenteric / Auerbach,
antara otot sirkular dan longitudinal usus dan di ganglia submukosa /
Meissner, lapisan dalam otot sirkular.1

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Gambar 1. Diagram Enteric Nervous System (ENS).2


Setiap ENS mengandung beberapa jenis neuron yang berbeda dan
ganglia yang berbeda pada lapisan yang sama berisi jenis neuron yang sama.
Oleh karena itu ENS terdiri dari unit neuron yang diulang disekitar dan
disepanjang saluran pencernaan. ENS berperan dalam reflex motilitas dan
mengontrol keseimbangan air dan elektrolit serta suplai darah di usus. ENS
sangat penting bagi kehidupan setelah lahir, oleh karena itu kelainan
perkembangan ENS akan menimbulkan efek yang serius setelah lahir. 1
2.3 Definisi Hirschsprung disease (HD).
Hirschsprungs disease (HD) adalah suatu kelainan kongenital pada
kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus
submukosus Meissner dan pleksus myenteric Aurbach. HD menunjukkan
gejala gangguan motilitas.2,3 Wilayah yang terlibat dalam HD adalah selalu
bagian yang paling distal dari usus. HD berkaitan dengan ENS karena ENS
4

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

terdiri dari hasil migrasi dari Neural Cell (NC) disepanjang proksimal sampai
distal saluran pencernaan. Dengan tidak adanya ENS pada daerah ini
kemungkinan besar adalah awal dari kelainan embrional migrasi sel NC. 2

Gambar 3. Usus Normal dan HD.3


2.4 Epidemiologi
Hirschsprungs disease mempengaruhi 1 dari 5.000 bayi. Prevalensi
kejadian HD lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan
perbandingan rasio 4:1. 2,4

2.5 Etiologi
Sebelum lahir, sel-sel saraf anak secara normal tumbuh disepanjang
usus sampai ke anus. Pada Hirschsprungs disease, sel-sel saraf berhenti
tumbuh terlalu cepat. Hal yang menyebabkan ini terjadi belum jelas. Beberapa
penelitian mengatakan HD bisa terjadi karena genetik atau diwariskan.3
Sel neuroblas bermigrasi dari krista neuralis saluran gastrointestinal
bagian atas dan selanjutnya mengikuti serabut-serabut vagal yang telah ada ke
kaudal. Penyakit Hirschsprung terjadi bila migrasi sel neuroblas terhenti di
suatu tempat dan tidak mencapai rektum. Sel-sel neuroblas tersebut gagal

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

bermigrasi ke dalam dinding usus dan berkembang ke arah kraniokaudal di


dalam dinding usus.6
Mutasi gen banyak dikaitkan sebagai penyebab terjadinya penyakit
Hirschsprung. Mutasi pada RET proto-onkogen telah dikaitkan dengan
neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung. Gen lain yang
berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial
yang diturunkan dari faktor gen yaitu gen endhotelin-B dan gen endothelin
-3. 2,6
2.6 Patofisiologi
Istilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada
pleksus submukosa (Meissner) dan myenteric (Aurbach) pada satu segmen
kolon atau lebih. Ketidakadaan ini menimbulkan ke-abnormalan atau tidak
adanya peristaltik, yang menyebabkan akumulasi/ penumpukan isi usus dan
distensi usus yang berdekatan dengan kerusakan (megakolon). 2
Selain itu, kegagalan sfingter anus internal untuk berelaksasi
berkontribusi terhadap gejala klinis adanya obstruksi, karena dapat
mempersulit evakuasi zat padat (feses), cairan, dan gas. Persarafan
parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik
mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi usus fungsional.
Di bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan pelebaran
dinding usus dengan penimbunan tinja dan gas yang banyak.2
Penyakit

Hirschsprung

disebabkan

dari

kegagalan

migrasi

kraniokaudal pada prekursor sel ganglion sepanjang saluran gastrointestinal


antara usia kehamilan minggu ke-5 dan ke-12. Distensi dan iskemia pada usus
bisa terjadi sebagai akibat distensi pada dinding usus, yang berkontribusi
menyebabkan enterokolitis (inflamasi pada usus halus dan kolon), yang
merupakan penyebab kematian pada bayi/anak dengan penyakit Hirschsprung.
2

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

2.7 Tanda dan Gejala.


Gejala
Berdasarkan usia penderita gejala penyakit Hirschsprung dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Periode neonatus
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran
mekonium yang terlambat, muntah bilious (hijau) dan distensi
abdomen. Terdapat 90% lebih kasus bayi dengan penyakit Hirchsprung
tidak dapat mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama, kebanyakan
bayi akan mengeluarkan mekonium setelah 24 jam pertama (24-48
jam). Muntah bilious (hijau) dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang apabila mekonium dapat dikeluarkan segera. Bayi yang
mengonsumsi ASI lebih jarang mengalami konstipasi, atau masih dalam
derajat yang ringan karena tingginya kadar laktosa pada payudara, yang
akan mengakibatkan feses jadi berair dan dapat dikeluarkan dengan
mudah.7
b. Periode anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun
ada beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga
usia kanak-kanak. Gejala yang biasanya timbul pada anak-anak yakni,
konstipasi kronis, gagal tumbuh, dan malnutrisi. Pergerakan peristaltik
usus dapat terlihat pada dinding abdomen disebabkan oleh obstruksi
fungsional kolon yang berkepanjangan. Selain obstruksi usus yang
komplit, perforasi sekum, fecal impaction atau enterocolitis akut yang
dapat mengancam jiwa dan sepsis juga dapat terjadi . 7
Tanda 7
1. Anemia dan tanda-tanda malnutrisi
2. Perut membuncit (abdomen distention) mungkin karena retensi
kotoran.
7

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

3. Terlihat gelombang peristaltik pada dinding abdomen


4. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter anal
yang padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung menyemprot keluar
dengan bau feses dan gas yang busuk.
5. Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar
umbilikus, punggung dan di sekitar genitalia ditemukan bila telah
terdapat komplikasi peritonitis.
2.8 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada heteroanamnesis, sering didapatkan adanya keterlambatan
pengeluaran mekonium yang pertama, mekonium keluar >24 jam, adanya
muntah bilious (berwarna hijau), perut kembung, gangguan defekasi/
konstipasi kronis, konsistensi feses yg encer, gagal tumbuh (pada anakanak), berat badan tidak berubah, bahkan cenderung menurun, nafsu
makan menurun, ibu mengalami polyhidramnion, adanya riwayat
keluarga.2,4
2. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang
pandang. Apabila keadaan sudah parah, akan terlihat pergerakan usus pada
dinding abdomen. Saat dilakukan pemeriksaan auskultasi, terdengar bising
usus melemah atau jarang. Untuk menentukan diagnosis penyakit
Hirschsprung dapat pula dilakukan pemeriksaan rectal touche dapat
dirasakan sfingter anal yang kaku dan sempit, saat jari ditarik terdapat
explosive stool . 2,4
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Biopsi
Memastikan keberadaan sel ganglion pada segmen yang
terinfeksi, merupakan langkah penting dalam mendiagnosis penyakit
8

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Hirschsprung. Ada beberapa teknik, yang dapat digunakan untuk


mengambil sampel jaringan rektum. Hasil yang didapatkan akan lebih
akurat, apabila spesimen/sampel adekuat dan diambil oleh ahli
patologi yang berpengalaman. Apabila pada jaringan ditemukan sel
ganglion, maka diagnosis penyakit Hirschsprung dieksklusi. Namun
pelaksanaan biopsi cenderung berisiko, untuk itu dapat di pilih teknik
lain yang kurang invasif, seperti barium enema dan anorektal
manometri, untuk menunjang diagnosis. 5
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto polos, dapat dijumpai gambaran distensi gas pada
usus, tanda obstruksi usus. Pemeriksaan yang digunakan sebagai
standar untuk menentukan diagnosis Hirschsprung adalah contrast
enema atau barium enema. Pada bayi dengan penyakit Hirschsprung,
zona transisi dari kolon bagian distal yang tidak dilatasi mudah
terdeteksi. Pada total aganglionsis kolon, penampakan kolon normal.
Barium enema kurang membantu penegakan diagnosis apabila
dilakukan pada bayi, karena zona transisi sering tidak tampak.
Gambaran penyakit Hirschsprung yang sering tampak, antara lain:

Terdapat penyempitan di bagian rektum proksimal dengan

panjang yang bervariasi


Terdapat zona transisi dari daerah yang menyempit (narrow

zone) sampai ke daerah dilatasi.


Terlihat pelebaran lumen di bagian proksimal zona transisi. 5

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Gambar 4. Foto Barium Enema pada Hirschsprung disease.7

Gambar 5. Foto polos abdomen pada penderita penyakit Hirschsprung.7


c. Pemeriksaan Anorectal Manometry
Pada individu normal, distensi

pada

ampula

rektum

menyebabkan relaksasi sfingter internal anal. Efek ini dipicu oleh saraf
intrinsik pada jaringan rectal, absensi/kelainan pada saraf internal ini
ditemukan pada pasien yang terdiagnosis penyakit Hirschsprung.
Proses relaksasi ini bisa diduplikasi ke dalam laboratorium motilitas
dengan menggunakan metode yang disebut anorectal manometry.
10

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Selama anorektal manometri, balon fleksibel didekatkan pada sfingter


anal. Normalnya pada saat balon dari posisi kembang didekatkan pada
sfingter anal, tekanan dari balon akan menyebabkan sfingter anal
relaksasi, mirip seperti distensi pada ampula rektum manusia. Namun
pada pasien dengan penyakit Hirschsprung sfingter anal tidak bereaksi
terhadap tekanan pada balon. Pada bayi baru lahir, keakuratan
anorektal manometri dapat mencapai 100% .5

2.9 Diagnosa Banding.9


1. Meconium Plug Syndrome
Riwayatnya sama seperti permulaan penyakit Hirschsprung pada
neonates, tapi setelah colok dubur dan meconium bias keluar, defekasi
selanjutnya normal. 9
2. Akalasia Recti
Keadaan dimana sfingter ani tidak bias relaksasi sehingga
gejalanya mirip dengan Hirschsprung. Namun pemeriksaan mikroskopis
tampak adanya ganglion Meissner dan Aurbach. 9
3. Konstipasi Psikogenik
Pada anak-anak berusia 4-5 tahun dimana mereka malas defekasi
(sering 1 minggu sekali) sehingga perut tampak kembung dan
pertumbuhan tubuh buruk. Biasanya pada anak-anak ini ada sebabnya,
misalnya ketakutan, tidak puas, merasa terasing, dll. 9
4. Atresia Ani
Kelainan kongenital dengan tidak adanya lubang atau saluran anus.
Berkaitan dengan Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. Menunjukkan gejalan Perut
kembung, Muntah, Tidak bisa buang air besar,Pada pemeriksaan radiologis
dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat
penyumbatan.
2.10
11

Penatalaksanaan
SMF Ilmu Bedah
RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Hirschsprung disease dapat diobati dengan tindakan pembedahan.


Pembedahan dilakukan untuk mengangkat sebagian besar usus besar yang
tidak memiliki sel-sel ganglion dan menghubungkan bagian dari usus besar
yang normal atau memiliki sel-sel gangliom langsung ke anus. Tindakan
pembedahan dilakukan dalam dua tahap, yaitu : 5

1. Memisahkan usus besar yang sehat/normal dari bagian usus yang tidak
memiliki sel-sel ganglion. Kemudian usus besar yang normal
dihubungkan dengan kulit perut atau dikenal dengan tindakan kolostomi,
yang kemudian akan bermuara ke kantong khusus yang dapat dipantau
oleh orang tua.
2. Setelah beberapa bulan setelah tindakan operatif pertama, pembedahan
kedua akan dilakukan yaitu dengan mengangkat bagian usus yang terkena
atau tidak memiliki sel-sel ganglion. Kemudian bagian usus yang sehat
akan dihubungkan langsung kerektum tepat diatas anus. Tindakan ini
dikenal dengan tindakan definitif. Beberapa macam teknik operatif untuk
HD adalah:
a. Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula
memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) sebagai
tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada
dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi
dengan preservasi springter ani. Dengan melakukan spinkterektomi
posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian
anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior.
Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra
abdomen, melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke
bawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke
dinding rektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan
melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi
terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang

12

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar


melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2
cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian
posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan
kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose
dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler.
Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum pelvik /
abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan kavum
abdomen ditutup.

Gambar 6. Prosedur Swenson.8


b. Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk
mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip
dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik
ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik,
menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan
dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga
membentuk rongga baru dengan anastomose end to side.
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan
fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila
terlalu panjang.
13

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Gambar 7. Prosedur Duhamel.8


a. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan
Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi
anorektal

letak

tinggi.

Namun

oleh

Soave

tahun

1966

diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.


Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang
mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon
proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang
telah dikupas tersebut.

Gambar 8. Prosedur Soave. 8


b. Prosedur Rehbein

14

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection,


dimana dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik
dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal
verge),

menggunakan

jahitan

lapis

yang

dikerjakan

intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting


melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.

Tindakan pembedahan ini dapat dilakukan dalam satu tahap yaitu


langsung menghubungkan bagian usus yang normal langsung ke anus
dengan syarat bayi sehat dan usus besar tidak penuh tinja.5
Apabila penderita dalam keadaan dehidrasi atau sepsis maka harus
dilakukan stabilisasi dan resusitasi dengan pemberian cairan intravena,
antibiotik, dan pemasangan pipa lambung. Apabila sebelum operasi
ternyata telah mengalami enterokolitis maka cairan resusitasi cairan
dilakukan secara agresif, pemberian antibiotik broad spektrum secara ketat
kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi usus.3,4

2.11

Komplikasi
Komplikasi paska tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat
digolongkan atas kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan
gangguan fungsi sfingter. Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus
pada penderita penyakit Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena
iskemia mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi. Perubahanperubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin, kenaikan
aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium difficile atau rotavirus
dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan yang
sangat berat enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik yang

15

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

ditandai dengan demam, muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen,


dehidrasi dan syok. 2
Terjadinya ulserasi nekrosis akibat iskemia mukosa diatas segmen
aganglionik akan menyebakan terjadinya sepsis, pnematosis dan perforasi
usus. Infeksi pada penyakit Hirschsprung bersumber pada kondisi
obstruksi usus letak rendah. Distensi usus mengakibatkan hambatan
sirkulasi darah pada dinding usus, sehingga dinding usus mengalami
iskemia dan anoksia. Jaringan iskemik mudah terinfeksi oleh kuman, dan
kuman menjadi lebih virulen. Terjadi invasi kuman dari lumen usus, ke
mukosa, sub mukosa, lapisan muscular, dan akhirnya ke rongga peritoneal
atau terjadi sepsis. Keadaan iskemia dinding usus dapat berlanjut yang
akhirnya menyebabkan nekrosis dan perforasi. 2
Proses kerusakan dinding usus mulai dari mukosa, dan dapat
menyebabkan enterokilitis. Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi
yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat
menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4
minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya
berupa diare, distensi abdomen, feses berbau busuk dan disertai demam.
Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan
manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah
dilakukan kolostomi. 2
2.12

Prognosis
Kelangsungan hidup pasien dengan penyakit Hirschsprung sangat
bergantung pada diagnosis awal dan pendekatan operasi. Secara umum
prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit Hirschsprung yang
mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya
sekitar 10% pasien yang masih mempunyai masalah dengan saluran
cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian
akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.2

16

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

BAB III
KESIMPULAN
Hirschsprungs disease (HD) adalah suatu kelainan kongenital pada kolon
yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus
submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus Aurbach. HD menunjukkan gejala
gangguan motilitas.Wilayah yang terlibat dalam HD adalah selalu bagian yang
paling distal dari usus. HD berkaitan dengan ENS karena ENS terdiri dari hasil
migrasi dari Neural Cell (NC) disepanjang proksimal sampai distal saluran

17

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

Refarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

pencernaan. Hirschsprung disease mempengaruhi 1 dari 5.000 bayi dan lebih


sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan.
Gejala yang sering didapatkan pada HD adalah adanya keterlambatan
pengeluaran mekonium yang pertama, mekonium keluar >24 jam, adanya muntah
bilious (berwarna hijau), perut kembung, gangguan defekasi/ konstipasi kronis,
konsistensi feses yg encer, gagal tumbuh (pada anak-anak), berat badan tidak
berubah, bahkan cenderung menurun, nafsu makan menurun, ibu mengalami
polihidramnion, adanya riwayat keluarga.
Pada inspeksi, perut kembung atau membuncit di seluruh lapang pandang.
Dapat dilakukan pemeriksaan biopsi, barium enema, Anorectal Manometry.
Hirschsprung disease dapat diobati dengan tindakan pembedahan. Tindakan
pembedahan adalah pilihan utama untuk menangani HD, apabila penderita dalam
keadaan dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi
dengan pemberian cairan intravena, antibiotik, dan pemasangan pipa lambung.
Komplikasi

paska

tindakan

bedah

penyakit

Hirschsprung

dapat

digolongkan atas kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi


sfingter. Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita
penyakit Hirschsprung . Secara umum prognosisnya baik, 90% pasien dengan
penyakit Hirschsprung yang mendapat tindakan pembedahan mengalami
penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

18

ANATOMI KLINIS
EGB
HISC 508
HMDSM
HIRSCHPRUNG ENGLISH
Lagman
Ipi

SMF Ilmu Bedah


RSU HKBP Balige

You might also like