You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN

HIDROCEPALUS
2.1 Konsep Dasar Hidrocepalus
2.1.1

Definisi
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikelserebral,

ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).


Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan
intracranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah, 2007).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang
progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringanjaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan
absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruangruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010).
2.1.2

Etiologi dan Patologi


Hydrosephalus dapat disebabkan oleh kelebihan atau tidak cukupnya

penyerapan CSF pada otak atau obstruksi yang muncul mengganggu sirkulasi
CSF di sistim ventrikuler. Kondisi diatas pada bayi dikuti oleh pembesaran
kepala. Obstruksi pada lintasan yang sempit (Framina Monro, Aquaductus
Sylvius, Foramina Mengindie dan luschka) pada ventrikuler menyebabkan
hidrocephalus yang disebut : Noncomunicating (Internal Hidricephalus).
Obstruksi biasanya terjadi pada ductus silvius di antara ventrikel ke III dan
IV yang diakibatkan perkembangan yang salah, infeksi atau tumor sehingga CSF
tidak dapat bersirkulasi dari sistim ventrikuler ke sirkulasi subarahcnoid dimana
secara normal akan diserap ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan
ventrikel lateral dan ke III membesar dan terjadi kenaikan ICP.
Type

lain

dari

hidrocephalus

disebut:

Communcating

(Eksternal

Hidrocephalus) dimana sirkulasi cairan dari sistim ventrikuler ke ruang


subarahcnoid tidak terhalangi, ini mungkin disebabkan karena kesalahan absorbsi

cairan oleh sirkulasi vena. Type hidrocephalus terlihat bersama-sama dengan


malformasi cerebrospinal sebelumnya.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak
(Allan H. Ropper, 2005:360) :
1. Kelainan bawaan (kongenital)
a Stenosis akuaduktus sylvii
b Spina bifida dan kranium bifida
c Sindrom Dandy-Walker
d Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat
penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari
serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi
akibat organisasi dari darah itu sendiri.
2.1.3

Manifestasi Klinis
Tanda

awal

dan

gejala

hidrosefalus

tergantung

pada

derajat

ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejalagejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial.
Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu:
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital
dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan
pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama
kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah
frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanel terbuka dan tegang,

sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena
di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi
hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan
penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum
gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia
dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala.
Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala
lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya
disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu fontanel anterior yang
sangat tegang, sutura kranium tampak atau teraba melebar, kulit kepala licin
mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol, dan fenomena matahari
tenggelam (sunset phenomenon). Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol
pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup:
nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus
yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler
(bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213).
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama
kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior-posterior diatas proporsi ukuran
wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak
ke bawah dan ke luar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak
adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh. Uji
radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisahpisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada
sistem ventrikel. CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan
penebalan jaringan dan adanya massa pada ruangan occuptional. Pada bayi terlihat
lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat
tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme
ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi
retardasi mental dan fisik (Darsono, 2005:213).

Tanda dan gejala hidrosefalus pada bayi adalah kepala menjadi makin besar
dan akan terlihat pada umur 3 tahun; keterlambatan penutupan fontanela anterior,
sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan
tengkorak. Tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain muntah,
gelisah, menangis dengan suara tinggi, peningkatan sistole pada tekanan darah,
penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil,
lethargi-stupor, peningkatan tonus otot ekstrimitas, dahi menonjol bersinar atau
mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas, alis mata dan bulu mata
ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas iris, bayi tidak dapat melihat ke
atas, sunset eyes, strabismus, nystagmus, atropi optic, dan bayi sulit
mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.
Pada anak yang telah menutup suturanya terjadi tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial seperti nyeri kepala, muntah, letargi, lelah, apatis, perubahan
personalitas, ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10
tahun, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus, dan
perubahan pupil.
2.1.4

Patofisiologi
Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal, hidrosefalus secara teoritis

terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu produksi likuor yang berlebihan,
peningkatan resistensi aliran likuor, dan peningkatan tekanan sinus venosa.
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi.
Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbedabeda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai
akibat

dari

kompresi

sistem

serebrovaskuler,

redistribusi

dari

likuor

serebrospinalis atau cairan ekstraseluler, perubahan mekanis dari otak, efek


tekanan denyut likuor serebrospinalis, hilangnya jaringan otak, dan pembesaran
volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial. (Darsono, 2005:212).
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan reasorbsi yang

seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu


peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler
intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang
dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang
relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari
komplians tengkorak (Darsono, 2005:212).

2.1.5

Web of Caution

2.1.6

Pemeriksaan Penunjang

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil


pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu:
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a) Hidrosefalus tipe kongenital/ infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya
pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik
berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b) Hidrosefalus tipe juvenile/ adult oleh karena sutura telah menutup maka
dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
2.

intrakranial.
Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini

dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3


menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3.

Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar

kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan
suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan
suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
4.

Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya

dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke


dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat
kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena
fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor
pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan
mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT
Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5.

Ultrasonografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG


diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.
2.1.7

Penatalaksanaan
Penanganan hidrosefalus masuk pada katagori live saving and live

sustaining yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan
dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan
dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrosefalus harus dipenuhi yakni:
mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid
(diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal, memperbaiki
hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi,
yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid, dan pengeluaran cairan
serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: drainase ventrikule-peritoneal,
drainase lombo-peritoneal, drainase ventrikulo-pleural, drainase ventrikuleuretrostomi, dan drainase ke dalam anterium mastoid.
Cairan serebrospinal dialirkan ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter yang berventil (Holter Valve/ katup Holter) yang memungkinkan
pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang
dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak
dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis. Tindakan bedah
pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap
dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan
pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang.
Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu
ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubungakan
dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan
jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas/ shunting yaitu eksternal dengan cara CSS
dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya:
fungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
Secara internal, CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain dengan
cara: ventrikulo-sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen);
ventrikulo-atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior; ventrikulo-bronkhial,
CSS dialirkan ke bronkus; ventrikulo-mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum;
ventrikulo-peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum. Lumbo Peritoneal
Shunt dengan cara CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
2.1.8

Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan

malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam


ventrikel dari bahan-bahan khusus (jaringan/ eksudat) atau ujung distal dari
thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering
menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih
sering diikuti dengan status neurologis buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya
akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik,
Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.
Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di
sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan intrakranial dan ukurannya.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organorgan abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia,
dan ilius.

2.2 Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Anamnesa
1. Biodata pasien

10

Meliputi nama, umur, jenis kelamin dan alamat


2. Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda,
perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
3. Riwayat Perkembangan
Kelahiran : premature, lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis
keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur, keluhan sakit perut.
2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi :
1.

Anak dapat melioha keatas atau tidak.

2.

Pembesaran kepala.

3.

Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.


2) Palpasi
1. Ukur lingkar kepala biasanya data yang didapat adalah kepala semakin
membesar.
2. Fontanela biasanya data yang didapat keterlamabatan penutupan
fontanela anterior sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi
dari permukaan tengkorak.
3) Pemeriksaan Mata

1.

Akomodasi.

2.

Gerakan bola mata.

3.

Luas lapang pandang

4.

Konvergensi.
5. Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat
keatas.

6.

Stabismus, nystaqmus, atropi optic.


2.2.1.3 Observasi tanda-tanda vital
Didapatkan data-data sebagai berikut :

1.

Peningkatan sistole tekanan darah.

2.

Penurunan nadi/ Bradicardia.

3.

Peningkatan frekwensi pernapasan.


11

2.2.1.4 Diagnosa Klinis :


1.

Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan


lokalisasi dari pengumpulan cairan abnormal (Transsimulasi terang).

2.

Perkusi

tengkorak

kepala

bayi

akan

menghasilkan

bunyi

Crakedpot (Mercewens Sign).


3.

Opthalmoscopy : Edema Pupil.

4.

CT Scan Memperlihatkan (non-invasive) type hidrocephalus


dengan analisis komputer.

5.

Radiologi : Ditemukan pelebaran sutura, erosi tulang intra kranial.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


A. Pre-Operatif
1. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan meningkatkanya tekanan
intrakranial.
2. Kecemasan orang tua berhubungan dengan keadaan anak yang akan
mengalami operasi
3. Potensial kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
kurang diserta muntah.
B. Post-Operatif
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan tekanan pada kulit yang
dilakukan shunt
5. Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
6. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan infiltrasi bakteri melalui
shunt
7. Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur berhubungan
dengan imobilisasi
2.2.3

Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan meningkatkanya
tekanan intrakranial
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x5 jam
diharapkan klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala
berkurang
Kriteria Hasil :
kesadaran kompos mentis
tampak rileks
tidak meringis kesakitan

12

Intervensi :
1. Jelaskan penyebab nyeri.
2. Atur posisi klien senyaman mungkin
3. Ajarkan tekhnik relaksasi
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesik
2. Kecemasan orang tua berhubungan dengan keadaan anak yang akan
mengalami operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x5 jam
diharapkan kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
Keluarga pasien tampak tenang
Intervensi :
1. Dorong orang tua untuk berpartisipasi sebanyak mungkin dalam
merawat anaknya.
2. Jelaskan pada orang tua tentang masalah anak terutama
ketakutannya menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadap
kerusakan otak.
3. Berikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan
berikan jawaban dengan benar dan sejujurnya serta hindari
kesalahpahaman.
3. Potensial kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
kurang disertai muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x5 jam
diharapkan tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit.
Kriteria hasil :
Mukosa klien lembab
Intake output seimbang
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda kekurangan cairan
2. Monitor intake dan out put
3. Monitor tanda-tanda vital.
4. Kolaborasi pemberian therapi cairan secara intavena

13

4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan tekanan pada kulit


yang dilakukan shunt
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x5 jam
diharapkan rasa nyaman klien akan terpenuhi, nyeri berkurang.
Kriteria hasil :

tampak rileks
tidak meringis kesakitan
Intervensi :
1. Kaji orisinil nyeri : lokasi dan radiasinya
2.

Beri kapas secukupnya dibawah telinga yang dibalut.


3. Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt,
maka pemompaan dilakukan perlahan-lahan dengan interval yang
telah ditentukan.
4. Berikan posisi yang nyaman.
5. Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan
muka (pucat, dingin, berkeringat)
6. Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan
shunt.
5. Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x5 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :

Terjadi kenaikan BB
tidak muntah
Intervensi :
1.

Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.


2. Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu
yang cukup untuk menelan.
14

3. Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau


bauan yang tidak enak.
4. Monitor therapi secara intravena.
5. Timbang berta badan bila mungkin.
6. Jagalah kebersihan mulut (Oral hygiene)
7. Berikan makanan ringan diantara waktu makan
6. Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri
melalui shunt
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x5 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :

Suhu badan tetap pada batas normal


Tidak terdapat kemerahan
Intervensi :
1.

Monitor terhadap tanda-tanda infeksi.

2.

Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan

3.

Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh.

4.

Pertahanakan prinsip aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt

5.

Monitor suhu tubuh

6.

Kolaborasi dalam pemberian antibiotic


7. Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur sehubungan
dengan imobilisasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x5 jam
diharapkan tidak terjadi kontraktur dan kerusakan integritas
kulit
Kriteria hasil :

Kulit dalam keadaan baik


Bisa aktivitas
Intervensi :
15

1. Mobilisasis klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam.


2. Observasi terhadap tanda-tanda kerusakan integritas kulit dan
kontrkatur.
3. Berikan latihan secara pasif dan perlahan-lahan.
4. Jagalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur.

16

You might also like