You are on page 1of 13

ANALISIS LAPORAN PENYELIDIKAN KLB KERACUNAN PANGAN

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RUMBAI KELURAHAN LEMBAH DAMAI


RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU PADA TANGGAL 10 MARET 2013
(Tim Investigasi Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Puskesmas Rumbai Pesisir Dinas
pertanian, dan Mahasiswa Stikes Hang Tuah)

Manajemen Kejadian Luar Biasa (KLB)

DISUSUN OLEH :

1. DINA ANDESTI

101511123007

2. JOKO PRAYITNO

101511123008

3. DIYAH RACHMI TRI ANDANRINI

101511123008

UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM ALIH JENIS
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA
2015

BAB 1
KRONOLOGI KEJADIAN

Pada hari minggu tanggal 10 Maret 2013 pukul 10.WIB Kepala Seksi Pengamatan Penyakit,
Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru mendapat laporan melalui telfon dari RSUD
Arifin Ahcmad yang menyatakan bahwa ada satu orang meninggal yang diduga disebabkan karena
keracunan jengkol, setelah di klarifikasi ternyata bukan keracunan yang disebabkan oleh jengkol
melainkan diduga disebabkan oleh konsumsi olahan singkong. Untuk memastikan terjadinya KLB
keracunan tersebut tim Surveilens, Kesling dan promkes Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru bersama
Tim Surveilens Puskesmas Rumbai melakukan investigasi ke lokasi kejadian yang beralamat di RT
04, RW 07, Kelurahan Lembah Damai, Kecamatan Rumbai Pesisisr dan Rumah Sakit tempat
penderita keracunan dirawat pada hari Minggu tanggal 10 Maret 2013.
Hasil investigasi sementara jumlah warga yang mengkonsumsi makanan sebanyak 10 orang,
jumlah korban yang meninggal 1 orang , jumlah korban yang sakit dan dirawat 4 orang korban dan
telah mendapat pertolongan pertama serta di rawat di RSUD Arifin Ahcmad.
Pada hari senin tanggal 11 maret 2013 pukul 09.00 WIB tim surveilans epidemiologi dari
dinas kesehatan kota pekanbaru, kesling, dan promkes melakukan penyelidikan Epidemiologi ulang
ke Kelurahan Lembah Damai RT 04 RW 07 untuk memberikan mendapat kejelasan mengenai
kejadian KLB Keracunan dari warga yang terpapar akibat mengkonsumsi singkong.
Penyelidikan KLB keracunan pangan ini menggunakan rancangan penelitian epidemiologi
deskriptif dengan menggunakan desain studi kasus. Data primer diperoleh dengan melakukan
investigasi langsung dengan warga yang terpapar keracunan pangan di kelurahan Lembah Damai.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Keracunan


Menurut Depkes RI, (2004) Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis
penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkontaminasi makanan. Makanan yang
menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsur- unsur fisika, mikroba
ataupun kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan
makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan tidak memperhatikan kaidahkaidah hygiene sanitasi makanan.
Adapun yang menjadi penyebabnya :
1. Bahan makanan alami, yaitu makanan yang secara alami telah mengandung racun,
seperti jamur beracun, ketela hijau, gadung atau umbi racun
2. Infeksi mikroba (bacterial food infection), yaitu disebabkan bakteri pada saluran
pencernaan makanan yang masuk kedalam tubuh atau tertelannya mikroba dalam
jumlah besar, yang kemudian hidup dan berkembang biak, seperti salmonellosis
streptococcus.
3. Racun/toxin mikroba (bactrical food poisoning), yaitu racun atau toxin yang
dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan
jumlah yang membahayakan seperti racun botulism tang disebabkan oleh
colostridium pseudomonas cocovenenas. Terdapat pada tempe bongkrek.
4. kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk dalam tubuh dalam
jumlah yang membahayakan seperti, arsen, cadmium, pestisida dengan gejala
depresi pernafasan sampai coma dan dapat meninggal.

5. Alergi, yaitu tahan allergen di dalam makanan yang menimbulkan reaksi sensitive
kepada orang-orang rentan, seperti histamine pada udang, tongkol dan bamboo
masak dan sebagainya.

2.2. Singkong
Singkong (Manihot utilisima) atau dikenal juga sebagai ketela pohon merupakan
tanaman yang tumbuh di seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Tanaman
singkong dapat dimanfaatkan secara keseluruhan mulai dari batang, daun dan umbinya.
Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati
35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan kadar abu 1%, sehingga
merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun hanya mengandung sedikit
protein. Selain sebagai bahan makanan pokok, terdapat pula berbagai macam produk olahan
singkong yang telah dimanfaatkan antara lain adalah tape singkong, peuyeum, opak, tiwul,
kerupuk singkong, keripik singkong, kue, dan lain lain. Walaupun singkong dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pada beberapa jenis singkong tertenu juga dapat
menimbulkan keracunan, karena singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun,
yaitu linamarin dan lotaustralin, keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik.
Toksin/Racun Pada Singkong
Glikosida sianogen merupakan metabolit sekunder pada tumbuhan, yang berupa
turunan asam amino. Terdapat banyak jenis glikosida sianogen, seperti misalnya pada almond
disebut amygdalin, pada Shorgum disebut durrhin, pada rebung disebut taxiphyllin. Pada
singkong, glikosida sianogen utama adalah linamarin, sementara sejumlah kecil lotaustralin
(metil linamarin) hanya ditemukan dalam jumlah kecil pada singkong. Linamarin dengan
cepat dihidrolisis menjadi glukosa dan aseton sianohidrin sedangkan lotaustralin dihidrolisis

menjadi sianohidrin dan glukosa. Di bawah kondisi netral, aseton sianohidrin didekomposisi
menjadi aseton dan hidrogen sianida.
Hidrogen sianida (HCN) atau asam sianida ini merupakan racun pada singkong,
masyarakat mengenal sebagai racun asam biru karena adanya bercak warna biru pada
singkong dan akan menjadi toksin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50
ppm. Kadar sianida pada singkong bervariasi antara 15-400 mg/kg singkong yang segar.
Singkong dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu singkong jenis manis dan pahit.
Singkong jenis manis memiliki kadar sianida yang rendah ( 50 mg/kg singkong) sedangkan
jenis pahit memiliki kadar sianida yang tinggi (> 50 mg/kg singkong). Singkong manis
banyak dikonsumsi langsung dan dimanfaatkan untuk pangan jajanan, rasa manis disebabkan
mengandung sianida yang rendah, semakin tinggi kadar sianida maka akan semakin pahit
rasanya. Industri tepung tapioka umumnya menggunakan varietas berkadar HCN tinggi
(varietas pahit), untuk mendapatkan pati yang banyak, hal ini disebabkan adanya korelasi
antara kadar HCN singkong segar dengan kandungan pati. Semakin tinggi kadar HCN yang
rasanya semakin pahit, kadar pati semakin meningkat dan sebaliknya. Namun demikian, pada
industri dilakukan proses pengolahan dengan baik sehingga kadar HCNnya berkurang

2.3. Gejala dan Mekanisme Terjadinya Keracunan


Kasus keracunan yang terjadi dimasyarakat sering kali karena mengkonsumsi jenis
singkong dengan kadar HCN yang tinggi dan proses pengolahan yang tidak benar sehingga
kadar HCN pada singkong masih melebihi kadar aman yang dapat dikonsumsi manusia.
Gejala keracunan yang muncul antara lain respirasi cepat, penurunan tekanan darah, denyut
nadi cepat, pusing, sakit kepala, sakit perut, muntah, diare, kebingungan mental, berkedut dan
kejang-kejang. Jika hidrogen sianida melebihi batas toleransi kemampuan individu untuk
detoksifikasi / mentolerir, kematian dapat terjadi akibat keracunan sianida. Dosis oral HCN

yang mematikan bagi manusia yang dilaporkan 0.5-3.5mg/kg berat badan. Sebenarnya tubuh
manusia memiliki kemampuan melindungi diri terhadap HCN ini dengan cara detoksikasi
HCN tersebut menjadi ion tiosianat yang relatif kurang toksik. Detoksikasi ini berlangsung
dengan perantaraan enzim rodanase (transulfurase) yang terdapat di dalam jaringan, terutama
hati.
Namun demikian, sistem enzim rodanase ini bekerja sangat lambat sehingga
keracunan masih dapat timbul. Kerja enzim ini dapat dipercepat dengan memasukkan sulfur
ke dalam tubuh. Secara klinis hal inilah yang dipakai sebagai dasar menyuntikkan natrium
tiosulfat pada pengobatan keracunan oleh singkong/HCN pada umumnya. Hidrogen sianida
yang masuk ke dalam tubuh dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh darah.
Tingkat sianida dalam berbagai jaringan manusia pada kasus keracunan HCN yang fatal telah
dilaporkan, bahwa pada lambung : 0,03, pada darah : 0.5, pada hati : 0,03, pada ginjal : 0,11,
pada otak : 0,07, dan urin : 0,2 (mg/100g). Secara fisiolgi dalam tubuh, Hidrogen sianida
menginaktivasi enzim sitokrom oksidase dalam mitokondria sel dengan mengikat Fe3 + / Fe2
+ yang terkandung dalam enzim. Hal ini menyebabkan penurunan dalam pemanfaatan
oksigen dalam jaringan. sehingga organ yang sensitif terhadap konidis kurangnya O2 akan
sangat menderita terutama jaringan otak. Sehingga dapat menimbulkan asfiksia, hipoksia dan
kejang. Selain itu sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah dan kadar asam laktat dan
penurunan ATP / ADP rasio yang menunjukkan pergeseran dari aerobik untuk metabolisme
anaerobik. Hidrogen sianida akan mengurangi ketersediaan energi di semua sel, tetapi
efeknya akan paling cepat muncul pada sistem pernapasan dan jantung.

BAB 3
RENCANA PERSIAPAN PENYELIDIKAN

Pada hari senin tanggal 11 Maret 2013 pukul 09.00 WIB tim Surveilens dari Dinas Kesehatan
Kota Pekanbaru turun ke kelurahan lembah damai kecamatan rumbai pesisir sebanyak 14 orang
terdiri dari 3 team yaitu team survelen, team kesling ,team promkes dan di bantu oleh mahasiswa
stikes hangtuah.
Dari hasil investigasi dilapanagan didapatkan jumlah warga yang terpapar sebanyak 14 orang
dengan rincian sebagai berikut.
Table 1 : Distribusi Gejala KLB Keracunan Pangan di kelurahan lenbah damai pada tanggal 9 maret
2013.
N
Gejala dan
Jumla
%
o
Tanda
h Kasus
1
6
.
2
.
3
.
4
.
5
.

4,2

Mual
Muntah

Pusing

Kejang

perut

2
Tampa

gejala

6
4,2
5
0
1
4,2
2
8,5

Dari table di atas terlihat gejala yang paling dominan adalah mual dan muntah (64,2 %).

BAB 4
PEMASTIAN KASUS

Pada hasil pemeriksaan laboratorium saat penyelidikan KLB telah di ambil sampel pada
tanggal 10 Maret 2013 dan dibawa ke laboratorium untuk di analisis, dan hasil belum di dapatkan.
Untuk membantu menegakkan penyebab keracunan pangan ini dilakukan pengambilan sampel berupa
singkong dan minyak goreng.

BAB 6
DESKRIPSI MENURUT ORANG, TEMPAT DAN WAKTU

6.1. Definisi Kasus


Berdasarkan distribusi frekwensi menurut gejala seperti terlihat pada Tabel 1 di dapatkan
definisi kasus sebagai berikut :
Warga yang mengkomsumsi olahan singkong di kelurahan lembah damai rumbai pesisir
adalah dengan gejala mual, muntah, dan pusing dengan atau tanpa gejala lain
6.2. Waktu
Waktu terjadinya penyakit dapat dilihat pada tabel masa inkubasi dan kurva epidemik.
Tabel 2 : Masa Inkubasi Kasus KLB Keracunan Pangan di Kelurahan Lembah Damai Rumbai Pesisir
Pada Tanggal 09 Maret 2013
P
Dising
Masa Inkubasi (jam)
eriode
kirkan Sebagai
N
Nam
KLB
Etiologi
o
a Penyakit
Ter
Ter
S
pendek
panjang
elisih
Keracunan
1 Singkong
6
8
2
-

6.3. ORANG
Tabel 3 : Distribusi Kasus KLB Keracunan Pangan di Kelurahan Lembah Damai Rumbai Pesisir
Tanggal 10 Maret 2013 Menurut Golongan Umur
G
P
N
K
Me
A
C
ol.
opulasi
o
asus
ninggal
R/100
FR/100
Umur
Rentan
1
<

1
2
3
4
5
6

1
4
5
9
1
0 14
1
5 44

5
0

1
00

1
00
-

4
5+
T
otal

1
4

Dari tabel diatas terlihat bahwa kasus terbanyak terjadi pada golongan umur 5 9 tahun.
Tabel 4 : Jumlah Kasus KLB Keracunan Pangan di Kelurahan Lembah Damai Rumbai Pesisir

Tanggal 10 Maret 2013 Menurut Jender


N

Jenis

Populasi

Kasu
%

Kelamin

rentan

1.

Laki-laki

42,8 %

57,2 %

14

100 %

Meninggal

AR/100

CFR/100

50

33.3

50

50

14,2

Perempua
2.
n
Total

Dari tabel diatas terlihat bahwa perempuan merupakan kasus terbanyak 4.

6.4. Tempat
Lokasi kejadian di wilayah kerja puskesmas rumbai kelurahan Lembah Damai RT 04 RW 07
kecamatan Rumbai Pesisir.

BAB 7
UPAYA PENANGGULANGAN KLB
Upaya yang telah dilakukan oleh tim investigasi dinas kesehatan kota Pekanbaru,
Puskesmas Rumbai Pesisir Dinas pertanian, dan mahasiswa Stikes Hang Tuah adalah:
a. Pengambilan Sampel Makanan sisa dan mengirimkan ke Laboratorium Daerah.
b. Mengidentifikasi dan mencatat (mendata) siapa saja yang makan makanan
tersebut baik sakit maupun tidak sakit.
c. Membuat pemetaan wilayah tempat lokasi kejadian Keracunan Makanan
d. Memberikan penyuluhan tentang prilaku HIdup Bersih Sehat dan sanitasi
lingkungan di lokasi kejadian dengan melibatkan lintas program.

BAB 8
PENUTUP
8.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil investigasi dapat disimpulkan:
a. Telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan di kelurahan Lembah Damai
RT 04 RW 07 Rumbai Pesisir pada tanggal 09 - 10 Maret 2013 Kasus lebih banyak
menyerang

pada

wanita

(57,2%) dibanding

laki-laki

Attack

Rate

Keracunan

makanan sebesar 50 % dengan Case Fatality Rate 14,2%.


b. Dari gejala, masa inkubasi terpendek 3 jam dan masa inkubasi terpanjang 5 jam, dengan
gejala yang timbul mual, muntah, pusing, kejang perut.

8.2. SARAN
a. Merekomendasikan kepada RT/RW melalui Lurah untuk tidak mengkonsumsi singkong
yang berasal dari kebun tersebut.
b. Semua minyak atau bekas gorengan dan sambal untuk tidak digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2014.

Mengenal

Zat

Beracun

Pada

Singkong.

http://ik.pom.go.id/v2014/artikel/Mengenal-Zat-Beracun-Pada-Singkong.pdf (Diakses tanggal


04 April 2016)
Kepmenkes 949 Tahun 2004 Pedoman Kejadian Luar Biasa.

You might also like