You are on page 1of 10

MAKALAH

TOKSIKAN DARI BAHAN ORGANIK SINTETIK DAN BAHAN NON


ORGANIK SINTETIK

NAMA KELOMPOK :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Gusti wandi
Rahadatul Aisy
Choriansyah Nur D
Nabella Chintia V.
Syahrul Nizam
Samsul Bahri

Program Studi Ilmu Kelautan


Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang
2015/2016

DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................. 1


BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 2
1.1 Latar Belakang ................................................................ 2
1.2 Tujuan ............................................................................. 3
BAB II ISI ................................................................................. 4
2.1 Organik Sintetik ................................................................ 4
2.2 Bahan Organik Sintetik : Piretroid Sintetik ....................... 4
2.3 Anorganik Sintetik : Organoklorin ..................................... 5
2.4 Studi Kasus ........................................................................ 6
BAB III PENUTUP .................................................................... 8
3.1 Kesimpulan .................................................................... 8
3.2 Saran .............................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 9

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Di seluruh dunia, terdapat sekitar 3,5 milyar manusia hidup di sekitar wilayah pesisir,
dengan radius hingga 100 km dari bibir pantai. Sehingga tidak mengherankan apabila limbah
yang berasal dari rumah tangga dan industri menyebabkan dampak merusak di wilayah
pesisir (Moore et al., 2004). Pencemaran laut baik oleh senyawa organik dan logam berat
menjadi sedemikian meluas, sejalan dengan semakin berkembangnya kegiatan-kegiatan
industri dan pertambangan di abad XIX dan semakin berkembang hingga saat ini. Bahanbahan pencemar di lingkungan laut yang diketahui berasal dari berbagai aktifitas manusia
telah lama diketahui memiliki dampak buruk yang tidak diinginkan, yang memiliki
kemampuan dalam merusak integritas ekosistem di lingkungan lautan. Hal ini terutama
disebabkan karena dampak pencemaran anthropogenik di lingkungan lautan telah sedemikian
lama dibiarkan terjadi tanpa ada kepedulian (ignored and neglected) hingga dampak yang
dahsyat terjadi pada lingkungan dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya.
Masalah pencemaran laut telah menarik perhatian masyarakat internasional karena
berbagai jenis bahan pencemar seperti: pestisida organoklorin (OCP), polychlorinated
biphenyls (PCBs), polyaromatic hydrocarbons (PAHs), polychlorinated dibenzo-dioxins
(PCDDs), berbagai jenis logam berat, dsbnya, terakumulasi di dalam jaringan tubuh berbagai
organisme laut dan melalui jaring makanan dapat terakumulasi dan menimbulkan bahaya
pada kesehatan manusia.
Pemantauan pencemaran laut menjadi hal penting sejalan dengan semakin banyaknya
bahan pencemar yang masuk ke lingkungan laut setiap tahun (Livingstone et al., 2000).
Sedang kenyataan menunjukkan bahwa kondisi lingkungan laut tidak selamanya dapat
didiagnosa hanya dengan melakukan analisis kimia air, karena tidak mampu untuk
memberikan informasi tentang kesehatan organisme dan lingkungan tempat hidupnya. Selain
itu, analisis kimia air juga dapat mengalami kegagalan dalam mendeteksi kehadiran bahan
pencemar karena rendahnya konsentrasi yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi yang
sangat lambat, namun bisa jadi memiliki dampak biologis yang signifikan.
Oleh Walker et al. (1996), bahan pencemar (pollutant) didefinisikan sebagai suatu bahan
kimia yang telah melampaui konsentrasi awalnya dan memiliki potensi menyebabkan bahaya
(harm). Bahaya yang dimaksud disini termasuk perubahan-perubahan biokimiawi dan
fisiologis yang dapat menghasilkan dampak buruk pada kemampuan organisme untuk
beranak atau bertelur, tumbuh dan bertahan hidup. Sedangkan Rand and Petrocelli (1985)
menggunakan istilah toxicant (bahan toksik) untuk menggambarkan suatu bahan kimia yang
mampu menghasilkan suatu dampak buruk (adverse effect ) dalam suatu sistem biologis
melalui pengrusakan struktur dan fungsi atau menyebabkan kematian. Toxicant disini adalah
bahan kimia asing (xenobiotics) yang dapat memasuki lingkungan perairan baik oleh unsur

kesengajaan atau karena suatu kecelakaan yang menyebabkan terganggunya kualitas air dan
membuatnya tidak layak untuk kehidupan perairan (Heath, 1995). Suatu senyawa kimia asing
tidak mendapat tempat dalam suatu proses biokimia normal dari suatu organisme (Walker et
al., 1996).
Bahan pencemar berbeda dengan toxicant dalam konteks keluasan artinya, dimana
bahan kimia pencemar dapat menyebabkan terjadinya perubahan faktor-faktor abiotik seperti
pH, salinitas dan suhu dari sistem perairan yang terkena dampak pencemaran. Adapun
terminologi kontaminan adalah mencakup semua senyawa atau bahan yang melampaui
konsentrasi awalnya, baik berupa xenobiotics, bahan kimia yang terdapat secara alamiah
maupun sengaja dimasukkan, yang tidak harus senantiasa menimbulkan bahaya bagi
kemampuan organisme untuk tetap hidup. Kontaminan akan berubah menjadi bahan
pencemar apabila kehadirannya dalam suatu lingkungan mampu merubah kondisi faktorfaktor biotik atau abiotik (atau keduanya) yang selanjutnya akan berdampak pada
kemampuan biota perairan untuk tetap hidup di lingkungan tersebut

1.2. TUJUAN

Dengan pembutan makalah dengan judulToksikan dari bahan organik


sintetis dan organik non-sintetis kita dapat menambah ilmu tentang bahan organik apa
saja dan apa sajak dampak nya terhadap lingkungan sekitar.

BAB 2
ISI

2.1 Organik sintetik


Bahan organik sintetis ialah senyawa kimia yang tersusun dari rantai karbon,terdiri
atas 1000 atom atau lebih pada setiap makromolekulnya. biasanya bahan sintetik terdiri atas
campuran molekul sejenis dengan ukuran yang berbeda ,sebagian molekul membentuk ikatan
silang (crosslinking ) satu sama lain.
Bahan sintetik dapat dibuat melalui reaksi polimerisasi,poliadisi atau kopolimerisasi
(polimerisasi campuran) dari bermacam-macam monomer,bahan ini dapat dibuat menjadi
bahan sintetik dengan sifat yang berbeda beda. Produk yang di hasilkan biasanya merupakan
bahan baku untuk pembuatan bahan dasar.
Bahan kimia organik seperti minyak, plastik, pestisida, larutan pembersih,detergen
dan masih banyak lagi bahan organik terlarut yang digunakan olehmanusia dapat
menyebabkan kematian pada ikan maupun organisme air lainnya.Lebih dari 700 bahan kimia
organik sintetis ditemukan dalam jumlah relatif sedikit pada permukaan air tanah untuk
diminum di Amerika, dan dapatmenyebabkan gangguan pada ginjal, gangguan kelahiran, dan
beberapa bentuk kanker pada hewan percobaan di laboratorium. Tetapi sampai sekarang
belum diketahui apa akibatnya pada orang yang mengkonsumsi air tersebut sehingga dapat
menyebabkan keracunan kronis.

2.2. Bahan organik sintetik :

PIRETROID SINTETIK (SP)

Piretroid merupakan kelompok insektisida organik sintetik konvensional yang


paling baru, digunakan secara luas sejak tahun 1970-an dan saat ini perkembangannya
sangat cepat. Keunggulan SP karena memiliki pengaruh knock down atau mematikan
serangga dengan cepat. Tingkat toksisitas rendah bagi manusia.
Kelompok SP merupakan tiruan dari bahan aktif insektisida botani Piretrum yaitu
Sinerin I yang berasal dari bunga Chrysanthenum cinerariaefolium. Sebagai insektisida
botani piretrum memiliki keunggulan yaitu daya knockdown yang tinggi tetapi sayangnya
di lingkungan bahan alami ini tidak bertahan lama karena mudah terurai oleh sinar
ultraviolet. Kecuali itu penggunaan di lapangan kurang praktis dan mahal karena piretrum
harus dahulu diekstrasi dari bunga chrisantenum. Dari rangkaian penelitian kimiawi
dengan melakukan sintesis terhadap susunan kimia piretrum dapat diperoleh bahan

kimiawi yang memiliki sifat insektisidal mirip dengan piretrum dan bahan tersebut
mempunyai kemampuan untuk bertahan lebih lama di lingkungan serta dapat diproduksi
di pabrik. Jenis pestisida buatan yang mirip piretrum diberi nama pirethrin yang
kemudian menjadi modal dasar bagi pengembangan insektisida golongan SP lainnya.
Insektisida SP seringkali dikelompokkan menurut generasi perkembangannya di
laboratorium. Biasanya, generasi yang lanjut merupakan perbaikan sifat SP generasi
sebelumnya. Sasaran perkembangan SP kecuali sifat-sifat yang disebutkan diatas juga
mencari dosis aplikasi yang sekecil mungkin dengan kemampuan mematikan serangga
hama setinggi mungkin sehingga diperoleh efisiensi ekonomis yang tinggi. Sampai saat
ini sudah dikenal 4 generasi SP. Salah satu anggota generasi pertama adalah Allethrin.
Generasi kedua adalah Resmethrin. Generasi ketiga adalah Fenvalerate dan Permethrin.
Generasi keempat adalah cypermethrin, fluvalinat dan Deltamethrin dan lain-lain.
Meskipun daya mematikan SP sangat tinggi dan sangat sedikit menghadapi
permasalahan lingkungan, namun pestisida ini menghadapi masalah utama yaitu
percepatan perkembangan strain hama baru yang tahan terhadap insektisida SP.
Insektisida
dapat
mempengaruhi
perumbuhan,perkembangan,tingkah
laku,perkembang biakan,kesehatan,sistem hormon,sistem pencernaan, serta aktivitas
biologis lainnya sehingga berujung pada kematian serangga pengganggu tanaman.

2.3. Anorganik Sintetik


Bahan kimia anorganik sintetik seperti asam, garam dan bahan toksik logam lainnya
seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), merkuri (Hg) dalam kadar yang tinggi dapat
menyebabkan air tidak enak diminum. Disamping dapat menyebabkan matinya kehidupan air
seperti ikan dan organisme lainnya, pencemaran bahan tersebut juga dapat menurunkan
produksi tanaman pangan dan merusak peralatan yang dilalui air tersebut (karena korosif).
limbah anorganik sintetik biasanya tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh
mikroorganisme. Limbah anorganik sintetik pada umumnya berasal dari industri yang
menggunakan unsur-unsur logam seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Krom
(Cr), Kalsium (Ca), Nikel (Ni), Magnesium (Mg), Air Raksa (Hg), dan lain-lain. Industri
yang mengeluarkan limbah anorganik sintetik seperti industri electroplating, industri kimia,
dan lain-lain. Bila limbah anorganik sintetik langsung dibuang di air lingkungan, maka akan
terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Ion logam yang berasal dari logam berat,
bila terbuang ke air lingkungan sangat berbahaya bagi kehidupan khususnya manusia.
Contoh dari toksikan bahan anorganik sintesis ini adalah:
Alkan terhalogenasi sempurna seperti karbon tetraklorida, CCl4, dan
bromoklorodifluorometana (BCF) dapat memadamkan api . zat-zat tersebut
mempunyai massa jenis yang cukup besar sehingga dapat mengusir udara dan
memadamkan api, tetapi pada suhu tinggi CCI4dapat bereaksi dengan air membentuk

fosgen (COCl2), suatu gas yang sangat beracun. BCF juga dapat merusak ozon pada
stratosfer sehingga penggunakan bahan tersebut dilarang.

ORGANOKLORIN

Organoklorin atau sering disebut Hidrokarbon Klor merupakan kelompok insektisida


sintetik yang pertama dan paling tua dan dimulai dengan ditemukannya DDT oleh Paul
Mueller (Swiss) pada tahun 1940-an. DDT dalam sejarah kemanusiaan menjadi insektisida
yang paling kontroversial karena di satu pihak merupakan insektisida sintetik pertama yang
diproduksi besar-besaran dan jasanya sangat besar bagi kemanusiaan. PM Churchill pernah
menyebut DDT sebagai Serbuk Ajaib. Di sisi lain karena dampaknya yang membahayakan
kepada lingkungan hidup, Rachel Carson pada tahun 1962 menyebut DDT sebagai
Minuman Kematian.
Setelah DDT, kemudian berhasil dikembangkan banyak jenis insektisida yang mirip
dengan DDT dan kemudian dikelompokkan dalam golongan Hidrokarbon Klor. Semua
insektisida dalam kelompok ini mengandung Klorin, Hidrogen dan Karbon. Kadang-kadang
ada juga yang mengandung Oksigen dan Sulfur.
Insektisida OC merupakan racun kontak dan racun perut, efektif untuk mengendalikan
larva, nimfa dan imago dan kadang-kadang untuk pupa dan telur. Cara kerja (Mode of
Action) OC belum diketahui secara lengkap. Secara umum dapat dikatakan bahwa keracunan
serangga oleh insektisida tersebut ditandai dengan terjadinya gangguan pada sistem syaraf
pusat yang mengakibatkan terjadinya hiperaktivitas, gemetaran, kejang-kejang dan akhirnya
terjadi kerusakan syaraf dan otot serta kematian.
Insektisida golongan OC pada umumnya memiliki toksisitas sedang untuk mamalia.
Masalah yang paling merugikan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat adalah sifat
persistensinya yang sangat lama di lingkungan baik di tanah maupun di dalam jaringan
tanaman dan dalam tubuh hewan. Misalnya DDT di daerah Subtropis dalam kurun waktu 17
tahun residunya masih 39% di dalam tanah, sedangkan residu Endrin setelah 14 tahun masih
dijumpai 40%. Persistensi OC di lingkungan menimbulkan dampak negatif seperti perbesaran
hayati dan masalah keracunan kronik yang membahayakan kesehatan masyarakat. Masalah
lain yang timbul adalah berkembangnya sifat resistensi serangga hama sasaran seperti
nyamuk dan lalat terhadap DDT.
Oleh karena bahayanya Insektisida golongan Organoklorin sejak tahun 1973 dilarang
penggunaannya untuk hama pertanian di Indonesia kecuali Endosulfan dan Dieldrin yang
diijinkan secara terbatas untuk pengendalian rayap, namun sayangnya penggunaan DDT
untuk sektor kesehatan masih dianjurkan secara terbatas sampai akhir tahun 1991.

Kelompok Organoklorin masih dapat dibagi menjadi 3 subkelompok yaitu, pertama


DDT dan senyawa dekatnya seperti Metoksiklor, Dikofol, BHC, atau HCH; kedua adalah
Siklodien yang terdiri dari Aldrin, Endrin, Dieldrin, Klordan, Heptaklor dan Endosulfan.
Ketiga, adalah terpene Klor seperti Toksafena.

2.4 STUDI KASUS


.Dari anorganik sintetis kami mengambil studi kasus tentang
TUMPAHAN MINYAK KAPAL DI PERBATASAN INDONESIA DAN SINGAPURA
Pada tanggal 09 Januari 2015, bertempat di Kementerian Perhubungan, berlangsung
koordinasi awal sebagai tindakan respon cepat dari kasus tumpahan minyak di kawasan
perbatasan Indonesia dan Singapura. Tumpahan minyak tersebut adalah akibat terjadinya
tabrakan antara Kapal MT Alyarmouk yang berbendera Libya dengan Kapal MV Sinar
Kapuas, pada 2 Januari 2015 pukul 04:38:16 WIB. Tabrakan tersebut mengakibatkan
robeknya lambung kapal MT Alyarmouk yang sedang dalam pelayaran menuju Tiongkok dan
menumpahkan minyak bertipe Madura Crude Oil. Pihak Direktorat Perhubungan Laut telah
melakukan koordinasi penanganan dengan pihak yang berwenang setempat, dan juga dalam
rangka persiapan manakala tumpahan minyak diprediksikan mencapai kawasan pesisir timur
dan timur laut dari Pulau Bintan pada tanggal 09 Januari 2015, berdasarkan Model SPICA
Meteo France.
Hadir pada rapat tersebut berbagai kementerian dan lembaga terkait dengan masingmasing instansi membawa data sebagai bahan pertimbangan. Badan Litbang Kementerian
dan Perikanan mengirimkan tim yang terdiri dari Pusat Litbang Sumberdaya laut dan Pesisir
(P3SDLP) untuk mendampingi Kepala Bagian Kerjasama dan Informasi Sekretariat Badan
Litbang KKP. Dilaporkanlah pada rapat tersebut, upaya Badan Litbang KKP yang telah
melakukan instruksi akuisisi data penginderaan jauh melalui satelit Radarsat yang dioperatori
oleh Tim INDESO Project yang bermarkas di BPOL Perancak Bali. Akuisisi citra kemudian
dilakukan pada tanggal 13 Januari 2015. Sementara itu hasil informasi dari Indonesia Ocean
Forecasting System (INAOFS) mengkonfirmasi bahwa sepanjang tanggal 02 hingga 11
Januari 2015 kondisi pola arus permukaan adalah dipengaruhi oleh Northwest Monsoon yang
polanya mengarah ke selatan. Hal ini mengakibatkan tumpahan minyak akan
tertranspor menuju wilayah perairan Bintan Timur.
Disepakati akan dilakukan koordinasi lanjutan dan pertukaran data-data yang dimiliki
oleh antar kementerian/ lembaga. Dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan
melakukan pemodelan detil terkait tumpahan minya tersebut berdasarkan hasil analisis
karakteristik minyak yang telah ditemukan oelh tim survei mereka, dan akan berkoordinasi
dengan Badan Litbang KKP dalam rangka keperluan data arus dan angin untuk model
tumpahan minyak mereka.

Dari kasus di atas kami dapat menyimpulkan :

Sumber minyak nya : Tumpahan minyak tersebut adalah akibat terjadinya tabrakan
antara Kapal MT Alyarmouk yang berbendera Libya dengan Kapal MV Sinar Kapuas
Dampak dari tumpahan minyak tersebut mengakibatkan dapat merusaknya kondisi
perairan tersebut dan dapat membunuh organisme yang ada di perairan tersebut

BAB 3
PENUTUP

1.1. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa toksikan organik dan
anorganik sama-sama memiliki bahaya yang sama. yaiutu mencemari perairan.
Dan dapat disimpulkan bahwa penyebab tercemarnya perairan itu disebabkan oleh
manusia itu sendiri.
1.2. SARAN
Saran yang dapat diambil dan dilakukan saat ini untuk mencegah pencemaran adalah
dengan cara mengurangi bahan tersebut,

DAFTAR PUSTAKA
http://p3sdlp.litbang.kkp.go.id/index.php/en/home/553-kasus-baru-tumpahan-minyak-diperbatasan-indonesia-singapura-2-januari-2015
ARDINAN.2002.PESTISIDA NABATI RAMUAN DAN
APLIKASI.JAKARTA:PENEBAR SWADAYA

You might also like