You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kolelitiasis merupakan salah satu masalah bedah yang paling sering di negara
yang sudah berkembang. Masalah batu empedu menjadi lebih dikenal seiring dengan
bertambahnya usia dan pada wanita batu empedu lebih sering muncul dua kali
dibanding pada pria. Dibutuhkan pemeriksaan penunjang yang memiliki sensitifitas
dan spesifitas yang tinggi pada penegakan diagnosis kolelitiasis.
Anomali saluran empedu dapat dijumpai pada 10-20% populasi, mencakup
kelainan jumlah, ukuran, dan bentuk. Penyakit-penyakit yang sering menyerang
empedu salah satunya adalah penyakit batu empedu yang sering disebut dengan
kolelitiasis. Penyakit batu empedu cukup sering dijumpai di sebagian besar negara
barat. Di Amerika Serikat, pemeriksaan autopsi memperlihatkan bahwa batu empedu
ditemukan paling sedikit pada 20% perempuan dan 8% pada laki-laki berusia diatas
40 tahun. Diperkirakan bahwa 16 sampai 20 juta orang di Amerika Serikat memiliki
batu empedu dan setiap tahun terjadi 1 kasus baru batu empedu.
Pada saat ini tidak mungkin untuk mencegah timbulnya batu empedu, yang
merupakan kelainan saluran empedu tersering.
Populasi yang memiliki resiko tinggi adalah orang-orang obesitas dan orang-
orang yang memiliki kelainan metabolik tertentu serta kelainan hemolitik. Kolelitiasis
adalah penyakit yang menunjukkan adanya batu empedu dalam kandung empedu,
sedangkan koledokolitiasis adalah batu empedu yang ditemukan di saluran empedu,
sedangkan batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu maupun
dalam saluran empedu.

1
B. Tujuan penyusunan

1. Tujuan umum
Diharapkan kepada setiap pembaca, khususnya mahasiswa/i akademi keperawatan
Sintang dapat mengerti dan memahami serta melaksanakan asuhan keperawatan
pada klien dengan kolelitiasis.

2. Tujuan khusus
Diharapkan kepada setiap pembaca, khususnya mahasiswa/i akademi keperawatan
Sintang mampu:
a. Menyebutkan dan menjelaskan mengenai konsep dasar kolelitiasis.
b. Mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus dengan benar
dan bertanggung jawab.
c. Mendokumentasikan semua tindakan yang telah diberikan pada klien dengan
gangguan kolelitiasis dalam sebuah laporan asuhan keperawatan yang benar
dan tepat.

C. Ruang lingkup penyusunan

Dalam penyusunan makalah ini, kelompok hanya membahas penyakit secara


teoritis dan pemberian askep pada klien dengan gangguan kolelitiasis. Dengan
pendekatan proses keperawatan mulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, rencana keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi
keperawatan

D. Metode penyusunan

Metode penyusunan yang digunakan adalah studi pengajaran, studi


pengetahuan, dan studi kepustakaan Akademi Keperawatan Sintang. Dalam
penyusunan makalah ini kelompok menggunakan metode keperpustakaan akademik
keperawatan Sintang dengan cara mencari dari buku-buku sebagai referensi, membaca
dan mempelajari buku-buku literatur yang terkait dengan kolelitiasis. Penyusunan
juga mengambil beberapa referensi dari internet.

2
E. Sistematika penyusunan

Adapun sistematika penyusunan dari makalah ini terdiri dari atas empat Bab
yaitu ; Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penyusunan, ruang
lingkup penyusunan, metode penyusunan, dan sistematika penyusunan; Bab II
Tinjauan teoritis yang terdiri dari anatomi fisiologi, fisiologi empedu, konsep dasar:
pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan
diagnostik, dan penatalaksanaan; Bab III Asuhan keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan evaluasi; BAB IV Penutup
berisi kesimpulan dan saran serta terakhir daftar pustaka.

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi fisiologi

Hati, kandung empedu, dan pankreas berkembang dari cabang usus depan fetus
dalam suatu tempat yang kelak menjadi deudenum, ketiganya terkait erat dalam
fisiologi pencernaan.
1. Hati
Hati yang merupakan kelenjar terbesar dari tubuh, dapat dianggap sebagai
sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah dan mengekresikan
sejumlah besar substansi yang terlihat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat
penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya
nutrient ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain dalam tubuh
untuk keperluan metabolik. Selain itu hati merupakan organ yang penting dalam
pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati terletak dibelakang tulang-
tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat
1500 g dan dibagi menjadi empat lobus.
Setiap lobus hati terbungkus menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut
lobules. Darah yang mengalir ke dalam hati berasal dari dua sumber dan kurang
lebih 75% suplai darah datang dari vena porta yang mengalirkan darah yang kaya
akan nutrient dari traktus gastrointestinal.
Selain itu, darah tersebut masuk ke dalam hati melalui arteri hepatika dan
banyak mengandung oksigen. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan
terendam oleh campuran darah vena dan arterial.

2. Kandung Empedu (Vesika felea)


Kandung empedu merupakan organ yang berbentuk seperti buah per,
berongga dan menyerupai kantung panjang 7,5 hingga 10 cm, terletak dalam suatu
cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati dimana organ tersebut
terikat pada hati oleh jaringan ikat yang longgar. Kapasitas kandung empedu
adalah hingga 30 hingga 50 ml empedu. Dindingnya terutama tersusun dari otot
polos.
4
Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus
sistikus. Kandung empedu memiliki fungsi sebagai depot penyimpanan bagi
empedu. Diantara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu
diproduksi oleh hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan
sebagian besar air dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu
sehingga empedu dalam kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali
dari konsentrasi saat disekresikan pertama kalinya oleh hati.
Ketika makanan masuk kedalam duodenum akan terjadi kontraksi kandung
empedu dan relaksasi sfingter Oddi yang memungkinkan empedu mengalir masuk
kedalam intestinum. Respon ini diperantarai oleh seksresi hormone kolesistokinin-
pankreozimin (CCK-PZ) dari dinding usus. Hormon kolesistoktinin (CCK)
dilepaskan dari sel duodenal akibat hasil pencernaan dari protein dan lipid dan hal
ini merangsang terjadinya kontraksi kandung empedu.

B. Fisiologi Empedu

Empedu dibentuk secara terus menerus oleh sel hepatosit dan dikumpulkan
dalam kanalikus serta saluran empedu. Empedu terutama tersusun oleh air dan
elektrolit, seperti natrium, kalium, kalsium, klorida serta bikarbonat, dan juga
mengandung dalam jumlah yang berarti beberapa substansi seperti lesitin, kolesterol,
bilirubun, serta garam-garam empedu. Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak
500-1500 ml per hari di luar waktu makan.
Glukuronida pada pigmen empedu, bilirubin, dan biliverbin, menyebabkan
empedu berwarna kuning keemasan. Empedu dikumpulkan dan disimpan dalam
kandung empedu kemudian dialirkan kedalam intestinum bila diperlukan bagi
pencernaan. Fungsi empedu adalah ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai
pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu.
Garam empedu adalah garam-garam natrium dan kalium asam empedu yang
berkonjugasi dengan glisin atau taurin, suatu turunan sistin. Asam-asam empedu
disintesis dari kolesterol. Empat asam empedu ditemukan pada manusia yaitu asam
kolat, asam kenodeoksikolat, asam deoksikolat, asam litokolat, bersama dengan
vitamin D, kolesterol, berbagai hormon steroid, dan glikosida digitalis, asam-asam
empedu mengandung inti siklopentanoperhidrofenantren.

5
Dua asam empedu utama yang terbentuk dalam hati adalah asam kolat dan asam
kenodeoksikolat. Di dalam kolon, bakteri mengubah asam kolat menjadi asam
deoksikolat dan kenodeoksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk akibat
kerja bakteri, maka asam deoksikolat dan asam litokolat disebut asam empedu
sekunder. Konjugasi asam-asam ini dengan glisin atau taurin terjadi dalam hati, dan
konjugat yang terbentuk misalnya asam glikokolat dan asam taurotorat, membentuk
garam-garam natrium dan kalium dalam empedu hati yang alkalis.
Pengaliran cairan empedu dipengaruhi 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledukus. Dalam keadaan puasa
empedu yang diproduksi akan dialih alirkan kedalam kandung empedu. Aliran
tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermitten tekanan
saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter.

C. Konsep dasar

1. Pengertian
a. Batu saluran empedu adalah adanya batu yang terdapat pada saluran empedu
(Duktus Koledocus) (http://urangcijati.blogspot.com/2008/06/askep-
kolelitiasis.html).
b. Batu Empedu (kolelitiasis) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung
empedu. (http://urangcijati.blogspot.com/2008/06/askep-kolelitiasis.html).
c. Kolelitiasis (pembentukan batu empedu) merupakan penyakit saluran empedu
yang paling menonjol dari frekuensinya dan radang kronis sebagai penyerta
atau kolesistitis (syilvia, Lorraine,2005, hal. 502).
d. Koleliatisis (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu,
batu empedu memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang sangat bervariasi
(brunner dan suddart,2001, hal, 1205).

6
2. Etiologi
Umumnya kolelitiasis disebabkan oleh batu empedu. Batu empedu hampir
selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk pada bagian saluran
empedu lainnya. Penyebab batu empedu belum diketahui secara pasti, akan tetepi
tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi
kandung empedu.
Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol,
selain itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein. Umumnya kolelitiasis
disebabkan oleh batu empedu. Dan pada umunya batu empedu dapat dibagi
menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Tipe kolesterol
Adalah akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol
berlebihan hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam
empedu. terjadi karena meningkatnya sekresi kolesterol dan penurunan
produksi empedu.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu dalam tipe kolesterol
ini antara lain :
1) Infeksi kandung empedu
2) Usia yang bertambah
3) Obesitas
4) Kurang makan sayur
5) Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol
b. Tipe pigmen empedu
Adalah akibat proses hemolitik Escherchia coli atau Ascaris
lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida
menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi Kristal kalsium
bilirubin. Di dalam tipe ini, terdapat dua macam batu empedu :
1) Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan disertai
hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
2) Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan
disepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan infeksi

7
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Muskus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel
atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi infeksi
mungkin lebih sering sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu,
dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.
c. Tipe saluran empedu
Batu saluran empedu sering dihubungkan dengan divertikula duodenum
didaerah vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian
divertikula oleh makanan akan menyebabkan obstruksi intermiten duktus
koledokus dan bendungan ini memudahkan timbulnya infeksi dan
pembentukan batu.
Menurut Nettina (2000) kolelitiasis dapat disebabkan beberapa hal, yaitu :
a. Faktor predisposisi :
1) Perubahan susunan empedu
2) Statis empedu
3) Infeksi kandung empedu
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia lebih dari 60 tahun lebih mudah untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda
c. Kegemukan
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu
d. Faktor presifitasi
Disebabkan hati mensekresikan kolesterol yang berlebihan.
Tiga faktor spesifik yang berperan dalam pembentukan batu empedu yaitu:
a. Faktor metabolik,
Antara lain pengendapan garam-garam empedu, pigmen empedu dan
kolesterol. Fosfolipid, garam empedu dan kolesterol diperlukan kolesterol
untuk dapat larut di dalam empedu.
Pengurangan garam empedu yang terdapat dalam duodenum untuk
direabsorpsi menguurangi jumlah garam empedu dalam empedu.
8
b. Stasis biliaris
Menimbulkan stagnasi dalam kandung empedu dan menimbulkan
absorpsi air yang berlebihan, memungkinkan pengendapan garam- garam
dengan mudah.
c. Peradangan
Perubahan kandungan empedu, mukosa kandung empedu mengabsorpsi
lebih banyak asam empedu sehingga mengurangi kelarutan kolesterol.

3. Patofisiologi
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
pada saluran empedu lainnya.
Faktor predisposisi yang penting adalah :
a. Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu
b. Statis empedu
c. Infeksi kandung empedu
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan
pengangkatan kandung empedu.
Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat
saluran empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika
saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera
menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah
dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.
Sebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak
menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kandung empedu. Kadang-
kadang batu yang besar secara bertahap akan mengikis dinding kandung empedu
dan masuk ke usus halus atau usus besar, dan menyebabkan penyumbatan usus
(ileus batu empedu).

9
Gambar 1.1 Batu dalam kandung empedu
(http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/04/25/kolelitiasis-gallbladder-stones)
Yang lebih sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu
dan masuk ke dalam saluran empedu. Dari saluran empedu, batu empedu bisa
masuk ke usus halus atau tetap berada di dalam saluran empedu tanpa
menimbulkan gangguan aliran empedu maupun gejala.
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor yang paling penting
pada pembentukan batu empedu. Kolesterol yang berlebihan akan mengendap
dalam kandung empedu .
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan
kontraksi kandung empedu dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal
khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan
kandung empedu dan merupakan insiden yang tinggi pada kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memegang peranan sebagian pada
pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi seluler dan pembentukan
mukus.
Mukus meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat presipitasi.
Infeksi lebih sering sebagai akibat pembentukan batu empedu dibanding infeksi
yang menyebabkan pembentukan batu.

PATOFISIOLOGI
10
Sekresi kolesterol pada hati

Penurunan produksi
empedu

Pengendapan kolesterol
di kandung empedu

Pembentukan batu empedu


(Kolelitiasis)

Saluran empedu tersumbat

Keseluruh tubuh Infeksi peradangan


(melalui peredaran (saluran empedu)
Pankreas (Pankreatitis)
darah)
Batu mengikis dinding
kandung empedu

Penyumbatan usus
(Ileus batu empedu)

4. Manifestasi Klinis
Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu, maka
penderita akan merasakan nyeri. Nyeri cenderung hilang-timbul dan dikenal
sebagai nyeri kolik. Timbul secara perlahan dan mencapai puncaknya, kemudian
berkurang secara bertahap. Nyeri bersifat tajam dan hilang-timbul, bisa
berlangsung sampai beberapa jam. Lokasi nyeri berlainan, tetapi paling banyak
dirasakan di perut atas sebelah kanan dan bisa menjalar ke bahu kanan.
Penderita seringkali merasakan mual dan muntah. Jika terjadi infeksi
bersamaan dengan penyumbatan saluran, maka akan timbul demam, menggigil
dan sakit kuning (jaundice).

11
Biasanya penyumbatan bersifat sementara dan jarang terjadi infeksi. Nyeri
akibat penyumbatan saluran tidak dapat dibedakan dengan nyeri akibat
penyumbatan kandung empedu. Penyumbatan menetap pada duktus sistikus
menyebabkan terjadinya peradangan kandung empedu (kolesistitis akut). Batu
empedu yang menyumbat duktus pankreatikus menyebabkan terjadinya
peradangan pankreas (pankreatitis), nyeri dan mungkin juga infeksi.
Kadang nyeri yang hilang-timbul kambuh kembali setelah kandung empedu
diangkat, nyeri ini mungkin disebabkan oleh adanya batu empedu di dalam
saluran empedu utama.
Nyeri yang timbul biasanya dapat dicetuskan oleh makanan berlemak,
makan terlalu banyak setelah berpuasa, bahkan makan secara normal.
Metabolisme bilirubin berpengaruh terhadap penyakit kolelitiasis, dimana
bilirubin menyebabkan terjadinya jaundice (kuning) pada pasien dengan
kolelitiasis. Bilirubin adalah suatu produk sampingan dari bagian heme sel-sel
darah merah yang dilepaskan ketika sel-sel darah mengalami kehancuran. Pada
saat tersebut bilirubin tidak dapat larut dalam air (unconjugated) dan terdapat
dalam darah berikatan dengan protein.
Hati bertanggung jawab untuk menangkap bilirubin unconjugated ini, untuk
menkonjugasikannya ke dalam bentuk yang larut dalam air, dan untuk
mensekresikan bilirubin conjugated kedalam duodenum dan dipecah oleh bakteri
menjadi urrobilinogen. Sebagian urrobilinogen disekresikan bersama feses,
sehingga feses berwarna cokelat. Sebagian lainnya dalam urin dan sebagian
sisanya kembali menuju hati dan di ubah kembali menjadi bilirubin.

5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
a. Asimtomatik
b. Obstruksi duktus sistikus
c. Kolik bilier
d. Kolesistitis akut
1) Empiema
2) Perikolesistitis
3) Perforasi

12
e. Kolesistitis kronis
1) Hidrop kandung empedu
2) Empiema kandung empedu
3) Fistel kolesistoenterik
4) Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
mengakibatkan atau menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang
tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,
batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus
sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi
infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal.
Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut
yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat
ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal
ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya
peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.
Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan
ileus obstruksi

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis (lekosit : 12.000 - 15.000 /iu (N : 5000 - 10.000 iu),
bilirubin meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
13
Amilase serum meningkat ( N: 17 - 115 unit/100ml), protrombin
menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena obstruksi sehingga
menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K (cara Kapilar : 2 - 6 mnt).
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus.
Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.
b. Pemeriksaan radiologis
1) Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas
yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.

Gambar 1.2 Foto rongent pada kolelitiasis


(http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/04/25/kolelitiasis-gallbladder-
stones)

14
2) Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik.
Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang
sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG
punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren
lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
3) Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum
diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-
keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

7. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain :
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan
15
pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.
c. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap terjadi
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien. Pengobatan lazim kedua keadaan ini adalah pembedahan untuk
mengangkat kandung empedu (Kolesistektomi) dan pengangkatan batu dari
duktus koledokus (Koledokolitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan
sekitar 95 % kasus.
Pada kasus kolesistitis akut yang disertai gejala-gejala berat dan diduga
terdapat pembentukan nanah, beberapa ahli bedah lain hanya melakukan
operasi bila perbaikan tidak terjadi dalam beberapa hari. Akhir-akhir ini
digunakan metode pembedahan abdomen terbuka tradisional pada sekitar 20%
kasus dengan metode pembedahan abdomen laparoskofi yang digunakan untuk
kolesistektomi adalah sekitar 80 %. Pada kasus empiema atau bila penderita
berada dalam keadan buruk, kandung empedu tidak dibuang tetapi hanya di
drainage (Kolesistotomi).

16
Penatalaksanaan konservatif dapat dilakukan dengan:
1) Diet rendah lemak.
2) Obat-obat antikolinergik dan antispasmodik.
Nama generik Sediaan
Atropin sulfat 0,25 dan 0,5 mg tablet dan suntikan
Butropium bromida 5 mg/tablet
Ekst. Belladon 10 mg/tablet
Fentonium bromida 20 mg/tablet
Hiosin n-butilbromida 10 mg/tablet
Skopolamin metil bromida 1 mg/tablet
Oksifenonium bromida 5 mg/tablet
Oksifensiklinin HCl 5 mg/tablet
Privinium bromida 15 mg/tablet
Propantelin bromida 15 mg/tablet
Pirenzepin 25 mg/tablet

3) Analgesik
4) Antibiotik, bila disertai kolesistitis.
5) Asam empedu (asam kenodeoksolat) 6,75-4,5 g/hari, diberikan dalam
jangka waktu lama. Asan ini mengubah empedu yang mengandung
banyak kolesterol (lithogenik bile) menjadi empedu dengan komposisi
normal.
d. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang
poten (metil-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter
yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu
pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah
angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
e. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-
manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada
pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

f. Kolesistotomi

17
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat,
terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.

BAB III
18
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
1. Aktivitas dan istirahat : kelelahan
2. Sirkulasi : takikardia, Diaphoresis
3. Eliminasi : distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas atau
quadran kanan atas, urine pekat .
4. Makan atau minum : kegemukan, kehilangan berat badan (kurus), anoreksia,
(cairan) mual atau muntah, nyeri epigastrium, dyspepsia,
adanya penurunan berat badan
5. Nyeri atau kenyamanan : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar
kepunggung atau bahu kanan, kolik epigastrium
tengah sehubungan dengan makan, nyeri mulai tiba-
tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit, nyeri
lepas, teraba otot abdomen menegang atau kaku bila
kuadran kanan atas ditekan.
6. Respirasi : peningkatan frekuensi pernapasan, pernapasan tertekan
ditandai oleh napas pendek, dangkal.
7. Keamanan : demam, menggigil, ikterik dengan kulit berkeringat
dan gatal, cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ).

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataaan yang menjelaskan respon


manusia (status kesehatan atau perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan
merubah.

19
Menurut Doengoes,dkk. (1999) diagnosa yang dapat muncul pada pasien
kolelitiasis adalah
1. Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan obstruksi atau spasma duktus
2. Diagnosa 2 : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan melalui penghisapan gaster berlebihan
3. Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan mual muntah
4. Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi

C. Intervensi

1. Dx.1
a. Intervensi : tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi
nyaman.
Rasional : tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan
intra abdomen
b. Intervensi : gunakan seprai harus cotton
Rasional : menurunkan iritasi atau kulit kering dan sensasi gatal
c. Intervensi : pertahankan status puasa, masukkan atau pertahankan
penghisap naso gastric sesuai indikasi
Rasional : membuang secret gaster yang merangsang pengeluaran
kolesistokinin dan kontraksi kandung empedu
2. Dx.2
a. Intervensi : pertahankan intake dan output akurat, perhatikan keluaran
kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urine, kaji
membrane mukosa atau kulit, nadi perifer.
Rasional : memberikan informasi tentang status cairan atau volume
sirkulasi dan kebutuhan penggantinya.
b. Intervensi : awasi tanda dan gejala penigkatan atau berlanjutnya mual
muntah, kramm abdomen, kelemahan, kejang-kejang
Rasional : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan
pemasukan oral, dapat menimbulkan defisit natrium, kalium,
dan klorida.
20
c. Intervensi : berikan antiemetic (proklorperazin)
Rasional : menurunkan dan mencegah muntah
d. Intervensi : berikan cairan IV, elektrolit dan vitamin K
Rasional : mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki
ketidakseimbangan.
3. Dx. 3
a. Intervensi : kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak bergerak.
Rasional : tanda non verbal ketidaknyamanan berhubungan dengan
gangguan pencernaan
b. Intervensi : timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : mengawasi keefektifan rencana, diet
c. Intervensi : berikan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : mulut yang bersih menigkatkan nafsu makan
d. Intervensi : konsul dengan ahli diet atau tim pendukung nutrisi sesuai
indikasi
Rasional : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual
4. Dx.4
a. Intervensi : berikan alasan atau penjelasan tes dan persiapannya
Rasional : informasi menurunkan kecemasan pasien dan rangsangan
simpatis
b. Intervensi : kaji ulang proses penyakit, diskusikan perawatan dan
pengobatan
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi
c. Intervensi : kaji ulang program obat, kemungkinan efek samping
Rasional : batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang

D. Implementasi

1. Dx.1
a. Meningkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi nyaman.
b. Menggunakan seprai harus cotton
c. Mempertahankan status puasa, masukkan atau pertahankan penghisap naso
gastric sesuai indikasi
21
2. Dx.2
a. Mempertahankan intake dan output akurat, perhatikan keluaran kurang dari
masukan, peningkatan berat jenis urine, kaji membrane mukosa atau kulit, nadi
perifer.
b. Mengawasi tanda dan gejala penigkatan atau berlanjutnya mual muntah, kram
abdomen, kelemahan, kejang-kejang
c. Memberikan antiemetic (proklorperazin)
d. Memberikan cairan IV, elektrolit dan vitamin K
3. Dx.3
a. Mengkaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak bergerak.
b. Menimbang berat badan sesuai indikasi
c. Memberikan kebersihan oral sebelum makan
d. Mengkonsulkan dengan ahli diet atau tim pendukung nutrisi sesuai indikasi
4. Dx.4
a. Memberikan alasan atau penjelasan tes dan persiapannya
b. Mengkaji ulang proses penyakit, diskusikan perawatan dan pengobatan
c. Mengkaji ulang program obat, kemungkinan efek samping

E. Evaluasi

1. Dx.1
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
2. Dx.2
Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat
3. Dx.3
Melaporkan mual muntah hilang
4. Dx.4
Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan prognosis

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.
Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya
terbentuk dari garam kalsium. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol
yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar
empedu. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu empedu adalah : Faktor
predisposisi, usia, kegemukan, faktor presifitasi.

B. Saran

Dari penjelasan diatas kelompok yang mengajukan beberapa saran sebagai


berikut:
Kepada institusi diharapkan untuk lebih melengkapi sumber- sumber mengenai
koleliatisis beserta asuhan keperawatannya.
Kepada mahasiswa diharapkan mengulas lagi konsep kolelitiasis dan asuhan.
Sehingga akan menjadi pengetahuan yang penting bagi mahasiswa perawat yang akan
turun kelapangan.

23

You might also like