You are on page 1of 4

KARAKTERISTIK ORANG TUA

karakteristik murabbi dalam peranannya sebagai orang tua

Seorang Muslim sudah semestinya memikirkan masa depan dengan


melakukan invesment -bukan dengan stock portofolio, 401K, rumah ataupun
saving account, tetapi dengan shodaqoh jariyah, menyebarkan ilmu yang
bermanfaat, dan membina anak yang sholeh/-ah. Ketiga aktivitas ini ternyata
tercakup dalam proses pendidikan anak dan apalagi Alhamdulillah banyak
diantara kita yang telah dikaruniai anak, sehingga saya tergerak untuk
merangkum 6 karakteristik kepribadian seorang ayah idaman.

1. Keteladanan

Suatu pagi, saya terperanjat ketika melihat cara putriku memakai


sepatunya. Ia langsung memasukkan kakinya ke dalam sepatu tanpa melepas
talinya. Rupanya selama ini ia memperhatikan bagaimana cara saya memakai
sepatu. Karena malas membuka simpul tali sepatu, sering kali saya langsung
memakainya tanpa membuka dan mengikat simpul tali sepatu. Saya berusaha
melarangnya dengan memberikan penjelasan bahwa cara memakai sepatu
seperti itu bisa mengakibatkan sepatu cepat rusak. Namun hasilnya nihil. Ini
merupakan satu contoh nyata bahwa anak pada usia dini, mudah sekali
mencontoh orangtuanya. Tidak perduli apakah itu benar atau salah. Nasehat kita
tidak ada manfaatnya, jika kita tetap melakukan apa yang kita larang.

Apakah kita sudah memberikan teladan yang terbaik kepada anak-anak


kita? Apakah kita lebih sering nonton TV dibandingkan membaca Al-Quran atau
buku lain yang bermanfaat? Apakah kita lebih sering makan sambil jalan dan
berdiri dibandingkan sambil duduk dengan membaca Basmallah? Apakah kita
sholat terlambat dengan tergesa-gesa dibandingkan sholat tepat waktu? Apakah
bacaan surat kita itu-itu saja?

Allah S.W.T berfirman dalam: "Hai orang-orang yang beriman, mengapa


kamu mengatakan apa yang tidak kamuperbuat? Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apayang tiada kamu kerjakan. "
( QS.Ash-Shaff : 2-3)

Allah S.W.T juga mengingatkan untuk tidak bertingkah laku seperti Bani
Israil dalam firmanNya: "Mengapa kamu suruhorang lain (mengerjakan)
kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu
membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?"
(QS. Al-Baqarah : 44)
2. Kasih Sayang dan Cinta

Kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang yang tulus merupakan dasar


penting bagi pendidikan anak. Anak-anak usia dini tidak tahu apa namanya, tapi
dengan fitrahnya mereka bisa merasakannya. Lihatnya bagaimana riangnya
sorot mata dan gerakan tangan serta kaki seorang bayi ketika ibunya akan
mendekap dan menyusuinya dengan penuh kasih sayang.

Bayi kecilpun sudah mampu menangkap raut wajah yang selalu


memberikan kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang dengan tulus, apalagi
mereka yang sudah lebih besar.
Rasulullah SAW pada banyak hadith digambarkan sebagai sosok ayah, paman,
atau kakek yang menyayangi dan mengungkapkan kasih sayangnya yang tulus
ikhlas kepada anak-anak. Sebuah kisah yang menarik yang diceritakan oleh al-
Haitsami dalam Majma'uz Zawa'id dari Abu Laila.

Dia berkata: "Aku sedang berada di dekat Rasulullah SAW. Pada saat itu
aku melihat al-Hasan dan al-Husein sedang digendong beliau. Salah seorang
diantara keduanya kencing di dada dan perut beliau. Air kencingnya mengucur,
lalu aku mendekati beliau. Rasulullah SAW bersabda, 'Biarkan kedua anakku,
jangan kau ganggu mereka sampai ia selesai melepaskan hajatnya.' Kemudian
Rasulullah SAW membawakan air." Dalam riwayat lain dikatakan, 'Jangan
membuatnya tergesa-gesa melepaskan hajatnya.'

Bagaimana dengan kita? Sudahkan kita ungkapkan kecintaan kita


yang tulus kepada anak-anak kita hari ini?

3. Adil

Siapa yang belum pernah dengar kata sibling rivalry dan favoritism? Jika
belum dengar, maka ketahuilah! Siapa tahu kita termasuk orang yang telah
melakukannya. Seringkali kita terjebak oleh perasaan kita sehingga kita tidak
berlaku adil, misalnya karena anak kita yang satu lebih penurut dibandingkan
anak yang lain atau karena kita lebih suka anak perempuan daripada anak laki-
laki dll.

Rasulullah SAW bersabda: "Berlaku adillah kamu di antara anak-anakmu


dalam pemberian." (HR Bukhari)

Masalah keadilan ini dikedepankan untuk mencegah timbulnya kedengkian


diantara saudara. Para ahli peneliti pendidikan anak berkesimpulan bahwa faktor
paling dominan yang menimbulkan rasa hasad/ dengki dalam diri anak adalah
adanya pengutamaan saudara yang satu di antara saudara yang lainnya.

Anak sangat peka terhadap perubahan perilaku terhadap dirinya. Jika kita
lepas kontrol, sesegera mungkin untuk memperbaiki, karena anak yang
diperlakukan tidak adil bisa menempuh jalan permusuhan dengan saudaranya
atau mengasingkan diri (menutup diri dan rendah diri).

4. Pergaulan dan Komunikasi


Seringkali kita berada dalam satu ruangan dengan anak-anak, tapi kita tidak
bergaul dan berkomunikasi dengan mereka. Kita asyiik membaca koran, mereka
asyiik main video game, atau nonton TV.

Banyak ahadith yang menggambarkan bagaimana kedekatan pergaulan


Rasulullah SAW dengan anak-anak dan remaja. Beliau bercanda dan bermain
dengan mereka.
Bagaimana dengan kita yang sudah sibuk kuliah sambil bekerja plus 'ngurusin'
IMSA (**smile**)? Mana ada waktu untuk bercengkrama dengan anak-anak?
Sebenarnya ada waktu, jika kita mengetahui strateginya. Misalnya, sewaktu
menemani anak bermain CD pendidikan di komputer, kita bisa menjelaskan cara
mengerjakan/bermainnya, lalu memberi contoh sebentar, lantas bisa kita
tinggalkan. Begitu pula dengan buku bacaan dan permainan lainnya. Repotnya
ada sebagian ayah yang tidak mau berkumpul dengan anak-anak, terutama yang
menjelang dewasa karena takut kehilangan wibawa atau kharismanya. Ini
pandangan yang keliru. Yang lebih tepat adalah kita jaga keseimbangan, artinya
kita tidak boleh terlalu kaku dalam memegang kekuasaan dan kharisma, tetapi
juga tidak boleh terlalu longgar.

4. Bijaksana Dalam Membimbing

Rasulullah SAW bersabda: "... Binasalah orang-orang yang berlebihan ..."


(HR Muslim). Jadi metoda yang paling bijaksana dalam mendidik dan
mengarahkan anak adalah yang konsisten dan pertengahan - seimbang, yakni
tidak membebaskan anak sebebas-bebasnya dan tidak mengekangnya; jangan
terlalu sering menyanjung, namun juga jangan terlalu sering mencelanya. Bila
ayah memerintahkan sesuatu kepada anaknya, hendaknya ayah melakukannya
dengan hikmah, penuh kasih sayang, dan tidak lupa membumbuinya dengan
canda seperlunya. Jelaskan hikmah dan manfaatnya, sehingga anak termotivasi
untuk melakukannya. Jangan lupa juga untuk memperhatikan kondisi anak
dalam melaksanakan perintah atau aturan tersebut.

Imam Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa melatih pribadi perlu kelembutan,


tahapan dari kondisi yang satu ke kondisi yang lain, tidak menerapkan
kekerasan, dan berpegang pada prinsip pencampuran antara rayuan dan
ancaman.
5. Berdoa

Para nabi selalu berdoa dan memohon pertolongan Allah untuk kebaikan
keturunannya. "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku
daripada menyembah berhala-berhala." (QS.Ibrahim : 35)

"Segala puji bagi Allah yang telah menganugrahkan kepadaku di hari


tua(ku)Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha
Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak
cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Tuhan kami,
perkenankanlah doaku." (QS. Ibrahim : 39-40)

Artikel Ini Sengaja Saya Share Sebagai Bahan Pembelajaran


Walaupun Belum Mendapatkan Izin Dari Author
Source Article By Siradj

You might also like