Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
ROMI NOVRIADI
(PHPI PELAKSANA LANJUTAN)
Romi Novriadi*
Balai Budidaya Laut Batam
Jl. Barelang Raya Jembatan III, Pulau Setokok-Batam
PO BOX 60 Sekupang, Batam – 29422
E-mail : Romi_bbl@yahoo.co.id
ABSTRAK
Salah satu masalah yang cukup serius pada pemeliharaan Ikan kakap
Putih khususnya pada fase pembesaran adalah infeksi penyakit yang
disebabkan oleh bakteri vibrio. Penularannya dapat melalui air atau kontak
langsung antar ikan dan menyebar sangat cepat pada ikan-ikan yang dipelihara
dengan kepadatan tinggi. Bakteri Vibrio yang menginfeksi ikan kakap Putih
selain menyebabkan ikan lemah, berwarna kusam kehitaman, juga
mengakibatkan produksi lendir berlebihan.
Kebutuhan dan permintaan terhadap komoditas ikan secara global saat ini
terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dan ini merupakan
konsekuensi dari peningkatan jumlah penduduk serta adanya perubahan
orientasi kebutuhan konsumsi masyarakat yang lebih mengarah kepada protein
hewani yang lebih sehat, atau biasa disebut sebagai peralihan dari Red meat ke
White meat . ikan menjadi sebuah alternatif makanan yang lebih sehat bila
dibandingkan dengan banyaknya bahan kimia yang digunakan untuk
membudidayakan hewan ternak lainnya. Dengan adanya trend orintasi seperti
itu, maka jika kita terlalu mengandalkan kepada jumlah tangkapan ikan,
kecenderungan yang ada saat ini adalah terjadinya grafik penurunan daya
tangkap ikan dimana Salah satu penyebabnya adalah kondisi Overfishing di
beberapa titik wilayah perairan Indonesia, yang artinya daerah tersebut telah
mengalami beban penangkapan ikan yang melebihi kapasitas daya tangkap
sebenarnya. Daerah-daerah di Indonesia yang saat ini telah mengalami
keadaan Overfishing tersebut umumnya berada pada hampir seluruh perairan
Barat Indonesia, kecuali bagian barat Sumatera dan selatan Jawa.
Bakteri vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain
baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian
dalam seperti hati, usu dan sebagainya. Menurut Wagiyo (1975) dampak
langsung bakteri patogen dapat menimbulkan penyakit, parasit, pembusukan
dna toksin yang dapat menyebabkan kematian biota yang menghini perairan
tersebut. Beberapa jenis vibrio yang bersifat patogen yaitu dengan
mengeluarkan toksin ganas dan seringkali mengakibatkan kematian pada
manusia dan hewan. Vibrio cholera yang bersal dari darat atau air tawar, sudah
dikenal sebagai penyebab penyakitmuntah berak di Indonesia (Thayib, 1977).
Jenis vibrio yang bersifat pada ikan dan invertebrate laut adalah Vibrio
alginolyticus, V. damsela, V. charchariae, V.anguilarum, V. ordalli, V. cholerae,
V. salmonicida, V. vulnificus, V. parahaemolyticus, V. pelagia, V. splendida, V.
fischeri dan V. harveyi (Austin dan Austin, 1993).
1.2 Perumusan Masalah
Tahap kedua adalah pengumpulan data-data dari setiap bulan dari total 5
bulan masa pengamatan yang dilakukan. Hal ini termasuk data immunitas darah
ikan dan hasil analisa Carcass body pada tubuh ikan.
Kakap Putih yang dipelihara dengan berat awal 40 gram dan panjang total
dimasukkan ke dalam 2 (dua) bak berbeda. Dimana Bak 1 adalah ikan dengan
perlakuan vaksinasi melalui pakan, sementara bak 2 adalah bak dengan ikan
tanpa perlakuan / kontrol. Masing-masing padat tebar adalah 1000 ekor.
Dua minggu setelah dibooster sebagian ikan uji diambil darahnya untuk
pengamatan titer antibodi. Sedangkan sisanya digunakan untuk uji tantang. Uji
tantang dilakukan terhadap bakteri terhadap yang sama dengan yang digunakan
untuk membuat vaksin. Uji tantang dilakukan secara suntikan (im) dengan dosis
106-107 CFU/ml atau pada LD50-nya dan selanjutnya dipelihara dalam akuarium
dengan kondisi yang baik. Selama uji tantang ikan akan diamati tingkat
mortalitas dan waktu terjadinya kematian, pengamatan lainnya adalah gejala-
gejala penyakit yang terjadi. Data hasil pengamatan selanjutnya dianalisis
statistik untuk melihat tingkat keberhasilan atau tingkat perlindungan dari vaksin
yang diuji coba.
Hasil terbaik uji dosis Vaksinasi melalui pakan pada skala laboratorium
tersebut kemudian diujicobakan di lapangan. Benih kakap putih dengan ukuran
berat dan panjang serta kondisi padat penebaran yang berbeda divaksin dengan
vaksin polivalen Vibrio dengan dosis terbaik hasil uji skala laboratorium melalui
pakan. Booster dilakukan satu minggu setelah vaksinasi dengan metode dan
dosis vaksinasi yang sama. Vaksinasi dan booster melalui pakan ini dilakukan
selama 3 hari berturut-turut, dimana pakan yang diberi vaksin diberi Putih telur
ayam sebagai bahan pengikat Vaksin dengan pakan. Satu minggu setelah
booster, ikan dipindah dalam karamba jaring apung berukuran jaring 3x3x3 m3
dengan padat tebar 1000 ekor/jaring untuk selanjutnya dilakukan pengamatan
selama 5 bulan (150 hari Pemantauan).
Guna mendukung data-data varibel yang telah ditetapkan dalam
Pemantauan tersebut diatas, dikumpulkan juga berbagai data yang tidak
dianalisis, namun berpengaruh sekali terhadap kelangsungan hidup ikan yaitu
pengukuran kualitas air yang mencakup: (a) suhu, alat ukur yang digunakan
adalah termometer; (b) salinitas, alat ukur yang digunakan adalah refractometer;
(c) pH, alat ukur yang digunakan adalah pH meter atau kertas lakmus; (c)
oksigen terlarut, alat ukur yang digunakan adalah DO meter; (d) Water quality kit
test untuk mengukur kualitas air lainnya; (e) Bahan organik dalam air; (f)
kepadatan bakteri, tempat dimana uji lapang dilakukan. Frekuensi pengukuran
kualitas air dilakukan minimal 1 kali dalam seminggu.
IV.1 Hasil
450
400
350
300
Berat (gr)
150
100
50
0
15 Maret 16-Apr 16 Mei 16 Juni
Tanggal Sampling
50
45
40
35
Panjang (cm)
30
Ikan yang divaksin
25
Kontrol
20
15
10
0
15 Maret 16-Apr 16 Mei 16 Juni
Tanggal Sampling
C. Analisa Darah
Menurut Ismoyo (1994) kualitas air adalah suatu keadaan dan sifat-sifat
fisik, kimia dan biologi suatu perairan yang dibandingkan dengan persyaratan
untuk keperluan tertentu, seperti kualitas air untuk air minum, pertanian dan
perikanan, rumah sakit, industri dan lain sebagainya. Sehingga menjadikan
persyaratan kualitas air berbeda-beda sesuai dengan peruntukannya.
Pertumbuhan ikan kakap putih yang cepat diduga karena kualitas perairan
yang cocok, terutama karena adanya pola arus dingin (Hamzah, 2003) yang
diduga menghasilkan oksigen yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Davis (1975) bahwa oksigen berperan meningkatkan aktifitas
metabolisme. Kondisi ini sangat ditentukan oleh suhu dan salinitas (Jobling,
1981). Hasil pengamatan kualitas air selama 150 hari Pemantauan mencakup
parameter pH, salinitas, nitrit, nitrat, oksigen terlarut, suhu, total bakteri dan vibrio
untuk semua jenis perlakuan yang berbeda dihasilkan data hampir relatif sama
disetiap tanggal dilakukan sampling, dan masih dalam batas normal untuk
kelangsungan hidup ikan kakap putih dalam keramba jaring apung
2 Salinitas Alami ‰
32 30 32 32
33-34
3 NO2 < 0,1 mg/L 0 0 0 0
4 NO3 <1 mg/L 0 0 0,1 0
5 NH3 <0,02 mg/L 0,03 0,02 0,04 0,03
6 PO4 Mg/L 0 0 0 0
7 Oksigen 4–8 mg/l 5,0 5,0 4,8 5,0
terlarut
0
8 Temperatur 28- c
29,1 28,9 28,7 28,9
32±10
9 Total <
3,65 x 1,110 x 5,6 x
bakteri 10000 CFU/ml 5,2 x 102
104 103 103
umum
10 Total
7,95 x
Bakteri < 100 CFU/ml 6,8 x 102 6,7 x 102 40
102
Vibrio
selama
120masa pengamatan.
100
80
40
20
0
eb
ei
ei
pr
ar
pr
eb
ar
m
m
-A
-M
A
M
-F
F
5-
1-
1-
19
03
17
17
22
Tanggal Sampling
IV.2 Pembahasan
Demikian juga halnya dengan laju pertambahan berat ikan. Berat rata-rata
yang dihasilkan pada akhir masa pemeliharaan pada ikan uji adalah 410 gr, yang
berarti laju pertambahan berat hariannya adalah 2,47gr/ekor/hari. Hal ini lebih
baik dibandingkan dengan laju pertumbuhan berat harian ikan kontrol yakni
sebanyak 2,37gr/ekor/hari. Sementara sintasan untuk ikan uji adalah sebanyak
92% lebih baik bila dibandingkan sentasan ikan kontrol sebesar 83%.
Untuk analisa proximat dan profil darah pada ikan uji dan kontrol,
diketahui bahwa ikan uji memiliki kandungan gizi yang lebih baik dibandingkan
dengan ikan kontrol dan profil darah khususnya kandungan leukosit dan
hematokrit menunjukkan ada kenaikan konsentrasi dimana ikan uji memiliki
kandungan leukosit sebanyak 501,290 (j/µ liter) dan hematokrit sebesar 32,3 (j/µ
liter). Sementara pada ikan kontrol jumlah leukosit yang dimiliki adalah 487,490
(j/µ liter) dan hematokrit 27,9 (j/µ liter). Hal ini berarti bahwa sistem immun yang
dimiliki pada ikan yang divaksin lebih baik dibandingkan dengan ikan kontrol. Hal
ini dapat terjadi karena Vaksinasi merupakan salah satu upaya penanggulangan
penyakit pada hewan (termasuk ikan) dengan cara pemberian vaksin ke dalam
tubuh hewan agar memiliki ketahanan terhadap serangan penyakit.
Berdasarkan data kualitas air, untuk pH, oksigen terlarut, suhu, salinitas,
Nitrit, Nitrat dan Ammonia masih berada pada kisaran optimal untuk mendukung
produksi budidaya. Hanya saja memang fluktuasi mingguan dari jumlah Total
Bakteri umum dan Vibrio di dalam air sangat tinggi. Dengan kisaran TBU 20 -
4,25 x 103 dan Total Bakteri Vibrio 20 - 6,8 x 102 merupakan kondisi yang cukup
mengkhawatirkan terjadinya infeksi baik primer maupun sekunder terhadap ikan
Kakap putih yang dibudidayakan. Naumn Vaksinasi menunjukkan keefektivannya
dalam memberikan ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Hal ini
dibuktikan dengan tingkat sintasan yang relatif tinggi sebesar 92% berbanding
83% dengan ikan kontrol.
V.1 Kesimpulan
1. Laju pertumbuhan panjang dan berat harian pada ikan yang divaksin
adalah 0,247 cm/ekor /hari dan 2,47gr/ekor/hari berbanding dengan ikan
kontrol dengan laju pertumbuhan harian 0,233 cm/ekor /hari dan
2,37gr/ekor/hari
2. Sintasan yang diperoleh untuk ikan yang divaksinasi adalah 92%
sementara ikan kontrol 83%.
3. Kandungan gizi ikan pada iakn yang divaksin adalah
4. Profil darah yang diperoleh pada ikan yang divaksin adalah Haemoglobin
6,2 g/dl, Leukosit 501,290 j/µ liter, Hematokrit 32,3 j/µ liter, Trombosit
289,240 j/µ liter, dan Eritrosit 1,89 juta/µ liter. Sementara pada ikan kontrol
memiliki kandungan Haemoglobin 5,9 g/dl, Leukosit 487,490 j/µ liter,
Hematokrit 27,9 j/µ liter, Trombosit 233,450 j/µ liter, dan Eritrosit 1,62
juta/µ liter.
V.2 Saran
Akbar S., 2008. Status of Trend of Full Cycle Grouper Aquaculture Production
and Trade in The Coral Triangle. Country Indonesia. Batam
Aslianti., Slamet B., dan Prasetya G.S., 2002. Pengembangan Budidaya Kerapu
Bebek, Cromileptes altivelis di Teluk Ekas NTB. Prosiding Seminar
Riptek Kelautan Nasional. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya
Laut Gondol. Bali
Basyarie A. 2001. Teknologi Pembesaran Ikan Kerapu (Ephinephelus spp).
Prosiding Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming
di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 112 –
117p.
Boyd C.E., 1990. Water Quality in Ponds For Aquaculture. Alabama Aquacultural
Experiment Station. Auburn University. Auburn marginatus (female).
Aquaculture 198 (1-2) 55-61
Kamiso, H.N., Triyanto., dan C. Kokarkin, 1998. Penggunaan bibit udang bebas
(SPF) Vibrio dan vaksinasi polivalen untuk penanggulangan
Vibriosis. RUT, 1996-1998. Kantor Menristek, DRN. Jakarta.
Kamiso, H.N., Triyanto dan Hartati, S., 1993. Uji antigenik dan efikasi vaksin
Aeromonas hydrophila. ARM Project. Deptan. Jakarta.
Kamiso, H.N., 1996. Vaksinasi induk untuk meningkatkan kekebalan bibit lele
dumbo (Clarias gariepinus) terhadap serangan Aeromonas
hydrophila. Buletin Ilmu Perikanan, 7 (20-31).
Maeno, Y., L.D. de la Pena, and E.R.C. Lacierda, 2002. Nodavirus infection in
hatchery reared orange spotted grouper Epinephleus coioides. First
record of viral nervous necrosis in the Philipines. Fish Pathology,
37(2) 87-89
Olafsen, J.A. 2001. Interaction between fish larvae and bacteria in marine
aquaculture. Aquaculture 200 (1-2) 223-247.
Yuasa, Kei, dkk. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan. Balai Budidaya Air
Tawar Jambi, Ditjen Perikanan Budidaya, DKP dan JICA