You are on page 1of 5

1.

General Adaption Syndrome

Sindrome ini pertama kali dideskripsikan oleh Hans De Selye pada tahun 1920. GAS menggambarkan
tiga tahap reaksi terhadap stres. Stres pada manusia termasuk stres fisik, seperti kelaparan, karena
tertabrak mobil, atau penderitaan melalui cuaca buruk. Selain itu, manusia dapat menderita stres
emosional atau mental, seperti kehilangan orang yang dicintai, ketidakmampuan untuk memecahkan
masalah, atau bahkan mengalami hari yang sulit di tempat kerja.

Tahap itu antara lain:

Tahap 1: Alarm reaction

Merupakan tahap pertama dari tahapan GAS. Ini adalah reaksi langsung ke penyebab stress. Pada tahap
awal stres, manusia memperlihatkan respon "melawan atau lari" (fight or flight response) , yang
menyebabkan seseorang harus siap untuk kegiatan fisik. Otot-otot tegang, jantung berdetak lebih cepat,
pernapasan dan keringat meningkat, mata membesar, perut mengejang. Namun, respons awal ini juga
dapat mengurangi efektivitas sistem imun, membuat orang lebih rentan terhadap penyakit selama fase
ini. Jika penyebab stres hilang, tubuh akan kembali normal.

Tahap 2: Tahap resistensi (Stage of resistance)

dapat juga dinamakan tahap adaptasi, bukan tahap perlawanan. Selama fase ini, jika stres terus
berlanjut, tubuh menyesuaikan dengan tekanan itu terkena. Perubahan di berbagai tingkatan dilakukan
untuk mengurangi efek stres. Tubuh mengeluarkan lebih hormon yang meningkatkan kadar gula darah
untuk mempertahankan energi dan meningkatkan tekanan darah. Kelenjar adrenal (cortex)
menghasilkan hormon yang disebut kortikosteroid untuk kebutuhan reaksi resistensi ini. Penggunaan
mekanisme pertahanan tubuh yang berlebihan dalam fase ini akhirnya menyebabkan penyakit. Jika fase
adaptasi ini berlanjut untuk jangka waktu lama tanpa periode relaksasi dan istirahat untuk mengimbangi
respons stres, penderita menjadi rentan terhadap kelelahan, gangguan konsentrasi, lekas marah dan
kelelahan.

Tahap 3: Tahap kelelahan (Stage of exhaustion)

Pada tahap ini, stress telah berlangsung selama beberapa waktu. Ketahanan tubuh terhadap stres dapat
secara bertahap berkurang, atau mungkin runtuh dengan cepat. Umumnya, yang dimaksud dengan
ketahanan ini adalah sistem kekebalan tubuh dan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit. Bahkan
mungkin imunitas ini hamper hilang sama sekali. Pasien yang mengalami stres jangka panjang dapat
terkena serangan jantung atau infeksi berat karena mengurangi kekebalan mereka. Sebagai contoh,
seseorang dengan pekerjaan stres mungkin mengalami stres jangka panjang yang dapat mengakibatkan
tekanan darah tinggi dan akhirnya serangan jantung.
2. Brain-Gut Axis:

Model Brain-Gut axis ini sering digunakan untuk menjelaskan penyebab dari Irritable Bowel Syndrome
(IBS). Penelitian IBS modern berfokus pada pentingnya hubungan antara kejadian-kejadian yang
mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat (otak) dan pengaruh faktor-faktor tersebut (pada akhirnya)
terhadap fungsi usus melalui sistem saraf enterik khusus untuk usus (The Brain Gut Axis).

Skema berikut ini merupakan kesimpulan dari banyak temuan eksperimental dilaporkan dalam dekade
terakhir oleh peneliti ibs internasional.

Dalam keadaan normal, pada tahap saat otot polos usus kontraksi, isinya didorong melalui usus (gerak
peristaltik). Tindakan dari sekitar otot polos usus dikontrol oleh sistem saraf enterik khusus. Hal ini, pada
gilirannya, terhubung ke sistem saraf pusat (otak) oleh interkoneksi sistem saraf otonom.

Pada IBS, gejala terjadi baik karena kelainan motilitas usus atau karena kelainan sensasi, atau
merupakan kombinasi dari keduanya. Pada orang normal, distensi dari usus akan memicu serabut saraf
yang melapisi usus untuk mengirimkan sinyal ke pusat di otak yang bertanggung jawab untuk mengatur
(menimbulkan) sensasi rasa sakit. Pada penderita IBS, rasa sakit timbul pada tingkat distensi yang lebih
rendah. Hal ini dikenal sebagai 'hipersensitif usus’ (hyperalgesia).

3. Hypothalamic-Pituitary-Thyroid Axis

Hypothalamic-pituitary-thyroid axis menjelaskan bagaimana hubungan hipotalamus-hipofise-tiroid


dalam mengatur keseimbangan kadar hormone tiroksin dalam darah. Secara singkat: hipotalamus akan
mengeluarkan TRH (tirotropin Releasing Hormone) yang akan memacu kelenjar hipofisis untuk
mengeluarkan TSH (thyroid Stimulating Hormone). TSH akan memacu kelenjar tiroid untuk
mengeluarkan hormone tiroksin (baik T3 atau T4). Hormon tiroksin ini akan member umpan balik
negative (negative feedback) terhadap 2 kelenjar sebelumnya untuk menghentikan produksi hormone
lainnya (TRH dan tSH).

Hormon tiroid-tiroksin (T4, sebagai hormon penyimpanan) dan triiodothyronine (T3, yang merupakan
hormon aktif) tidak hanya berperan dalam kesehatan metabolik endokrin, syaraf dan sistem kekebalan
tubuh saja. Hormon ini juga memiliki peran penting dalam kesehatan dan fungsi optimal otak, termasuk
fungsi kognitif, suasana hati, kemampuan untuk berkonsentrasi, memori, rentang perhatian, dan emosi.
Pada websitenya, Christiane Northrup, MD menyatakan bahwa T3 sebenarnya merupakan
neurotransmiter poten yang mengatur aksi serotonin, norepinefrin, dan GABA (gamma aminobutyric
acid), sebuah neurotransmiter inhibisi yang penting untuk meredakan kegelisahan." Dia juga
menyatakan bahwa "Jika Anda tidak punya cukup T3, atau jika tindakan tersebut akan diblokir, seluruh
kaskade dari kelainan neurotransmitter dapat terjadi kemudian dan dapat menyebabkan perubahan
suasana hati dan energi, termasuk depresi."

Hipotiroid digambarkan pada literatur atas beberapa gejala, mulai dari mudah lelah (fatigue), kulit
kering, rambut rontok, menstruasi yang tidak teratur, dan konstipasi. Gejala lain yang dapat dikenali juga
adalah suara serak, bradikardi, edem non pitting, bicara lambat, reaksi lambat dari reflex tendon dalam.
Sebagai tambahan, gangguan psikiatri juga dapat timbul pada kasus hipotiroid. Dalam pemeriksaan
status mental pada pasien hipotiroid dapat ditemukan disfungsi dalam spektrum yang luas, gangguan
perhatian yang ringan sampai kegelisahan yang signifikan (significant agitated delirium) atau psikosis.

4. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan psikosomatis antara lain:

Gejala psikosomatis dapat mengenai beberapa target (sistem) organ, diantaranya:

 Tanda-tanda dan gejala pseudoneurologic (misalnya sensasi kelumpuhan atau kebutaan)


 Rasa sakit (tak nyaman) di perut (sakit perut, mual, kembung, atau muntah)
 Kesulitan reproduksi wanita (seperti menstruasi yang menyakitkan) atau kesulitan reproduksi
laki-laki (seperti disfungsi ereksi)
 Masalah psikoseksual (misalnya, ketidakacuhan seksual)
 Sakit kronis (misalnya, sakit punggung/back pain)
 Gejala cardiopulmoner (nyeri dada, pusing, atau palpitasi).

Beberapa penyakit akibat psikosomatis:

Irritative Bowel Syndrome (IBS) Disfungsi Ereksi


NERD Ejakulasi dini
Sakit kepala (headache) Nyeri punggung (LBP)
Nyeri perut/dyspepsia Nyeri dada (chest discomfort)
Mual-muntah Palpitasi
Haid tak teratur Nyeri sendi
Nyeri saat haid (dysmenorrhae) Nyeri pelvis
Nyeri saat coitus (dysparenia) Food intolerance
Kram perut Gangguan penglihatan/pendengaran

Daftar Pustaka:
http://changingminds.org/explanations/brain/gas.htm

http://www.holisticonline.com/stress/stress_GAS.htm

http://www.ibsresearchupdate.org/IBS/brain1ie4.html

http://gut.bmj.com/cgi/content/extract/47/suppl_4/iv5

http://www.stopthethyroidmadness.com/thyroid-depression-mental-health/

http://www.psychiatrist.com/pcc/pccpdf/v05n06/v05n0603.pdf

http://en.wikipedia.org/wiki/Hypothalamic-pituitary-thyroid_axis

http://images.google.co.id/images?hl=en&q=hypothalamic-pituitary-thyroid+axis&um=1&ie=UTF-
8&ei=lHqtSoOtJ8mDkAW4j-iVBg&sa=X&oi=image_result_group&ct=title&resnum=1

http://www.wrongdiagnosis.com/s/somatoform_disorders/symptoms.htm#symptom_list

You might also like