You are on page 1of 42

ditunggu sampai scat perusahaan akan dibubarkan maka

perkembangan usaha tidak dapat diikuti. Hal ini merupakan sesuatu


yang membahayakan karena manajemen tidak dapat mengendalikan
perusahaan.
Masa akuntansi umumnya ditetapkan berdasarkan tahun kalender
atau takwim. Namun, masa akuntansi bisa ditentukan lain dari tahun
takwim, apabila ada alasan cukup untuk itu. Laporan yang dibuat
antara awal tahun dan akhir tahun disebut laporan berkala (interim
statement).
Dalam perpajakan dikenal juga masa akuntansi yang disebut
dengan istilah tahun pajak yang menurut Pasal I huruf d UU No.9
Tabun 1994 adalah jangka waktu satu tahun takwim
kecuali bila
Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak
sama dengan
tahun takwim ". Jangka waktu diperlukan sebagai dasar untuk

menghitung jumlah pajak yang terutang. Pengertian tahun pajak


menurut ketentuan perpajakan adalah jangka waktu satu tahun
takwim (kalender) atau sate tahun buku. Tabun pajak tersebut masih
dapat dibagi dalam bagian tahun pajak misalnya bulan, triwulan,
atau semester. Karena itu, UU No.9 Tabun 1994 merumuskan
pengertian masa pajak dan bagian tahun pajak pada Pasal huruf c dan
e 1 masing-masing sebagai berikut yaitu:
"Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanva
sama dengan
satu bulan takwim kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan "
dan "Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka
waktu sate
tahun ".
Semula ketentuan mengenai Tabun Pajak diatur dalam Pasal 12
UU No.7 Tabun 1983 tentang Pajak Penghasilan, kemudian dihapus
berdasarkan VU No. 10 Tabun 1994. Untuk mendapatkan penjelasan
mengenai tahun pajak penjelasan Pasal 12 UU No.12 Tabun 1983
dikutip sebagai berikut.
54
Ayat (1)
Pada dasarnva taluui pajak adalah tahun takwim (tahun
kalender). Wajib Pajak dapat nienggunakan tahun pajak yang
tidak saner dengan tahun takwim, raitu tahun buku
yang meliputi periode selama 12 (dua belas) bulan.
Apabila peinbukuan Wajib Pajak meliputi periode
yang kurang atau lebih dari 12 (dua belas) bulan
maka penghitungan pajak didasarkan alas tahun
takwwim dari tahun tersebut.
Apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku maka hal ini
harus diberitahukan pada waktu menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Tahun pajak yang sama dengan tahun takwim, penyebutan tahun
pajak tersebut adalah tahun takwim itu.
Apabila tahun pajak tidak lama dengan tahun takwim maka
penyebutan tahun pajak yang bersangkutan mempergunakan tahun
yang di dalamnya termasuk enam bulan pertama atau Iebih dari
enam bulan tahun pajak.
Contoh :
a. Tahun pajak sama dengan tahun takwim:
Pembukuan I Januari sampai dengan 31 Desember 1985.
Tahun pajak ialah tahun 1985.
b. Tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim:
1) Pembukuan I Juli 1985 sampai dengan 30 Juni 1986. Tahun
pajak ialah tahun 1985. karena tahun 1985 mempunyai enam
bulan pertama dari tahun pajak.
2) Pembukuan 1 April 1985 sampai 31 Maret 1986. Tahun
pajak ialah tahun 1985, karena tahun 1985 mempunyai Iebih
dari enam bulan dari tahun pajak itu.
3) Pembukuan 1 Oktober 1985 sampai dengan 30 September
1986.
Tahun pajak ialah tahun 1986, karena tahun 1986
mempunyai lebih dari enam bulan dari tahun pajak itu.

55
Ayat (2)
Pemakaian tahun pajak, baik berdasarkan tahun tal-
vim atau
tahun buku hares tact asas (konsisten). Hal ini
terutama untuk
mencegah kemungkinan penggeseran laba atau
rugi apabila
Wajib Pajak diberi kebebasan untuk setiap saat
berganti tahun
pajaknva. Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak ingin
mengadakan perubahan tahun pajak maka kepadanya diwajibkan
untuk terlebih dahulu ►neminta persetujuan dari Direktur Jenderal
Pajak.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa peraturan pe-


makaian tahun buku dalam ketentuan perpajakan lebih ketat daripada
ketentuan dalam akuntansi. Hal ini dapat dimaklumi karena masalah
kemungkinan penggeseran rugi laba dalam rangka pengelakan pajak.
Apabila tahun buku atau tahun pajak ingin dirubah. wajib pajak
harus mempunyai cukup alasan yang diajukan dalam permohonannya
kepada fiskus, yaitu:
a. Perubahan tahun buku atau tahun pajak dikehendaki oleh
pemegang saham, pemberi kredit, partner usaha, pemerintah
atau pihak-pihak lainnya, di mana apabila tahun buku atau tahun
pajak tidak diubah akan mengakibatkan kesulitan dan atau
kerugian bagi perusahaan.
b. Permohonan perubahan tahun buku atau tahun pajak tersebut
baru pertama kaii diajukan dan tidak ada niat untuk melakukan
perubahan lagi pada tahun-tahun yang akan datang.
c. Tidak ada maksud bahwa perusahaan dengan sengaja berusaha
untuk melakukan penggeseran laba-rugi guna meringankan beban
pajak.

Dari keterangan tersebut dapat dikemukakan bahwa untuk


mengubah tahun pajak atau tahun buku dalam perpajakan harus
memenuhi syarat yang cukup ketat. Syarat pengajuan permohonan

56
perubahan tahun buku dapat dipelajari lebih lanjut dalam surat Dir.
Jen. Pajak No SE-14!PJ.313/1991 yang dikutip lengkap pada
halaman 90. Walaupun ketentuan tahun Pajak dihapus dari UU No.7
Tahun 1983, namun peraturan tahun pajak dan ketentuan yang
berkaitan dengan itu diatur di sana-sini dalam UU No.9 Tahun
1994. (Lihat Bab 1).

C. Konsep Taat Asas


Konsep taat asas atau konsistensi dalam akuntansi sangat perlu.
Perubahan prosedur pencatatan atau penghitungan dalam akuntansi
akan mempengaruhi isi laporan keuangan. Apabila te rnyata harus
ada perubahan prosedur akuntansi, pengaruhnya harus dikemuka-
kan dalam laporan. Misalnya, semula perusahaan menggunakan
penilaian persediaan barang dengan metode FIFO (First In First
Out). Kemudian pada periode akuntansi sekarang digunakan metode
LIFO (Last In First Out). Perubahan metode ini akan menghasilkan
laporan yang tidak konsisten.
Ketentuan perpajakan pun menghendaki wajib pajak
menggunakan konsep taat alas dalam pembukuannya. Misalnya,
wajib pajak diharuskan menggunakan tahun buku yang taat alas
dengan tahun sebelumnya. Demikian pula dalam penilaian harga
pokok, wajib pajak diharuskan menggunakan metode yang sama
dengan tahun sebelumnya. Dari penjelasan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa maksud ketentuan penggunaan konsep taat asas
dalam perpajakan adalah untuk mencegah pengelakan pajak.
Sedangkan maksud tadi dalam akuntansi adalah agar tidak terjadi
distorsi dalam penghitungan rugi laba.
Sifat konsep taat asas dalam akuntansi adalah fleksibel yaitu
perubahan prosedur atau metode akuntansi diperkenankan, asalkan
pengaruhnya dikemukakan dalam laporan. Namun, belum ada
penjelasan dari pihak fiskus apakah konsep taat alas yang dipakai
dalam akuntansi dapat sepenuhnya diterapkan dalam perpajakan.

57

Licil!cil! ; L..l jcill Ilcirv :-ipic.i


Penulis berpendapat bahwa konsep yang dipakai dalam perpajakan
adalah konsep taat asas yang tidak tleksibel. Baik dalam undang-
undang maupun dalam peraturan pelaksanaannya tidak ada petunjuk
yang memperkenankan penggantian suatu metode perhitungan
dengan metode yang lain.

D. Neraca
Pengertian tentang neraca dan perhitungan rugi-laba sudah
diuraikan. Penjelasan berikut ini adalah komponen-komponen atau
pos-pos yang biasa ada dalam neraca. Neraca harus disusun secara
sistematis sehingga dapat memberikan gambaran posisi keuangan
perusahaan pada scat tertentu. Pos-pos neraca dapat digolongkan
sebagai berikut.
I Aktiva:
a. aktiva lancar;
b. investasi (penyertaan);
c. aktiva tetap;
d. aktiva yang tidak berwujud; dan
e. aktiva lain-lain.
2. Kewajiban:
a. kewajiban lancar (utang jangka pendek);
b. kewajiban jangka panjang; dan
c. kewajiban lain-lain.
3. Modal:
a. modal saham:
b. agio saham: dan
c. laba yang ditahan.
Dasar pengurutan pos-pos di atas berbeda sebagai berikut:
(a) golongan aktiva diurutkan berdasarkan likuiditas;
(b) golongan kewajiban diurutkan berdasarkan tanggal jatuh
tempo;
(c) golongan modal diurutkan berdasarkan sifat kekekalan.

58
Kriteria pengelompokan pos-pos neraca di sini adalah
penggolongan yang didasarkan pada ketentuan yang berlaku umum
di akuntansi komersial. Sekalipun demikian, dasar pengurutan ini
berlaku juga dalam neraca fiskal (lihat butir G.1).

1. Aktiva Lancar
Aktiva atau harta lancar meliputi semua kekayaan yang dapat
dicairkan menjadi uang tunai dalam waktu relatif singkat, yaitu
dalam satu tahun. Contoh aktiva lancar ialah kas, piutang, wesel
tagih, persediaan barang, dan biaya dibayar di muka. Yang
digo Iongkan ke dalam kas ialah uang tunai di kasir, rekening koran,
atau giro di bank.
Tidak semua piutang dapat digolongkan ke dalam aktiva lancar.
Piutang yang umurnya lebih dari setahun dapat disisihkan dari
piutang lancar. Penyisihannya dapat dilakukan dengan analisis
piutang berupa pengukuran umur piutang (aging).

2. In vestasi
Investasi ialah penyertaan modal pada perusahaan lain. Umumnya
maksud penyertaan adalah untuk menguasai distribusi dan pengadaan
bahan baku. Nilai investasi yang dicantumkan dalam neraca didasar kan
pads harga pertukaran (harga perolehan).
Persediaan barang ialah semua barang niaga atau barang yang
sedang dalam proses pengolahan. Barang yang dikonsinyasikan
masih termasuk barang yang dikuasai perusahaan.
Biaya yang dibayar di muka ialah semua biaya yang manfaatnya
baru dinikmati pada periode yang akan datang. Misalnya, premi
asuransi yang dibayar di muka untuk dua tahun, biaya sewa yang
dibayar sekaligus untuk beberapa tahun.

3. Aktiva Tetap
Aktiva tetap ialah semua aktiva yang digunakan dalam beberapa
tahun, misalnya tanah, mesin, gedung, peralatan kantor, kendaraan,

59
dan slat transpor lainnya. Nilai aktiva dicantumkan dalam neraca
sesuai dengan harga perolehannya. Akuntansi dan perpajakan tidak
memperkenankan harga pasar atau harga pengganti. Aktiva tetap,
kecuali tanah, disusut setiap tahun berdasarkan kriteria teknis dan
ekonomis. Rekening aktiva yang dapat disusutkan selalu mempunyai
rekening lawan yaitu rekening akumulasi penyusutan. Rekening
ini akan mengurangi nilai perolehan aktiva. Nilai perolehan aktiva
tetap dikurangi dengan akumulasi penyusutan sama dengan nilal
buku. Di neraca kedua rekening ini terlihat seperti contoh sebagal
berikut.
Contoh 1

Aktiva tetap:
Mesin Rp 100.000,00
Akumulasi penyusutan mesin Rp 10.000,00
Rp 90.000,00

4. Aktiva Tidak Berwujud


Aktiva tidak berwujud ialah semua harta yang tidak dapat diraba
tetapi dapat memberikan penghasilan kepada perusahaan. Misalnya,
hak paten, lisensi, hak merk, dan goodwill. Harta ini umumnya
bermanfaat lebih dari setahun sehingga menurut akuntansi dan
perpajakan harus diamortisasikan dengan metode tertentu. Aktiva
tidak berwujud yang diperkirakan masa manfaatnya tidak lebih dari
setahun atau jumlahnya dianggap kecil, balk menurut akuntansi
maupun perpajakan, dapat dikurangkan sekaligus sebagai biaya.
Harga aktiva tidak berwujud pada neraca dicatat sesuai dengan
harga perolehan.

5. Kewajiban Jangka Pendek


Kewajiban lancar atau utang jangka pendek ialah utang yang jatuh
temponya dalam waktu relatif dekat, misalnya dalam tahun

60
bersangkutan atau dalam tahun berikutnya. Jenis jenis utang jangka
pendek ialah utang dagang, utang pajak. wesel bayar, dan
peng hasilan diterima di muka.
Utang jangka panjang yang diperkirakan akan dibayar dalam
waktu dekat, misalnya beberapa bulan lagi, dapat diklasifikasikan
sebagai utang jangka pendek.

6. Kewajiban Jangka Panjang


Utang jangka panjang ialah utang yang jatuh temponya masih
beberapa tahun lagi, misalnya kredit investasi. obligasi, dan hipotek.

7. Modal
Modal ialah harta yang ditanamkan oleh pemilik ke dalam suatu
usaha. Bentuk modal bergantung pada jenis hukum usaha, misalnya
modal perseroan terbatas terdiri dari saham. Menurut hukum, ke-
kayaan perseroan terbatas terpisah dari kekayaan pemiliknya. Modal
perusahaan perorangan dan firma tidak terbagi dalam saham dan
secara hukum tidak terpisah dari kekayaan pemilik. Pos-pos neraca
akan dibahas lebih jauh di bagian lain dalam buku ini.

F. Bentuk Neraca
Ada dua bentuk penyajian neraca yaitu bentuk huruf "T" atau
skontro dan bentuk staffel. Qentuk skontro adalah neraca yang harts
disajikan di sebelah 1• iri, sedangkan utang dan modal di sebelah
kanan. Bentuk staffel adalah neraca di mana harta. utane dan modal
disusun mulai dari atas sampai ke bawah. Dalam akuntansi tidak
ada ketentuan yang mengharuskan memilih salah satu dan antara
kedua bentuk tersebut. Dalam perpajakan tidak ada ketentuan yang
mengharuskan menyajikan neraca dengan bentuk tertentu.

61
Contoh 2
Neraca Bentuk Huruf T
PT Indah Nian
Neraca per 31 Desember 1988
Aktiva (dalamribuan rupiah) Kewajiban dan Modal

Aktiva lancar Kewajiban


Kas Rp 1.000 Utang jangka pendekRp 350
Barang 2.300 Utang jangka panjang Rp 55 0
Premi asuransi 200
Jumlah kewajiban 900
Jumlah aktiva lancar 3.500

Aktiva tetap Modal


Sahambiasa Rp 5.000
Mesin Rp 5.000 Laba yang ditahanRp 1.000

Ak.Penyusutan 1.600 6.000


3.400

Jumlah aktivaRp 6.900 Jumlah kewajiban


dan modal Rp 6.900

Contoh 3
Neraca Bentuk Staffel
PTIndah Nian
Neraca per 31 Desember 1988

AKTIVA
Aktiva lancar
Kas Rp 1.000
Barang 2.300
Premi asuransi 200
Jumlah aktiva lancar Rp 3.500

Aktiva tetat►
Mesin Rp 5.000
Akumulasi penyusutan 1.600
Rp 3.400

Jumlah aktiva Rp 6.900

62
KEWAJIBAN DAN MODAL
Kewajiban
Utang jangka pendek Rp 350
Utang jangka panjang Rp 550
Jumlah kewajiban Rp 900

Modal
Sahambiasa Rp 5.000
Laba yang ditahan 1.000
Jumlah modal Rp 6.000

Jumlah kewajiban dan modal Rp 6.900

F. Perhitungan Rugi-Laba
Perhitungan rugi-laba, yang merupakan salah satu hagian laporan
keuangan. dapat didefinisikan sebagai ikhtisar (daftar) penghasilan,
biaya, dan rugi-laba untuk satu periode. Cara dan sistematika
perhitungan rugi-laha menurut akuntansi komersial berbeda dari
ketentuan fiskal. Berikut ini akan diuraikan dua bentuk susunan
ikhtisar atau perhitungan rugi-laba yang disajikan dalarn akuntansi
koniersial yaitu: multistep dan singlestep.
Bentuk singlestep tidak dihahas dalam huku ini karena bentuk

multistep yang sering dipakai dalam perpajakan dan akuntansi di


Indonesia. Bentuk perhitungan laba-rugi fiskal diuraikan dalam butir
G.2

Perhitungan Rugi-Laba Bentrik Multistep


Perhitungan rugi-laba dengan bentuk multistep hanya menyajikan
informasi keuangan yang pokok-pokok raja:
a. Penghasilan dari Penjualan
Penghasitan dari penjualan disehut penjualan bruto vane berasal dari
usaha utania. Penjualan dikurangi dengan retur dan potongan harga
sama dengan penjualan neto.

63
b. Varga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan ialah jumlah biaya pembuatan barang
yang dijual dalam satu periode. Cara penghitungan harga pokok
penjualan antara usaha dagang dengan pabrik tidak jauh berbeda.
Perbedaannya adalah dalam usaha pabrik terdapat ikhtisar perhi-
tungan biaya produksi. Lihat contoh-contoh berikut ini.
Contoh 4

Penghitungan Harga Pokok Penjualan Usaha Dagang


Persediaan awal Rp10.000,00
Pembelian Rp 160.000,00
Retur Rp10.000.00
Potongan Rp4.000.00
+Rp 14.000,00
Pembelian neto - Rp 146.000,00
Biaya transpor Rp 9.000,00
+
Persediaan barang untukdijual Rp 165.000.00
Persediaan akhir Rp15.000.00

Harga pokok penjualan Rp 150.000.00

Contoh 5
Penghitungan Harga Pokok Barang yang
Diproduksikan oleh Usaha Pabrik

Biaya bahanmentah
Persediaanawal. 1 Jan. Rp 20.000.00
Pembelian 50.000, 00

Rp 70.000,00
Persediaanakhir. 31Des. Rp16.000.00

Jumlah bahan baku dipakai Rp 54.000.00


Biaya tenaga langsung Rp 30.000.00
Biaya overhead
Biaya tenaga tidak Iangsung Rp12.000,00
Supervisi 9.000, 00
Listrik 15.000,00

64

DJt I ill C7 'Hj _tJl Il ih�


CIS «i
Reparasi 2.000.00
Depresiasi 3.000.00
Biaya lain-lain 6.000,00

Rp 47.000.00
Barang dalam pengolahan:
Persediaan akhir. 31 Des. Rp 18.000.00
Persediaan awal, 1 Jan. 16.000.00

Rp 2.000,00
+
Harga pokok produksi barang
selesai Rp133.000.00

Perhitungan harga pokok produksi


Persediaan barang selesai, 1 Jan. Rp 15.000.00
Harga pokok produksi barang
selesai Rp 133.000.00
+
Rp 148.000.00
Persediaan barang selesai Rp 14.000.00

Harga pokok penjualan Rp 134.000.00

c. Laba Bnuo Penjualan


Laba bruto penjualan ialah selisih antara penjualan neto dengan
harga pokok penjualan.
Contoh 6
Penghitungan Laba Kotor Penjualan

PT Hemat Kaya
Perhitungan Rugi-Laba
Perlode 1987
Penjualan kotor Rp 300.000.00
Retur penjualan 15.000.00

Penjualan neto Rp 285.000.00


Harga pokok penjualan
Persediaan awal. 1 Jan. Rp 20.000.00
Harga pokok produksi 165.000.00

L Barang tersedia dilual- Rp 185.00000

65
Persediaan akhir, 31 Des 35.000.00

Harga pokok penjualan Rp 150.000,00

Laba bruto penjualan Rp 135.000.00

d. Biava Usaha
Umumnya biaya usaha terdiri dari:
(1) biaya penjualan, yang meliputi biaya-biaya gaji penjual, iklan,
komisi, biaya sewa ruang pamer. dan lain-lain, yang
berhubungan Brat dengan usaha menjual;
(2) biaya umum dan administrasi, seperti biaya-biaya gaji
pegawai administrasi, kantor pusat, biaya administrasi dan
lain-lain.
e. Penghasilan dan Biava Lain-lain
Penghasilan lain-lain ialah penghasilan yang diperoleh dari usaha
selain dari usaha utama. Biaya lain-lain ialah biaya di luar biaya
produksi dan biaya usaha, misalnya biaya royalti, dan bunga.
f Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah pajak yang terutang selama tahun pajak.
Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Bumi dan Bangunan
inerupakan biaya bagi perusahaan, tempatnya tidak dalam pajak
penghasilan.
g. Laba New
Laba neto ialah laba setelah dikurang pajak penghasilan.
Contoh 7
Penghitungan Rugi-Laba Bentuk Multistep
PT Hemat Kaya
Perhitungan Rugi-Laba
Periode Tahun 1987
Penghasilan
Penjualanbruto Rp300.000.00
Retur penjualan Rp 3.000.00

Penjualan bersih - - - - - - - - - - Rp297.000_00

66
Harga pokok penjualan
Persediaan awal, 1 Jan. Rp 15.000,00
Harga pokok produksi 129.000.00

Rp 144.000.00
Persediaan akhir, 31 Des. 14.000, 00
- Rp130.000,00

Laba bruto Rp 167.000,00


Biaya usaha
Biaya penjualan
Biaya iklan Rp 18.000,00
Biaya penyusutan toko 1.000,00
Gaji penjual 25.000.00

Rp 44.000.000
Biaya umum
Biaya penyusutan kantor Rp1.200.00
Gaji pegawai kantor 9.000.00
Sewa kantor 2.000.00
Biaya umumIainnya 2.600.00
Rp 14.800.00
Rp 58.800.00

Laba bersih sebelumPajak Penghasdan Rp 108.000,00


Pajak Penghasilan 51.936.00

Laba bersih Rp 56.264.00

Laba per saham(5.000 lembar saham) Rp 11.25

G. LaporanKeuanganFiskal
Laporan yang diuraikan sebeluninya adalah laporan keuangan yang
disusun berdasarkan prinsip akuntansi dan dimaksudkan untuk
keperluan berbagai pihak. Artinya, laporan yang disusun dengan
prinsip akuntansi bersifat netral atau tidak memihak. Sering juga
laporan keuangan ini dinamakan laporan keuangan komersial.
Apabila laporan disusun khusus untuk kepentingan perpajakan
dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan maka laporan

67
itu dinarnakan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial
dapat juga diubah menjadi laporan keuangan fiskal dengan
melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian dengan peraturan
perpajakan. Perbedaan, yang disebut perbedaan permanen dan
sementara menyehabkan laporan komersial dan fiskal tidak sama.
Rincian perbedaan tersebut diungkapkan dalam rekonsiliasi laporan
keuangan kornersial dan laporan keuangan fiskal. Direktorat Jenderal
Pajak dan Ikatan Akuntan Indonesia pernah berusaha membuat suatu
pedoman penyusunan laporan keuangan fiskal.
Apabila Wajib Pajak berkeinginan untuk menyusun laporan
keuangan fiskal maka hal-hal yang perlu tercakup dalam laporan
keuangan fiskal terdiri dari
a. neraca fiskal;
h. perhitungan rugi laba dan perubahan laba yang ditahan;
c. penjelasan laporan keuangan fiskal
d. re konsiliasi laporankeuangankomersial danlaporankeuangan
fiskal
e. ikhtisar kewajiban pajak.
Dalam perpajakan ditentukan bahwa Wajib Pajak dalam negeri
di%%,ajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
yang dilampiri dengan laporan keuangan. Di dalam undang-undang
tidak terdapat keterangan yang jelas mengenai jenis laporan yang
harus disampaikan, apakah laporan keuangan fiskal atau komersial
dan apakah laporan yang telah diaudit atau belum diaudit. Hal ini
dapat menimbulkan keragu-raguan bagi Wajib Pajak. Guna
menjelaskan masalah ini. Pasal 4 Undang-Undang No.6 Tahun 1983
tentano Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dikutip sehagai
berikut.

"Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak


Penghasilan oleh
Wajib Pajak yang wajib melakukan pembukuan hares
dilengkapi
dengan laporan keuangan berupa neraca dan
perhitungan rugi-
laba serta keterangan lain yang diperlukan untuk
menghitung
besarnya penghasilan kena pajak. "

68
Kutipan tersebut dapat ditafsirkan bahwa laporan keuangan yang
dimaksud adalah laporan yang sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Asalkan laporan keuangan yang disampaikan dapat menunjukkan
keterangan yang cukup untuk penghitungan penghasilan kena pajak,
penulis berpendapat bahwa Wajib Pajak tidak perlu harus menyusun
laporan khusus untuk perpajakan. Untuk membantu memberi
penjelasan, sebaiknya disusun suatu laporan keuangan khusus untuk
kepentingan perpajakan.
Laporan tersebut tidak perlu harus diaudit akuntan publik. Sering
orang keliru menggangap bahwa laporan keuangan harus diaudit
akuntan publik. Akibatnya, sering Wajib Pajak terlambat
memasukkan SPT dan terkena denda. Laporan keuangan yang
diaudit ak-untan publik bisa disusulkan untuk keperluan pembetulan
SPT.
Jikalau laporan keuangan fiskal harus disusun maka dasar data
(data base) pembukuan tidak perlu diubah. Dengan kata lain,

perusahaan tidak perlu mempunyai sistem akuntansi khusus untuk


keperluan perpajakan. Dengan satu sistem akuntansi dan data
keuangan dapat disusun berbagai jenis laporan keuangan. Apabila
wajib pajak ingin menyampaikan laporan keuangan fiskal guna
melengkapi lampiran SPT-nya, Direktorat Jenderal Pajak sangat
senang menerimanya. Untuk memudahkan Wajib Pajak, menyusun
laporan keuangan fiskal, berikut ini diuraikan hal-hal yang
menyangkut neraca fiskal dan perhitungan rugi-laba fiskal.

1. Neraca Fiskal
Neraca fiskal ialah laporan yang menggambarkan posisi keuangan
yang terdiri dari harta, utang, dan modal pada tanggal penutupan
buku yang disusun dari pembukuan Wajib Pajak sesuai dengan keten-
tuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan sesuai dengan
Prinsip Akuntansi Indonesia.
Dalam akuntansi komersial, neraca didefinisikan sebagai lapor-
an yang menggambarkan posisi keuangan yang terdiri dari harta,
utang, dan modal pada tanggal penutupan buku. Jadi, pengertian

69
dan ..onsep penyusunan neraca baik dalam akuntansi maupun
menurut fiskal tidaklah jauh berbeda. Penyajian dan klasifikasi pos-
pos neraca fiskal dan komersial adalah sama. Perbedaannya hanyalah
sedikit yaltu adanya keharusan pada neraca fiskal untuk
mengungkapkan utang dan piutang dalam hubungan istimewa.
Adapun penggolongan pos-pos neraca fiskal adalah sebagai berikut:
a. Harta:
(1) Harta Lancar
(2) Piutang dalain Hubungan Istimewa
(3) Investasi Jangka Panjang
(4) Harta Tetap
(5) Harta Tidak Berwujud
(6) Harta lain-lain
b. Utang:
(1) Utang Lancar (Jangka Pendek)
(2) Utang dalam Hubungan Istimewa
(3) Utang Jangka Panjang
(4) Utang Subordinasi
(5) Utang lain-lain
c. Modal:
(a) Modal Saham
(b) Tambahan Modal Disetor
(c) Selisih Penilaian Kembali Harta Tetap
(d) Laba yang ditahan

2. Perhitungan Rugi-Laba Fiskal


Perhitungan rugi-laba fiskal adalah laporan yang menggambarkan
hasil usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak selama satu tahun
pajak. yang disusun dari pembukuan Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dengan
Prinsip Akuntansi Indonesia.

70

UdiiWIul.i �jUi 1 1
Definisi ini tidak jauh berbeda dari pengertian perhitungan rugi-
laba menurut akuntansi komersial. Yang berbeda adalah adanya
keharusan dalam fiskal untuk menyesuaikan dengan ketentuan
perpajakan. Belum ada ketentuan fiskus yang mengharuskan Wajib
Pajak untuk menyampaikan laporan rugi laba fiskal dengan format
tertentu. Jika dirasa perlu menyampaikannya Wajib Pajak dapat
menyusun dalam format staffel seperti contoh berikut.
Contoh 8

PT Hemat
Laporan Rugi-Laba Fiskal Tahun Pajak 1991
Peredaran usaha
Rp 1.000.000.000.00
Harga Pokok Usaha
Rp 500.000.000.00

Laba bruto
Rp 500.000.000,00
Penghasilan di luar usaha
Rp 200.000.000.00

Jumlah penghasilan bruto


Rp 700.000.000.00
Biaya usaha di luar harga pokok
Rp 200.000.000.00
- Biaya operasional
Rp 100.000.000.00
- Biaya non-operasional
Rp 100.000.000.00

Penghasilan neto
Rp 500.000.000.00
Kompensasi kerugian
Rp 100.000.000.00

Penghasilankenapajak
Rp 400.000.000.00
Pajak penghasilan
Ap 135.000.000.00

Laba sesudah pajak


Rp 265.000.000,00

Dalam menyajikan perhitungan rugi-laba fiskal ada enam hal


yang perlu diperhatikan yaitu:

71

iJC.i iCti i L L iyCii 1 1 lut\ c.,1i,.;LC1


a. Harus dipisahkan antara penghasilan dan biaya dalam rangka
usaha dengan penghasilan dan biaya di luar usaha.
b. Harus memuat rincian unsur-unsur penghasilan dan biaya Wajib
Pajak.
c. Rincian penghasilan dilakukan menurut sifat atau jenis penghasi-
Ian. Rincian biaya dilakukan menurut sifat atau tujuan biaya.
d. Disusun dalam bentuk urutan ke bawah (staffel).
e. Laba bersih mencerminkan seluruh pos rugi dan laba selama
satu tahun.
f. Koreksi masa lalu yang tidak mempengaruhi perhitungan pajak
tahun sebelumnya disajikan sebagai penyesuaian atas saldo laba
ditahan sehingga tidak memerlukan perbaikan SPT yang lalu.

3. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial


denganLaporanKeuanganFiskal
Seperti telah diuraikan di depan bahwa laporan keuangan fiskal
dapat herheda dengan laporan keuangan komersial. Perbedaan
tersebut terjadi karena perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya.
Berikut ini akan diuraikan dua jenis perbedaan yang perlu dikenal
apabila akan dilakukan rekonsiliasi laporan keuangan komersial
dengan laporan keuangan fiskal. Cara melakukan rekonsiliasi
laporan keuangan fiskal dengan komersial dapat dibaca pada
halaman 78.

a. Beda Waktu
Beda waktu adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan
beban tertentu menurut akuntansi (ekonomi perusahaan) dengan
ketentuan perpajakan. Perbedaan ini mengakihatkan penggeseran
pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun
pajak lainnya. Misalnya, penyusutan atas harta golongan I menurut
ketentuan perpajakan adalah 50% dari sisa nilai huku. dan menurut

72

_ - ui i ui , i , ui ,i ,,,% -q--
akuntansi disusut dengan tarif 20% dari nilai perolehannya.
Perbedaan cara penyusutan atas harta yang sama menghasilkan
perbedaan besarnya penyusutan. Menurut ketentuan perpajakan
jumlah penyusutan lebih besar pada tahun-tahun pertama, sedangkan
menurut akuntansi (ekonomi perusahaan) besarnya penyusutan sama
setiap tahun. Jika dihitung maka akumulasi penyusutan pada
akhirnya akan lama. Jadi, yang terjadi adalah penggeseran biaya
ke tahun-tahun pertama dan karena itu, sifatnya sementara.
Misalnya, suatu perusahaan membeli motor pada awal tahun 1986
dengan harga Rp 10.000,00 dan disusut dengan metode penyusutan
garis lurus selama 5 tahun dan tidak mempunyai nilai residu. Dengan
demikian jumlah penyusutan pada tahun pertama sampai dengan
tahun kelima adalah Rp2.000,00 (10.000,00 : 5 thn). Untuk
keperluan perpajakan harta tersebut termasuk dalam harta golongan
1 yang disusut sebesar 50% dari buku. Dengan demikian daftar
biaya penyusutan komersial, penyusutan fiskal, dan beda waktu
adalah sebagai berikut.

Tahun Penyusutan Penyusutan Beda Waktu


Komersial Fiskal

1986 Rp 2.000.00 Rp 5.000,00 Rp (3.000,00)

1987 Rp 2.000.00 Rp 2.500,00 Rp ( 500.00)

1988 Rp 2.000.00 Rp 1.250.00 Rp 750.00

1989 Rp 2.000.00 Rp 625.00 Rp 1.375.00

1990 Rp 2.000,00 Rp 312,00 Rp 1.688,00

TOTAL Rp10.000,00 Rp10.000,00 Rp 0.00

Daftar tersebut menunjukkan bahwa setelah sekian tahun


total biaya penyusutan menurut fiskal dan komersial akan menjadi

73
sama yaitu sebesar RplO.000,00. Pada tahun pertama dan kedua,
jumlah pen usutan fiskal lebih besar yaitu masing-masing sebesar
Rp3.000.00 dan Rp500,00. Mulai tahun 1988 dan tahun seterusnya
jumlah penyusutan komersial lebih besar daripada jumlah penyusutan
fiskal. Akihatnya. beda penyusutan menurut komersial dan fiskal
akhirnya menjadi nol.
Contoh-contoh lain yang dapat menimbulkan beda waktu adalah
perbedaan metode pengak-uan terhadap: (1) piutang usaha, (2) efek,
(3) persediaan. (4) tagihan atau utang dalam valuta asing, (5) harta
berwujud dan tidak berwujud, (6) penyertaan saham. (7) biaya
pendirian dan perluasan usaha, (8) biaya sebelum produksi
komersial, (9) biaya dibayar di muka jangka panjang. (10) selisih
kurs. (1 1) pencadangan kewajiban bersyarat atau cadangan lain.
(12) pengaiuan penghasilan dan biaya atas proyek jangka panjang,
dan (13) Hak Penambangan dan Hak Pengusaha Hutan.
Penjelasan terhadap hal-hal di atas diberikan pada bab-bab
berikut dalam huku ini.

b. Beda Tetap
Beda tetap adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dengan prinsip akuntansi (ekonorni perusahaan) yang sifatnya
permanen_ Dengan arti lain, suatu penghasilan atau hiaya tidak
akan diakui untuk selamanva dalam rangka menghitung penghasilan
kena pajak (Taxable income). Misalnya. pemberian kenikmatan atau
natura kepada pegawai sama sekali tidak dapat dikurangkan sebagai
hiaya, sedangkan hagi perusahaan pemberian kenikmatan atau natura
merupakan biaya yang harus diperhitungkan sebagai biaya. Perhe-
daan pengakuan inilah yang disebut beda tetap (permanent differ-
ences). Hal-hal yang termasuk dalam beda tetap adalah: (1)
pemberian kenikmatan atau natura. (2) hiaya jamuan tarnu. (3)
sumbangan. (4) rugi penarikan harta tetap dari pemakaian, (5) Pajak

74
Penghasilan Pasal 26 atas royalti yang ditanggung oleh pemberi
hasil, (6) pendapatan bunga, (7) hibah dan warisan, serta (8) bunga
dan dividen.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 UU PPh 1984 atas bunga
yang dibayarkan atau terutang oleh Wajib Pajak dalam negeri
kepada Wajib Pajak luar negeri wajib dipotong pajak sebesar 20%
yang bersifat final. Karena itu, PPh Pasal 26 ini bukan biaya
perusahaan sehingga Wajib Pajak tidak boleh membebankannya
sebagai biaya. Dalam praktek sering PPh Pasal 26 ini dibebankan
sebagai biaya karena pihak luar negeri tidak bersedia apabila
penghasilan yang diterima dari Indonesia dipotong PPh Pasal 26.

H. Laporan Keuangan Konsolidasi


Dalam praktek bisnis sering dijumpai suatu perseroan dikuasai
perseroan lain dengan berbagai maksud. Penguasaan perseroan lain
umumnya dilakukan melalui pemilikan sebagian atau seluruh saham.
Apabila jumlah saham cukup untuk menguasai suatu perseroan maka
manajemen perseroan tersebut sepenuhnya di bawah pengawasan
pemilik saham terbesar. Perseroan yang dikuasai disebut anak
perusahaan, sedangkan yang menguasainya dinamakan induk
perusahaan. Sistem penguasaan beberapa perusahaan oleh induk
perusahaan disebut dalam bahasa asingnya holding company.
Contoh
holding company yang terkenal di Indonesia adalah PT
Astra
Inte rnasional.
Sekalipun suatu anak perusahaan sepenuhnya dikuasai oleh induk
perusahaan, namun secara hukum kedua perusahaan adalah badan
yang terpisah. Demikian pula menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan antara anak perusahaan dan induk
perusahaan adalah badan yang terpisah. Dengan demikian, masing-
masing perusahaan bertanggung jawab terhadap kewajiban per-
pajakannya.

75
Sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia dan prinsip akun-
tansi di negara lain diatur, bila ada induk perusahaan mempunyai
satu atau lebih anak perusahaan maka diperlukan penyusunan lapor-
an keuangan konsolidasi. Tujuan penyusunan laporan keuangan
konsolidasi untuk mengungkapkan secara jelas posisi keuangan
dan hasil usaha anak perusahaan dan induk perusahaan sebagai
satu kesatuan. Adapun indikasi perlunya penyusunan laporan
konsolidasi adalah apabila pemilikan lebih dari 50 % hak suara
saham yang telah ditempatkan (outstanding voting shares)
pada perusahaan lain.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya dalam perpajakan sernua
perusahaan yang berada dalam holding company adalah hadan
yang
terpisah. Sebab itu, tidak ada keharusan bagi induk perusahaan
untuk menyusun dan menyampaikan laporan konsolidasi fiskal
kepada Pemerintah.
Adakalanya suatu perusahaan mempunyai cabang, baik di dalarn
negeri maupun di luar negeri. Apabila cabang tersebut bukan badan
tersendiri maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus menyusun
dan menyampaikan laporan keuangan yang merupakan laporan
gabungan (konsolidasi). Apabila terdapat cabang di luar negeri,
laporan keuangan fiskal konsolidasi tersebut harus menyajikan
informasi yang memungkinkan dihitungnya laba kena pajak per
negara.
Tidak ada ketentuan yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk
menyusun laporan keuangan fiskal konsolidasi. Karena caranya
tidak diatur khusus oleh Direktorat Jenderal Pajak maka berikut
ini diberikan contoh penyusunan Neraca Gabungan.

76
Contoh 8
PT Hemat Kaya
Kertas Kerja Neraca Gabungan Kantor Pusat dan
Kantor Cabang Tanggal 31 Januari 1990 (dalam Rp)
Kantor Kantor PenghapusanNeraca Gabungan
Pusat Cabang D K D K

Debet
Kas 75 125 200
Piutang 150 150
Perse-
diaan 200 100 300
Kantor
cabang 225 225
Inventaris 350 350

1.000 225

Kredit
Utang 250 250
Kantor
Pusat 225 225
Modal 600 600
Laba
ditahan 150 150

1.000 225 225 225 1.000 1.000

PT Hemat Kaya
Neraca Gabungan antara Kantor Pusat dan
Kantor Cabang Tanggal 31 Januari 1990 (dalamRp)

Aktiva Passiva

Kas 200 Utang 250


Piutang 150 Modal 600
Persediaan barang 300 Laba yang ditahan 150
l nventa ris 350

Jumlah Aktiva 1.000 Jumlah Utang dan Modal 1.000

77

ucliIcliI ;.:1_.iIJUiIiic1nVIi..:LU
CONTOH
REKONSILIASI LAPORAN KEUANGAN FISKAL
DAN KO11MERSIAL

ekonsiliasi laporan keuangan fiskal dan komersial dapat disusun


R setelah analisis dilakukan atas transaksi-transaksi usaha. Hasil
analisis tersebut akan menghasilkan dua kelompok transaksi yaitu
transaksi yang sama dan berbeda dengan ketentuan fiskal
digolongkan lagi ke dalam beda tetap dan beda waktu. Berdasarkan
data tersebut maka rekonsiliasi dapat disusun. yaitu terdiri dari: 1.
Rekonsiliasi perhitungan harga pokok.
2. Rekonsiliasi biaya operasional.
3. Rekonsiliasi perhitungan rugi-laba.
4. Rekonsiliasi neraca
5. Rekonsiliasi perhitungan laba ditahan.

Dan demikian hasil rekonsiliasi tersebut disusun laporan


keuangan fiskal yang terdiri dari:
1. Perhitungan harga pokok penjualan fiskal.
2. Perhitungan Maya operasional fiskal.
3. Perhitungan laba ditahan fiskal.
4. Neraca fiskal.

PT Karina
Neraca per 31 Desember 19X1
(juta Rp)

AKTIVA PASIVA
Aktiva Lancar: Utang Lancar:
Kas clan Bank Rp 1.700 Utang dagang Rp 5.000
Deposito Berjangka Rp 3.000 Utang lain-lain Rp 3.500
Piutang Dagang (Neto) 12.000 Utang Pajak 512

78

LD CU I'UI uLl IJ,11I I IJllv vli «1


Piutang lain-lain 500 Utang biaya 1.000
Persediaan 300 Utangjangka
Panjang jatuh tempo 9.000
Uang Muka Pembelian 1.000
Biaya dibayar dimuka 1.500

Jumlah Aktiva Lancar Rp 20.000 Rp 19.021


Aktiva Tetap (Neto) 20.000 Utang jangka
panjang 17.000
Utang pada
perusahaan Afiliasi 1.500

Aktiva Lain-lain: Modal:


Investasi Modal
pada Saham
tanah Rp 10.000 disetor Rp 10.000
Investasi Aiog
pada Saham 1.500
Perusahaan
afiliasi 3.000
Laba
ditahan 5.988
Biaya pra
operasi 2.000

15.000 17.488

Jumlah Aktiva Rp 55.000 Jumlah Pasiva Rp 55.000

PT. Karina
Perhitungan Rugi-Laba
Untuk Tahun yang Berakhir pada Tanggal
31 Desember 19X1

Penjualan bersih Rp 30.000


Harga pokok penjualan (lamp.1) Rp 17.000

Rp 13.000
Laba kotor
Biaya operasional (lamp.2) 3.300

79
Rp 9.700
Pendapatan (beban) lain-lain
Pendapatan Bunga Rp 200
Pendapatan Komisi 150
Pendapatan Dividen 150
Biaya Bunga (6.000)
Amortisasi Biaya pra-operasi (500)
Beban lain (100)
Pendapatan dan (beban) lain-lain (neto) Rp (7.100)
Laba bersih sebelum Pajak 2.600
Pajak Penghasilan 1.254

Laba setelah Pajak Rp 1.346

PT Karina
Perhitungan Laba ditahan
per 31 Desember 19X1 (juta Rp)

Saldo Awal Laba ditahan Rp 3.642


Laba bersih setelah Pajak Penghasilan 1.346

Saldo akhir Laba ditahan Rp 4.988

PT Karina
Perhitungan Harga Pokok Penjualan
Untuk tahun_yang berakhir pada tanggal
31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran 1
Pemakaian Bahan Baku Rp 11.000
Biaya Pengolahan
Gaji Upah dan Tunjangan Rp 600
Bahan Bakar 700
Bahan Pembantu 100
Penyusutan 1.100
Perbaikan dan pemeliharaan 500
Biaya lain-lain 500 Rp 3.500

Jumlah biaya pabrikase Rp14.500_j

80

-,,1; .ca1 _
'.IIjc
aII -1
1\
PersediaanBarangdalamproses
Awal thun Rp 600
Akhir thun (100)

Harga Pokok Produks, Rp 15.000


Persediaan Barang Jdi a
Awal Tahun Rp 2.200
Akhir Tahun (200)

Harga Pokok Penjualan Rp 17.000

PT Karina
Perhitungan Biaya Operasional untuk tahun yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 1981 (jute Rp)
Lampiran 2

Gaji. Upah. dan Tunjangan Rp 1.000


Biaya Telepon. Telex, dan Listrik 200
Alat-alat Tulis 50
Biaya Penjualan 300
Bahan Bakar 100
Biaya Sewa 50
Perbaikan dan
Pemeliharaan 100
Sumbangan 50
Biaya Pengiriman 300
Penyusutan 150
Biaya lain-lain 1.000

Jumlah biaya operasional Rp 3.300

Dari pemeriksaaan huku diketahui terdapat beda antara laporan


keuangan komersial dengan fiskal, yaitu:
(1) Metode penyusutan yang dipakai untuk tujuan komersial
semuanya memakai metode garis lurus. Selisih perhitungannya
menunjukkan bahwa untuk keperluan fiskal biaya penyusutan
lebih besar dengan jumlah Rp 1 .500 juta yang dialokasikan
sebagai berikut.

81
(a) Biaya pengolahan Rp 1.300 juta
(b) Biaya operasional Rp 200 juta
(2) Beberapa unsur biaya yang merupakan Maya dalam bentuk
natura adalah:
(a) Gaji dan upah dalam harga pokok penjualan Rp 100 juta.
(b) Gaji dan upah dalam biaya operasional Rp 50 juta.
(c) Biaya perbaikan dan pemeliharaan pada biaya operasional
Rp 10 juts.
(3) Sumbangan untuk perayaan-perayaan Rp 50 juta.
(4) Amortasi Biaya pra-operasi untuk tujuan fiskal lebih besar dari
Rp 600 juta.
(5) Pada tahun ini pencadangan piutang sebesar Rp 500 juta yang
dibukukan sebagai biaya lain-lain.
(6) Pendapatan dividen dari perusahaan afiliasi Rp 150 juts.
(7) Dalambiaya perjalanan ditemui biaya tiket yang tidak ada
hubungan dengan usaha yaitu perjalanan anggota Dircksi untuk
berlibur sebesar Rp 25 juta.
(8) Biaya sewa Rumah Peristirahatan sebesar Rp 20 juta.

Catatan: Pajak penghasilan pada scat rekonsiliasi dibuat telah


dibayar lunas.
PT Karina
Rekonsiliasi Perhitungan !larga Pokok Komersial dan
Fiskal untuk tahun yang berakhir pada tanggal
31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran a
Komersial Beda Beda Fiskal
Waktu Tetap
Pemakaian Bahan
Baku Rp 11.000 - - Rp 11.000

Blaya Pengolahan
Gaji. Upah. dan
tunjangan 600 - - 500

82
Bahan Bakar 700 - (100) (2a) 700
Bahan Pembantu 100 - 100
Penyusutan 1.100 1.300 (la) 2.400
Perbaikan dan
Pemeliharaan 500 - 500
Biaya lain-lain 500 - - 500

Rp 3.500 1.300 (100) Rp 4.700

Jumlah Biaya
Pabrikasi Rp 14.500 1.300 (100) Rp 15.700

Persedlan barang
dalamproses
Awal tahun Rp 600 Rp 600
Akhir tahun (100) (100)

Harga pokok
produksi Rp 15.000 1.300 (100) Rp 16.200

Persedlaan barang jadi


Awal tahun Rp 2.200 - - Rp 2.200
Akhir tahun (200) (200)

Rp 17.000 1.300 (100) Rp 18.200

PT Karina
Rekonsiliasi Perhitungan Biaya Operasional dan Fiskal
untuk tahun yang berahir pada tanggal
31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran b

Komersial Beda Beda Fiskal


Waktu Tetap
Gaji, Upah, dan
Tunjangan Rp 1.000 - (50)2b Rp 950
Biaya Telepon, Telex
dan Listrik 200 - - 200
Alat-alat tulis 50 - - 50
Biaya Perjalanan 300 - (25) (7) 275

83
Bahan Bakar 100 - - 100
Sumbangan 50 - (50) (3)
Biaya Sewa 50 - (20) (8) 30
Perbaikan dan
pemeliharaan 100 - (10) (2c) 90
Biaya pengiriman 300 - - 300
Penyusutan 150 200(b) - 350
Biaya lain-lain 1.000 (500)(5) - 500

Rp 3.300 (300) (155) Rp 2.845

PT Karina
Rekonsiliasi Perhitungan Rugi-Laba Komersial dan
Fiskal Untuk Tahun yang berakhir pada tanggal
31 Desember 19X1 Quta Rp)

Komersial Beda Beda Fiskal


Wktau Tteap
Penjualan bersih Rp 30.000 - - Rp 30.000
Harga pokok
penjualan (lamp.a) 17.000 1.300 (100) 18.200

Laba Kotor Rp 13.000 1.300 (100) Rp 11.800


Biaya Operasional
(lamp.b) 3.300 (300) (155) 2.845

Laba Usaha Rp 9.700 1.000 255 8.955

Pendapatan dan
(beban) lain-lain
Pendapatan bungaRp 200 - - Rp 200
Pendapatan komisi 150 - - 150
Pendapatan dividen 150 - 150 -
Biaya bunga (6.000) - - (6.000)
Amortisasi biaya
pra-operasi (500) 600 - (1.100)
Biaya lain-lain (100) - - (100)

Pendapatan beban
lain-lain (neto) Rp (6.100) 600 150 Rp (6.850)

84
Laba (Rugi) bersih Rp 3.600 (1.600) 105 Rp 2.105

Laba Rugi sebelum


pajak Rp 3.600 (1.600) 105 Rp2.105
PajakPenghasilan (1.254) (522) - (732)
Laba setelahPajakRp 2.346 (1.078) - Rp1.373

PT Karina
Rekonsiliasi Neraca Komersial dan Fiskal
Per 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Komersial Beda Beda Fiskal
Waktu Tetap
AKTI VA
Aktiva Lancar
Kas dan Bank Rp 1.700 - - Rp 1.700
Deposito Berjangka 3.000 - - 3.000
Piutang Dagang 12.000 500 (5) - 12.500
Piutang Lain-Lain 500 - - 500
Persediaan 300 - - 300
Uang muka pembelian 1.000 - - 1.000
Biaya dibayar dimuka 1.500 - - 1.500
PPh lebih bayar - 522 - 522

Jumlah Aktiva
lancar Rp 20.000 - - Rp 21.022

Aktiva Tetap (neto) Rp 20.000 (1.500 (1)) Rp 18.500

Aktiva Lain-Lain
Investasi pada
tanah Rp 10.000 - - Rp 10.000
Investasi pada
Perusahaan afiliasi 3.000 - - 3.000
Biaya pra-operasi 2.000 (600)(4) - 1.400

Jumlah Aktiva
Lain-Lain Rp 15.000 - - Rp 14.400

Jumlah Aktiva Rp 55.000 (1.078) Rp 53.922

85
PASIVA
Utang Lancar: -
Utang Dagang Rp 5.000 - - Rp 5.900
Utang Lain-Lain 3.500 - - 3.500
Utang Pajak 512 - - 512
Utang Biaya 1.000 - - 1.000
Jumlah utang Lancar Rp 19.012 - - Rp 19.012

Utang Jangka Panjang Rp 17.000 - - Rp 17.000

Utang pada
perusahaan Afiliasi Rp 1.500 Rp 1.500

Modal:
Modal Sahamdisetor Rp 10.000 - - Rp 10.000
Agio Saham 1.500 - - 1.500
Laba Ditahan 5.988 (1.078) - 4.910

Jumlah Modal Rp 17.500 Rp 17.000

Jumlah Pasiva Rp 55.000 (1.078) - Rp 53.922

PT Karina
Rekonsiliasi Perhitungan Laba Ditahan Komersial dan
Fiskal untuk tahun yang berakhir pada
tanggal 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Komersial Beda Beda Fiskal
Waktu Tetap
Saldo Awal Rp 3.642 - - Rp 3.642
Laba Bersih 3.600 (1.600) 105 2.105
Laba Penghasilan (1.254) 522 - (732)
Pendapatan dividen
dan Perusahaan Afiliasi - - 150 150

Dikurangi biaya tak


diperkenankan
Sumbangan - - (50) (50)
Biaya Natura - - (160) (160)

86
Biaya Tiket - (25) (25)
Biaya Sewa - - (20) (20)

Rp 5.988 (1.078) 0 Rp 4.910

PT Karina
Perhitungan Harga Pokok Penjualan Fiskal
untuk tahun yang berakhir pada tanggal
31 Desember 19X1 (juta Rp)

Lampiran A

Pemakaian Bahan Baku Rp 11.000

Blaya Pengolahan
Gaji, Upah, dan Tunjangan Rp 500
Bahan Bakar 700
Bahan Pembantu 100
Penyusutan 2.400
Perbaikan dan Pemeliharaan 500
Biaya Lain-Lain 500

Rp 4.700

Jumlah Biaya Pabrikasi Rp 15.700

Persedlaan Barang dalamProses


Awal tahun Rp 600
Akhir Tahun Rp (100)

Harga Pokok Produksi Rp 16.200

Persedlaan Barang Jadl


Awal tahun Rp 2.200
Akhir tahun Rp (200)

Harga Pokok Penjualan Rp 18.200

87
PT Karina
Perhitungan Biaya Operasional Fiskal
untuk tahun yang berakhir pada tanggal
31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran B

Gaji. Upah. dan Tunjangan Rp 950


Biaya. Telepon. Telex, dan Listrik 200
Alat-alat Tulis 50
Biaya Perjalanan 275
Bahan Bakar 100
Biaya Sewa 30
Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan 90
Biaya Pengiriman 300
Penyusutan 350
Biaya Lain-Lain 500

Rp 2.845

PT Karina
Perhitungan Rugi-Laba Fiskal
untuk tahun yang pada tanggal 31 Desember 19X1
(Juta Rp)

Penjualan Bersih Rp 30.000


Harga Pokok Penjualan (Lamp.A) 18.000

Laba Kotor 11.800


Biaya operasional (Lamp.8) 2.845

Laba Usaha Rp 8.955


Pendapatan dan (beban) lain-lain
Pendapatan Bunga Rp 200
Pendapatan Komisi 150
Pendapatan Dividen
Biaya Bunga (6.000)
Amortasi biaya pra-operasi (1.000)
Biaya (100)

88
Pendapatan dan (beban) lain-lain Rp (6.850)

Laba (Rugi) bersih 2.105

Laba (Rugi) Sebelum Pajak 2.105


Penghasilan Pajak Rp 732

Laba setelah Pajak Rp 1.373

PT Karina
Perhitungan Laba Ditahan Fiskal
Per 31 Desember 19X1 (juta Rp)

Saldo Awal Laba Ditahan Rp 3.642


Laba Bersih setelah Pajak Penghasilan 1.372
Pengurangan Perbedaan Permanen (105)

Saldo Akhir Laba Ditahan Rp 4.910

PT Karina
Neraca Fiskal per 31 Desember 19X1
(juta Rp)
AKTIVA PASIVA
Aktiva Lancar: Utang Lancar:
Kas dan Bank Rp 1.700 Utang Dagang Rp 5.000
Deposito Berjangka Rp 3.000 Utang Lain-Lain Rp 3.500
Piutang Dagang 12.500 Utang Pajak 512
Piutang Lain-Lain 500
Utang Biaya 1.000
Persediaan 300 Utang Jangka
Panjangjatuhtempo 9.000
Uang Muka Pembelian 1.000
Biaya yang dibayar
dimuka 1.500
PPh Iebih Bayar 522

Jumlah Aktiva
Lancar Rp 21.022 Rp 19.012

89
Aktiva Tetap (Neto) Rp 18.500 Utang Jangka
Pan)ang 17 000
Utang pada persh.
Afiliasi 1.500
Aktiva lain-Lain: Modal
Investasi Modal
pada Saham
tanah Rp 10.000 Disetor Rp 10.000
Investasi Agio
pada Saham 1.500
perusahaan
Afiliast Rp 3.000

Biaya pra- La ba
Operasi 1.400 ditahan 4.910

14.400 16.410

Jumlah Aktiva Rp 53.922 Jumlah Pasiva Rp 53.922

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KOTAK-POS No.124-JAKARTA

REF. NO.SE-14/PJ.313/1991 Jakarta, 2 Nopember 1991


POKOK Petunjuk Penerbitan Keputusan Persetujuan/
Penolakan Permohonan Perubahan Tahun Buku/
Tahun Pajak dari Wajib Pajak
LAMPIRAN: 2 (dua)
Kepada Yth. :
1 Kepala Kantor Wilayah DJP;
2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
3. Kepala Unit Pemeriksaan dan
Penyidikan pajak
di
Seluruh Indonesia

90
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 28 Ayat 4 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983, salah satu syarat pembukuan untuk
kepentingan perpajakan adalah harus memenuhi prinsip taat asas.
Termasuk dalam pengertian taat asas dalam pembukuan adalah
konsistensi periode pembukuan setiap tahun buku. Oleh karena itu,
sesuai Pasal 12 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1983, pada dasarnya
Wajib Pajak tidak diperbolehkan mengubah tahun buku/tahun pajak
sesuka hati mereka, karena dikhawatirkan kemungkinan terjadinya
penggeseran laba atau rugi perusahaan sedemikian rupa sehingga
merugikan penerimaan pajak.
Namun demikian, dalam keadaan tertentu Wajib Pajak terpaksa
harus mengubah periode pembukuannya sehingga tidak konsisten
dengan periode pembukuan tahun sebelumnya. Sesuai dengan Pasal
12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Wajib Pajak
yang hendak mengubah periode pembukuannya terlebih dulu harus
memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak, yang dalam
hal ini kepada Kepala KPP karena wewenang pemberian Keputusan
Persetujuan/Penolakan Perubahan tahun buku/tahun pajak tersebut
telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, sesuai
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Kep-106/PJ .11 /
1991 tanggal 8 Juni 1991.
Persetujuan atas permohonan perubahan tahun buku/tahun pajak
tersebut, pelaksanaannya harus didasarkan pada hal-hal:
1. Permohonan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1. I SPT Tahunan PPh tahun terakhir telah dimasukkan.
1.2 Apabila ada utang pajak, maka utang pajak yang telah jatuh
tempo pembayarannya harus sudah dilunasi oleh wajib
pajak. Keterlambatan pelunasan utang pajak akan
meng akibatkan tertundanya penerbitan SK Persetujuan.
1.3 Alasan perubahan periode tahun buku/tahun pajak.
Alasan yang dapat dipertimbangkan untuk disetujuinya
permohonan dimaksud harus memenuhi syarat sebagai
berikut.

91
a. Perubahan tahun buku/tahun pajak dikehendaki oleh
pemegang saham, pemberi kredit, partner usaha,
pemerintah atau pihak-pihak lainnya, di mana apabila
tahun buku/tahun pajak tidak diubah akan mengakibatkan
kesulitan dan atau kerugian bagi perusahaan.
b. Permohonan perubahan tahun buku/tahun pajak tersebut
baru pertama kali diajukan dan tidak ada niat untuk
melakukan perubahan lagi pada tahun-tahun yang akan
datang.
Apabila diketahui bahwa pengajuan permohonan
perubahan tahun buku/tahun pajak tersebut adalah
merupakan permohonan kedua dan seterusnya, maka
Kepala KPP supaya meneruskan permohonan tersebut
kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dipertimbangkan.
Selanjutnya Direktur Jenderal Pajak akan memberitahu-
kan kepada Kepala KPP supaya menerbitkan SK
Persetujuan atau SK Penolakan.
c. Tidak ada maksud bahwa perusahaan dengan sengaja
berusaha untuk melakukan penggeseran laba/rugi guna
meringankan beban pajak.
Ketentuan seperti tersebut pada butir 1.3 huruf a, b dan c
harus dituangkan dalam bentuk surat pernyataan dari Wajib
Pajak yang bersangkutan.
2. Keputusan Persetujuan Permohonan Perubahan Tahun Buku/
Tahun Pajak harus diselesaikan dalamjangka waktu 2 (dua)
bulan terhitung setelah permohonan beserta dokumen lain untuk
memenuhi persyaratan angka 2 di atas telah dipenuhi oleh Wajib
Pajak (contoh terlampir).
3. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan seperti yang
telah ditentukan walaupun sudah pemberitahuan oleh Kepala
KPP, maka segera Kepala KPP menerbitkan Surat Keputusan
Penolakan Permohonan Perubahan Tahun Buku/Tahun Pajak
(contoh terlampir).

92
4. Sehubungan dengan perubahan Tahun Buku!Tahun Pajak
tersebut. maka untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena
Pajak untuk bagian Tahun Pajak yang tidak termasuk dalam
tahun pajak yang Baru akan dilakukan pemeriksaan oleh UPP.
Oleh karena itu. tindasan Keputusan Persetujuan supaya
dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala UPP
terkait.
Kepala UPP segera nielakukan pemeriksaan setelah SPT Wajib
Pajak yang bersangkutan dirnasukkan.
Demikian agar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK


ttd
Drs. MARIE MUHAMMAD
NIP. 060031307

Tembusan kepada Yth:


1 Sdr. Sekretaris Ditjen Pajak:
2. Sdr. Kepala Biro Hukurn dan Humas Departemen Keuangan;
3. Para Direktur/Kapus.

DEPARTEMEN KFUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK ...

KEPUTUSAN KEPALA KANT()R PELAYANAN PAJAK ...


NOMOR : ...
TENTANG

PENOLAKAN ATAS PERMOHONAN P1RUBAHAN


TAHUN BUKU/TAHUN PAJAK

MEMBACA : Surat dari wajib pajak :


Nomor :... . tanggal

93

-Ilk -11 1--

You might also like