Professional Documents
Culture Documents
55
Ayat (2)
Pemakaian tahun pajak, baik berdasarkan tahun tal-
vim atau
tahun buku hares tact asas (konsisten). Hal ini
terutama untuk
mencegah kemungkinan penggeseran laba atau
rugi apabila
Wajib Pajak diberi kebebasan untuk setiap saat
berganti tahun
pajaknva. Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak ingin
mengadakan perubahan tahun pajak maka kepadanya diwajibkan
untuk terlebih dahulu ►neminta persetujuan dari Direktur Jenderal
Pajak.
56
perubahan tahun buku dapat dipelajari lebih lanjut dalam surat Dir.
Jen. Pajak No SE-14!PJ.313/1991 yang dikutip lengkap pada
halaman 90. Walaupun ketentuan tahun Pajak dihapus dari UU No.7
Tahun 1983, namun peraturan tahun pajak dan ketentuan yang
berkaitan dengan itu diatur di sana-sini dalam UU No.9 Tahun
1994. (Lihat Bab 1).
57
D. Neraca
Pengertian tentang neraca dan perhitungan rugi-laba sudah
diuraikan. Penjelasan berikut ini adalah komponen-komponen atau
pos-pos yang biasa ada dalam neraca. Neraca harus disusun secara
sistematis sehingga dapat memberikan gambaran posisi keuangan
perusahaan pada scat tertentu. Pos-pos neraca dapat digolongkan
sebagai berikut.
I Aktiva:
a. aktiva lancar;
b. investasi (penyertaan);
c. aktiva tetap;
d. aktiva yang tidak berwujud; dan
e. aktiva lain-lain.
2. Kewajiban:
a. kewajiban lancar (utang jangka pendek);
b. kewajiban jangka panjang; dan
c. kewajiban lain-lain.
3. Modal:
a. modal saham:
b. agio saham: dan
c. laba yang ditahan.
Dasar pengurutan pos-pos di atas berbeda sebagai berikut:
(a) golongan aktiva diurutkan berdasarkan likuiditas;
(b) golongan kewajiban diurutkan berdasarkan tanggal jatuh
tempo;
(c) golongan modal diurutkan berdasarkan sifat kekekalan.
58
Kriteria pengelompokan pos-pos neraca di sini adalah
penggolongan yang didasarkan pada ketentuan yang berlaku umum
di akuntansi komersial. Sekalipun demikian, dasar pengurutan ini
berlaku juga dalam neraca fiskal (lihat butir G.1).
1. Aktiva Lancar
Aktiva atau harta lancar meliputi semua kekayaan yang dapat
dicairkan menjadi uang tunai dalam waktu relatif singkat, yaitu
dalam satu tahun. Contoh aktiva lancar ialah kas, piutang, wesel
tagih, persediaan barang, dan biaya dibayar di muka. Yang
digo Iongkan ke dalam kas ialah uang tunai di kasir, rekening koran,
atau giro di bank.
Tidak semua piutang dapat digolongkan ke dalam aktiva lancar.
Piutang yang umurnya lebih dari setahun dapat disisihkan dari
piutang lancar. Penyisihannya dapat dilakukan dengan analisis
piutang berupa pengukuran umur piutang (aging).
2. In vestasi
Investasi ialah penyertaan modal pada perusahaan lain. Umumnya
maksud penyertaan adalah untuk menguasai distribusi dan pengadaan
bahan baku. Nilai investasi yang dicantumkan dalam neraca didasar kan
pads harga pertukaran (harga perolehan).
Persediaan barang ialah semua barang niaga atau barang yang
sedang dalam proses pengolahan. Barang yang dikonsinyasikan
masih termasuk barang yang dikuasai perusahaan.
Biaya yang dibayar di muka ialah semua biaya yang manfaatnya
baru dinikmati pada periode yang akan datang. Misalnya, premi
asuransi yang dibayar di muka untuk dua tahun, biaya sewa yang
dibayar sekaligus untuk beberapa tahun.
3. Aktiva Tetap
Aktiva tetap ialah semua aktiva yang digunakan dalam beberapa
tahun, misalnya tanah, mesin, gedung, peralatan kantor, kendaraan,
59
dan slat transpor lainnya. Nilai aktiva dicantumkan dalam neraca
sesuai dengan harga perolehannya. Akuntansi dan perpajakan tidak
memperkenankan harga pasar atau harga pengganti. Aktiva tetap,
kecuali tanah, disusut setiap tahun berdasarkan kriteria teknis dan
ekonomis. Rekening aktiva yang dapat disusutkan selalu mempunyai
rekening lawan yaitu rekening akumulasi penyusutan. Rekening
ini akan mengurangi nilai perolehan aktiva. Nilai perolehan aktiva
tetap dikurangi dengan akumulasi penyusutan sama dengan nilal
buku. Di neraca kedua rekening ini terlihat seperti contoh sebagal
berikut.
Contoh 1
Aktiva tetap:
Mesin Rp 100.000,00
Akumulasi penyusutan mesin Rp 10.000,00
Rp 90.000,00
60
bersangkutan atau dalam tahun berikutnya. Jenis jenis utang jangka
pendek ialah utang dagang, utang pajak. wesel bayar, dan
peng hasilan diterima di muka.
Utang jangka panjang yang diperkirakan akan dibayar dalam
waktu dekat, misalnya beberapa bulan lagi, dapat diklasifikasikan
sebagai utang jangka pendek.
7. Modal
Modal ialah harta yang ditanamkan oleh pemilik ke dalam suatu
usaha. Bentuk modal bergantung pada jenis hukum usaha, misalnya
modal perseroan terbatas terdiri dari saham. Menurut hukum, ke-
kayaan perseroan terbatas terpisah dari kekayaan pemiliknya. Modal
perusahaan perorangan dan firma tidak terbagi dalam saham dan
secara hukum tidak terpisah dari kekayaan pemilik. Pos-pos neraca
akan dibahas lebih jauh di bagian lain dalam buku ini.
F. Bentuk Neraca
Ada dua bentuk penyajian neraca yaitu bentuk huruf "T" atau
skontro dan bentuk staffel. Qentuk skontro adalah neraca yang harts
disajikan di sebelah 1• iri, sedangkan utang dan modal di sebelah
kanan. Bentuk staffel adalah neraca di mana harta. utane dan modal
disusun mulai dari atas sampai ke bawah. Dalam akuntansi tidak
ada ketentuan yang mengharuskan memilih salah satu dan antara
kedua bentuk tersebut. Dalam perpajakan tidak ada ketentuan yang
mengharuskan menyajikan neraca dengan bentuk tertentu.
61
Contoh 2
Neraca Bentuk Huruf T
PT Indah Nian
Neraca per 31 Desember 1988
Aktiva (dalamribuan rupiah) Kewajiban dan Modal
Contoh 3
Neraca Bentuk Staffel
PTIndah Nian
Neraca per 31 Desember 1988
AKTIVA
Aktiva lancar
Kas Rp 1.000
Barang 2.300
Premi asuransi 200
Jumlah aktiva lancar Rp 3.500
Aktiva tetat►
Mesin Rp 5.000
Akumulasi penyusutan 1.600
Rp 3.400
62
KEWAJIBAN DAN MODAL
Kewajiban
Utang jangka pendek Rp 350
Utang jangka panjang Rp 550
Jumlah kewajiban Rp 900
Modal
Sahambiasa Rp 5.000
Laba yang ditahan 1.000
Jumlah modal Rp 6.000
F. Perhitungan Rugi-Laba
Perhitungan rugi-laba, yang merupakan salah satu hagian laporan
keuangan. dapat didefinisikan sebagai ikhtisar (daftar) penghasilan,
biaya, dan rugi-laba untuk satu periode. Cara dan sistematika
perhitungan rugi-laha menurut akuntansi komersial berbeda dari
ketentuan fiskal. Berikut ini akan diuraikan dua bentuk susunan
ikhtisar atau perhitungan rugi-laba yang disajikan dalarn akuntansi
koniersial yaitu: multistep dan singlestep.
Bentuk singlestep tidak dihahas dalam huku ini karena bentuk
63
b. Varga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan ialah jumlah biaya pembuatan barang
yang dijual dalam satu periode. Cara penghitungan harga pokok
penjualan antara usaha dagang dengan pabrik tidak jauh berbeda.
Perbedaannya adalah dalam usaha pabrik terdapat ikhtisar perhi-
tungan biaya produksi. Lihat contoh-contoh berikut ini.
Contoh 4
Contoh 5
Penghitungan Harga Pokok Barang yang
Diproduksikan oleh Usaha Pabrik
Biaya bahanmentah
Persediaanawal. 1 Jan. Rp 20.000.00
Pembelian 50.000, 00
Rp 70.000,00
Persediaanakhir. 31Des. Rp16.000.00
64
Rp 47.000.00
Barang dalam pengolahan:
Persediaan akhir. 31 Des. Rp 18.000.00
Persediaan awal, 1 Jan. 16.000.00
Rp 2.000,00
+
Harga pokok produksi barang
selesai Rp133.000.00
PT Hemat Kaya
Perhitungan Rugi-Laba
Perlode 1987
Penjualan kotor Rp 300.000.00
Retur penjualan 15.000.00
65
Persediaan akhir, 31 Des 35.000.00
d. Biava Usaha
Umumnya biaya usaha terdiri dari:
(1) biaya penjualan, yang meliputi biaya-biaya gaji penjual, iklan,
komisi, biaya sewa ruang pamer. dan lain-lain, yang
berhubungan Brat dengan usaha menjual;
(2) biaya umum dan administrasi, seperti biaya-biaya gaji
pegawai administrasi, kantor pusat, biaya administrasi dan
lain-lain.
e. Penghasilan dan Biava Lain-lain
Penghasilan lain-lain ialah penghasilan yang diperoleh dari usaha
selain dari usaha utama. Biaya lain-lain ialah biaya di luar biaya
produksi dan biaya usaha, misalnya biaya royalti, dan bunga.
f Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan adalah pajak yang terutang selama tahun pajak.
Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Bumi dan Bangunan
inerupakan biaya bagi perusahaan, tempatnya tidak dalam pajak
penghasilan.
g. Laba New
Laba neto ialah laba setelah dikurang pajak penghasilan.
Contoh 7
Penghitungan Rugi-Laba Bentuk Multistep
PT Hemat Kaya
Perhitungan Rugi-Laba
Periode Tahun 1987
Penghasilan
Penjualanbruto Rp300.000.00
Retur penjualan Rp 3.000.00
66
Harga pokok penjualan
Persediaan awal, 1 Jan. Rp 15.000,00
Harga pokok produksi 129.000.00
Rp 144.000.00
Persediaan akhir, 31 Des. 14.000, 00
- Rp130.000,00
Rp 44.000.000
Biaya umum
Biaya penyusutan kantor Rp1.200.00
Gaji pegawai kantor 9.000.00
Sewa kantor 2.000.00
Biaya umumIainnya 2.600.00
Rp 14.800.00
Rp 58.800.00
G. LaporanKeuanganFiskal
Laporan yang diuraikan sebeluninya adalah laporan keuangan yang
disusun berdasarkan prinsip akuntansi dan dimaksudkan untuk
keperluan berbagai pihak. Artinya, laporan yang disusun dengan
prinsip akuntansi bersifat netral atau tidak memihak. Sering juga
laporan keuangan ini dinamakan laporan keuangan komersial.
Apabila laporan disusun khusus untuk kepentingan perpajakan
dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan maka laporan
67
itu dinarnakan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial
dapat juga diubah menjadi laporan keuangan fiskal dengan
melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian dengan peraturan
perpajakan. Perbedaan, yang disebut perbedaan permanen dan
sementara menyehabkan laporan komersial dan fiskal tidak sama.
Rincian perbedaan tersebut diungkapkan dalam rekonsiliasi laporan
keuangan kornersial dan laporan keuangan fiskal. Direktorat Jenderal
Pajak dan Ikatan Akuntan Indonesia pernah berusaha membuat suatu
pedoman penyusunan laporan keuangan fiskal.
Apabila Wajib Pajak berkeinginan untuk menyusun laporan
keuangan fiskal maka hal-hal yang perlu tercakup dalam laporan
keuangan fiskal terdiri dari
a. neraca fiskal;
h. perhitungan rugi laba dan perubahan laba yang ditahan;
c. penjelasan laporan keuangan fiskal
d. re konsiliasi laporankeuangankomersial danlaporankeuangan
fiskal
e. ikhtisar kewajiban pajak.
Dalam perpajakan ditentukan bahwa Wajib Pajak dalam negeri
di%%,ajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)
yang dilampiri dengan laporan keuangan. Di dalam undang-undang
tidak terdapat keterangan yang jelas mengenai jenis laporan yang
harus disampaikan, apakah laporan keuangan fiskal atau komersial
dan apakah laporan yang telah diaudit atau belum diaudit. Hal ini
dapat menimbulkan keragu-raguan bagi Wajib Pajak. Guna
menjelaskan masalah ini. Pasal 4 Undang-Undang No.6 Tahun 1983
tentano Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dikutip sehagai
berikut.
68
Kutipan tersebut dapat ditafsirkan bahwa laporan keuangan yang
dimaksud adalah laporan yang sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Asalkan laporan keuangan yang disampaikan dapat menunjukkan
keterangan yang cukup untuk penghitungan penghasilan kena pajak,
penulis berpendapat bahwa Wajib Pajak tidak perlu harus menyusun
laporan khusus untuk perpajakan. Untuk membantu memberi
penjelasan, sebaiknya disusun suatu laporan keuangan khusus untuk
kepentingan perpajakan.
Laporan tersebut tidak perlu harus diaudit akuntan publik. Sering
orang keliru menggangap bahwa laporan keuangan harus diaudit
akuntan publik. Akibatnya, sering Wajib Pajak terlambat
memasukkan SPT dan terkena denda. Laporan keuangan yang
diaudit ak-untan publik bisa disusulkan untuk keperluan pembetulan
SPT.
Jikalau laporan keuangan fiskal harus disusun maka dasar data
(data base) pembukuan tidak perlu diubah. Dengan kata lain,
1. Neraca Fiskal
Neraca fiskal ialah laporan yang menggambarkan posisi keuangan
yang terdiri dari harta, utang, dan modal pada tanggal penutupan
buku yang disusun dari pembukuan Wajib Pajak sesuai dengan keten-
tuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan sesuai dengan
Prinsip Akuntansi Indonesia.
Dalam akuntansi komersial, neraca didefinisikan sebagai lapor-
an yang menggambarkan posisi keuangan yang terdiri dari harta,
utang, dan modal pada tanggal penutupan buku. Jadi, pengertian
69
dan ..onsep penyusunan neraca baik dalam akuntansi maupun
menurut fiskal tidaklah jauh berbeda. Penyajian dan klasifikasi pos-
pos neraca fiskal dan komersial adalah sama. Perbedaannya hanyalah
sedikit yaltu adanya keharusan pada neraca fiskal untuk
mengungkapkan utang dan piutang dalam hubungan istimewa.
Adapun penggolongan pos-pos neraca fiskal adalah sebagai berikut:
a. Harta:
(1) Harta Lancar
(2) Piutang dalain Hubungan Istimewa
(3) Investasi Jangka Panjang
(4) Harta Tetap
(5) Harta Tidak Berwujud
(6) Harta lain-lain
b. Utang:
(1) Utang Lancar (Jangka Pendek)
(2) Utang dalam Hubungan Istimewa
(3) Utang Jangka Panjang
(4) Utang Subordinasi
(5) Utang lain-lain
c. Modal:
(a) Modal Saham
(b) Tambahan Modal Disetor
(c) Selisih Penilaian Kembali Harta Tetap
(d) Laba yang ditahan
70
UdiiWIul.i �jUi 1 1
Definisi ini tidak jauh berbeda dari pengertian perhitungan rugi-
laba menurut akuntansi komersial. Yang berbeda adalah adanya
keharusan dalam fiskal untuk menyesuaikan dengan ketentuan
perpajakan. Belum ada ketentuan fiskus yang mengharuskan Wajib
Pajak untuk menyampaikan laporan rugi laba fiskal dengan format
tertentu. Jika dirasa perlu menyampaikannya Wajib Pajak dapat
menyusun dalam format staffel seperti contoh berikut.
Contoh 8
PT Hemat
Laporan Rugi-Laba Fiskal Tahun Pajak 1991
Peredaran usaha
Rp 1.000.000.000.00
Harga Pokok Usaha
Rp 500.000.000.00
Laba bruto
Rp 500.000.000,00
Penghasilan di luar usaha
Rp 200.000.000.00
Penghasilan neto
Rp 500.000.000.00
Kompensasi kerugian
Rp 100.000.000.00
Penghasilankenapajak
Rp 400.000.000.00
Pajak penghasilan
Ap 135.000.000.00
71
a. Beda Waktu
Beda waktu adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan
beban tertentu menurut akuntansi (ekonomi perusahaan) dengan
ketentuan perpajakan. Perbedaan ini mengakihatkan penggeseran
pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun
pajak lainnya. Misalnya, penyusutan atas harta golongan I menurut
ketentuan perpajakan adalah 50% dari sisa nilai huku. dan menurut
72
_ - ui i ui , i , ui ,i ,,,% -q--
akuntansi disusut dengan tarif 20% dari nilai perolehannya.
Perbedaan cara penyusutan atas harta yang sama menghasilkan
perbedaan besarnya penyusutan. Menurut ketentuan perpajakan
jumlah penyusutan lebih besar pada tahun-tahun pertama, sedangkan
menurut akuntansi (ekonomi perusahaan) besarnya penyusutan sama
setiap tahun. Jika dihitung maka akumulasi penyusutan pada
akhirnya akan lama. Jadi, yang terjadi adalah penggeseran biaya
ke tahun-tahun pertama dan karena itu, sifatnya sementara.
Misalnya, suatu perusahaan membeli motor pada awal tahun 1986
dengan harga Rp 10.000,00 dan disusut dengan metode penyusutan
garis lurus selama 5 tahun dan tidak mempunyai nilai residu. Dengan
demikian jumlah penyusutan pada tahun pertama sampai dengan
tahun kelima adalah Rp2.000,00 (10.000,00 : 5 thn). Untuk
keperluan perpajakan harta tersebut termasuk dalam harta golongan
1 yang disusut sebesar 50% dari buku. Dengan demikian daftar
biaya penyusutan komersial, penyusutan fiskal, dan beda waktu
adalah sebagai berikut.
73
sama yaitu sebesar RplO.000,00. Pada tahun pertama dan kedua,
jumlah pen usutan fiskal lebih besar yaitu masing-masing sebesar
Rp3.000.00 dan Rp500,00. Mulai tahun 1988 dan tahun seterusnya
jumlah penyusutan komersial lebih besar daripada jumlah penyusutan
fiskal. Akihatnya. beda penyusutan menurut komersial dan fiskal
akhirnya menjadi nol.
Contoh-contoh lain yang dapat menimbulkan beda waktu adalah
perbedaan metode pengak-uan terhadap: (1) piutang usaha, (2) efek,
(3) persediaan. (4) tagihan atau utang dalam valuta asing, (5) harta
berwujud dan tidak berwujud, (6) penyertaan saham. (7) biaya
pendirian dan perluasan usaha, (8) biaya sebelum produksi
komersial, (9) biaya dibayar di muka jangka panjang. (10) selisih
kurs. (1 1) pencadangan kewajiban bersyarat atau cadangan lain.
(12) pengaiuan penghasilan dan biaya atas proyek jangka panjang,
dan (13) Hak Penambangan dan Hak Pengusaha Hutan.
Penjelasan terhadap hal-hal di atas diberikan pada bab-bab
berikut dalam huku ini.
b. Beda Tetap
Beda tetap adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dengan prinsip akuntansi (ekonorni perusahaan) yang sifatnya
permanen_ Dengan arti lain, suatu penghasilan atau hiaya tidak
akan diakui untuk selamanva dalam rangka menghitung penghasilan
kena pajak (Taxable income). Misalnya. pemberian kenikmatan atau
natura kepada pegawai sama sekali tidak dapat dikurangkan sebagai
hiaya, sedangkan hagi perusahaan pemberian kenikmatan atau natura
merupakan biaya yang harus diperhitungkan sebagai biaya. Perhe-
daan pengakuan inilah yang disebut beda tetap (permanent differ-
ences). Hal-hal yang termasuk dalam beda tetap adalah: (1)
pemberian kenikmatan atau natura. (2) hiaya jamuan tarnu. (3)
sumbangan. (4) rugi penarikan harta tetap dari pemakaian, (5) Pajak
74
Penghasilan Pasal 26 atas royalti yang ditanggung oleh pemberi
hasil, (6) pendapatan bunga, (7) hibah dan warisan, serta (8) bunga
dan dividen.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 26 UU PPh 1984 atas bunga
yang dibayarkan atau terutang oleh Wajib Pajak dalam negeri
kepada Wajib Pajak luar negeri wajib dipotong pajak sebesar 20%
yang bersifat final. Karena itu, PPh Pasal 26 ini bukan biaya
perusahaan sehingga Wajib Pajak tidak boleh membebankannya
sebagai biaya. Dalam praktek sering PPh Pasal 26 ini dibebankan
sebagai biaya karena pihak luar negeri tidak bersedia apabila
penghasilan yang diterima dari Indonesia dipotong PPh Pasal 26.
75
Sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia dan prinsip akun-
tansi di negara lain diatur, bila ada induk perusahaan mempunyai
satu atau lebih anak perusahaan maka diperlukan penyusunan lapor-
an keuangan konsolidasi. Tujuan penyusunan laporan keuangan
konsolidasi untuk mengungkapkan secara jelas posisi keuangan
dan hasil usaha anak perusahaan dan induk perusahaan sebagai
satu kesatuan. Adapun indikasi perlunya penyusunan laporan
konsolidasi adalah apabila pemilikan lebih dari 50 % hak suara
saham yang telah ditempatkan (outstanding voting shares)
pada perusahaan lain.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya dalam perpajakan sernua
perusahaan yang berada dalam holding company adalah hadan
yang
terpisah. Sebab itu, tidak ada keharusan bagi induk perusahaan
untuk menyusun dan menyampaikan laporan konsolidasi fiskal
kepada Pemerintah.
Adakalanya suatu perusahaan mempunyai cabang, baik di dalarn
negeri maupun di luar negeri. Apabila cabang tersebut bukan badan
tersendiri maka Wajib Pajak yang bersangkutan harus menyusun
dan menyampaikan laporan keuangan yang merupakan laporan
gabungan (konsolidasi). Apabila terdapat cabang di luar negeri,
laporan keuangan fiskal konsolidasi tersebut harus menyajikan
informasi yang memungkinkan dihitungnya laba kena pajak per
negara.
Tidak ada ketentuan yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk
menyusun laporan keuangan fiskal konsolidasi. Karena caranya
tidak diatur khusus oleh Direktorat Jenderal Pajak maka berikut
ini diberikan contoh penyusunan Neraca Gabungan.
76
Contoh 8
PT Hemat Kaya
Kertas Kerja Neraca Gabungan Kantor Pusat dan
Kantor Cabang Tanggal 31 Januari 1990 (dalam Rp)
Kantor Kantor PenghapusanNeraca Gabungan
Pusat Cabang D K D K
Debet
Kas 75 125 200
Piutang 150 150
Perse-
diaan 200 100 300
Kantor
cabang 225 225
Inventaris 350 350
1.000 225
Kredit
Utang 250 250
Kantor
Pusat 225 225
Modal 600 600
Laba
ditahan 150 150
PT Hemat Kaya
Neraca Gabungan antara Kantor Pusat dan
Kantor Cabang Tanggal 31 Januari 1990 (dalamRp)
Aktiva Passiva
77
ucliIcliI ;.:1_.iIJUiIiic1nVIi..:LU
CONTOH
REKONSILIASI LAPORAN KEUANGAN FISKAL
DAN KO11MERSIAL
PT Karina
Neraca per 31 Desember 19X1
(juta Rp)
AKTIVA PASIVA
Aktiva Lancar: Utang Lancar:
Kas clan Bank Rp 1.700 Utang dagang Rp 5.000
Deposito Berjangka Rp 3.000 Utang lain-lain Rp 3.500
Piutang Dagang (Neto) 12.000 Utang Pajak 512
78
15.000 17.488
PT. Karina
Perhitungan Rugi-Laba
Untuk Tahun yang Berakhir pada Tanggal
31 Desember 19X1
Rp 13.000
Laba kotor
Biaya operasional (lamp.2) 3.300
79
Rp 9.700
Pendapatan (beban) lain-lain
Pendapatan Bunga Rp 200
Pendapatan Komisi 150
Pendapatan Dividen 150
Biaya Bunga (6.000)
Amortisasi Biaya pra-operasi (500)
Beban lain (100)
Pendapatan dan (beban) lain-lain (neto) Rp (7.100)
Laba bersih sebelum Pajak 2.600
Pajak Penghasilan 1.254
PT Karina
Perhitungan Laba ditahan
per 31 Desember 19X1 (juta Rp)
PT Karina
Perhitungan Harga Pokok Penjualan
Untuk tahun_yang berakhir pada tanggal
31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran 1
Pemakaian Bahan Baku Rp 11.000
Biaya Pengolahan
Gaji Upah dan Tunjangan Rp 600
Bahan Bakar 700
Bahan Pembantu 100
Penyusutan 1.100
Perbaikan dan pemeliharaan 500
Biaya lain-lain 500 Rp 3.500
80
-,,1; .ca1 _
'.IIjc
aII -1
1\
PersediaanBarangdalamproses
Awal thun Rp 600
Akhir thun (100)
PT Karina
Perhitungan Biaya Operasional untuk tahun yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 1981 (jute Rp)
Lampiran 2
81
(a) Biaya pengolahan Rp 1.300 juta
(b) Biaya operasional Rp 200 juta
(2) Beberapa unsur biaya yang merupakan Maya dalam bentuk
natura adalah:
(a) Gaji dan upah dalam harga pokok penjualan Rp 100 juta.
(b) Gaji dan upah dalam biaya operasional Rp 50 juta.
(c) Biaya perbaikan dan pemeliharaan pada biaya operasional
Rp 10 juts.
(3) Sumbangan untuk perayaan-perayaan Rp 50 juta.
(4) Amortasi Biaya pra-operasi untuk tujuan fiskal lebih besar dari
Rp 600 juta.
(5) Pada tahun ini pencadangan piutang sebesar Rp 500 juta yang
dibukukan sebagai biaya lain-lain.
(6) Pendapatan dividen dari perusahaan afiliasi Rp 150 juts.
(7) Dalambiaya perjalanan ditemui biaya tiket yang tidak ada
hubungan dengan usaha yaitu perjalanan anggota Dircksi untuk
berlibur sebesar Rp 25 juta.
(8) Biaya sewa Rumah Peristirahatan sebesar Rp 20 juta.
Blaya Pengolahan
Gaji. Upah. dan
tunjangan 600 - - 500
82
Bahan Bakar 700 - (100) (2a) 700
Bahan Pembantu 100 - 100
Penyusutan 1.100 1.300 (la) 2.400
Perbaikan dan
Pemeliharaan 500 - 500
Biaya lain-lain 500 - - 500
Jumlah Biaya
Pabrikasi Rp 14.500 1.300 (100) Rp 15.700
Persedlan barang
dalamproses
Awal tahun Rp 600 Rp 600
Akhir tahun (100) (100)
Harga pokok
produksi Rp 15.000 1.300 (100) Rp 16.200
PT Karina
Rekonsiliasi Perhitungan Biaya Operasional dan Fiskal
untuk tahun yang berahir pada tanggal
31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran b
83
Bahan Bakar 100 - - 100
Sumbangan 50 - (50) (3)
Biaya Sewa 50 - (20) (8) 30
Perbaikan dan
pemeliharaan 100 - (10) (2c) 90
Biaya pengiriman 300 - - 300
Penyusutan 150 200(b) - 350
Biaya lain-lain 1.000 (500)(5) - 500
PT Karina
Rekonsiliasi Perhitungan Rugi-Laba Komersial dan
Fiskal Untuk Tahun yang berakhir pada tanggal
31 Desember 19X1 Quta Rp)
Pendapatan dan
(beban) lain-lain
Pendapatan bungaRp 200 - - Rp 200
Pendapatan komisi 150 - - 150
Pendapatan dividen 150 - 150 -
Biaya bunga (6.000) - - (6.000)
Amortisasi biaya
pra-operasi (500) 600 - (1.100)
Biaya lain-lain (100) - - (100)
Pendapatan beban
lain-lain (neto) Rp (6.100) 600 150 Rp (6.850)
84
Laba (Rugi) bersih Rp 3.600 (1.600) 105 Rp 2.105
PT Karina
Rekonsiliasi Neraca Komersial dan Fiskal
Per 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Komersial Beda Beda Fiskal
Waktu Tetap
AKTI VA
Aktiva Lancar
Kas dan Bank Rp 1.700 - - Rp 1.700
Deposito Berjangka 3.000 - - 3.000
Piutang Dagang 12.000 500 (5) - 12.500
Piutang Lain-Lain 500 - - 500
Persediaan 300 - - 300
Uang muka pembelian 1.000 - - 1.000
Biaya dibayar dimuka 1.500 - - 1.500
PPh lebih bayar - 522 - 522
Jumlah Aktiva
lancar Rp 20.000 - - Rp 21.022
Aktiva Lain-Lain
Investasi pada
tanah Rp 10.000 - - Rp 10.000
Investasi pada
Perusahaan afiliasi 3.000 - - 3.000
Biaya pra-operasi 2.000 (600)(4) - 1.400
Jumlah Aktiva
Lain-Lain Rp 15.000 - - Rp 14.400
85
PASIVA
Utang Lancar: -
Utang Dagang Rp 5.000 - - Rp 5.900
Utang Lain-Lain 3.500 - - 3.500
Utang Pajak 512 - - 512
Utang Biaya 1.000 - - 1.000
Jumlah utang Lancar Rp 19.012 - - Rp 19.012
Utang pada
perusahaan Afiliasi Rp 1.500 Rp 1.500
Modal:
Modal Sahamdisetor Rp 10.000 - - Rp 10.000
Agio Saham 1.500 - - 1.500
Laba Ditahan 5.988 (1.078) - 4.910
PT Karina
Rekonsiliasi Perhitungan Laba Ditahan Komersial dan
Fiskal untuk tahun yang berakhir pada
tanggal 31 Desember 19X1 (juta Rp)
Komersial Beda Beda Fiskal
Waktu Tetap
Saldo Awal Rp 3.642 - - Rp 3.642
Laba Bersih 3.600 (1.600) 105 2.105
Laba Penghasilan (1.254) 522 - (732)
Pendapatan dividen
dan Perusahaan Afiliasi - - 150 150
86
Biaya Tiket - (25) (25)
Biaya Sewa - - (20) (20)
PT Karina
Perhitungan Harga Pokok Penjualan Fiskal
untuk tahun yang berakhir pada tanggal
31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran A
Blaya Pengolahan
Gaji, Upah, dan Tunjangan Rp 500
Bahan Bakar 700
Bahan Pembantu 100
Penyusutan 2.400
Perbaikan dan Pemeliharaan 500
Biaya Lain-Lain 500
Rp 4.700
87
PT Karina
Perhitungan Biaya Operasional Fiskal
untuk tahun yang berakhir pada tanggal
31 Desember 19X1 (juta Rp)
Lampiran B
Rp 2.845
PT Karina
Perhitungan Rugi-Laba Fiskal
untuk tahun yang pada tanggal 31 Desember 19X1
(Juta Rp)
88
Pendapatan dan (beban) lain-lain Rp (6.850)
PT Karina
Perhitungan Laba Ditahan Fiskal
Per 31 Desember 19X1 (juta Rp)
PT Karina
Neraca Fiskal per 31 Desember 19X1
(juta Rp)
AKTIVA PASIVA
Aktiva Lancar: Utang Lancar:
Kas dan Bank Rp 1.700 Utang Dagang Rp 5.000
Deposito Berjangka Rp 3.000 Utang Lain-Lain Rp 3.500
Piutang Dagang 12.500 Utang Pajak 512
Piutang Lain-Lain 500
Utang Biaya 1.000
Persediaan 300 Utang Jangka
Panjangjatuhtempo 9.000
Uang Muka Pembelian 1.000
Biaya yang dibayar
dimuka 1.500
PPh Iebih Bayar 522
Jumlah Aktiva
Lancar Rp 21.022 Rp 19.012
89
Aktiva Tetap (Neto) Rp 18.500 Utang Jangka
Pan)ang 17 000
Utang pada persh.
Afiliasi 1.500
Aktiva lain-Lain: Modal
Investasi Modal
pada Saham
tanah Rp 10.000 Disetor Rp 10.000
Investasi Agio
pada Saham 1.500
perusahaan
Afiliast Rp 3.000
Biaya pra- La ba
Operasi 1.400 ditahan 4.910
14.400 16.410
90
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 28 Ayat 4 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983, salah satu syarat pembukuan untuk
kepentingan perpajakan adalah harus memenuhi prinsip taat asas.
Termasuk dalam pengertian taat asas dalam pembukuan adalah
konsistensi periode pembukuan setiap tahun buku. Oleh karena itu,
sesuai Pasal 12 Ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1983, pada dasarnya
Wajib Pajak tidak diperbolehkan mengubah tahun buku/tahun pajak
sesuka hati mereka, karena dikhawatirkan kemungkinan terjadinya
penggeseran laba atau rugi perusahaan sedemikian rupa sehingga
merugikan penerimaan pajak.
Namun demikian, dalam keadaan tertentu Wajib Pajak terpaksa
harus mengubah periode pembukuannya sehingga tidak konsisten
dengan periode pembukuan tahun sebelumnya. Sesuai dengan Pasal
12 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Wajib Pajak
yang hendak mengubah periode pembukuannya terlebih dulu harus
memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak, yang dalam
hal ini kepada Kepala KPP karena wewenang pemberian Keputusan
Persetujuan/Penolakan Perubahan tahun buku/tahun pajak tersebut
telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, sesuai
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: Kep-106/PJ .11 /
1991 tanggal 8 Juni 1991.
Persetujuan atas permohonan perubahan tahun buku/tahun pajak
tersebut, pelaksanaannya harus didasarkan pada hal-hal:
1. Permohonan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1. I SPT Tahunan PPh tahun terakhir telah dimasukkan.
1.2 Apabila ada utang pajak, maka utang pajak yang telah jatuh
tempo pembayarannya harus sudah dilunasi oleh wajib
pajak. Keterlambatan pelunasan utang pajak akan
meng akibatkan tertundanya penerbitan SK Persetujuan.
1.3 Alasan perubahan periode tahun buku/tahun pajak.
Alasan yang dapat dipertimbangkan untuk disetujuinya
permohonan dimaksud harus memenuhi syarat sebagai
berikut.
91
a. Perubahan tahun buku/tahun pajak dikehendaki oleh
pemegang saham, pemberi kredit, partner usaha,
pemerintah atau pihak-pihak lainnya, di mana apabila
tahun buku/tahun pajak tidak diubah akan mengakibatkan
kesulitan dan atau kerugian bagi perusahaan.
b. Permohonan perubahan tahun buku/tahun pajak tersebut
baru pertama kali diajukan dan tidak ada niat untuk
melakukan perubahan lagi pada tahun-tahun yang akan
datang.
Apabila diketahui bahwa pengajuan permohonan
perubahan tahun buku/tahun pajak tersebut adalah
merupakan permohonan kedua dan seterusnya, maka
Kepala KPP supaya meneruskan permohonan tersebut
kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dipertimbangkan.
Selanjutnya Direktur Jenderal Pajak akan memberitahu-
kan kepada Kepala KPP supaya menerbitkan SK
Persetujuan atau SK Penolakan.
c. Tidak ada maksud bahwa perusahaan dengan sengaja
berusaha untuk melakukan penggeseran laba/rugi guna
meringankan beban pajak.
Ketentuan seperti tersebut pada butir 1.3 huruf a, b dan c
harus dituangkan dalam bentuk surat pernyataan dari Wajib
Pajak yang bersangkutan.
2. Keputusan Persetujuan Permohonan Perubahan Tahun Buku/
Tahun Pajak harus diselesaikan dalamjangka waktu 2 (dua)
bulan terhitung setelah permohonan beserta dokumen lain untuk
memenuhi persyaratan angka 2 di atas telah dipenuhi oleh Wajib
Pajak (contoh terlampir).
3. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan seperti yang
telah ditentukan walaupun sudah pemberitahuan oleh Kepala
KPP, maka segera Kepala KPP menerbitkan Surat Keputusan
Penolakan Permohonan Perubahan Tahun Buku/Tahun Pajak
(contoh terlampir).
92
4. Sehubungan dengan perubahan Tahun Buku!Tahun Pajak
tersebut. maka untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena
Pajak untuk bagian Tahun Pajak yang tidak termasuk dalam
tahun pajak yang Baru akan dilakukan pemeriksaan oleh UPP.
Oleh karena itu. tindasan Keputusan Persetujuan supaya
dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kepala UPP
terkait.
Kepala UPP segera nielakukan pemeriksaan setelah SPT Wajib
Pajak yang bersangkutan dirnasukkan.
Demikian agar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
93