You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 1969 sampai 1999 lebih kurang 300 paten telah dihasilkan dalam bidang marine

natural products. Setiap tahun sekitar 100 senyawa yang berhasil diinvestigasi. Sebagian besar senyawa

aktif dari lingkungan laut diteliti khasiatnya sebagai bahan antikanker (Proksch et al., 2002).

Spons dikenal sebagai organisme yang kaya dengan kandungan senyawa bioaktif. Menurut

Munro et al. (1999), spons merupakan biota laut yang paling banyak diteliti kandungan senyawa

bioaktifnya. Senyawa bioaktif dari spons sangat beragam dan secara kimia memiliki struktur yang unik

dan menarik untuk dijadikan sebagai senyawa pemandu (lead compound) dalam sintesis obat-obat baru.

Hewan ini hidup dengan baik pada ekosistem terumbu karang dan tersebar di beberapa pulau dalam

wilayah perairan Kalimantan Barat seperti Pulau Randayan.

Aaptos merupakan salah satu genus spons yang banyak diteliti kandungan

dan aktivitas senyawa bioaktifnya. Spons ini banyak mengandung senyawa alkaloid yang memiliki

aktivitas antitumor, antimikrobial, antivirus dan lain-lain. Menurut Souza et al (2007), senyawa 4-

metilaaptamin yang diisolasi dari spons

Aaptos aaptos dapat menghambat infeksi Herpes Simplex Virus-1 (HSV-1).


Nakamura et al. (1987) menemukan 2 senyawa baru golongan alkaloid dari spons
Aaptos aaptos yang berasal dari perairan Okinawa yaitu dimetilaaptamin dan

dimetil(oksi) aaptamin yang memiliki aktivitas sitotoksik dan antimikrobial. Laporan lain menyebutkan

bahwa isoaaptamin dariAaptos memiliki aktivitas untuk mencegah infeksi Staphylococcus aureus dengan

menghambat enzim sortase A (SrtA) (Jang et al., 2007). Namun, minimnya informasi, pengetahuan dan

hasil penelitian tentang metabolit sekunder dari fraksi n-heksana pada spons

Aaptos dari Kalimantan Barat menunjukkan bahwa hewan porifera ini kurang
dimanfaatkan sebagai objek penelitian. Hingga saat ini baru sebagian kecil spesies
spons di perairan Kalimantan Barat yang telah diidentifikasi
1.2 Perumusan Masalah

Observasi awal yang dilakukan terhadap ekosistem terumbu karang di perairan Kalimantan Barat

menunjukkan bahwa di perairan ini banyak terdapat spesies spons. Salah satu spesies spons yang ditemukan

merupakan anggota genus

Aaptos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada beberapa spesies spons dari

genusAaptos mengandung metabolit sekunder dari golongan alkaloid yaitu aaptamine dan aaptosin pada fraksi

metanol (Proksch, 2005). Namun informasi, pengetahuan dan hasil penelitian tentang kandungan metabolit

sekunder dari fraksi n-heksana pada spons genusAaptos di perairan ini masih sangat terbatas. Karena itu perlu

dilakukan penelitian dengan mengisolasi metabolit sekunder dari fraksi n-heksana pada spons genusAaptos

asal Perairan Kalimantan Barat.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi metabolit sekunder dari fraksi n-heksana ( fraksi

non polar ) pada sponsAaptos sp. pada asal perairan Pulau Randayan Kalimantan Barat.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai kandungan kimia

sponsAaptos yang berasal dari perairan Pulau Randayan Kalimantan Barat serta dapat memberikan sumbangan

yang berarti pada penelitian-penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Spons

Spons adalah biota multiseluler primitif yang bersifat filter feeder, menghisap air dan bahan-bahan

lain di sekelilingnya melalui pori-pori (ostia) kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuhnya melalui

saluran(channel ) dan dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (ostula). Spons termasuk hewan laut dalam

filum porifera yang berarti memiliki pori-pori dan saluran. Melalui pori- pori dan saluran-saluran inilah air

diserap oleh sel khusus yang dinamakan sel leher, yang dalam banyak hal menyerupai cambuk. Jenis sel ini
dinamakan koanosit (choanocyte; Yunani=choane: cerobong,kytos=berongga). Diduga hewan ini berasal dari

jaman paleozoik sekitar 1,6 milyar tahun yang lalu (Munifa,2008).

Gambar 2.1. Anatomi spons


Spons hidup secara heterotrof. Makanannya adalah bakteri dan plankton.
Makanan yang masuk ke tubuhnya dalam bentuk cairan sehingga porifera disebut juga sebagai pemakan
cairan. Ukuran dan bentuk spons bervariasi. Ukurannya mulai dari mikroskopis hingga mencapai 2 meter.
Sedangkan bentuknya merambat, bercabang, tegak seperti cerobong atau pipa (Bergquist, 1978). Warna spons
bervariasi, dari warna gelap hingga cerah. Warna pada Spons disebabkan oleh pigmen karotenoid. Spesies
spons tertentu memiliki pigmen yang berwarna gelap setelah kontak dengan udara. Sedangkan spons lainnya
mampu menghasilkan pigmen yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia. (Hooper, 2002).

Sepintas nampaknya spons memperlihatkan gejala seperti benda mati yang diam tanpa aktivitas. Tetapi

jika diamati secara seksama, di dalam tubuhnya terjadi aktivitas yang luar biasa di mana air mengalir melalui

pori di dalam tubuhnya. Spons mampu memompa air secara aktif sampai 10 kali volume tubuhnya setiap jam,

sehingga membuatnya seperti vakum pembersih laut yang sangat efisien. Spons menyaring air laut untuk

memperoleh makanan. Air laut tersebut dapat mengandung nutrisi berupa mikroorganisme (diatomae, bakteri,

protozoa), bahan-bahan organik yang merupakan lapukan atau sisa-sisa tubuh organisme yang telah mati, serta

senyawa kimia toksik yang dihasilkan oleh tumbuhan atau hewan lain. Senyawa kimia toksik ini kemudian

dimodifikasi oleh spons di dalam tubuhnya (Hooper, 2002).

Secara garis besar, spons dikelompokkan menjadi 4 kelas yaituDemospongiae,


Calcarea, Hexactinellidadan Sclerospongiae (Hooper, 2002).
1.Demospongiae
Umumnya hidup di laut, tetapi ada pula yang hidup di air tawar. Kelas ini mendominasi lebih dari 90 % spesies
Spons. Kerangka tubuhnya ada yang terbuat dari silika, Sponsin, dan campuran keduanya. Tingginya ada yang
mencapai 1 meter dan memiliki warna yang cemerlang. ContohnyaCliona,
Spongilla,dan Haliclona.
2.Calcarea atauCalc ispongiae
Hidup di daerah pantai yang dangkal. Bentuk tubuhnya sederhana dengan kerangka yang terbuat dari CaCO3.
Tingginya kurang dari 10 cm dan umumnya hidup di air laut. ContohnyaLeucosolen ia,Clathrina,Grantia,
Scypha, dan Sycon.
3.Hexactinellida atauHyalospongiae

Umumnya dikenal sebagai Spons kaca yang hidup di laut dalam. Kerangka tubuhnya terbuat dari silika dan
spikulanya berduri enam (hexaxon). Tingginya rata-rata 10-30 cm. ContohnyaEupl ect ella danHyalonema.
4.Sclerospongiae
Jumlah spesiesnya sangat terbatas. Umumnya ditemukan dalam gua dan
terowongan karang laut. Bentuknya mirip denganDemospongiae.
2.2. SponsAaptos sp
2.2.1 Data Taksonomi
Klasifikasi spons Aaptos sp sebagai berikut (Proksch ,2005) :
Domain
: Eukariota
Kingdom
: Animalia
Filum
: Porifera
Kelas
: Demospongiae
Ordo
: Hadromerida
Famili
: Tethyidae
Genus
:Aaptos
Spesies
:Aaptos sp

Jenis spons ini mempunyai rangka yang menyebar dengan 3 ukuran kategori seperti berbentuk kecil,
berdinding tebal, atau tidak mikrosklera. Spons ini seperti kerang yang besar dengan permukaan alasnya
seperti akar yang memiliki tonjolan, reproduksinya aseksual dan teksturnya halus dan licin (Proksch ,2005).

Gambar 2.2 SponsAaptos sp.


2.2.2 Metabolit Sekunder Spons
Spons dapat memproduksi racun dan senyawa lain yang digunakan untuk mengusir predator,

kompetisi dengan hewan sesil lain dan untuk berkomunikasi dan melidungi diri dari infeksi. Menurut Harper et

al., 2001dalam (Anton,2008) mengatakan bahwa Metabolit sekunder merupakan salah satu cara organisme

untuk mempertahankan eksistensinya dan sebagai tindakan responsif terhadap lingkungan. Metabolit sekunder

ini digunakan untuk mencegah dan mempertahankan diri dari serangan predator, sebagai alat kompetisi,

mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi dan mencegah sengatan sinar ultra violet. Lebih dari 10

% spons memiliki aktifitas sitotoksik yang dapat yang berpotensial untuk bahan obat-obatan.

Secara umum pada spons ditemukan kelompok senyawa pada fraksi non
polar seperti senyawa terpenoid, senyawa steroid dan asam lemak.
a. Steroid

Steroid didefinisikan sebagai kelompok senyawa organik bahan alam yang merupakan
salah satu metabolit sekunder. Robinson (1991) menunjukkan kerangka dasar karbon steroid
sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka dasar karbon steroid di mana R1, R2 dan R3 adalah
substituen

Di alam, steroid terdapat dalam jaringan hewan dan tumbuhan. Senyawa ini berasal dari
senyawa triterpen. Steroid yang terdapat dalam jaringan hewan berasal dari triterpen lanosterol,
sedangkan yang terdapat dalam jaringan tumbuhan berasal dari triterpen sikloartenol. Tahap-
tahap awal dari biosintesis steroid adalah sama bagi semua steroid alam, yakni pengubahan asam
asetat melalui asam mevalonat dan skualen (suatu triterpen) menjadi lanosterol atau sikoartenol.
Kemudian lanosterol atau sikloartenol mengalami beberapa tahap perubahan menjadi steroid
(Arifin, 1985).
b. Terpenoid

Terpenoid merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh


tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada tumbuhan, senyawa-
senyawa golongan terpenoid, merupakan metabolit sekunder. Terpenoid dihasilkan pula oleh
sejumlah hewan, terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai metabolit
sekunder, terpenoid merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk
hidup. Sebagai contoh, senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu triterpen; juga
karoten dan retinol. Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam
sitoplasma sel tumbuhan (Harbone, 1987).

Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C-5

yang disebut unit isopren. Unit C-5 ini dinamakan demikian karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa

isopren:

Kepala
Ekor
Isopren
Unit Isopren
Gambar 2.4 Isopren dan unit isopren

Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren atau unit C-5 penyusun senyawa tersebut. Secara umum

biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya tiga reaksi dasar yaitu (Lenny, 2006):

1. Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam


mevalonat
2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-
seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan
triterpenoid dan steroid.
Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2 = C (CH3) – CH = CH2 dan kerangka karbonnya dibangun

oleh penyambungan dua atau lebih satuan isoprena. Kemudian senyawa itu dipilah-pilah menjadi beberapa

golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20),

enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen

minyak atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih

sukar menguap (C20), sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpena dan sterol (C30), serta pigmen

karotenoid (C40). Setiap golongan terpenoid itu seperti


yang terdapat pada Tabel 2.1, sangat penting baik pada pertumbuhan dan
metabolisme maupun pada ekologi hewan dan tumbuhan (Harbone, 1987).

Tabel 2.1. Golongan Utama Terpenoid

Jumlah

satuan isoprena

Jumlah
karbon
Golongan
123468n

C5

C10

C15

C20

C30

C40

Cn

isoprena

monoterpenoid

seskuiterpenoid

diterpenoid

triterpenoid

tetraterpenoid

poliisoprena

1. Monoterpenoid

Monoterpenoid merupakan senyawa "essence" dan memiliki bau yang spesifik yang dibangun oleh 2

unit isopren atau dengan jumlah atom karbon 10. Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi

dari tumbuhan tingkat tinggi, binatang laut, serangga dan binatang jenis vertebrata dan struktur senyawanya

telah diketahui.

Menurut J.B Harbone (1987), monoterpenoid dapat dipilah menjadi tiga golongan, bergantung pada

apakah struktur kimianya (gambar 2.5) asiklik (misalnya geraniol), monosiklik (misalnya limonena), atau

bisiklik (misalnya α - pinena). Dalam setiap golongan, monoterpenoid dapat berupa hidrokarbon tak jenuh (m
Geraniol
Limonena
Bisiklik
Alkohol
α –pinena
Mentol
Menton
Karvon
Gambar 2.5 Beberapa contoh monoterpenoid

Struktur dari senyawa mono terpenoid yang telah dikenal merupakan perbedaan dari 38 jenis kerangka

yang berbeda, sedangkan prinsip dasar penyusunannya tetap sebagai penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit

isopren. struktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik senyawa monoterpenoid

banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolotik dan sedatif. Disamping itu monoterpenoid

yang sudah dikenal banyak dimanfaatkan sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum dan ini merupakan

senyawa komersial yang banyak diperdagangkan.

2. Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid (C15) yang dibangun oleh 3 unit isopren yang terdiri dari

kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar naftalen. Anggota seskuiterpenoid asiklik yang terpenting

ialah farnesol, alkohol yang tersebar luas (Robinson, 1991) :

Gambar 2.6 Struktur farnesol

Senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar, diantaranya adalah sebagai

antifeedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis.

Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis farnesil pirofosfat dan trans farnesil pirofosfat melalui

reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya dan kedua senyawa antara ini merupakan kunci dalam biosintesis

terpenoid.

Trans- farnesil pirofosfat

Cis- farnesil pirofosfat

Gambar 2.7 Isomer farnesil pirofosfat

Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme

isomerisasi.

3. Diterpenoid
Menurut J.B Harbone (1987) Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang beraneka ragam yang

mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari 4 unit isopren. Barangkali, satu-satunya diterpenoid yang

tersebar di semesta ialah senyawa induk asiklik dari deret senyawa tersebut, yaitu fitol.

Gambar 2.8 Struktur Fitol

Senyawa ini mempunyai bioaktivitas yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman,

podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling

dan anti karsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik dan tatanama

yang digunakan lebih banyak adalah nama trivial (Lenny,2006).

4. Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan (unit) isoprena dan

secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena.

Gambar 2.9 Struktur Skualena


Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar yang sudah
dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen. Senyawa ini berupa senyawa tak
berwarna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik (Harbone, 1987).

2.3. Metode Pemisahan

Pemisahan dan pemurnian kandungan senyawa baik hewan maupun tumbuhan terutama dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.
Keempat teknik kromatografi itu adalah kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT),
kromatografi gas cair (KGC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan teknik kromatografi
sebagian besar tergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisahkan. KKt dapat
digunakan terutama bagi kandungan atau senyawa yang mudah larut dalam air, yaitu karbohidrat, asam
amino, basa asam nukleat, asam organik, dan senyawa fenolat.

KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang larut dalam lipid, yaitu lipid,
steroid, terpenoid, karotenoid, kuinon sederhana dan klorofil. Sebaliknya teknik ketiga yaitu KGC,
penggunaan utamanya ialah pada pemisahan senyawa atsiri, yaitu asam lemak, mono- dan
seskuiterpena, hidrokarbon, dan senyawa belerang. Cara lain yaitu KCKT, dapat memisahkan kandungan
yang keatsiriannya kecil. KCKT adalah suatu metode yang menggabungkan keefisienan kolom dan
kecepatan analisis (Harbone, 1987).

Pada KLT adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase
bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Metode ini sederhana,
cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperolah
kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan. Biasanya yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya
adalah silika-gel, tetapi kadangkala bubuk selulosa dan tanah diatome,kieselguhr juga dapat digunakan.
Pelarut yang digunakan adalah CH3COOH atau asetonitril. Zat-zat berwarna dapat terlihat langsung,
tetapi dapat

juga digunakan reagen penyemprot untuk melihat berkas suatu zat (Khopkar,
2003).
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau high performance liquid
chromatography (HPLC) berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC

menggunakan kolom dengan diameter umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran partikel penunjang 50µm;

sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi. Bila dibandingkan terhadap kromatografi gas

cair, maka HPLC lebih bermanfaat untuk isolasi zat tidak mudah menguap (Khopkar, 2003). Menurut J.B

Harbone (1987) KCKT digunakan terutama untuk golongan senyawa takatsiri, misalnya terpenoid, segala jenis

senyawa fenol, alkaloid, lipid dan gula.


2.4. Metode Identifikasi

Pada identifikasi suatu kandungan tumbuhan maupun hewan, setelah kandungan itu diisolasi dan

dimurnikan, pertama-tama harus kita tentukan dahulu golongannya, kemudian barulah ditentukan jenis

senyawa dalam golongan tersebut. Sebelum itu, keserbasamaan senyawa tersebut harus diperiksa dengan

cermat, artinya senyawa harus membentuk bercak tunggal dalam beberapa sistem KLT.

a. Spektroskopi Massa (SM/MS)

Pada dasarnya spektroskopi massa merupakan suatu metode identifikasi yang memiliki kemampuan

untuk menentukan bobot molekul dengan tepat, kemampuannya menghasilkan pola fragmentasi rumit yang

khas bagi senyawa yang bersangkutan sehingga dapat diidentifikasi.

b. Spektroskopi Resonansi Magnet Inti (RMI / NMR)

Sesuai dengan namanya, resonansi magnet inti (RMI) berhubungan dengan sifat magnet dari inti

atom. Mempelajari molekul senyawa organik secara spektrometri resonansi magnet inti akan memperoleh

gambaran perbedaan sifat magnet dari berbagai inti yang ada dan untuk menduga letak inti tersebut dalam

molekul (Sudjadi,1985).

Spektroskopi RMI proton pada hakikatnya merupakan sarana untuk menentukan struktur senyawa

organik dengan mengukur momen magnet atom hidrogennya. Pada kebanyakan senyawa, atom hidrogen

terikat pada gugus yang berlainan (seperti –CH2-, -CH3, -CHO,-NH2,-CHOH-) dan spektrum RMI proton

merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam keadaan limgkungan yang berlainan tersebut

(Harbone, 1987).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan sejak Bulan Februari tahun 2009 di laboratorium kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura Pontianak. Identifikasi taksonomi
spesies Spons dilakukan dengan bantuan LON (Lembaga Oseanografi Nasional) Jakarta. Pemurnian isolat

menggunakan instrumen HPLC prepararif di Laboratorium Cibitung. Sedangkan analisis isolat dengan

instrumen MS dan H-NMR dilakukan di laboratorium P2K LIPI Serpong.

3.2. Alat dan bahan

Alat yang digunakan adalah alat gelas, corong pisah, evaporator, funnel filter, instrumen HPLC, kolom

kromatografi, lampu UV, melting block, neraca analitik, dan pelat tetes.

Bahan yang digunakan adalah akuades, vanili, asam sulfat pekat, boraks, formaldehida 37 %, kertas

saring Whatman, kloroform p.a, magnesium sulfat anhidrat, metanol teknis, n-heksan p.a, etil asetat p.a,

diklorometan, kloroform, aseton, pelat KLT, dan silika gel.

3.3 Prosedur kerja

Prosedur kerja dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap seperti berikut: (1) Pengambilan sampel,

(2) Ekstraksi, (3) Uji spesifik golongan senyawa, (4) Penelusuran komposisi eluen, (5) Fraksinasi dengan Flash

Coulumn, (6) Pemurnian isolat dengan HPLC preparatif, (7) Analisis isolat dengan instrumen MS dan H-

NMR. Tahapan penelitian dijelaskan berikut ini.

1. Pengambilan sampel

Sampel Spons genusAaptos sp diambil dari Perairan Pulau Randayan Kalimantan Barat dengan SCUBA

DIVING. Data mengenai sampel seperti tekstur, warna dan bentuk dicatat dan didokumentasikan. Sampel yang

telah diambil dibersihkan, dimasukkan dalam kantong plastik, diberi label dan disimpan dalam cool box.

2. Ekstraksi: maserasi dan partisi


Tahap awal dalam mengisolasi dan menentukan struktur kelompok senyawa-
senyawa organik adalah ekstraksi dengan cara maserasi dan partisi.
a. Maserasi

Sampel diekstraksi dengan cara maserasi (perendaman) selama 24 jam menggunakan metanol (± 500

mL). Kemudian disaring dan residu dimaserasi kembali dengan metanol (2 x 300 mL). Hasil ekstraksi disaring.

Ekstrak metanol hasil maserasi digabung, diuapkan dalam evaporator dan ditimbang. b. Partisi
Ekstrak metanol dipartisi dengan n-heksan (3x200 mL). Fraksi n- heksan digabung dan diuapkan

dalam evaporator hingga hampir kering, kemudian ditimbang untuk dilakukan analisis selanjutnya.

3. Uji spesifik golongan senyawa


Uji spesifik golongan senyawa dilakukan terhadap fraksi n-heksan
menggunakan teknik Liebermen-Burchard test.
4. Penelusuran komposisi eluen

Penelusuran komposisi eluen dilakukan dengan teknik kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan

pelarut tunggal yaitu n-heksan, diklorometan, kloroform, aseton, etil asetat dan kombinasi dari dua atau lebih

pelarut tersebut

5. Fraksinasi dengan Flash Column

Fraksinasi dilakukan dengan teknik kromatografi Flash Column menggunakan pelarut yang paling

sesuai (pelarut yang menunjukkan pola pemisahan yang paling baik pada penentuan komposisi eluen). Pola

noda diidentifikasi dengan teknik kromatografi lapis tipis. Fraksi yang menunjukkan pola noda yang sama

digabung kemudian ditentukan nilai Rf spotnya. Setelah diuapkan, isolat ditimbang dan ditentukan titik

lelehnya. Purifikasi dilakukan jika isolat belum murni.

6. Pemurnian isolat dengan instrumen HPLC preparatif


Tahapan ini dilakukan jika tidak diperoleh isolat murni.
7. Analisis isolat dengan instrumen MS dan H-NMR
Analisis dilakukan terhadap isolat murni menggunakan instrumen MS dan
H-NMR kemudian diidentifikasi untuk memprediksi struktur senyawanya

Sampel spons

Dimaserasi dengan metanol

Disaring

Ekstrak methanol residu spons

Dievaporasi

Ekstrak kental methanol

Dipartisi dalam n-heksan


Fraksi n heksan fraksi methanol

Diidentifikasi komponen senyawanya

Ditelusuri komponen eluennya

Difraksinasi menggunakan kromatografi flash coloumn

Isolate-isolat

Diuji dengan KLT

Diuji titik leleh

Dipurifikasi

Isolate

Dianalisis dengan MS dan H-NMR

You might also like