Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak tahun 1969 sampai 1999 lebih kurang 300 paten telah dihasilkan dalam bidang marine
natural products. Setiap tahun sekitar 100 senyawa yang berhasil diinvestigasi. Sebagian besar senyawa
aktif dari lingkungan laut diteliti khasiatnya sebagai bahan antikanker (Proksch et al., 2002).
Spons dikenal sebagai organisme yang kaya dengan kandungan senyawa bioaktif. Menurut
Munro et al. (1999), spons merupakan biota laut yang paling banyak diteliti kandungan senyawa
bioaktifnya. Senyawa bioaktif dari spons sangat beragam dan secara kimia memiliki struktur yang unik
dan menarik untuk dijadikan sebagai senyawa pemandu (lead compound) dalam sintesis obat-obat baru.
Hewan ini hidup dengan baik pada ekosistem terumbu karang dan tersebar di beberapa pulau dalam
Aaptos merupakan salah satu genus spons yang banyak diteliti kandungan
dan aktivitas senyawa bioaktifnya. Spons ini banyak mengandung senyawa alkaloid yang memiliki
aktivitas antitumor, antimikrobial, antivirus dan lain-lain. Menurut Souza et al (2007), senyawa 4-
dimetil(oksi) aaptamin yang memiliki aktivitas sitotoksik dan antimikrobial. Laporan lain menyebutkan
bahwa isoaaptamin dariAaptos memiliki aktivitas untuk mencegah infeksi Staphylococcus aureus dengan
menghambat enzim sortase A (SrtA) (Jang et al., 2007). Namun, minimnya informasi, pengetahuan dan
hasil penelitian tentang metabolit sekunder dari fraksi n-heksana pada spons
Aaptos dari Kalimantan Barat menunjukkan bahwa hewan porifera ini kurang
dimanfaatkan sebagai objek penelitian. Hingga saat ini baru sebagian kecil spesies
spons di perairan Kalimantan Barat yang telah diidentifikasi
1.2 Perumusan Masalah
Observasi awal yang dilakukan terhadap ekosistem terumbu karang di perairan Kalimantan Barat
menunjukkan bahwa di perairan ini banyak terdapat spesies spons. Salah satu spesies spons yang ditemukan
Aaptos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada beberapa spesies spons dari
genusAaptos mengandung metabolit sekunder dari golongan alkaloid yaitu aaptamine dan aaptosin pada fraksi
metanol (Proksch, 2005). Namun informasi, pengetahuan dan hasil penelitian tentang kandungan metabolit
sekunder dari fraksi n-heksana pada spons genusAaptos di perairan ini masih sangat terbatas. Karena itu perlu
dilakukan penelitian dengan mengisolasi metabolit sekunder dari fraksi n-heksana pada spons genusAaptos
Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi metabolit sekunder dari fraksi n-heksana ( fraksi
non polar ) pada sponsAaptos sp. pada asal perairan Pulau Randayan Kalimantan Barat.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi mengenai kandungan kimia
sponsAaptos yang berasal dari perairan Pulau Randayan Kalimantan Barat serta dapat memberikan sumbangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Spons
Spons adalah biota multiseluler primitif yang bersifat filter feeder, menghisap air dan bahan-bahan
lain di sekelilingnya melalui pori-pori (ostia) kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuhnya melalui
saluran(channel ) dan dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (ostula). Spons termasuk hewan laut dalam
filum porifera yang berarti memiliki pori-pori dan saluran. Melalui pori- pori dan saluran-saluran inilah air
diserap oleh sel khusus yang dinamakan sel leher, yang dalam banyak hal menyerupai cambuk. Jenis sel ini
dinamakan koanosit (choanocyte; Yunani=choane: cerobong,kytos=berongga). Diduga hewan ini berasal dari
Sepintas nampaknya spons memperlihatkan gejala seperti benda mati yang diam tanpa aktivitas. Tetapi
jika diamati secara seksama, di dalam tubuhnya terjadi aktivitas yang luar biasa di mana air mengalir melalui
pori di dalam tubuhnya. Spons mampu memompa air secara aktif sampai 10 kali volume tubuhnya setiap jam,
sehingga membuatnya seperti vakum pembersih laut yang sangat efisien. Spons menyaring air laut untuk
memperoleh makanan. Air laut tersebut dapat mengandung nutrisi berupa mikroorganisme (diatomae, bakteri,
protozoa), bahan-bahan organik yang merupakan lapukan atau sisa-sisa tubuh organisme yang telah mati, serta
senyawa kimia toksik yang dihasilkan oleh tumbuhan atau hewan lain. Senyawa kimia toksik ini kemudian
Umumnya dikenal sebagai Spons kaca yang hidup di laut dalam. Kerangka tubuhnya terbuat dari silika dan
spikulanya berduri enam (hexaxon). Tingginya rata-rata 10-30 cm. ContohnyaEupl ect ella danHyalonema.
4.Sclerospongiae
Jumlah spesiesnya sangat terbatas. Umumnya ditemukan dalam gua dan
terowongan karang laut. Bentuknya mirip denganDemospongiae.
2.2. SponsAaptos sp
2.2.1 Data Taksonomi
Klasifikasi spons Aaptos sp sebagai berikut (Proksch ,2005) :
Domain
: Eukariota
Kingdom
: Animalia
Filum
: Porifera
Kelas
: Demospongiae
Ordo
: Hadromerida
Famili
: Tethyidae
Genus
:Aaptos
Spesies
:Aaptos sp
Jenis spons ini mempunyai rangka yang menyebar dengan 3 ukuran kategori seperti berbentuk kecil,
berdinding tebal, atau tidak mikrosklera. Spons ini seperti kerang yang besar dengan permukaan alasnya
seperti akar yang memiliki tonjolan, reproduksinya aseksual dan teksturnya halus dan licin (Proksch ,2005).
kompetisi dengan hewan sesil lain dan untuk berkomunikasi dan melidungi diri dari infeksi. Menurut Harper et
al., 2001dalam (Anton,2008) mengatakan bahwa Metabolit sekunder merupakan salah satu cara organisme
untuk mempertahankan eksistensinya dan sebagai tindakan responsif terhadap lingkungan. Metabolit sekunder
ini digunakan untuk mencegah dan mempertahankan diri dari serangan predator, sebagai alat kompetisi,
mencegah infeksi bakteri, membantu proses reproduksi dan mencegah sengatan sinar ultra violet. Lebih dari 10
% spons memiliki aktifitas sitotoksik yang dapat yang berpotensial untuk bahan obat-obatan.
Secara umum pada spons ditemukan kelompok senyawa pada fraksi non
polar seperti senyawa terpenoid, senyawa steroid dan asam lemak.
a. Steroid
Steroid didefinisikan sebagai kelompok senyawa organik bahan alam yang merupakan
salah satu metabolit sekunder. Robinson (1991) menunjukkan kerangka dasar karbon steroid
sebagai berikut:
Gambar 2.3 Kerangka dasar karbon steroid di mana R1, R2 dan R3 adalah
substituen
Di alam, steroid terdapat dalam jaringan hewan dan tumbuhan. Senyawa ini berasal dari
senyawa triterpen. Steroid yang terdapat dalam jaringan hewan berasal dari triterpen lanosterol,
sedangkan yang terdapat dalam jaringan tumbuhan berasal dari triterpen sikloartenol. Tahap-
tahap awal dari biosintesis steroid adalah sama bagi semua steroid alam, yakni pengubahan asam
asetat melalui asam mevalonat dan skualen (suatu triterpen) menjadi lanosterol atau sikoartenol.
Kemudian lanosterol atau sikloartenol mengalami beberapa tahap perubahan menjadi steroid
(Arifin, 1985).
b. Terpenoid
Sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit C-5
yang disebut unit isopren. Unit C-5 ini dinamakan demikian karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa
isopren:
Kepala
Ekor
Isopren
Unit Isopren
Gambar 2.4 Isopren dan unit isopren
Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren atau unit C-5 penyusun senyawa tersebut. Secara umum
biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya tiga reaksi dasar yaitu (Lenny, 2006):
oleh penyambungan dua atau lebih satuan isoprena. Kemudian senyawa itu dipilah-pilah menjadi beberapa
golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat (C20),
enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen
minyak atsiri, yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih
sukar menguap (C20), sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpena dan sterol (C30), serta pigmen
Jumlah
satuan isoprena
Jumlah
karbon
Golongan
123468n
C5
C10
C15
C20
C30
C40
Cn
isoprena
monoterpenoid
seskuiterpenoid
diterpenoid
triterpenoid
tetraterpenoid
poliisoprena
1. Monoterpenoid
Monoterpenoid merupakan senyawa "essence" dan memiliki bau yang spesifik yang dibangun oleh 2
unit isopren atau dengan jumlah atom karbon 10. Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi
dari tumbuhan tingkat tinggi, binatang laut, serangga dan binatang jenis vertebrata dan struktur senyawanya
telah diketahui.
Menurut J.B Harbone (1987), monoterpenoid dapat dipilah menjadi tiga golongan, bergantung pada
apakah struktur kimianya (gambar 2.5) asiklik (misalnya geraniol), monosiklik (misalnya limonena), atau
bisiklik (misalnya α - pinena). Dalam setiap golongan, monoterpenoid dapat berupa hidrokarbon tak jenuh (m
Geraniol
Limonena
Bisiklik
Alkohol
α –pinena
Mentol
Menton
Karvon
Gambar 2.5 Beberapa contoh monoterpenoid
Struktur dari senyawa mono terpenoid yang telah dikenal merupakan perbedaan dari 38 jenis kerangka
yang berbeda, sedangkan prinsip dasar penyusunannya tetap sebagai penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit
isopren. struktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik senyawa monoterpenoid
banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolotik dan sedatif. Disamping itu monoterpenoid
yang sudah dikenal banyak dimanfaatkan sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum dan ini merupakan
2. Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid (C15) yang dibangun oleh 3 unit isopren yang terdiri dari
kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar naftalen. Anggota seskuiterpenoid asiklik yang terpenting
Senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar, diantaranya adalah sebagai
antifeedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis.
Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis farnesil pirofosfat dan trans farnesil pirofosfat melalui
reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya dan kedua senyawa antara ini merupakan kunci dalam biosintesis
terpenoid.
isomerisasi.
3. Diterpenoid
Menurut J.B Harbone (1987) Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang beraneka ragam yang
mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari 4 unit isopren. Barangkali, satu-satunya diterpenoid yang
tersebar di semesta ialah senyawa induk asiklik dari deret senyawa tersebut, yaitu fitol.
Senyawa ini mempunyai bioaktivitas yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman,
podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling
dan anti karsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik dan tatanama
4. Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan (unit) isoprena dan
Pemisahan dan pemurnian kandungan senyawa baik hewan maupun tumbuhan terutama dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.
Keempat teknik kromatografi itu adalah kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT),
kromatografi gas cair (KGC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan teknik kromatografi
sebagian besar tergantung pada sifat kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisahkan. KKt dapat
digunakan terutama bagi kandungan atau senyawa yang mudah larut dalam air, yaitu karbohidrat, asam
amino, basa asam nukleat, asam organik, dan senyawa fenolat.
KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang larut dalam lipid, yaitu lipid,
steroid, terpenoid, karotenoid, kuinon sederhana dan klorofil. Sebaliknya teknik ketiga yaitu KGC,
penggunaan utamanya ialah pada pemisahan senyawa atsiri, yaitu asam lemak, mono- dan
seskuiterpena, hidrokarbon, dan senyawa belerang. Cara lain yaitu KCKT, dapat memisahkan kandungan
yang keatsiriannya kecil. KCKT adalah suatu metode yang menggabungkan keefisienan kolom dan
kecepatan analisis (Harbone, 1987).
Pada KLT adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diam. Fase
bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Metode ini sederhana,
cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk memperolah
kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan. Biasanya yang sering digunakan sebagai materi pelapisnya
adalah silika-gel, tetapi kadangkala bubuk selulosa dan tanah diatome,kieselguhr juga dapat digunakan.
Pelarut yang digunakan adalah CH3COOH atau asetonitril. Zat-zat berwarna dapat terlihat langsung,
tetapi dapat
juga digunakan reagen penyemprot untuk melihat berkas suatu zat (Khopkar,
2003).
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau high performance liquid
chromatography (HPLC) berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC
menggunakan kolom dengan diameter umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran partikel penunjang 50µm;
sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi. Bila dibandingkan terhadap kromatografi gas
cair, maka HPLC lebih bermanfaat untuk isolasi zat tidak mudah menguap (Khopkar, 2003). Menurut J.B
Harbone (1987) KCKT digunakan terutama untuk golongan senyawa takatsiri, misalnya terpenoid, segala jenis
Pada identifikasi suatu kandungan tumbuhan maupun hewan, setelah kandungan itu diisolasi dan
dimurnikan, pertama-tama harus kita tentukan dahulu golongannya, kemudian barulah ditentukan jenis
senyawa dalam golongan tersebut. Sebelum itu, keserbasamaan senyawa tersebut harus diperiksa dengan
cermat, artinya senyawa harus membentuk bercak tunggal dalam beberapa sistem KLT.
Pada dasarnya spektroskopi massa merupakan suatu metode identifikasi yang memiliki kemampuan
untuk menentukan bobot molekul dengan tepat, kemampuannya menghasilkan pola fragmentasi rumit yang
Sesuai dengan namanya, resonansi magnet inti (RMI) berhubungan dengan sifat magnet dari inti
atom. Mempelajari molekul senyawa organik secara spektrometri resonansi magnet inti akan memperoleh
gambaran perbedaan sifat magnet dari berbagai inti yang ada dan untuk menduga letak inti tersebut dalam
molekul (Sudjadi,1985).
Spektroskopi RMI proton pada hakikatnya merupakan sarana untuk menentukan struktur senyawa
organik dengan mengukur momen magnet atom hidrogennya. Pada kebanyakan senyawa, atom hidrogen
terikat pada gugus yang berlainan (seperti –CH2-, -CH3, -CHO,-NH2,-CHOH-) dan spektrum RMI proton
merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam keadaan limgkungan yang berlainan tersebut
(Harbone, 1987).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan sejak Bulan Februari tahun 2009 di laboratorium kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura Pontianak. Identifikasi taksonomi
spesies Spons dilakukan dengan bantuan LON (Lembaga Oseanografi Nasional) Jakarta. Pemurnian isolat
menggunakan instrumen HPLC prepararif di Laboratorium Cibitung. Sedangkan analisis isolat dengan
Alat yang digunakan adalah alat gelas, corong pisah, evaporator, funnel filter, instrumen HPLC, kolom
kromatografi, lampu UV, melting block, neraca analitik, dan pelat tetes.
Bahan yang digunakan adalah akuades, vanili, asam sulfat pekat, boraks, formaldehida 37 %, kertas
saring Whatman, kloroform p.a, magnesium sulfat anhidrat, metanol teknis, n-heksan p.a, etil asetat p.a,
Prosedur kerja dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap seperti berikut: (1) Pengambilan sampel,
(2) Ekstraksi, (3) Uji spesifik golongan senyawa, (4) Penelusuran komposisi eluen, (5) Fraksinasi dengan Flash
Coulumn, (6) Pemurnian isolat dengan HPLC preparatif, (7) Analisis isolat dengan instrumen MS dan H-
1. Pengambilan sampel
Sampel Spons genusAaptos sp diambil dari Perairan Pulau Randayan Kalimantan Barat dengan SCUBA
DIVING. Data mengenai sampel seperti tekstur, warna dan bentuk dicatat dan didokumentasikan. Sampel yang
telah diambil dibersihkan, dimasukkan dalam kantong plastik, diberi label dan disimpan dalam cool box.
Sampel diekstraksi dengan cara maserasi (perendaman) selama 24 jam menggunakan metanol (± 500
mL). Kemudian disaring dan residu dimaserasi kembali dengan metanol (2 x 300 mL). Hasil ekstraksi disaring.
Ekstrak metanol hasil maserasi digabung, diuapkan dalam evaporator dan ditimbang. b. Partisi
Ekstrak metanol dipartisi dengan n-heksan (3x200 mL). Fraksi n- heksan digabung dan diuapkan
dalam evaporator hingga hampir kering, kemudian ditimbang untuk dilakukan analisis selanjutnya.
Penelusuran komposisi eluen dilakukan dengan teknik kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan
pelarut tunggal yaitu n-heksan, diklorometan, kloroform, aseton, etil asetat dan kombinasi dari dua atau lebih
pelarut tersebut
Fraksinasi dilakukan dengan teknik kromatografi Flash Column menggunakan pelarut yang paling
sesuai (pelarut yang menunjukkan pola pemisahan yang paling baik pada penentuan komposisi eluen). Pola
noda diidentifikasi dengan teknik kromatografi lapis tipis. Fraksi yang menunjukkan pola noda yang sama
digabung kemudian ditentukan nilai Rf spotnya. Setelah diuapkan, isolat ditimbang dan ditentukan titik
Sampel spons
Disaring
Dievaporasi
Isolate-isolat
Dipurifikasi
Isolate