Professional Documents
Culture Documents
Anatomi
mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus
organ-organ asesoris
gigi, lidah, 3 pasang kelenjar saliva, pankreas, hati, dan kandung empedu
1. Pengertian Apendiksitis
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis
adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi
dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).
Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,
2001).
2. Etiologi
Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :
Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
Tumor apendiks.
Cacing ascaris.
Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
Hiperplasia jaringan limfe.
Fekolit
Parasit
Hiperplasia limfoid
Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
Tumor karsinoid
3. Patofisiologi
Menurut Mansjoer, 2000
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi.
Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
4. Manifestasi Klinik
Menurut Betz, Cecily, 2000 :
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus
yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa
jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama
akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya
juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan
diagnosa klinis.
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan
nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di
perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa
jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini
dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada
orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya
tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi
yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini ; orang dewasa
mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu
menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman.
Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk
menghindari konstipasi adalah membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan.
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan
produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan
rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran
cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan
pergerakan makanan tersebut.
e.) Obat-obatan
Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah, termasuk otot
abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Secara tidak
langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan kurangnya nafsu
makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang
refleks pada proses defekasi.
g.) Umur
Otot se makin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang
tua turut berperan menyebabkan defekasi.
Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika b.a.b dapat menyebabkan
stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi). Ruptur merusak mereka
jika tekanan cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan
tertahannya napas. Gerakan ini dapat menciptakan masalah yagn serius pada orang
dengan sakit jantung, trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas
meningkatkan tekanan intratorakan dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan,
tingkatan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika
regangan terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang
terbaik
Impaksi
Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang
mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi
yang lama dan akumulasi dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yagn gawat feses
terkumpul dan ada di dalam colon sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya
diare dan kotoran yagn tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari
massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan pemeriksaan digital pada
rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat dipalpasi.
Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada
keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda umum dari
terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi regang dan bisa
juga terjadi muntah.
Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buan gair besar yang jarang dan
konstipasi. Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. Barium digunakan
pada pemeriksaan radiologi pada saluran gastrointestinal bagian atas dan bawah
dapat menjadi faktor penyebab, sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran
diperoleh untuk memastikan pergerakan barium.
Pada orang yang lebih tua faktor-faktor yang beragam dapat menyebabkan impaksi ;
asupan cairan yang kurang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas,
melemahnya tonus otot.
Pemeriksaan digital harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati karena
perangsangan pada nervus vagus di dinding rektum dapat memperlambat kerja
jantung pasien.
Diare
Diare berhubungan dengan pengeluaran feses yang cair dan meningkatnya frekuensi
dari proses defekasi. Ini adalah lawan dari konstipasi dan dampak dari cepatnya
perjalanan feses melalui usus besar. Cepatnya perjalanan chyme mengurangi waktu
untuk usus besar mereabsorbsi air dan elektrolit. Sebagian orang mengeluarkan
kotoran dengan frekuensi yang meningkat, tetapi bukan diare, dikatakan diare jika
kotoran tidak berbentuk dan cair sekali. Pada orang dengan diare dijumpai kesulitan
dan ketidakmungkinan untuk mengontrol keinginan defekasi dalam waktu yang
lama.
Diare dengan ancaman tidak terkontrolnya buang air besar merupakan sumber dari
perhatian dan rasa malu. Sering, spasmodik dan kram abdomen yang sangat sakit
berhubungan dengan diare. Kadang-kadang klien mengeluarkan darah dan lendir
yang banyak ; mual dan muntah juga bisa terjadi. Pada diare persisten,secara umum
bisa terjadi perluasan iritasi pada daerah anus ke daerah perineum dan bokong.
Fatique, kelemahan, malaise dan berat badan yang berkuran gmerupakan dampak
dari diare yang berkepanjangan.
Ketika penyebab diare adalah iritasi pada saluran intestinal, diare diperkirakan
sebagai mekanisme pembilasan sebagai perlindungan. Itu bisa menyebabkan
hilangnya cairan dan elektrolit dalam tubuh, bagaimanapun, itu bisa berkembang
menjadi sesuatu yang menakutkan dalam waktu yang singkat, terutama pada bayi
dan anak kecil.
Inkontinensia
Inkontinen berhubungan dengan berkurangnya kemampuan voluntar untuk untuk
mengontrol feses dan keluarnya gas melalui spinkter ani. Inkontinen bisa juga
terjadi pada waktu yagn spesifik, seperti setelah makan, atau bisa juga terjadi
ireguler.
Fecal inkontinen secara umum berhubungan dengan terganggunya fungsi spinkter
ani atau suplai syarafnya, seperti pada beberapa penyakit neuromuskular, trauma
sumsum tulang belakang, dan tumor pada otot spinkter ani external.
Fecal inkontinen merupakan suatu masalah distres emosional yang akhirnya dapat
mengarah pada isolasi sosial.
Flatulen
Udara atau gas di saluran gastrointestinal disebut flatus.
Ada 3 sebab utama flatus :
1. Kerja dari bakteri dalam chyme di usus besar
2. Udara yang tertelan
3. Gas yang berdifusi dari pembuluh darah ke dalam intestinal
Ketiga hal di atas normal, tapi 0,6 liter dari gas ini diabsorbsi ke dalam kepiler kapiler
intestinal.
Flatulence adanya flatus yang banyak pada intestinal mengarah pada peregangan dan
pemompaan pada intestinal. Kondisi ini disebut juga timpanites. Jumlah udara yang besar
dan gas-gas lainnya juga dapat berkumpul di perut, dampaknya pada distensi gaster.
Pada orang dewasa biasanya terbentuk 7-10 liter flatus pada usus besar setiap 24 jam.
Gas-gas tersebut termasuk ; CO2, H2, N2. Beberapa gas yang ditelan sebagian besar
dihembuskan melalui mulut dengan erutcation (bersendawa). Gas-gas yang terbentuk
pada usus besar sangat sedikit diabsorbsi, melalui kapiler-kapiler intestinal ke dalam
sirkulasi. Flatulence dapat terjadi pada colon, bagaimanapun bisa juga dari beragam
penyebab yang lain seperti ; pembedahan abdomen, anastesi dan narkotika. Jika gas tidak
dapat dikeluarkan dari anus mungkin penting untuk memasukkan sebuah rectal tube atau
menyediakan suatu enema yang dapat mengalirkan kembali untuk menggerakkan gas
tersebut.
Penyebab umum dari flatulence dan distensi adalah konstipasi. Codein, barbiturat dan
obat-obat lain yang dapat menurunkan motilitas intestinal dan tingkat kecemasan
sehubungan dengan besarnya jumlah udara yang tertelan. Sebagian besar orang
mempunyai pengalaman dengan flatilence dan distensi setelah memakan makanan
tertentu yang mengandung gas seperti kacang buncis, kol.
Distensi post operasi setelah pembedahan abdomen sering secara umum dijumpai di
rumah sakit. Tipe distensi ini secara umum terjadi sekitar 3 hari post operasi dan
disebabkan oleh efek dari anastesi, narkotika, perubahan diet, dan berkurangnya aktifitas.
Hemorrhoid
Hemorhoid sering juga disebut wasir, yaitu adanya pelebaran pembuluh darah vena di
anus, dapat terjadi secara internal dan eksternal. Internal terjadi pada canal anus, dimana
venanya berada. Eksternal hemorhoid prolapsus melalui pembukaan anus dan dapat
dilihat di sana. Hemorhoid dapat terjadi dari dampak meningkatnya tekanan pada daerah
anus, sering terjadi karena konstipasi kronik, peregangan selama defekasi, kehamilan dan
obesitas.
Beberapa hemorhoid tidak mempunyai gejala, pada lainnya dapat juga menyebabkan
nyeri, gatal-gatal, dan kadang-kadang perdarahan. Hemorhoid sering diobati secara
konservatif dengan astringent (menciutkan jaringan) dan anastesi lokal (untuk
mengurangi nyeri). Kotoran yang lebih lunak bisa mengurangi iritasi selama defekasi.
Pada beberapa kasus hemorhoid dibuang dengan pembedahan.
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan gangguan
liminasi fekal, gangguan nutrisi serta mengintegrasi ilmu patofisiologi, anatomi, biokimia, dan
obat-obatan yang sesuai dengan yang ditemukan
Kasus
Nn. Rina 37 th keadaan umum ; lemah, kesadaran CM, kemampuan mobilisasi hanya ditempat
tidur secara mandiri, terdapat luka terbuka post-operasi usus buntu (infeksi luka operasi, tekanan
darah normal, pernapasan 24 kali permenit, nadi 125x, suhu 38,5° C, BB & TB pasien tidak
diketahui,pasien tampak pucat, konjungtiva anemis, demam pada kedua ekstermitas. pasien
mengeluh mual, perut kembung dan belum buang air besar sejak 6 hari yang lalu(pola BAB
sebelum sakit 5 hari sekali),sulit saat BAB). Intruksi dokter adalah infuse dextrose dg 5% 3
kolf/hari, dexamethasone 3 x 1 ampul (i.v.), ampicilin 3x 1 gr (i.v), PCT 3 x 1 tablet, invicloth
1000 UI(sc).
Pembahasan :
1. Hitung kebutuhan nutrisi Nn. Rina saat ini dan jenis diet yang tepat diberikan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya
2. Bagaimana status nutrisi Nn. Rina ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mungkin dapat menyebabkan gangguan nutrisi pada kasus
diatas?
4. Gangguan eliminasi fekal apa yang terjadi pada kasus diatas?
konstipasi
5. Kemungkinan-kemungkinan apa yang menyebabkan gangguan tersebut?
Kebiasaan pola defekasi; pola BAB sebelum sakit 5 hari sekali, setlah sakit menjadi 6
hari belum defekasi
Pembedahan dan nyeri ; luka operasi apendiks yang terbuka membuat pasien
merasakan nyeri
Asupan nutrisi klien ; makanan yang dikonsumsi rendah serat dan biasanya klien
mengkonsumsi makanan yang mengndung karbohidrat dan protein
Aktivitas fisik; Kemampuan mobilisasi terbatas hanya mandiri di tempat tidur
Faktor psikologis ; cemas, malu,
Kebiasaan pribadi : biasanya pergi ke kamar mandi sementara ini harus dikasur
rumah sakit
Posisi defekasi ; kemungkinana pasien terbiasa jongkok sekarang harus terbaring atau
semifowler
Obat-obatan ; instruksi dokter memberikan dexamethasol (obat )
6. Bagaimana menanganinya (jelaskan dengan rinci)
Pola defekasi ;Merubah kebiasaan pola defekasi pasien dengan mngajurkan asupan
nutrisi yang baik yaitu ; makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna, makanan
yang kaya akan serat dan asupan cairan yang seimbang.
Pembedahan dan nyeri; Menutup luka operasi yang terbuka, mengendalikan infeksi
pad luka, mengurangi rasa nyeri
- Menutup luka operasi, tutup luka operasi kembali pastikan pasien untuk mobilisasi
bertahap.
- Mengendalikan infeksi, untuk meningkatkan proses penyembuhan jaringan dan juga
untuk mencegah infeksi.
- Merawat luka, Perawatan luka / ganti balutan Merupakan tindakan untuk merawat luka dan
melakukan pembalutan.
Aktivitas fisik; Melatih kemampuan mobilisasi pada pasien post-operasi apendiks
Faktor psikologis; mengembalikan rasa nyaman pasien, memberi motivasi, memberi
pengetahuan tentang luka dan penyakitnya
Posisi defekasi ; setelah klien mendapatkan perawatan penutupan luka operasi dan
perawatan luka infeksi, pelatihan mobilisasi. Secara tidak langsung pasien dapat
melakukan posisi defekasi normal kembali
Obat-obatan; menghentikan pemberian obat-obatan dexamethasone dan memberikan
laksatif dan kartatik untuk melancar proses eliminasi
7. Hitung obat dan infuse yang harus diberikan pada pasien diatas?
infuse dextrose dg 5% 3 kolf/hari,
1 kolf = 500 ml
500 ml x 3 kolf/hari = 1500/hari
Amount of fluid x drops per milliliter (IV set) = drops/minute (gtt/min)
Hours to administer x minutes perhour (60)
1500 x 20 = 30 000 = 20,83 = 21 tts/menit
24 x 60 1 440
1000 UI x 1 ml = 0,2 ml
5000 UI
Jika spuit yang digunakan 100 unit/ml = 0,2 x 100 = 20 ml
1
Jika spuit yang digunakan 40 unit/ml = 0,2 x 40 = 8 ml
1
Jika spuit yang digunakan 1 cc = 0,2 ml atau 0,2 cc
Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Data subyektif :
Data obyektif :
7. TD normal ()
8. P = 24 x menit
9. Nadi 125 x/menit
10. Suhu 38,5° C
11. BB & TB tidak diketahui
12. Pasien tampak pucat
13. Konjungtiva anemis
14. Edema pada kedua ekstremitas
15. Kesadaran umum lemah
16. Kesadaran compos mentis
17. Kemampuan mobilisasi hanya ditempat tidur
18. Terdapat luka post operasi (infeksi)
Riwayat keperawatan
1. Pola defekasi
Sebelum sakit Pola BAB klien 5 hari sekali. Setelah sakit pola BAB klien jadi 6 hari sekali
Pada saat di rumah pola tingkah laku klien berdefekasi terasa nyaman dan aman namun saat
klien di rumah sakit kemampuan mobilisasi hanya ditempat tidur secara mandiri biasanya
Untuk klien immobilisasi ditempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit dan tidak
nyaman.
3. Diet
Asupan makanan setiap hari kurang teratur sehingga kurang membantu mempertahankan
pola peristaltic yang teratur didalam kolon. Mengkonsumsi makanan rendah serat
menurunkan kemungkinan normalnya pola eliminasi.
4. Cairan
Asupan cairan selama di rumah sakit hanya diberikan dextrose 5 % sebanyak 3 kolf perhari.
5. Latihan
Pola latihan pasien sebelum sakit jarang melakukan olahraga sedangkan setelah masuk
rumah sakit pasien hanya bisa mobilisasi di tempat tidur secara mandiri.
6. Obat-obatan
7. Stress
Pasien mengalami gangguan psikologis setelah pasien mengetahui bahwa luka operasinya
terbuka.
8. Pembedahan
Pasien melakukan pembedahan apendiksitis setelah pasca operasi ada jahitan operasi yang
terbuka dan infeksi.
Dx :
infeksi resiko tinggi terhadap luka pembedahan
nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan yang terbuka dan infeksi
Intervensi Rasional
Diagnose I
- Awasi tanda vital. Perhatikan demam, - Dugaan adanya infeksi/terjadinya
menggigil, berkeringat, perubahan sepsis, abses, peritonitis.
mental, meningkatkan nyeri abdomen
- Lakukan pencucian tangan yang baik - Menurunkan resiko penyebaran
dan perawatan luka aseptic.
- Lihat insisi dan balutan. Catat - Memberikan deteksi dini terjadinya
karakteristik drainase luka/drain. proses infeksi, atau pengawasan
penyembuhan peritonitis yang telah ada
sebelumnya.