You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN

Anatomi

Saluran pencernaan/tuba muskular panjang

 mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus

organ-organ asesoris

 gigi, lidah, 3 pasang kelenjar saliva, pankreas, hati, dan kandung empedu

1. Pengertian Apendiksitis
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering (Mansjoer,2000).
Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis
adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989).
Apendiksitis merupakan penyakit prototip yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi
dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi (Sabiston, 1995).

Apendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,
2001).

2. Etiologi
Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :
 Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
 Tumor apendiks.
 Cacing ascaris.
 Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
 Hiperplasia jaringan limfe.

Menurut Mansjoer , 2000 :

 Hiperflasia folikel limfoid.


 Fekalit.
 Benda asing.
 Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
 Neoplasma.

Menurut Markum, 1996 :

 Fekolit
 Parasit
 Hiperplasia limfoid
 Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
 Tumor karsinoid

3. Patofisiologi
Menurut Mansjoer, 2000

Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks
akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah
fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama
mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi
kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan
muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan
bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini
yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi.

Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

Tahapan Peradangan Apendisitis

 Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi)


 Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks
sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)

4. Manifestasi Klinik
Menurut Betz, Cecily, 2000 :

 Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah


 Anoreksia
 Mual
 Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
 Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
 Nyeri lepas.
 Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
 Konstipasi.
 Diare.
 Disuria.
 Iritabilitas.
 Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.

Menurut Mansjoer, 2000 :

Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus
yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa
jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif, dan denghan pemeriksaan seksama
akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya
juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin meyakinkan
diagnosa klinis.

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan
nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di
perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa
jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter
menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini
dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada
orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya
tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi
yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

5. Masalah umum pada defekasi


 Konstipasi
Konstipasi berhubungan dengan jalan yagn kecil, kering, kotoran yang keras, atau tidak
ada lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi ketika pergerakan feses
melalui usus besar lambat, hal ini ditambah lagi dengan reabsorbsi cairan di usus besar.
Konstipasi berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya
usaha atau tegangan dari otot-otot volunter pada proses defekasi.
a.) Kebiasaan buang air besar (b.a.b) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan
b.a.b yang tidak teratur. Refleks defekasi yagn normal dihambat atau diabaikan,
refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan
diabaikan, keinginan untuk defekasi habis.

Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini ; orang dewasa
mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.

Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu
menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman.
Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk
menghindari konstipasi adalah membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan.

b.) Penggunaan laxative yang berlebihan


Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar.
Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan
mengabaikan keinginan b.a.b – refleks pada proses defekasi yang alami dihambat.
Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat,
sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang
terus-menerus (toleransi obat).
c.) Peningkatan stres psikologi
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak
peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga
dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ).
Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal,
meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan
konstipasi.
d.) Ketidaksesuaian diet

Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga menghasilkan
produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan
rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran
cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan
pergerakan makanan tersebut.

e.) Obat-obatan

Banya obat menyebabkan efek samping kponstipasi. Beberapa di antaranya seperti ;


morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik,
melambatkan pergerakan dari colon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat.
Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek
menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan
konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare
pada sebagian orang.

f.) Latihan yang tidak cukup

Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah, termasuk otot
abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Secara tidak
langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan kurangnya nafsu

makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang
refleks pada proses defekasi.

g.) Umur

Otot se makin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang
tua turut berperan menyebabkan defekasi.

h.) Proses penyakit

Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya


obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat
orang menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemapuan klien untuk
buang air besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni
pada usus.

Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika b.a.b dapat menyebabkan
stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi). Ruptur merusak mereka
jika tekanan cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan
tertahannya napas. Gerakan ini dapat menciptakan masalah yagn serius pada orang
dengan sakit jantung, trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas
meningkatkan tekanan intratorakan dan intrakranial. Pada beberapa tingkatan,
tingkatan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika
regangan terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang
terbaik

 Impaksi
Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang
mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi pada retensi
yang lama dan akumulasi dari bahan-bahan feses. Pada impaksi yagn gawat feses
terkumpul dan ada di dalam colon sigmoid. Impaksi feses ditandai dengan adanya
diare dan kotoran yagn tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari
massa yang tertahan. Impaksi dapat juga dinilai dengan pemeriksaan digital pada
rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat dipalpasi.

Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada
keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda umum dari
terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi regang dan bisa
juga terjadi muntah.
Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buan gair besar yang jarang dan
konstipasi. Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi. Barium digunakan
pada pemeriksaan radiologi pada saluran gastrointestinal bagian atas dan bawah
dapat menjadi faktor penyebab, sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran
diperoleh untuk memastikan pergerakan barium.
Pada orang yang lebih tua faktor-faktor yang beragam dapat menyebabkan impaksi ;
asupan cairan yang kurang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas,
melemahnya tonus otot.
Pemeriksaan digital harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati karena
perangsangan pada nervus vagus di dinding rektum dapat memperlambat kerja
jantung pasien.

 Diare
Diare berhubungan dengan pengeluaran feses yang cair dan meningkatnya frekuensi
dari proses defekasi. Ini adalah lawan dari konstipasi dan dampak dari cepatnya
perjalanan feses melalui usus besar. Cepatnya perjalanan chyme mengurangi waktu
untuk usus besar mereabsorbsi air dan elektrolit. Sebagian orang mengeluarkan
kotoran dengan frekuensi yang meningkat, tetapi bukan diare, dikatakan diare jika
kotoran tidak berbentuk dan cair sekali. Pada orang dengan diare dijumpai kesulitan
dan ketidakmungkinan untuk mengontrol keinginan defekasi dalam waktu yang
lama.
Diare dengan ancaman tidak terkontrolnya buang air besar merupakan sumber dari
perhatian dan rasa malu. Sering, spasmodik dan kram abdomen yang sangat sakit
berhubungan dengan diare. Kadang-kadang klien mengeluarkan darah dan lendir
yang banyak ; mual dan muntah juga bisa terjadi. Pada diare persisten,secara umum
bisa terjadi perluasan iritasi pada daerah anus ke daerah perineum dan bokong.
Fatique, kelemahan, malaise dan berat badan yang berkuran gmerupakan dampak
dari diare yang berkepanjangan.
Ketika penyebab diare adalah iritasi pada saluran intestinal, diare diperkirakan
sebagai mekanisme pembilasan sebagai perlindungan. Itu bisa menyebabkan
hilangnya cairan dan elektrolit dalam tubuh, bagaimanapun, itu bisa berkembang
menjadi sesuatu yang menakutkan dalam waktu yang singkat, terutama pada bayi
dan anak kecil.
 Inkontinensia
Inkontinen berhubungan dengan berkurangnya kemampuan voluntar untuk untuk
mengontrol feses dan keluarnya gas melalui spinkter ani. Inkontinen bisa juga
terjadi pada waktu yagn spesifik, seperti setelah makan, atau bisa juga terjadi
ireguler.
Fecal inkontinen secara umum berhubungan dengan terganggunya fungsi spinkter
ani atau suplai syarafnya, seperti pada beberapa penyakit neuromuskular, trauma
sumsum tulang belakang, dan tumor pada otot spinkter ani external.
Fecal inkontinen merupakan suatu masalah distres emosional yang akhirnya dapat
mengarah pada isolasi sosial.
 Flatulen
Udara atau gas di saluran gastrointestinal disebut flatus.
Ada 3 sebab utama flatus :
1. Kerja dari bakteri dalam chyme di usus besar
2. Udara yang tertelan
3. Gas yang berdifusi dari pembuluh darah ke dalam intestinal
Ketiga hal di atas normal, tapi 0,6 liter dari gas ini diabsorbsi ke dalam kepiler kapiler
intestinal.

Flatulence adanya flatus yang banyak pada intestinal mengarah pada peregangan dan
pemompaan pada intestinal. Kondisi ini disebut juga timpanites. Jumlah udara yang besar
dan gas-gas lainnya juga dapat berkumpul di perut, dampaknya pada distensi gaster.
Pada orang dewasa biasanya terbentuk 7-10 liter flatus pada usus besar setiap 24 jam.
Gas-gas tersebut termasuk ; CO2, H2, N2. Beberapa gas yang ditelan sebagian besar
dihembuskan melalui mulut dengan erutcation (bersendawa). Gas-gas yang terbentuk
pada usus besar sangat sedikit diabsorbsi, melalui kapiler-kapiler intestinal ke dalam
sirkulasi. Flatulence dapat terjadi pada colon, bagaimanapun bisa juga dari beragam
penyebab yang lain seperti ; pembedahan abdomen, anastesi dan narkotika. Jika gas tidak
dapat dikeluarkan dari anus mungkin penting untuk memasukkan sebuah rectal tube atau
menyediakan suatu enema yang dapat mengalirkan kembali untuk menggerakkan gas
tersebut.
Penyebab umum dari flatulence dan distensi adalah konstipasi. Codein, barbiturat dan
obat-obat lain yang dapat menurunkan motilitas intestinal dan tingkat kecemasan
sehubungan dengan besarnya jumlah udara yang tertelan. Sebagian besar orang
mempunyai pengalaman dengan flatilence dan distensi setelah memakan makanan
tertentu yang mengandung gas seperti kacang buncis, kol.
Distensi post operasi setelah pembedahan abdomen sering secara umum dijumpai di
rumah sakit. Tipe distensi ini secara umum terjadi sekitar 3 hari post operasi dan
disebabkan oleh efek dari anastesi, narkotika, perubahan diet, dan berkurangnya aktifitas.
 Hemorrhoid
Hemorhoid sering juga disebut wasir, yaitu adanya pelebaran pembuluh darah vena di
anus, dapat terjadi secara internal dan eksternal. Internal terjadi pada canal anus, dimana
venanya berada. Eksternal hemorhoid prolapsus melalui pembukaan anus dan dapat
dilihat di sana. Hemorhoid dapat terjadi dari dampak meningkatnya tekanan pada daerah
anus, sering terjadi karena konstipasi kronik, peregangan selama defekasi, kehamilan dan
obesitas.
Beberapa hemorhoid tidak mempunyai gejala, pada lainnya dapat juga menyebabkan
nyeri, gatal-gatal, dan kadang-kadang perdarahan. Hemorhoid sering diobati secara
konservatif dengan astringent (menciutkan jaringan) dan anastesi lokal (untuk
mengurangi nyeri). Kotoran yang lebih lunak bisa mengurangi iritasi selama defekasi.
Pada beberapa kasus hemorhoid dibuang dengan pembedahan.

6. Factor yang mempengaruhi eliminasi


 Usia
a.) Perubahan dalam tahap perrkembangan dalam siklus eliminasi terjadi di
sepanjang kehiudupan. Seorang bayi mempunyai lambung ysang kecil dan
lebih sedikit mensekresikan enzim pencernaan, sehiungga makanan dapat
melewati saluran pencernaan dengan cepat karena gerakan peristaltic
berlangsung dengan cepat. Jadi, bayi tidak mampu mengontrol defekasi
karena kurangnya perkembangan neuromuscular
b.) Pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat pada masa remaja. Sekresi HCl
meningkat khususnya pada anak laki-laki sehingga anak remaja biasanya
mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang lebih besar.
c.) Pada lansia sering mengalami perubahan sehingga merusak proses pencernaan
dan eliminasi. Ditandai dengan gerakan peristaltic menurun seiring drengan
peningkatan usia dan melambatnya pengosongan esophagus. Lansia juga
kehiulangan tonus otot pada sfingter anus. Walaupun integritas sfingter
eksterna tetap utuh, lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengontrol
pengeluaran feses. Beberapa lansia kurang menyadari kebutuhannya untuk
berdefekasi akibat melambatnya inpuls saraf sehingga mereka cenderung
mengalami konstipasi.
 Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola
peristaltic yang teratur didalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu
mempengaruhi eliminasi. Mengkonsumsi makanan tinggi serat meningkatkan
kemungkinan normalnya pola eliminasi jika factor lain juga normal. Makanan-
makanan berikut mengandung serat dalam jumlah tinggi (masa) : buah-buahan
mentah, buah-buahan yang diolah, sayur-sayuran, sayur-sayuran mentah, dan
gandum
Beberapa makanan pedas dapat meningkatkan peristaltic, tetapi juga dapat
menyebabkan pencernaan tidak berlangsung dan feses menjadi encer.
 Asupan cairan
Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang menyebabkan kehilangna
cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter feses. Cairan mengencerkan isi
usus, memudahkannya bergerak melalui kolon. Asupan cairan yang menurun
memperlambat gerakan makanan yang melalui usus. Orang dewasa harus minum
6 sampai 8 gelas (1400-2000ml) cairan setiap hari. Minuman ringan yang
hangatdan jus buah memperlunak feses dan meningkatkan peristaltic. Konsumsi
susu dalam jumalah besar dapat memperlambat peristaltic pada beberapa individu
dan menyebabkan konstipasi.
 Aktivitas fisik
Aktivitas usus meningkatkan peristaltik, sementara immobilisasi menekan
motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan
untuk meningkatkan pertahanan eleminasi normal.
 Factor psikologi
Fungsi dari hampirsemua system tubuh dapat mengalami gangguan akibat stress
emotional yang lama. Apabila individu mengalami kecemasan, ketakutan, atau
marah, muncul respon stress yang memungkinkan tubuh membuat perlahan.
Apabila individu mengalami despresi, system syaraf otonom memperlambat
impuls syaraf dan peristaltic dapat menurun.
 Kebiasaan pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu
merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar mandi mereka sendiri pada
waktu yang paling efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang
sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan perubahan, seperti
konstipasi. Klien yang dirawat dirumah sakit jarang dapat mempoertahankan
privasi saat melakukan defekasi dikarenakan fasilitas kamar mandi seringkali
digunakan bersama-sama dengan teman sekamarnya, yang kebiasaan hygienenya
mungkin berbeda atau saat menggubakan pispot sering menimbulkan rasa malu.
Rasa malu membuat klien mengabaikan kebutuhannya untuk berdefekasi, yang
dapat memulai siklus rasa tidak nyaman yang hebat.
 Posisi selama defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet
modern dirancang untuk memfasilitasi posisi duduk tegak kearah depan,
mengeluarkan tekanan intra abdomen dan mengontraksi otot-otot pahanya.
Namun klien lansia atau individu yangmenderita penyakit sendi mungkin tidak
mampu bangkit dari tempat duduk toilet yang rendah. Untuk klien immobilisasi
ditempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit. Posisi terlentang tidak
memungkinkan klien mengkontraksi otot-otot yang digunakan selama defekasi.
Membantu klien ke posisi duduk yang lebih normal pada pispot akan
meningkatkan kemampuan defekasi.
 Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun, pada
sejumlah kondisi termasuk Hemoroid, bedah rectum, fistula rectum, bedah
abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika
defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali menahan keinginanya
untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan timbul.
Konstipasi merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri selama
defekasi.
 Kehamilan
Seiring dengan meningkatkannya usi kehanilan dan ukuran fetus, tekanan
diberikan pada rectum. Obstruksi sementara akibat keberadaan fetus mengganggu
pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada trimester
terakhir. Wanita hamnil sering mengedan selama defekasi dapat menyebabkan
terbentuknya hemoroid yang permanen.
 Pembedahan dan anstesi
Agen anastesi, yang digunakan selama proses pembedahan, membuat gerakan
peristaltic berhenti untuk sementara waktu. Agen anastesi yang dihirup
menghambat impuls syaraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anastesi tersebut
memperlambat atau menghentikan gelombang peristaltic. Klien yang menerima
anastesi local atau regional beresiko lebih kecil untuk mengalami perubahan
eleminasi karena aktivitas usus hanya dipengaruhi sedikit atau tidak dipengaruhi
sama sekali.
Pemebedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung akan
menghentikn gerakan peristaltic sementara.
 Obat-obatan
Obat-obatan untk meningkatkan defekasi telah tersedia. Laksatif dan katartik
melunakan feses dan meningkatkan peristaltic. Walaupu sama, kerja laksatif lebih
ringan daripada kartartik yang mempertahankan pola eliminasi normal dengan
aman. Namun, penggunaan katartik dalam jangaka waktu yang lama
menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang responsip
terhadap stimulasi yang berikan oleh laksatif. Penggunaan laksatif yang
berlebihan juga dapat menyebabkan diare yang berat yang dapat menyebabkan
dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Obat-obatan, seperti disiklomin HCl atau (bentil) menekan gerakan peristaltic dan
mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat mengganggu
eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan gerakan peristaltic. Opiat umumnya
menyebabkan konstipasi. Obat-obatan antikolinergik, seperti atrofin atau
glikopirolat (robinul), menghambat sekresi asam lambungdan menekan motilitas
saluran GI. Walaupoun bermanfaant dalam mengobatiu gangguan usus, agen
antikolinergik dapapt menyebabkan konstipasi. Banyak antibiotic menyebabkan
diare dengan mengganggu flora bakteri normal didalam saluran GI. Apabila diare
dan keram abdomen yang terkait dengan diare semakin parah, obat-obatan yang
diberikanpoada klien mungkin perlu diubah.
 Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostic, yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI, sering
memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien tidak diijhinkan untuk
makan atau minum setelah tengah malam, esoknya akan dilakukan pemeriksaan,
seperti barium enema, endoscopy saluran GI bagian bawah. Pada kasus
penggunaan barium enema atau endoscopy, klien biasanya menerima katartik dan
enema. Poengosongan usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien dapat
makan dengan normal.
Prosedur pemeriksaan menggunakan barium menimbulkan masalah tambahan
dikarenakan barium dapat mengeras jika dibiarkan didalam saluran GI. Hal ini
dapat menyebabkan konstipasi atau impaksi usus.

Table 1.1 faktor yang mempengaruhi eliminasi

Faktor yang meningkatkan eliminasi Faktor yang merusak eliminasi


Lingkungan yang bebas stress Stress emosional (ansietas atau depresi)
Kemampuan untuk mengikuti pola defekasi Gagal mencetuskan reflex defekasi, kurang
pribadi, privasi waktu atau kurang privasi
Diet tinggi serat Diet tinggi lemak, tinggi karbohidrat
Asupan cairan normal (jus buah, cairan hangat) Asupan cairan berkurang
Olahraga Imobilitas atau tidak aktif
Kemampuan untuk mengambil posisi jongkok Tidak mampu jongkok akibat imobilitas, usia
lanjut, deformitas musculoskeletal, nyeri, dan
nyeri selama defekasi
Diberikan laksatif dan kartatik secara cepat Penggunaan analgetik narkotik, antibiotic, dan
anestesi umum, serta penggunaan kartatik yang
berlebihan
Tujuan pembelajaran :

Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan gangguan
liminasi fekal, gangguan nutrisi serta mengintegrasi ilmu patofisiologi, anatomi, biokimia, dan
obat-obatan yang sesuai dengan yang ditemukan

Kasus

Nn. Rina 37 th keadaan umum ; lemah, kesadaran CM, kemampuan mobilisasi hanya ditempat
tidur secara mandiri, terdapat luka terbuka post-operasi usus buntu (infeksi luka operasi, tekanan
darah normal, pernapasan 24 kali permenit, nadi 125x, suhu 38,5° C, BB & TB pasien tidak
diketahui,pasien tampak pucat, konjungtiva anemis, demam pada kedua ekstermitas. pasien
mengeluh mual, perut kembung dan belum buang air besar sejak 6 hari yang lalu(pola BAB
sebelum sakit 5 hari sekali),sulit saat BAB). Intruksi dokter adalah infuse dextrose dg 5% 3
kolf/hari, dexamethasone 3 x 1 ampul (i.v.), ampicilin 3x 1 gr (i.v), PCT 3 x 1 tablet, invicloth
1000 UI(sc).

Pembahasan :

1. Hitung kebutuhan nutrisi Nn. Rina saat ini dan jenis diet yang tepat diberikan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya
2. Bagaimana status nutrisi Nn. Rina ?
3. Faktor-faktor apa saja yang mungkin dapat menyebabkan gangguan nutrisi pada kasus
diatas?
4. Gangguan eliminasi fekal apa yang terjadi pada kasus diatas?
konstipasi
5. Kemungkinan-kemungkinan apa yang menyebabkan gangguan tersebut?
 Kebiasaan pola defekasi; pola BAB sebelum sakit 5 hari sekali, setlah sakit menjadi 6
hari belum defekasi
 Pembedahan dan nyeri ; luka operasi apendiks yang terbuka membuat pasien
merasakan nyeri
 Asupan nutrisi klien ; makanan yang dikonsumsi rendah serat dan biasanya klien
mengkonsumsi makanan yang mengndung karbohidrat dan protein
 Aktivitas fisik; Kemampuan mobilisasi terbatas hanya mandiri di tempat tidur
 Faktor psikologis ; cemas, malu,
 Kebiasaan pribadi : biasanya pergi ke kamar mandi sementara ini harus dikasur
rumah sakit
 Posisi defekasi ; kemungkinana pasien terbiasa jongkok sekarang harus terbaring atau
semifowler
 Obat-obatan ; instruksi dokter memberikan dexamethasol (obat )
6. Bagaimana menanganinya (jelaskan dengan rinci)
 Pola defekasi ;Merubah kebiasaan pola defekasi pasien dengan mngajurkan asupan
nutrisi yang baik yaitu ; makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna, makanan
yang kaya akan serat dan asupan cairan yang seimbang.
 Pembedahan dan nyeri; Menutup luka operasi yang terbuka, mengendalikan infeksi
pad luka, mengurangi rasa nyeri
- Menutup luka operasi, tutup luka operasi kembali pastikan pasien untuk mobilisasi
bertahap.
- Mengendalikan infeksi, untuk meningkatkan proses penyembuhan jaringan dan juga
untuk mencegah infeksi.
- Merawat luka, Perawatan luka / ganti balutan Merupakan tindakan untuk merawat luka dan
melakukan pembalutan.
 Aktivitas fisik; Melatih kemampuan mobilisasi pada pasien post-operasi apendiks
 Faktor psikologis; mengembalikan rasa nyaman pasien, memberi motivasi, memberi
pengetahuan tentang luka dan penyakitnya
 Posisi defekasi ; setelah klien mendapatkan perawatan penutupan luka operasi dan
perawatan luka infeksi, pelatihan mobilisasi. Secara tidak langsung pasien dapat
melakukan posisi defekasi normal kembali
 Obat-obatan; menghentikan pemberian obat-obatan dexamethasone dan memberikan
laksatif dan kartatik untuk melancar proses eliminasi
7. Hitung obat dan infuse yang harus diberikan pada pasien diatas?
 infuse dextrose dg 5% 3 kolf/hari,
1 kolf = 500 ml
500 ml x 3 kolf/hari = 1500/hari
Amount of fluid x drops per milliliter (IV set) = drops/minute (gtt/min)
Hours to administer x minutes perhour (60)
 
1500 x 20 = 30 000 = 20,83 = 21 tts/menit
24 x 60 1 440

 dexamethasone 3 x 1 ampul (i.v.),


1 ampul dexamethasone = 2 ml
3x1 = 3 x 1 ampul = 3 ampul/hari
3 x 2 ml = 6 ml/hari
 ampicilin 3x 1 gr (i.v),

1 gram = 1 cc jika dalam serbuk ampicilin untuk mengencerkan ditambahkan 9 cc jadi


jumlah pengoplosan 10 cc

1 gram ampicilin = 1000 mg

Dosis yang diminta x jumlah pengenceran = dosis yang diberikan ke pasien


Dosis yang dilabel

1000 mg x 10 ml = 10 ml/ 1 kali pemberian


1000 mg
 PCT 3 x 1 tablet,
1 tablet PCT = 500 mg
3 x 1 tablet = 3 tablet/hari
3 x 500 mg = 1500 mg/hari
 invicloth 1000 UI
dosis yang diminta ; 1000 UI
dosis yang dilabel ; 5000/5ml vial

dosis yang diminta x bentuk obat = dosis yang diberikan ke pasien


dosis yang dilabel

1000 UI x 1 ml = 0,2 ml
5000 UI
Jika spuit yang digunakan 100 unit/ml = 0,2 x 100 = 20 ml
1
Jika spuit yang digunakan 40 unit/ml = 0,2 x 40 = 8 ml
1
Jika spuit yang digunakan 1 cc = 0,2 ml atau 0,2 cc

8. Demonstrasikan pemberian tersebut


Cara pemberian obat :
1. Dexamethasone 3 x 1 ampul/hari (IV)
- Persiapan alat ; siapkan spuit disimpan pada bak instrumen, kapas, alcohol,bengkok/piala
ginjal, tourniquet dan perlak diletakkan semuanyana pada baki.
- Sebelum diberikan ke pasien pecahkan ampul lalu masukkan volume yang diminta ke
dalam spuit dengan menggunakan prinsip steril.
- Kaji pasien
- Letakkan alas/perlak dibawah tangan yang ingin diberikan obat
- Usap dengan kapas alcohol bagian yang ingin disuntikkan
- Memakaikan tourniquet pada tangan yang ingin diberikan obat dan cari pembuluh
intervena yang aman biasanya pada median cubital.
- Masukkan jarum dengan perlahan jangan lupa lepaskan tourniquet sebelum memasukan
jarum
- Lepaskan jarum dengan perlahan tapi cepat
- Jangan lupa diusap memakai kapas tetapi jangan letakkan diatas jarum jauh dari jarum
lalu tekan kapas pada bagian yang telah dimasukkan jarum
- Semua alat yang telah digunakan ke pasien jangan lupa menaruhya di piala ginjal
- Kembalikan alat ketempat semula
- Kembalikan pasien ke posisi semula
2. Ampicilin 1 gr (IV)
- Persiapan alat ; siapkan spuit disimpan pada bak instrumen, kapas, alcohol,bengkok/piala
ginjal, tourniquet dan perlak diletakkan semuanyana pada baki.
- Sebelum diberikan ke pasien lakukan pengoplosan sebagai berikut;
 Vial yang diminta diencerkan sebanyak 10 ml aquades
 Saat diberikan pada pasien gunakan jarum yang berbeda karena ditakutkan tumpul
dan merusak pembuluh darah
 Pada saat mengambil pada vial ambil sesuai volume yang diminta
- Kaji pasien
- Letakkan alas/perlak dibawah tangan yang ingin diberikan obat
- Usap dengan kapas alcohol bagian yang ingin disuntikkan
- Memakaikan tourniquet pada tangan yang ingin diberikan obat dan cari pembuluh
intervena yang aman biasanya pada median cubital.
- Masukkan jarum dengan perlahan jangan lupa lepaskan tourniquet sebelum memasukan
jarum
- Lepaskan jarum dengan perlahan tapi cepat
- Jangan lupa diusap memakai kapas tetapi jangan letakkan diatas jarum jauh dari jarum
lalu tekan kapas pada bagian yang telah dimasukkan jarum
- Semua alat yang telah digunakan ke pasien jangan lupa menaruhya di piala ginjal
- Kembalikan alat ketempat semula
- Kembalikan pasien ke posisi semula
3. invicloth 1000 UI (sc)
- Persiapan alat ; siapkan spuit disimpan pada bak instrumen, kapas, alcohol,bengkok/piala
ginjal, tourniquet dan perlak diletakkan semuanyana pada baki.
- Sebelum diberikan ke pasien pecahkan ampul lalu masukkan volume yang diminta ke
dalam spuit dengan menggunakan prinsip steril.
- Kaji pasien
- Letakkan alas/perlak dibawah tangan yang ingin diberikan obat
- Usap dengan kapas alcohol bagian yang ingin disuntikkan
- Memakaikan tourniquet pada tangan yang ingin diberikan obat dan cari pembuluh
intervena yang aman biasanya pada median cubital.
- Masukkan jarum dengan derajat 45° atau 90° jangan lupa lepaskan tourniquet sebelum
memasukan jarum
- Lepaskan jarum dengan perlahan tapi cepat
- Jangan lupa diusap memakai kapas tetapi jangan letakkan diatas jarum jauh dari jarum
lalu tekan kapas pada bagian yang telah dimasukkan jarum
- Semua alat yang telah digunakan ke pasien jangan lupa menaruhya di piala ginjal
- Kembalikan alat ketempat semula
- Kembalikan pasien ke posisi semula
9. Askep ?

Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

Data subyektif :

4. Pasien mengeluh mual


5. Pasien mengeluh Perut kembung
6. Pasien mengeluh belum BAB sejak 6 hari yang lalu

Data obyektif :

7. TD normal ()
8. P = 24 x menit
9. Nadi 125 x/menit
10. Suhu 38,5° C
11. BB & TB tidak diketahui
12. Pasien tampak pucat
13. Konjungtiva anemis
14. Edema pada kedua ekstremitas
15. Kesadaran umum lemah
16. Kesadaran compos mentis
17. Kemampuan mobilisasi hanya ditempat tidur
18. Terdapat luka post operasi (infeksi)

Riwayat keperawatan

1. Pola defekasi

Sebelum sakit Pola BAB klien 5 hari sekali. Setelah sakit pola BAB klien jadi 6 hari sekali

2. Pola tingkah laku

Pada saat di rumah pola tingkah laku klien berdefekasi terasa nyaman dan aman namun saat
klien di rumah sakit kemampuan mobilisasi hanya ditempat tidur secara mandiri biasanya
Untuk klien immobilisasi ditempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit dan tidak
nyaman.

3. Diet

Asupan makanan setiap hari kurang teratur sehingga kurang membantu mempertahankan
pola peristaltic yang teratur didalam kolon. Mengkonsumsi makanan rendah serat
menurunkan kemungkinan normalnya pola eliminasi.

4. Cairan

Asupan cairan selama di rumah sakit hanya diberikan dextrose 5 % sebanyak 3 kolf perhari.

5. Latihan

Pola latihan pasien sebelum sakit jarang melakukan olahraga sedangkan setelah masuk
rumah sakit pasien hanya bisa mobilisasi di tempat tidur secara mandiri.

6. Obat-obatan

Obat-obat yang mempengaruhi konsumsi

7. Stress

Pasien mengalami gangguan psikologis setelah pasien mengetahui bahwa luka operasinya
terbuka.

8. Pembedahan

Pasien melakukan pembedahan apendiksitis setelah pasca operasi ada jahitan operasi yang
terbuka dan infeksi.

Dx :
 infeksi resiko tinggi terhadap luka pembedahan
 nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan yang terbuka dan infeksi

Intervensi Rasional

Diagnose I
- Awasi tanda vital. Perhatikan demam, - Dugaan adanya infeksi/terjadinya
menggigil, berkeringat, perubahan sepsis, abses, peritonitis.
mental, meningkatkan nyeri abdomen
- Lakukan pencucian tangan yang baik - Menurunkan resiko penyebaran
dan perawatan luka aseptic.
- Lihat insisi dan balutan. Catat - Memberikan deteksi dini terjadinya
karakteristik drainase luka/drain. proses infeksi, atau pengawasan
penyembuhan peritonitis yang telah ada
sebelumnya.

- Ganti luka balutan secara berkala dan - Menurunkan resiko infeksi


perawatan luka dengan baik
Diagnose II
- Kaji nyeri catat lokasi, karakteristik, - Berguna dalam pengawasaan
beratnya (skala 0-10). Selidiki dan keefektifan obar, kemajuan
laporkan perubahan nyeri dengan tepat penyembuhan. Perubahan pada
karekteristik nyeri menunjukkan
terjadinya absess atau peritionitis.
Memerlukan upaya evaluasi medic dan
intervensi
- Dorong ambulasi dini - Meningkatkan normalisasi fungsi
organ, contohnya meramngsang
peristaltic dan kelancaran flatus,
menurunkan ketidaknyamanan
abdomen.
- Berikan aktivitas hiburan - Focus perhatian kembali meningkatkan
relaksasi dan dapat meningkatkan
kemampuan koping.

You might also like