You are on page 1of 1

Bidang 

kefarmasian awalnya merupakan bagian dari ilmu kedokteran. Seiring dengan


berjalannnya waktu, peran kefarmasian dipandang sangat penting dalam dunia kesehatan
sehingga menuntut profesionalitas kefarmasian. Hal ini membawa dampak pengembangan
pendidikan kefarmasian tersendiri, terpisah dari pendidikan kedokteran. Apoteker, menurut PP
51 tahun 2009 adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

Peranan atau tugas apoteker tidak saja hanya dalam bidang peracikan obat saja, namun lebih luas
lagi, salah satunya dalam bidang pendidikan kefarmasian. Dalam profesi apoteker dikenal eight
star pharmacist yaitu delapan peranan apoteker seperti digariskan oleh WHO. Salah satu poin
dalam eight star pharmacist tersebut adalah peranan apoteker sebagai seorang pendidik. Sebagai
seorang pendidik apoteker memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan melatih apoteker
generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagi ilmu pengetahuan baru satu sama
lain, tetapi juga kesempatan memperoleh pengalaman dan peningkatan keterampilan.

Seperti yang tertera pada KEPMENKES no. 1027 tahun 2004 mengenai standar pelayanan
kefarmasian di apotek bahwa pelayanan kefarmasian saat ini telah mengalami pergeseran
orientasi dari obat kepada pasien yang mengacu pada pharmaceutical care. Pelayanan yang
awalnya hanya berorientasi kepada obat sebagai sebuah produk menjadi pelayanan yang bersifat
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai
konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk
interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan
obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker
harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication
error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai
standar yang ada untuk menghindari terjadinya hal tersebut. Apoteker harus mampu
berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional.

Dengan begitu banyak tuntutan pada profesi apoteker, apoteker dalam bidang pendidikan harus
memulai membenah diri terutama mengenai kurikulum yang diberikan kepada para mahasiswa
farmasi, maupun calon tenaga kefarnasian lainnya. Hal ini agar para calon apoteker maupun
tenaga kefarmasian lainnya mampu menjalani pekerjaan kefarmasian seperti yang sudah
digariskan PP 51 tahun 2009 sehingga dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
masyarakat.

You might also like