You are on page 1of 42

www.jpzx1.blogspot.

com
jpz_x1@yahoo.com
jpzsoner@gmail.com

JULIZAR
PATZAM
JURNALISTIK & PERS
I. Jurnalistik
Oleh: Kristina Dwi Lestari

Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan kemajuan yang
signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling bersaing kecepatan sehingga tidak ayal
bila si pemburu berita dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi. Penguasaan
dasar-dasar pengetahuan jurnalistik merupakan modal yang amat penting manakala kita
terjun di dunia ini. Keberadaan media tidak lagi sebatas penyampai informasi yang aktual
kepada masyarakat, tapi media juga mempunyai tanggung jawab yang berat dalam
menampilkan fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif dalam setiap pemberitaannya.

Apa Itu Jurnalistik?

Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat
sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada
khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai
kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit
disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya
sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media
elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik
cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah
berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).

Pengantar Ilmu Jurnalistik
In Jurnalisme on April 26, 2007 at 1:51 am

Oleh: Dian Amalia

1. Pengertian Jurnalistik

Definisi jurnalistik sangat banyak. Namun pada hakekatnya sama, para tokoh komuniikasi
atau tokoh jurnalistik mendefinisikan berbeda-beda. Jurnalistik secara harfiah, jurnalistik
(journalistic) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal”
(journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari”
(day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran
catatan harian.

Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah
seperangkat atau suatu alat madia massa. Pengertian jurnalistik dari berbagai literature dapat
dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak. Namun jurnalistik mempunyai
fungsi sebagai pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan
sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Apapun
yang terjadi baik peristiwa factual (fact) atau pendapat seseorang (opini), untuk menjadi
sebuah berita kepada khalayak.
Jurnalistik adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaopran setiap
hari. Jadi jurnalistik bukan pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan
sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala
lainnya.

Untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan jurnalistik, dibawah ini adalah definisi dari
para tokoh tentang jurnalistik seperti yang di rangkum oleh Kasman dalam bukunya bahwa
jurnalistik adalah:

F. Fraser Bond dalam bukunya An Introduction to Journalism menyatakan: “Journalism


ambraces all the forms in which and trough wich the news and moment on the news reach the
public”. Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita
sampai pada kelompok pemerhati.

M. Djen Amar, jurnalistik adalah usaha memproduksi kata-kata dan gambar-gambar yang
dihubungkan dengan proses transfer ide atau gagasan dengan bentuk suara, inilah cikal bakal
makna jurnalistik sederhana. Pengertian menurut Amar juga dijelaskan pada Sumadiria.
Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan berita kepada
khalayak seluas-luasnya.

M. Ridwan, adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan, mengedit berita untuki


pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan terbitan berkala lainnya. Selain bersifat
ketrampilan praktis, jurnalistik merupakan seni.

Onong U. Effendi, jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak dari mendapatkan bahan
sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada mulanya jurnalistik hanya
mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja.

Adinegoro, jurnalistik adalah semacam kepandaian karang-mengarang yang pokoknya


memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya.
Sedang menurut Summanang, mengutarakan lebih singkat lagi, jurnalistik adalah segala
sesuatu yang menyangkut kewartawanan.

Dalam buku Jurnalistik Indonesia karya Sumadiria juga mengungkapkan pengertian beberapa
tokoh antara lain; F.Fraser Bond, Roland E. Wolseley, Adinegoro, Astrid S. Susanto, Onong
U. Effendi, Djen Amar, Erik Hodgins, Kustadi Suhandang, dan bahkan penulis itu sendir
Haris Sumadiria.

Roland E. Wolseley dalam Understanding Magazines (1969:3), jurnalistik adalah


pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat
pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat
kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.

Astrid S. Susanto, jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran
tentang kejadian sehari-hari.

Erik Hodgins (Redaktur Majalah Time), jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke
sana dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan.
Haris Sumadiria, pengertian secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari,
mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala
kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.

Dalam buku Kustadi Suhandang, juga terdapa satu pakar lagi yang mendefinisikan pengertian
jurnalistik, yaitu A.W. Widjaya, menyebutkan bahwa jurnalistik merupakan suatu kegiatan
komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai
berbagai peritiwaatau kejadian sehari-hari yang aktualdan factual dalam waktu yang secepat-
cepatnya.

Sedang menurut Kustadi Suhandang sendiri Kustadi, jurnalistik adalah seni atau ketrampilan
mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa
yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani
khalayaknya.

Menurut A.Muis dan Edwin Emery yaitu; A.Muis (pakar hukum komunikasi) mengatakan
bahwa definisi tentang jurnalistik cukup banyak. Namun dari definisi-definisi tersebut
memiliki kesamaan secara umum. Semua definisi juranlistik memasukan unsur media massa,
penulisan berita, dan waktu yang tertentu (aktualitas). Menurut Edwin Emery juga sama
mengatakan dalam jurnalistik selalu harus ada unsur kesegaran waktu (timeliness atau
aktualitas). Dan Emery menambahkan bahwa seorang jurnalis memiliki dua fungsi utama.
Pertama, fungsi jurnalis adalah melaporkan berita. Kedua, membuat interpretasi dan
memberikan pendapat yang didasarkan pada beritanya.

Menurut Ensiklopedi Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan


penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam
bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-
sarana penerbitan yang ada.

Sumadiria juga menambahkan bahwa jurnalistik dalam Leksikon Komunikasi dirumuskan,


jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita
dan karangan utuk surat kabar, majalah, dan media massa lainnya seperti radio dan televisi.

2. Ruang Lingkup Jurnalistik

Ruang lingkup jurnalistik sama saja dengan ruang lingkup pers. Dalam garis besar jurnalistik
Palapah dan Syamsudin dalam diktat membagi ruang lingkup jurnalistik ke dalam dua
bagian, yaitu : news dan views (Diktat “Dasar-dasar Jurnalistik”).

News dapat dibagi menjadi menjadi dua bagian besar, yaitu :

1. Stainght news, yang terdiri dari :

a. Matter of fact news

b. Interpretative report

c. Reportage

2. Feature news, yang terdiri dari :


a. Human interest features

b. Historical features

c. Biographical and persomality features

d. Travel features

e. Scientifict features

Views dapat dibagi kedalam beberapa bagian yaitu :

1. Editorial

2. Special article

3. Colomum

4. Feature article

3. Sejarah Jurnalistik

Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja. Itu terbukti
pada Acta Diurna sebagai produk jurnalistik pertama pada zaman Romawi Kuno, ketika
kaisar Julius Caesar berkuasa.

Sekilas tentang pengertian dan perkembangan jurnalistik, Assegaff sedikit menceritakan


sedikit sejarah. Bahwa jurnalistik berasal dari kata Acta Diurna, yang terbit di zaman
Romawi, dimana berita-berita dan pengumuman ditempelkanatau dipasang di pusat kota yang
di kala itu disebut Forum Romanum. Namun asal kata jurnalistik adalah “Journal” atau “Du
jour” yang berarti hari, di mana segala berita atau warta sehari itu termuat dalam lembaran
tercetak. Karena kemajuan teknologi dan ditemukannyapencetakan surat kabar dengan
system silinder (rotasi), maka istilah “pers muncul”, sehingga orang lalu mensenadakan
istilah “jurnalistik” dengan “pers”.

Sejarah yang pasti tentang jurnalistik tidak begitu jelas sumbernya, namun yang pasti
jurnaliatik pada dasarnya sama yaitu diartikan sebagai laporan. Dan dari pengertian ada
beberapa versi. Kalau dalam dari sejarah Islam cikal bakal jurnalistik yang pertama kali
didunia adalah pada zaman Nabi Nuh.

Suhandang dalam bukunya juga menerangkan sejarah Nabi Nuh teerutama dalam
menyinggung tentang kejurnalistikan. Dikisahkan bahwa pada waktu itu sebelum Allah SWT
menurunkan banjir yang sangat hebatkepada kaum yang kafir, maka datanglah maiakat
utusan Allah SWT kepada Nabi Nuh agar ia memberitahukan cara membuat kapal sampai
selesai. Kapal yang akan dibuatnya sebagai alat untuk evakuasi Nabi Nuh beserta sanak
keluarganya, seluruh pengikutnya yang shaleh dan segala macam hewan masing-masing satu
pasang. Tidak lama kamudian, seusainya Nabi Nuh membuat kapal, hujan lebat pun turun
berhari-hari tiada hentinya. Demikian pula angin dan badai tiada henti, menghancurkan
segala apa yang ada di dunia kecuali kapal Nabi Nuh. Dunia pun dengan cepat menjadi lautan
yang sangat besar dan luas. Saat itu Nabi Nuh bersama oranng-orang yang beriman lainnya
dan hewan-hewan itu telah naik kapal, dan berlayar dengan selamat diatas gelombang lautan
banjir yang sangat dahsyat.

Hari larut berganti malam, hingga hari berganti hari, minggu berganti minggu. Namun air
tetap menggenang dalam, seakan-akan tidak berubah sejak semula. Sementara itu Nabi Nuh
beserta lainnya yang ada dikapal mulai khawatir dan gelisah karena persediaan makanan
mulai menipis. Masing-masing penumpang pun mulai bertanya-tanya, apakah air bah itu
memang tyidak berubah atau bagaimana? Hanya kepastian tentang hal itu saja rupanya yang
bisa menetramkan karisuan hati mereka. Dengan menngetahui situasi dan kondisi itu mereka
mengharapkan dapat memperoleh landasan berfikir untuk melakukan tindak lanjut dalam
menghadapi penderitaanya, terutama dalam melakukan penghematan yang cermat.

Guna memenuhi keperluan dan keinginan para penumpang kapalnya itu Nabi Nuh mengutus
seekor burung dara ke luar kapal untuk meneliti keadaan air dan kemungkinan adanya
makanan. Setelah beberapa lama burung itu terbang mengamati keadaan air, dan kian kemari
mencari makanan, tetapi sia-sia belaka. Burung dara itu hanya melihat daun dan ranting
pohon zaitun (olijf) yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun di patuknya dan
dibawanya pulang ke kapal. Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting
zaitun. Nabi Nuh mengambil kesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, namun seluruh
permukaan bumi masih tertutup air, sehingga burung dara itu pun tidak menemukan tempat
untuk istirahat demikianlah kabar dan berita itu disampaikan kepada seluruh anggota
penumpangnya.

Atas dasar fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari
berita dan penyiar kabar (wartawan) yang pertama kali di dunia. Bahkan sejalan dengan
teknik-teknik dan caranya mencari serta menyiarkan kabar (warta berita di zaman sekarang
dengan lembaga kantor beritannya). Mereka menunjukan bahwa sesungguhnya kantor berita
yang pertama di dunia adalah Kapal Nabi Nuh.

Data selanjutnya diperolah para ahli sejarah negara Romawi pada permulaan berdirinya
kerajaan Romawi (Imam Agung) mencatat segala kejadian penting yang diketahuinya pada
annals (papan tulis yang digantungkan di serambi rumahnya). Catatan pada papan tulis itu
merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.

Pengumuman sejenis itu dilanjutkan oleh Julius Caesar pada zaman kejayaannya. Caesar
mengumumkan hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-
peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya, dengan jalan
menuliskannya pada papan pengumuman berupa papan tulis pada masa itu. (60 SM) dikenal
dengan acta diurna dan diletakkan di Forum Romanum (Stadion Romawi) untuk diketahui
oleh umum. Terhadap isi acta diurna tersebut setiap orang boleh membacanya, bahkan juga
boleh mengutipnya untuk kemudian disebarluaskan dan dikabarkan ke tempat lain.

Baik hikayat Nabi Nuh menurut keterangan Flavius Josephus maupun munculnya acta diurna
belum merupakan suatu penyiaran atau penerbitan sebagai harian, akan tetapi jelas terlihat
merupakan gejala awal perkembangan jurnalistik. Dari kejadian tersenut dapat kita ketahui
adanya suatu kegiatanyang mempunyai prinsip-prinsip komunikasi massa pada umumnya dan
kejuruan jurnalistik pada khususnya. Karena itu tidak heran kalau Nabi Nuh dikenal sebagai
wartawan pertama di dunia. Demikian pula acta diurna sebagai cikal bakal lahirnya surat
kabar harian.
Seiring kemajuan teknologi informasi maka yang bermula dari laporan harian maka tercetak
manjadi surat kabar harian. Dari media cetak berkembang ke media elektronik, dari kemajuan
elektronik terciptalah media informasi berupa radio. Tidak cukup dengan radio yang hanya
berupa suara muncul pula terobosan baru berupa media audio visual yaitu TV (televisi).
Media informasi tidak puas hanya dengan televisi, lahirlah berupa internet, sebagai jaringan
yang bebas dan tidak terbatas. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi telah
melahirkan banyak media (multimedia).

Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting
untuk kita perhatikan.

a. Skeptis

Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang
diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah
keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk
mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke
lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.

b. Bertindak (action)

Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan
mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.

c. Berubah

Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur
informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi.

d. Seni dan Profesi

Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-
aspek yang unik.

e. Peran Pers

Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-
peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers
juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan
serta advokasi.

KOMUNIKASI DAN JURNALISTIK

Seperti telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa Publisistik secara tradisional
berkembang dari akar yang kuat, dari retorika. Setelah ditemukannya alat cetak menyebabkan
timbulnya surat kabar, timbullah ilmu yang mempelajari persuratkabaran (di Jerman disebut
Zeitungswissenschaft sedang di Inggris Journalism) yang di Indonesia sering disebut
Jurnalistik. Selanjutnya jurnalistik masa sekarang dikenal dengan sebutan PERS, karena hasil
produk jurnalistik dan sarana penyiaran jurnalistik adalah dalam bentuk pers.
Journalistic/Journalism bersumber dari kata Journal yang berasal dari Bahasa Latin diurnal
yang berarti harian atau setiap hari.
jurnalistik didefinisikan sebagai keterampilan atau kegaiatan mengelola bahan berita
mulai dari peliputan sampai pada penyusunan yang layak disebarluaskan kepada masyarakat
secara rutin setiap hari.

Fungsi Jurnalistik
Acta Diurna sebagai produk Jurnalistik pertama di dunia pada masa Romawi Kuno
ketika Kaisar Julius Caesar berkuasa isinya hanya berisi hal-hal yang sifatnya informatif saja.
Perkembangan selanjutnya karena pers dapat menghasilkan produk massal dan jangkauan
massa yang menyeluruh serta serempak maka sering dipergunakan kaum idealis untuk
melakukan social control hingga akhirnya pers bukan hanya bersifat informatif semata tetapi
juga bersifat persuasif.
Pers bukan hanya menyiarkan informasi, tetapi juga membujuk dan mengajak
khalayak untuk mengambil sikap tertentu, agar berbuat sesuatu atau untuk tidak melakukan
sesuatu. Bentuk jurnalistik atau pers yang bersifat persuasif antara lain adalah tajuk rencana
(editorial) dan pelaporan selidik (investigative reporting).

Berdasarkan uraian tersebut, maka fungsi pers dapat dijelaskan sebagai berikut :
Fungsi menyiarkan informasi. Khalayak memerlukan pers untuk mendapatkan informasi di
muka bumi ini : mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang
dikatakan oang lain, dan sebagainya.
 Fungsi mendidik.Sebagai sarana pendidikan massa (mass education), pers memuat
tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga khalayak pembaca bertambah
pengetahuannya. Fungsi mendidik ini dapat secara implisit dalam bentuk berita, juga
dapat secara eksplisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana. Kadang cerita
bersambung atau berita bergambar juga mengandung aspek pendidikan.
 Fungsi Menghibur. Tujuan hiburan biasanya juga untuk mengimbangi berita berat
(hard news) dan artikel-artikel berbobot. Hiburan dapat ditampilkan dengan berita
ringan, pemuatan cerita, teka-teki, karikatur, dan sebagainya.
 Fungsi Mempengaruhi. Fungsi mempengaruhi dari pers secara implisit terdapat pada
berita sedangkan secara eksplisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel. Fungsi
mempengaruhi khusus dalam bidang perniagaan terdapat pada iklan-iklan atau display
suatu produk. Karena fungsi pers mempengaruhi ini menyebabkan pers memegang
peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sehingga pada masanya
Napoleon pernah berkata bahwa ia lebih takut oleh empat surat kabar dari pada
seratus serdadu dengan sangkur terhunus.

Arti dan Konsep Berita


Berita atau news adalah segala hal apa yang nyata terjadi, hal yang akan terjadi, adan apa
yang menjadi pemikiran orang.
Menurut Mitchel V. Charn dalam buku Reporting menyatakan bahwa : “News is the timely
repaort of facts or opinion of either interest or importance, or both, to a considerable number
of people. (Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal
yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk).
Di kalangan wartawan ada yang mengartikan news itu bentuk prural dari new sebagai
penyiaran hal-hal yang terbaru, dan ada juga yang berpendapat news sebagai singkatan dari :
north (utara), east (timur), west (barat), south (selatan). Mereka mengartikan berita sebagai
laporan dari keempat penjuru angin, laporan dari mana-mana, dari berbagai tempat di dunia.
Walau arti tersebut tidak menggambarkan arti berita yang sebenarnya.

Ciri hakiki berita sebagai laporan dibandingkan dengan bentuk laporan lainnya ialah bahwa
berita merupakan laporan yang sangat cepat (timely) dan berkaitan dengan kepentingan
umum (public interest).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka Frank Luther Mott dalam buku New Survey of
Journalism menyatakan bahwa ada delapan konsep berita :
• Berita sebagai laporan tercepat (news as timely report)
• Berita sebagai rekaman (news as record)
• Berita sebagai fakta objektif (news as objective fact)
• Berita sebagai interpretasi (news as interpretation)
• Berita sebagai sensasi (news as sensasion)
• Berita sebagai minat insani ( news as human interest)
• Berita sebagai ramalan (news as prediction)
• Berita sebagai gambar (news as picture)

Jurnalistik, Tidak Sekedar Kebebasan Tapi Juga


Manajemen Kerja Pers.
Setelah kebebasannya sempat diberangus oleh kekuasaan yang menancap sangat
dalam ke seluruh lapisan dinamika masyarakat, kini kebebasan pers semakin terbuka.
Implikasinya semakin menjamur pers dan jurnalistik media yang tidak mempunyai arah yang
jelas dalam menciptakan “brand image” dari media itu sendiri. Patut dipertanyakan apakah
mereka berada dalam jalur manajemen kerja pers yang baik atau sekedar euphoria dari
kebebasan untuk menentukan sikap dunia jurnalistik dan pangsa pasarnya.

Jurnalistik berasal dari kata “Journal” atau “du jour” yang berarti hari, di mana
segala berita atau warta sehari itu termuat dalam lembaran yang tercetak. Dalam kamus
bahasa Inggris, “journal” diartikan sebagai majalah, surat kabar, dan diary (buku catatan
harian). Sedangakan “journalistic” diartikan kewartawanan (warta = berita, kabar). Karena
kemajuan teknologi dan ditemukannya percetakan suratkabar dengan sistem silinder (rotasi),
maka istilah “pers” pun muncul, sehingga orang lalu mengidentikkan istilah “jurnalistik”
dengan “pers”, yang dalam bahasa Inggris (press) berarti mesin pencetak, mencetak,orang-
orang yang terlibat dalam kepenulisan atau produksi berita, menekan, dan sebagainya.

Dalam perkembangannya kemudian secara sederhana jurnalistik dipahami sebagai


“proses kegiatan meliput, membuat, dan menyebarluaskan peristiwa yang bernilai berita
(news) dan pandangan (views) kepada khalayak melalui saluran media massa (cetak atau
elektronik)”. Pelakunya disebut jurnalis atau wartawan. Dan wartawan menurut UU Pokok
Pers Indonesia, adalah “karyawan yang melakukan secara kontinue pekerjaan/kegiatan/usaha
yang sah yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan, dan penyiaran dalam bentuk
fakta, pendapat, ulasan, gambar-gambar, dan sebagainya untuk perusahaan pers, radio,
televisi dan film”.

Dari pengertian tersebut, kita dapat memperoleh gambaran bagaimana mengelola atau
menyusun konsep kerja jurnalistik. Yaitu, pertama, meliput dan membuat news dan views.
Kedua, menyebarluaskannya kepada khalayak. Yang pertama merupakan sisi ideal sebuah
media. Ia menjadi tugas redaksi/wartawan. Yang kedua merupakan sisi komersial dan
menjadi tugas bagian pemasaran (sirkulasi, iklan, promosi).

Dalam meliput dan membuat berita (news dan views), bagian redaksi biasanya
mempunyai acuan tertentu sebagai “Garis Besar Haluan Redaksi” (GBHR), yang terdiri dari
visi dan misi. Dan visi dan misi tersebut mengacu pada jenis jurnalistik apa yang digarapnya.

Jenis-jenis jurnalistik itu sendiri meliputi :

 Jazz journalism. Jurnalistik yang mengacu pada pemberitahuan hal-hal yang


sensaional, menggemparkan atau menggegerkan, seperti meramu gosip atau rumor.

 Adversary journalism. Jurnalistik yang membawa misi penentangan atau permusuhan,


yakni beritanya sering menentang kebijakan pemerintah atau penguasa (oposisi).

 Government-say-so-journalism. Jurnalistik yang memberitakan atau meliput apa saja


yang disiarkan pemerintah layaknya koran pemerintah.

 Checkbook journalism. Jurnalistik yang untuk memperoleh bahan berita harus


memberi uang pada sumber berita.

 Alcohol journalism. Jurnalistik liberal yang tidak menghargai urusan pribadi


seseorang atau lembaga.

 Crusade journalism. Jurnalistik yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, misalnya


demokrasi, sosialis, nilai-nilai Islam atau nilai-nilai kebenaran.

Dalan kamus jurnalistik ditemukan pula istilah-istilah atau jenis-jenis jurnalistik


seperti berikut :
 Electronic journalisme (jurnalistik elektronik), yakni pengetahuan tentang berita-
berita yang disiarkan melalui media massa modern seperti film, televisi, radio kaset,
dan sebagainya.

 Junket journalism (jurnalistik foya-foya), yaitu praktek jurnalistik yang tercela, yakni
wartawan yang mengadakan perjalanan jurnalistik atas biaya dan perjalanan yang
berlebihan diongkosi si pengundang.

 Gutter journalism (jurnalistik got), yaitu teknik jurnalistik yang lebih menonjolkan
pemberitaan tentang seks dan kejahatan.

 Gossip journalism (jurnalistik kasak-kusuk), yaitu jurnalistik yang lebih menekankan


pada berita kasak-kusuk dan isu yang kebenarannya masih diragukan (“koran gosip”).

 Development journalism (juranlistik pembangunan), atau dalam istilah kita “pers


pembangunan”, yaitu jurnalistik yang mengutamakan peranan pers dalam rangka
pembangunan nasional negara dan bangsanya.

Penentuan visi dan misi sebuah penerbitan (media massa) penting artinya untuk
menjadi pedoman jajaran redaksi dalam menjalankan tugasnya.

Visi sebuah media antara lain dapat dilihat dan dituangkan dalam tajuk rencana media
tersebut. Karena lewat tajuk rencanalah biasanya sebuah media menunjukkan sikap secara
jelas atas sesuatu masalah. Misi sebuah media dijabarkan dalam rubrikasi. Misi ini pula yang
menentukan pangsa pasar mana yang dituju media tersebut.

Eksistensi sebuah media massa atau penerbitan sendiri bergantung pada :

 Product, yaitu kualitas media, meliputi rubrikasi, isi berita, layout/setting, artistik,
perwajahan (cover), dan sebagainya sehingga menarik dan dibeli/dibaca orang.

 Promotion, yaitu upaya media tersebut menarik minat orang untuk membeli dan
membaca (berlangganan)

 Please, yakni kualitas pelayanan media tersebut, dalam hal ini bagian sirkulasi, untuk
menyenangkan, memudahkan orang mendapatkan media yang bersangkutan. Juga
bisa berarti kualitas pelayanan redaksi atau bagian lain terhadap pembaca.

 Price, yaitu harga media tersebut, apakah terjangkau oleh pembeli, sesuai dengan
kualitas produk dan pelayanan, dan sebagainya.

Sebenarnya ada dua hal lagi yang turut pula menentukan eksistensi sebuah media,
yakni People dan Power. People di sini adalah massa dan power adalah penguasa. Massa bisa
membuat sebuah media mati, sedangkan power untuk konteks Indonesia adalah “hantu”
pembredelan atau pencabutan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan pers).

Satu hal penting lainnya, eksistensi media juga bergantung pada kondisi internal
media itu sendiri. Media yang baik dan prospektif untuk maju dan besar, antara lain
memperhatikan penuh tiga kerangka dasar sebuah media yaitu :

1. Sehat SDM, yakni tenaga-tenaga pengelola media tersebut berkualitas dan profesional
di bidangnya.
2. Sehat manajemen, yakni manajemen media tersebut dilakukan dengan baik,
terencana, terarah dan terkendali.
3. Sehat sarana, yakni terpenuhinya sarana atau segala fasilitas yang diperlukan bagi
kelancaran kerja di media tersebut.

Dari seluruh tulisan di atas, apa yang ingin disampaikan ialah perkembangan dunia
jurnalistik sekarang ini lebih cenderung mengarah kepada kebebasan bersikap, mengutarakan
kritik dan otokritik, melemparkan gagasan, mencuatkan ide dan rumor. Namun di berbagai
media jurnalistik pula kita dapat memberikan penilaian bahwa media-media itu terlihat asal
sekedar terbit, sangat lemah konsep kerja dan manajemen pengelolaannya.

Disinilah dibutuhkan konsep kerja jurnalistik yang dapat dijadikan faktor “check and
balancing”, sehingga kebebasan media jurnalistik lebih terarah dalam mencapaikan
konsepnya. Perlu diingat bahwa dalam negara demokratis, media jurnalistik adalah “wakil
rakyat” kedua setelah lembaga legislatif atau parlemen bahkan sebagai “kaum oposisi” yang
pertama. Pertanyaan selanjutnya ialah mampukah pers jurnalistik kita mengarah kesana?

Jurnalisme daring atau online


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Jurnalisme daring berasal dari gabungan kata "jurnalisme", yang memiliki makna penyajian
informasi dan fakta secara luas melalui media massa kepada publik, dan kata "daring", yang
merupakan bentuk singkatan dari kata "dalam jaringan" (online), yang dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi dan media internet. Dengan demikian,
jurnalisme daring adalah sebuah metode baru penyajian informasi dan fakta dengan
menggunakan bantuan atau perantara teknologi internet. Salah satu contoh dari perwujudan
jurnalisme daring adalah weblog, atau yang sering disebut sebagai blog.

Daftar isi
 1 Sejarah
 2 Prinsip-prinsip dasar jurnalisme daring
 3 Jenis jurnalisme daring
 4 Keuntungan
 5 Konsekuensi
 6 Referensi
 7 Pranala luar
 8 Catatan kaki

Sejarah
Keterlibatan media komputer dalam dunia jurnalisme dimulai sejak era 1970-1980 di mana
saat itu teknologi sedang berkembang dengan sangat pesat. Metode menyimpan data, copy,
dan paste juga sudah digunakan, yang akhirnya mengakibatkan kepada pemunduran tenggang
waktu atau deadline. Proses pencetakan berita dalam format media cetak pun menjadi lebih
mudah sehingga memungkinkan produksi secara massif. Hal ini akhirnya membawa kita
semua kepada era 1990-an, di mana teknologi internet mulai dikembangkan. Teknologi
nirkabel atau wireless pada notebook (komputer jinjing) pun diciptakan, yang pada akhirnya
memudahkan pelaksanaan proses-proses jurnalistik [1]. Lalu tibalah pada tanggal 19 Januari
1998, di mana Mark Drudge mempublikasikan kisah perselingkuhan Presiden Amerika
Serikat, Bill Clinton, dengan Monica Lewinsky [2]. Tanggal tersebut lah yang disebut sebagai
tanggal lahir Jurnalisme Daring, yang pada akhirnya berkembang di berbagai negara lain.
Kemudian barulah pada tahun 2000-an, muncul situs-situs pribadi yang menampilkan laporan
jurnalistik pemiliknya, yang kemudian disebut sebagai weblog atau blog

Prinsip-prinsip dasar jurnalisme daring


Paul Bradshaw menyebutkan bahwa ada lima prinsip dasar jurnalisme daring, yang terdiri
dari akronim bahasa Inggris B-A-S-I-C, yakni 'Brevity – Adaptability – Scannability –
Interactivity – Community and Coversation'

1. Keringkasan (Brevity). Berita dituntut untuk bersifat ringkas, untuk menyesuaikan


kehidupan manusia dan tingkat kesibukannya yang semakin tinggi. Hal ini sesuai
dengan istilah umum komunikasi ‘KISS’, yakni Keep It Short and Simple
2. Adaptabilitas atau kemampuan beradaptasi (Adaptabilty). Para jurnalis daring dituntut
agar mampu menyesuaikan diri di tengah kebutuhan dan preferensi publik. Dengan
adanya kemajuan teknologi, jurnalis dapat menyajikan berita dengan cara membuat
berbagai keragaman cara, seperti dengan penyediaan format suara, video, gambar, dan
lain-lain dalam suatu berita
3. Dapat dipindai (Scannability). Untuk memudahkan para audiens, situs-situs terkait
dengan jurnalisme daring hendaknya memiliki sifat dapat dipindai, agar pembaca
tidak perlu merasa terpaksa dalam membaca informasi atau berita.
4. Interaktivitas (Interactivity). Komunikasi dari publik kepada jurnalis dalam jurnalisme
daring sangat dimungkinkan dengan adanya akses yang semakin luas. Pemirsa
(viewer) dibiarkan untuk menjadi pengguna (user). Hal ini sangat penting karena
semakin audiens merasa dirinya dilibatkan, maka mereka akan semakin dihargai dan
senang membaca berita yang ada
5. Komunitas dan percakapan (Community and Conversation). Media daring memiliki
peran yang lebih besar daripada media cetak atau media konvensional lainnya, yakni
sebagai penjaring komunitas. Jurnalis juga harus memberi jawaban atau timbal balik
kepada publik sebagai sebuah balasan atas interaksi yang dilakukan publik tadi

Jenis jurnalisme daring atau online


Jenis-jenis jurnalisme daring dapat dilihat dari dua domain. Domain pertama adalah
rentangan dari situs-situs yang fokus pada editorial content hingga kepada situs-situs yang
berbasis konektivitas publik. Domain kedua dilihat berdasarkan tingkatan partisipatoris yang
ditawarkan oleh situs berita yang bersangkutan. Adapun empat jenis jurnalisme daring adalah
:

1. Mainstream News Sites. Contoh situs-situs jenis jurnalisme daring ini adalah
Detik.com, Astaga.com maupun situs-situs surat kabar lainnya. Situs macam ini
menawarkan informasi dan isi berita-berita faktual, dengan tingkat komunikasi
partisipatoris yang kecil.
2. Index and Category Sites. Jenis jurnalisme daring ini sering dikaitkan dengan situs-
situs search engines. Jenis jurnalisme daring ini menawarkan audiens berbagai pilihan
link di seluruh World Wide Web. Contohnya adalah situs Google, Altavista dan
Yahoo.
3. Meta and Comment Sites. Jurnalisme daring jenis ini merupakan situs-situs mengenai
media berita dan isu-isu media secara umum, dan terkadang juga dikaitkan atau
diasosiasikan sebagai pengawas media. Contohnya adalah Mediachannel
Europemedia dan lain-lain.
4. Share and Discussion Sites. Jenis jurnalisme daring ini melingkupi situs-situs yang
memanfaatkan potensi teknologi internet, sebagai wadah dan sarana untuk saling
bertukar pikiran, cerita, dan sebagainya. Tingkat partisipatoris audiens jenis
jurnalisme daring ini cukup tinggi karena memancing interaksi dari mereka. Misalnya
adalah situs Indymedia dan Slashdot

Keuntungan
Keuntungan jurnalisme daring adalah

1. Audience Control. Jurnalisme daring memberikan kesempatan yang lebih luas kepada
para audiens untuk terlibat langsung dalam memilih dan mencari berita yang
diinginkannya
2. Non-Linearity. Informasi-infomasi dalam jurnalisme daring bersifat ‘independen’ atau
dapat berdiri sendiri, sehingga audiens tidak perlu membaca urutan atau rangkaian
berita lainnya untuk dapat memahami suatu masalah
3. Storage and Retrieval. Jurnalisme daring memberikan kemudahan bagi audiens untuk
menyimpan dan mengakses kembali informasi-informasi yang ada
4. Unlimited Space. Dengan didukung oleh kapasitas internet yang sangat besar,
jurnalisme daring dapat menyediakan informasi yang lengkap untuk audiens
5. Immediacy. Informasi dalam jurnalisme daring dapat diakses secara langsung oleh
audiens tanpa perantara orang ketiga
6. Multimedia Capability. Jurnalisme daring memungkinkan tim redaksi untuk
menyediakan berbagai bentuk informasi, seperti gambar, video, suara, dan lain-lain
7. Interactivity. Jurnalisme daring meningkatkan level interaktivitas antara audiens
dengan setiap berita atau informasi yang diakses

Konsekuensi
Konsekuensi jurnalisme daring adalah [:

 Ranah mikro : Aspek teknologis dan teknis yang dimiliki internet memungkinkan
adanya perubahan konteks informasi atau berita dalam jurnalisme daring. Dengan
kata lain, informasi-informasi yang disajikan dalam jurnalisme daring (internet)
tidaklah terbatas hanya dengan satu bentuk cara saja, melainkan dengan beberapa
macam bentuk cara, seperti gabungan antara gambar, suara, serta grafik. Selain itu,
interaktivitas audiens pada jurnalisme daring lebih besar dibandingkan dengan
jurnalisme konvensional.
 Ranah meso : Organisasi-organisasi yang bergerak di bidang media, mulai
dipengaruhi oleh teknologi internet. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki teknologi
internet menyebabkan organisasi-organisasi tersebut bergeser dari lahan jurnalisme
konvensional ke jurnalisme daring. Jurnalisme daring juga membantu wartawan
media dalam mencari dan mengumpulkan bahan-bahan berita. Selain itu, terjadi pula
desentralisasi atau pembagian kerja di dalam pola kerja yang baru dan berbeda.
 Ranah makro : Dengan akses-akses dan kemudahan-kemudahan yang disediakan oleh
teknologi internet, jurnalisme daring akhirnya menimbulkan sebuah pengaruh di mana
informasi bersifat murah untuk dimiliki oleh semua orang / audiens. Semua orang
menjadi sangat bergantung pada internet, dan media-media daring mulai mendukung
kebutuhan audiens dengan penyediaan informasi yang lengkap dan mudah didapat
oleh semua orang. Dengan hadirnya jurnalisme daring, masyarakat dimungkinkan
untuk tidak hanya menjadi konsumen berita saja, tetapi juga sebagai produsen atas
informasi.

         Karakteristik Jurnalistik Online    


 Karakteristik dari Jurnalistik online adalah :

1.      Audience Control. Jurnalisme online memungkinkan audience untuk bisa lebih leluasa
dalam memilih berita yang ingin didapatkannya.

2.      Nonlienarity. Jurnalisme online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat
berdiri sendiri sehingga audience tidak harus membaca secara berurutan untuk memahami.

3.      Storage and retrieval. Online jurnalisme memungkinkan berita tersimpan dan diakses
kembali dengan mudah oleh audience.
4.      Unlimited Space. Jurnalisme online memungkinkan jumlah berita yang disampaikan /
ditayangkan kepada audience dapat menjadi jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.

5.      Immediacy. Jurnalisme online memungkinkan informasi dapat disampaikan secara cepat
dan langsung kepada audience.

6.      Multimedia Capability. Jurnalisme online memungkinkan bagi tim redaksi untuk
menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya di dalam berita yang akan
diterima oleh audience.

7.      Interactivity. Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi audience


dalam setiap berita.

Jurnalisme online akan selalu berkaitan dengan media internet yang meliputi tiga hal yaitu :

Jalur online communication membantu wartawan dalam memperoleh bahan baku yang
akan ditulis menjadi sebuah berita. Melalui akses online communication, wartawan dapat
melakukan observasi tentang berbagai masalah yang akan dilaporkan. Hal ini selanjutnya
akan menjadikan berita yang ditulis lebih komprehensif. Khalayak yang membacanya akan
menjadi senang dan makin setia dengan surat kabar yang bersangkutan.

Email, bisa digunakan reporter di lapangan untuk mengirimkan informasi yang diperoleh
pada redaktur. Informasi menjadi lebih cepat sampai. Redaktur juga memiliki waktu yang
cukup banyak untuk menulis dan menyunting berita. Jika ada fakta yang kurang atau
membutuhkan informasi lebih lanjut maka redaktur masih mempunyai waktu. Jadi, redaktur
jadi lebih rileks dalam menulis dan menyunting berita. Hal ini merupakan keuntungan
tersendiri bagi redaktur sekaligus reporter di lapangan.

Web sites, digunakan dalam sebuah surat kabar untuk berkomunikasi dengan khalayaknya.

Pada tingkat lebih tinggi, web bahkan dapat dipakai oleh sebuah surat kabar untuk
mengirimkan berita kepada pembacanya. Seperti yang dilakukan Kompas. Media tersebut
disebarluaskan dalam bentuk terbitan cetak sekaligus media online. Hal tersebut akan
semakin memudahkan khalayak untuk mendapatkan sebuah informasi yang up to date
bahkan berita-berita yang telah lampau hanya dengan fasilitas web tersebut.

  Kekurangan Jurnalisme Online :

Jurnalisme online merupakan “mainan” masyarakat supra rasional. Masyarakaat yang


tidak tergolong supra rasional tidak akan betah dengan mengakses jurnalisme online. Kalau
mereka tidak mengakses jurnalisme online maka mereka akan dilanda oleh kecemasan
informasi (information anxiety)

Tidak memiliki kredibilitas. Ini karena logis sebab, orang yang tidak memiliki ketrampilan
yang memadai pun bisa bercerita lewat jurnalisme online. Orang yang tidak mengenal selik-
beluk jurnalisme bisa menyampaikan idenya pada orang-orang di berbagai belahan bumi
melalui internet. Yang kedua tingkat kebenaran jurnalisme online masih diraguklan. Berita
televisi dan berita surat kabar yang notaben dihasilkan oleh orang - orang yang memiliki
keterampilan jurnalistik memadai dianggap masih mengandung kesalahan.

Setelah mengetahui karakter dan kelemahan dari jurnalistik online mahasiswa juga
diajarkan untuk membuat sebuah Blog yaitu suatu  tempat untuk mengatualisasikan diri
dalam dunia jurnalistik. Pada Blog seorang penulis bebas untuk memuat tulisannya agar 
dapat dibaca oleh semua orang yang mengakses Blog tersebut. Selain diberi bagaimana cara
membuat Blog juga diajarkan tentang Portal berita. Portal berita ada dua macamnya yaitu :
Portal berita yang bayar dan Portal berita yang gratis.

Sebagai seorang calon wartawan setidaknya harus mengikuti sebuah perkembangan


teknologi informasi untuk memenuhi kebutuhan akan persaingan didalam pembuatan
sebuah berita, dengan asumsi berita yang up to date adalah sebuah berita yang mempunyai
nilai yang tinggi. Maka pada mata kuliah ini setidaknya sedikit untuk memberikan bekal  bagi
para mahasiwa pada dunia kerja yang akan dihadapinya ketika lulus pada pendidikan strata
1

Referensi
 Foust, James C. Online Journalism : Principles and Practices of News for The Web.
Arizona, United States : Holcomb Hathaway Publishers. 2005.
 Abrar, Ana Nadhya. Teknologi Komunikasi: Perspektif Ilmu Komunikasi. Yogyakarta:
LESFI. 2003

2. PERS

I. PENGERTIAN PERS

A. Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggris, yang berarti
menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk
menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.

B. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata pers berarti: 1) alat cetak untuk mencetak
buku atau surat kabar, 2) alat untuk menjepit atau memadatkan, 3) surat kabar dan majalah
yang berisi berita, 4) orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.
C. Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang
tersedia.

II. FUNGSI PERS

Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal 3 fungsi pers adalah
sebagai berikut :

A. Sebagai Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan informasi tentang
peristiwa yang terjadi  kepada masyarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena
memerlukan informasi.

B. Fungsi Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass Education), pers
memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah
pengetahuan dan wawasannya.

C. Fungsi Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk
mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Berbentuk
cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur.

D. Fungsi Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-
unsur sebagai berikut:

1. Social particiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.

2. Socila responsibility yaitu pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.

3. Socila support yaitu dukungan rakyat terhadap pemerintah.

4. Social Control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah.

E. Sebagai Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang
pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai
lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil prodduksinya untuk
kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.

III. PERANAN PERS

Menurut pasal 6 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, perana pers adal;ah sebagai berikut :

1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.

2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak


asasi manusia, serta menhormati kebhinekaan.

3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
4. Melakukan pengawasan,kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum.

5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

IV. PERKEMBANGAN PERS DI INDONMESIA

A. Di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Penjajah Belanda sangat mengetahui pengaruh surat kabar terhadap masyarakat indonesia,
karena itu mereka memandang perlu membuat UU untuk membendung pengaruh pers
Indonesia karena merupakan momok yang harus diperangi.  Menuru Suruhum pemerintah
mengeluarkan selain KUHP tetapi belanda mengeluarkan  atruan yang bernama Persbreidel
Ordonantie, yang memberikan hak kepada pemerintah Hindia Belanda untuk menghentikan
penerbitan surat kabar atau majalah Indonesia yang dianggap berbahaya.  Kemudian belanda
juga mengeluarkan Peraturan yang bernama Haatzai Artekelen, yautu berisi pasal-pasal yang
mengancam hukuman terhadap siapapun yang menyebarkan perasaan permusuhan,
kebencian, serta penghinaan terhadap pemerintah Nederland dan Hindia Belanda, serta
terhadap sesutu atau sejumlah kelompok penduduk Hindia Belanda.

Demikian halnya pada pendudukan Jepang yang totaliter dan pasistis, dimana orang-
orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya
melainkan dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan, politik.  Hal ini
menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan.

Walaupun pers tertekan dimasa Jepang namun ada beberapa keuntungan antara lain :

1. Pengalaman yang diperoleh  para karyawan pers indonesia bertambah.  Terutama dalam
penggunaan alat cetak yang canggih ketimbang Zaman belanda.

2. Penggunaan bahasa Indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas.

3. Adanya pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikanoleh
sumber-sumber resmi Jepang.

B. Di Masa Orde Lama

Pers di masa demokrasi liberal (1949-1959) landasan kemerdekaan pers adalah konstitusi
RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, yaitu Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai
dan mengeluarkan pendapat.  Isi pasal ini kemudian dicantumkan dalam UUD Sementara
1950.  Awl pembatasan pers adalah efek samping dari keluhan wartawan terhadap pers
Belanda dan Cina, namun pemerintah tidak membatasi pembreidelan pers asing saja tetapi
terhadap pers nasional.

Pers di masa demokrasi terpimpin (1956-1966), tindakan tekanan terhadap pers terus
berlangsung yaitu pembreidelan terhadap harian Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita
Indonesia dan Sin Po di Jakarta.  Upaya untuk pembatasan kebebasan pers tercermin  dari
pidato Menteri Muda penerangan RI yaitu Maladi yang menyatakan …..Hak kebebasan
individu disesuaikan denga hak kolektif seluruh bangsadalam melaksanakan kedaulatan
rakyat.  Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang
dijamin UUD 1945 harus ada batasnya yaitu keamanan negara, kepentingan bangsa,
moraldan kepribadian indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan YME.

C. PERS DI MASA ORDE BARU

Pada awal kepemimpinan orde baru menyatakan bahwa membuang jauh praktik demokrasi
terpimpin diganti dengan demokrasi Pansasila, hal ini mendapat sambutan positif dari semua
tokoh dan kalangan, sehingga lahirlah istilah pers Pancasila.  Menurut sidang pleno ke 25
Dewan Pers bahwa Pers Pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap,
dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.  Hakekat pers
Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan
fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan
kontrol sosial yang konstruktif.

Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan tahun disebabkan terjadinya pristiwa malari
(Lima Belas Januari 1974) sehingga pers kembali seperti zaman orde lama.  Dengan peristiwa
malari beberapa surat kabar dilarang terbit termasuk Kompas.  Pers pasca peristiwa malari
cenderung pers yang mewakili kepentingan penguasa, pemerintah atau negara.  Pers tidak
pernah melakukan kontrol sosial disaat itu.  Pemerintah orde baru menganggap bahwa pers
adalah institusi politik yang harus diatur dan dikontrol sebagaimana organisasi masa dan
partai politik.

D. PERS DI ERA REFORMASI

Kalngan pers kembali bernafas lega karena pmerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999
tentang Hak Azasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU Pers tersebut
dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai Hak azasi warga negara (pasal 4) dan
terhadap persnasioal tidak lagi diadakan penyensoran, pembreidelan, dan pelarangan
penyiaran (pasal 4 ayat 2).  Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum,
wartawan memiliki hak tolak agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara
menolak menyebutkan identitas sumber informasi, kecuali hak tolak gugur apabila
demimkepentingan dan ketertiban umum, keselamatan negara yang dinyatakan oleh
pengadilan.

V. PERS YANG BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB SESUAI KODE ETIK


JURNALISTIK

A. Landasan Hukum Pers Indonesia

1. Pasal 28 UUD 1945, berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan


pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.

2. Pasal28 F UUD 1945, berbunyi setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

3. Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 20 dan 21 yang
bebunyi :
-Pasal 20 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.

-Pasal 21 : Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,


mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.

4. UU N0. 39 tahun 2000 pasal 14 ayat 1 dan 2 :

-Ayat 1 yaitu Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi di lingkungan sosialnya.

-Ayat 2 yaitu Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.

5. UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 :

-Pasal 2 berbunyi Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

-pasal 4 ayat 1 berbunyi Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warganegara.

B. DEWAN PERS

Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang pers pada pasal 15 ayat 1 menyatakan Dewan Pers
yang independen dibentuk dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan
meningkatkan kehidupan pers nasional.  Fungsi-fungsi dewan pers adalah :

1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.

2. Melaksanakan pengkajian untuk pengembangan pers.

3. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.

4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas


kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.

7. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyususn peraturan  di bidang pers dan


meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

8. Mendata perusahaan pers (Pasal 15 ayat 2).

C.  ANGGOTA DEWAN PERS

Keangotaan dewan pers terdiri dari :

1. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan


2. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh orhganisasi perusahaan pers.

3. Tokoh masyarakat, ahli bidang pers atau komunikasi  dan bidang lainnya yang dipilih oleh
arganisasi perusahaan  pers;

4. ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh anggoata.

5. Keanggotaan dewan pers ditetapkan dengan keputusan Presiden.

6. Masa Jabatan anggota tiga tahun dan dapat dilpilih kembali untuk satu periode.

D. LANDASAN PERS NASIONAL :

1. Landasan idiil adalah Falsafah Pancasila (Pembukaan UUD 1945).

2. Landasan Konstitusi adalah UUD 1945

3. Landasan Yuridis adalah UU Pokok Pers yaitu UU No. 40 tahun 1999.

4. Landasan Profesional adalah Kode Etik Jurnalistik

6. Landasan Etis adalah tata nilai yang berlaku di masyarakat.

VI. KEBEBASAN PERS

Kebebasan pers di Indonesia merupakan hal yang baru  sehingga rawan gangguan.  Secara
umum ada  dua macam gangguan :

1. Pengendalian kebebasan pers yaitu masih ada pihak-pihak yang tidak suka dengan
adanya kebebasan pers, sehingga mereka ingin meniadakan kebebasan pers.

2. Penyalahgunaan kebebasan pers yaitu insan pers memamfaatkan kebebasan yang


dimilikinya untuk melakukan kegiatan Jurnalistik yang bertentangan dengan fungsi dan
peranan yang diembannya.  Oleh karena itu tantangan terberat bagi wartwan adalah
kebebasan pers itu sendiri.

Ad 1 Pengendalian Kebebasan Pers : ada 4 faktor ayng menyebabkan terjadinya


pengendalian kebebasan pers, yaitu :

a. Distorsi peraturan perundang-undangan, contoh dalam UUD 1945 pasal 28 sudah


sangat jelas menjamin kebebasan pers, tidak ada sensor, tidak ada breidel, setiap warganegar
dapat malakukan perusahaan pers (UU No. 11 tahun 1966).  Namun muncul UU No. 21 tahun
1982 tentang pokok pers.  Di dalamnya mengatur tentang Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers
(SIUPP) serta menteri penerangan dapat membatalkan SIUPP walaupun tidak menggunakan
istilah breidel.

b. Perilaku Aparat, yaitu perilaku aparat dengan cara menelpon redaktur, mengirimkan
teguran tertulis ke redaksi media massa, membreidel surat kabar dan majalah, kekerasan fisik
pada wartawan, menangkap, memenjarakan, bahkan membunuh wartawan.
c. Pengadilan Massa, Ketidak puasan atau merasa dirugikan atas suatu berita dapat
menimbulkan pengadilan massa dengan menghukum menurut caranya sendiri, menteror,
penculikan pengrusakan kantor media massa, dll.

d. Perilaku pers sendiri, perolehan laba menjadi lebih utama daripada penyajian berita yang
berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik, karena iming-iming keuntungan yang
lebih besar.

Ad.2. Penyalahgunaan Kebebasan Pers, seperti penyajian berita atau informasi yang tidak
akurat, tidak objektif, bias, sensasional, tendensius, menghina, memfitnah, menyebarkan
kebohongan, fornografi, menyebarkan permusuhan, mengeksploitasi kekerasan, dll.

VII. TEORI-TEORI TENTANG PERS

1.Teori pers otoritarian : Teori ini menganggap Negara sebagai ekspresi tertinggi dari pada
kelompok manusia, yang   mengungguli masyarakat dan individu. Negara adalah hal yang
sangat penting yang dapat membuat manusia menjadi manusia seutuhnya anpa Negara
manusia menjadi primitif tidak mencapai tujuan hidupnya.  Oleh karena itu pers adalat alat
penguasa untuk menyampaikan keinginannya kepada rakyat.

Prinsip-prinsipnya :

a. Media selamanya tunduk pada penguasa

b. Sensor dibenarkan         tak dapat diterima.

c. Kecaman terhadap penguasa dan penympangannya kebijakannya                    d. Wartawan


tidak memiliki kebebasannya

2. Teori Pers Libertarian : Teori menganggab bahwa pers merupakan sarana   penyalur hati
nurani rakyat untuk  mengawasi dan menetukan sikap terhadap kebijakan pemerintah.  Pers
berhadapan dengan pemerintah Pers bukanlah alat kekuasaan pemerintah. Teori ini
menganggab sensor sebagai hal yang Inkonstitusional.

Tugas-tugasnya :

a. Melayani kebutuhan ekonomi (iklan)

b. Melayani kehidupan politik

c. Mencari keuntungan (kelangsungan hidupnya)

d. Menjaga hak warga Negara (control social)

e. Memberi hiburan.

Ciri-cirinya :

a. Publikasi bebas dari penyensoran


b.Tidak memerlukan ijin penerbitan, pendistribusian

c. Kecaman terhadap pejabat, partai politik tidak dipidana

d.Tidak adak kewajiban untuk mempublikasikan segala hal           .                                                


e. Publikasi kesalahan dilindungi sama dengan publikasi kebenaran sepanjang     menyangkut
opini dan keyakinan.

f.  Tidak ada batas hukum dalam mencari berita

g.  Wartawan mempunyai otonomi professional.

3. Pers Tanggung Jawab Sosial, mengemukakan bahwa kebebasan pers harus disertai
dengan tanggung jawab kepada masyarakat, kebebasan pers perlu dibatasi oleh dasar moral,
etika dan hati nurani insan pers sebab kemerdekaan pers itu harus disertai tanggung jawab
kepada masyarakat.

4. Teori Pers komunis, menyatakan pers adalah alat pemerintah atau partai yang berkuasa
dan bagian integral dari negara sehingga pers itu tunduk kepada negara.  Ciri-ciri pers
Komunis adalah :

a. Media dibawah kendali kelas pekerja karena pers melayani kelas tersebut.

b. Media tidak dimiliki secara pribadi.

c. Masyarakat berhak melakukan sensor.

VIII. KODE ETIK JURNALISTIK

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan
berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan
manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari
adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-
norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers
menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk
dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi
yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai
pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik
Jurnalisti:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk.
Penafsiran :

1. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani
tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan pers.
2. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
3. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
4. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk
menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas


jurnalistik.

Penafsiran:
Cara-cara yang profesional adalah:

a.      menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b.     menghormati hak privasi;

c.      tidak menyuap;

1. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan
pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang
sumber dan ditampilkan secara berimbang;
2. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
3. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai
karya sendiri;
4. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita
investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak


mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.

Penafsiran

1. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi
itu.
2. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing
pihak secara proporsional.
3. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan
opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
4. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran

1. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal
yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
2. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
3. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
4. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara,
grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
5. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran

1. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang
memudahkan orang lain untuk melacak.
2. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran

1. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan


pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut
menjadi pengetahuan umum.
2. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain
yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran

1. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan
narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
2. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan
narasumber.
3. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang
disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
4. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh
disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa
atau cacat jasmani.

Penafsiran

1. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui
secara jelas.
2. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali


untuk kepentingan publik.

Penafsiran

1. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.


2. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain
yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak
akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran

1. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak
ada teguran dari pihak luar.
2. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran

1. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama
baiknya.
2. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang
diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
3. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan
atau perusahaan pers

Fungsi Dan Peranan Pers Di Indonesia


oleh: Shebbe    
Fungsi dan peranan pers

Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi


pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial .
Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan
sebagai berikut:

memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui menegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi,


mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati
kebhinekaanmengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan
benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai
pilar keempat demokrasi( the fourth estate) setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan
pers itu baru dapat dijalankan secra optimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers
dari pemerintah.

Menurut tokoh pers, jakob oetama , kebebsan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara
optimal dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut
dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers.

Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahn yang sangat membatasi
kebebasan pers . hl ini terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun
1984 tentang Surat Izn Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata
menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.

Albert Camus, novelis terkenal dari Perancis pernah mengatakan bahwa pers bebas dapat
baik dan dapat buruk , namun tanpa pers bebas yang ada hanya celaka.

Oleh karena salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol sosial itulah,
pers melakukan kritik dan koreksi terhadap segal sesuatu yang menrutnya tidak
beres dalam segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa pers lebih suka
memberitakan hah-hal yang slah daripada yang benar. Pandangan seperti itu
sesungguhnya melihat peran dan fungsi pers tidak secara komprehensif, melainkan
parsial dan ketinggalan jaman.Karena kenyataannya, pers sekarang juga
memberitakan keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaan yang
meraih kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tengah berbagai
kesulitan.

3. Berita
Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan langsung tertuju pada kata
“berita” atau “news”. Lalu apa itu berita? Berita (news) berdasarkan batasan dari Kris
Budiman adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual);
laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa.
“News” sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata “new” yang artinya
adalah “baru”. Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu mengedepankan
aktualitas. Dari kata “news” sendiri, kita bisa menjabarkannya dengan “north”, “east”,
“west”, dan “south”. Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari
keempat sumber arah mata angin tersebut.

Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi “straight news”


yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah sosial, dan kriminalitas, sering
disebut sebagai berita keras (hard news). Sementara “straight news” tentang hal-hal semisal
olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan sebagai berita ringan atau
lunak (soft news). Di samping itu, dikenal juga jenis berita yang dinamakan “feature” atau
berita kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human
interest). Sebuah “feature” tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi
yang dinamakan berita investigatif (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang
atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.

Berita adalah laporan tentang suatu kejadian yang baru atau keterangan yang terbaru tentang
suatu peristiwa; suatu fakta yang menarik perhatian atau gagasan yang perlu disampaikan
kepada khalayak melalui media massa umum.

Unsur-unsur yang mempengaruhi suatu fakta atau gagasan sehingga dapat dijadikan berita
adalah :
1. Penting (significance), yaitu kejadian yang dapat mempengaruhi orang banyak atau
kejadian yang punya dampak terhadap kehidupan para pembaca.

2. Besar (magnitude), yaitu kejadian yang menyangkut angka-angka berarti bagi kehidupan
orang banyak atau kejadian yang dapat berakibat dijumlahkan dalam rangka menarik buat
pembaca.
3. Waktu (timeless), yaitu kejadian yang menyangkut hal-hal yang baru terjadi atau baru
ditemukan.
4. Dekat (proximity), yaitu kejadian yang dekat bagi pembaca. Kedekatan ini bisa bersipat
geografis ataupun emosional.

5. Tenar/populer, luar biasa (prominence), menyangkut hal-hal yang terkenal atau sangat
terkenal oleh pambaca.
6. Manusiawi (human interest), yaitu kejadian yang memberikan sentuhan perasaan bagi para
pembaca, kejadian yang menyangkut orang biasa dalam situasi luar biasa atau orang besar
dalam situasi biasa.

Bahasa berita adalah bahasa yang disyaratkan sederhana tidak bercampur baur dengan kata-
kata asing dan kata-kata yang kurang atau tidak dipahami pembaca. Selain itu dalam bahasa
berita hindari pemakaian kalimat terbalik dan kata-kata penat.

Berita harus memenuhi syarat :

1. Harus benar, apa yang diberitakan itu sesuai fakta dengan bukti-bukti yang konkrit.
2. Sederhana, berita yang ditulis harus sederhana baik dalam isi maupun bahasanya sehingga
dapat dimengerti oleh berbagai lapisan masyarakat.

3. Singkat, berita yang baik adalah tidak bertele-tele, langsung pada pokok permasalahan,
singkat jelas dan padat sehingga tidak menimbulkan kebosanan pada pembaca.
4. Jelas, apa yang diberitakan itu tidak semu, jelas dan bisa dipertanggung jawabkan.
5. Hidup, apa yang diberitakan harus mendorong minat pembaca untuk terus membaca dan
mengikuti perkambangan berikutnya. Pembaca ikut merasakan.

Pembagian jenis berita dapat digolongkan menjadi 3 golongan :

1. Berita langsung (straight news)

2. Berita ringan (soft news)

3. Berita kisah (feature)

Nilai Berita

Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu
mencakup beberapa hal, seperti berikut.

1. Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.


2. Aktual: terbaru, belum “basi”.
3. Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.
4. Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang
penting/terkenal.
5. Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).

Lima nilai berita di atas menurut Kris Budiman sudah dianggap cukup dalam menyusun
berita. Namun, Masri Sareb Putra dalam bukunya “Teknik Menulis Berita dan Feature”,
malah memberikan dua belas nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal
tersebut di antaranya adalah:

1. sesuatu yang unik,


2. sesuatu yang luar biasa,
3. sesuatu yang langka,
4. sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting,
5. menyangkut keinginan publik,
6. yang tersembunyi,
7. sesuatu yang sulit untuk dimasuki,
8. sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,
9. pemikiran dari tokoh penting,
10. komentar/ucapan dari tokoh penting,
11. kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan
12. hal lain yang luar biasa.

Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita pakai dalam sebuah penulisan berita.
Hal terpenting adalah adanya aktualitas dan pengedepanan objektivitas yang terlihat dalam isi
tersebut.

Anatomi Berita dan Unsur-Unsur

Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Judul atau kepala berita (headline).


2. Baris tanggal (dateline).
3. Teras berita (lead atau intro).
4. Tubuh berita (body).

Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling
sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita
saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang
khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui
apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang
penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005) . Dengan
selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh
berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan
menjadi sebuah opini.

Untuk itu, sebuah berita harus memuat “fakta” yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W
+ 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar
komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).

1. Who – siapa yang terlibat di dalamnya?


2. What – apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
3. Where – di mana terjadinya peristiwa itu?
4. Why – mengapa peristiwa itu terjadi?
5. When – kapan terjadinya?
6. How – bagaimana terjadinya?

Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya dalam media cetak, adalah
berupa opini. Bentuk opini ini dapat berupa tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom
(column), pojok dan surat pembaca.

Sumber Berita
Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita.
Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana
diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.

1. Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.


2. Proses wawancara.
3. Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
4. Partisipasi dalam peristiwa.

Kiranya tulisan singkat tentang dasar-dasar jurnalistik di atas akan lebih membantu kita saat
mengerjakan proses kreatif kita dalam penulisan jurnalistik.

4. Profesi Jurnalistik

Karakteristik Wartawan: Standard Profesi Jurnalis

Oleh ASM. ROMLI

Wartawan (Journalist) adalah orang-orang yang terlibat dalam pencarian,


pengolahan, dan penulisan berita atau opini yang dimuat di media massa, mulai dari
Pemimpin Redaksi hingga Koresponden yang terhimpun dalam Bagian Redaksi.

Menurut UU No. 40/1999 tentang Pers (Pasal 1 poin 4), wartawan adalah “orang
yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”.

Pada umumnya, wartawan adalah orang baik yang mencintai pekerjaannya. Jam
kerja wartawan 24 jam sehari. Ia bekerja sepanjang waktu dan kadang-kadang bekerja di
tempat bahaya atau terancam bahaya. Merekalah yang memburu berita (fakta atau
kejadian), meliput berbagai peristiwa, dan menuliskannya untuk dikonsumsi orang banyak.
“Di mana terjadi suatu peristiwa, wartawan akan berada di sana,” kata M.L. Stein (1993:5),
“seperti mata dan telinga para pembaca suatu harian.”

Wartawan adalah suatu profesi yang penuh tanggungjawab dan risiko. Karenanya, ia
harus memiliki idealisme dan ketangguhan. Wartawan bukanlah dunia bagi orang yang
ingin bekerja dari jam sembilan pagi hingga lima sore setiap hari dan libur pada hari
Minggu. Tidak ada seorang pun tahu kapan kebakaran atau bencana lain akan terjadi.
Untuk menjadi wartawan, seseorang harus siap mental dan fisik. Coleman Hartwell dalam
bukunya, Do You Belong In Journalism?, menulis:

“Seseorang yang tidak mengetahui cara untuk mengatasi masalah dan tidak
mempunyai keinginan untuk bekerja dengan orang lain, tidak sepantasnya menjadi
wartawan. Hanya mereka yang merasa bahwa hidup ini menarik dan mereka yang
ingin membantu memajukan kota dan dunia yang patut terjun di bidang jurnalistik”.

Wartawan adalah seorang profesional, seperti halnya dokter atau pengacara. Ia memiliki
keahlian tersendiri yang tidak dimiliki profesi lain (memburu, mengolah, dan menulis
berita). Ia juga punya tanggung jawab dan kode etik tertentu.

Seorang sarjana India, Dr. Lakshamana Rao, menyebutkan empat kriteria untuk
menyebutkan mutu pekerjaan sebagai profesi sebagaimana dikutip Ja’far Assegaf (1985:19):

1. Harus terdapat kebebasan dalam pekerjaan tadi.

2. Harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan itu.

3. Harus ada keahlian (expertise).

4. Harus ada tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan.

Dalam mengumpulkan bahan berita, wartawan umumnya membawa tape recorder


dan/atau buku catatan. Di buku catatan (notes book) mereka kadang-kadang hanya didapati
beberapa potong kalimat saja yang memungkinkan mereka mengingat fakta dan data
peristiwa yang diliputnya.

Dalam melaksanakan tugasnya, wartawan memiliki rambu-rambu yang tidak boleh


dilanggarnya. Sebagai seorang profesional, ia harus menaati kode etik tertentu yang disebut
Kode Etik Jurnalistik. Dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 40/1999 tentang Pers disebutkan,
wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Standar Profesi Wartawan

Setidaknya ada enam standar profesi wartawan sejati (real journalist):

1. Well selected, maksudnya wartawan harus terseleksi dengan baik. Menjadi wartawan
semestinya tidak mudah karena harus memenuhi kriteria profesionalisme antara lain
keahlian (expertise) atau keterampilan jurnalistik serta menaati kode etik jurnalistik.
2. Well educated, artinya terdidik dengan baik. Wartawan seyogianya melalui tahap
pendidikan kewartawanan, setidaknya melalui pelatihan jurnalistik yang terpola dan
terarah secara baik.
3. Well trained, artinya terlatih dengan baik. Akibat kurang terlatihnya wartawan kita,
banyak berita muncul di media yang bukan kurang cermat, tidak enak dibaca, dan
bahkan menyesatkan.
4. Well equipped, maksudnya dilengkapi dengan peralatan memadai. Pekerjaan
wartawan butuh fasilitas seperti alat tulis, alat rekam, kamera, alat komunikasi, alat
transportasi, dan sebagainya. Wartawan tidak akan dapat bekerja optimal tanpa
dukungan fasilitas memadai.
5. Well paid, yakni digaji secara layak. Jika tidak, jangan harap “budaya amplop” bisa
diberantas. Kasus pemerasan dan penyalahgunaan profesi wartawan akan terus
muncul akibat “tuntutan perut”.
6. Well motivated, artinya memiliki motivasi yang baik ketika menerjuni dunia
kewartawanan. Motivasi di sini lebih pada idealisme, bukan materi. Jika motivasiya
berlatar uang, maka tidak bisa diharapkan menjadi wartawan profesional atau
wartawan sejati. (www.romeltea.com).*

Reporter
Sosok Reporter

 Reporter adalah kombinasi antara pekerja dan (seniman) susastra. Hal ini nampak dalam
ketrampilan membangun ide dan konsep informasi, melalui akurasi kata, kalimat dan bahsa
yang dikemas dalam estetika produksi jurnalisme.
 Reporter, dengan demikian, adalah arsitek tulisan yang mahir merangkai kata, kalimat,
bahasa, sumber informasi dan suasana peristiwa menjadi rangkaian tulisan yang mampu
menggambarkan imajinasi pembaca sesuai visualisasi peristiwa yang diliputnya. Sehingga,
pembaca terhindar dari bias makna.
 Ia seorang intelektual yang selalu selangkah ke depan dalam visi dan gagasan. Karakter ini
nampak melalui informasi aktual dan faktual yang dilaporkan atas kepekaannya menangkap
gejala di lingkungannya.
 Reporter juga bisa diibaratkan sebagai penguasa yang arif dan bijaksana, lantaran kesadaran
peranannya yang kuat dalam membangun opini publik. Ia akan sangat mempertimbangkan
dampak emosional publik akibat tulisan yang dipublikasikan.

Mencermati kualifikasi di atas maka seorang reporter harus menguasai lima persoalan
Reportase Dasar:

1. Syarat Utama Reporter


2. Devinisi Berita
3. Jenis Berita
4. Proses Pencarian Berita
5. Menulis Berita

Syarat Utama Seorang Reporter

 VITALITAS

Pertama-tama menjadi reporter adalah bukan karena keluasan pengetahuan atau keluasan
bergaul semata, melainkan VITALITAS!
James Reston, kolomnis termashyur mantan wartawan New York Times selalu menekankan
hal ini: “Sedang-sedang pun kecerdasannya, asal vitalitasnya tinggi, seorang reporter akan
bisa jadi jurnalis handal.”

Vitalitas adalah kunci kegairahan mencari dan menyiarkan sesuatu yang baru. Tidak ada kata
menyerah, sebelum mendapatkan yang diinginkan.

 MENGUASAI ILMU KOMUNIKASI

Menguasai berbagai ilmu komunikasi, baik komunikasi personal, komunikasi massa,


komunikasi antar budaya, dan lainnya. Kemampuan ini bersifat mutlak, karena dunia
reportase adalah dunia komunikasi.

 MENAATI BERBAGAI REGULASI JURNALISTIK

Menaati berbagai regulasi yang berhubungan dengan dunia jurnalistik, juga regulasi yang
menyangkut tuntutan profesionalisme kewartawanan. Tanpa memahami dan mentaati
regulasi yang memagari, berarti tidak mampu menyadari fungsi dan perannya. Dan regulasi
tidak hanya hanya berupa undang-undang, melainkan juga kode etik, standardisasi profesi
dan lainnya.

Devinisi Berita

Beberapa definisi BERITA:

¨      Paul De Maessenner (penulis buku “Here’s The News”) mengartikan, BERITA adalah
sebuah informasi baru tentang sesuatu peristiwa yang penting dan menarik perhatian serta
minat khalayak pembaca.

¨      Mitchel V Charnley (penulis buku “Reporting”) mengartikan, BERITA adalah laporan
tentang fakta atau opini yang menarik perhatian dan penting, yang dibutuhkan sekelompok
masyarakat.

¨      Charnley bersama pakar jurnalisme James M Neal menambahkan, BERITA adalah
laporan tentang sesuatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang
penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaiakan pada khalayak.

¨      Dari beberapa devinisi tadi Errol Jonathan, wartawan dan pakar jurnalisme radio,
menarik hakekat berita harus memenuhi kriteria: AKTUAL, FAKTUAL, PENTING dan
BERDAMPAK.

Berita, secara teknis, baru muncul hanya setelah DILAPORKAN. Segala hal yang diperoleh
di lapangan dan masih akan dilaporkan, belum merupakan berita. Hasil lapangan itu masih
tetap merupakan PERISTIWA itu sendiri, PERISTIWA yang “disaksikan oleh reporter.
BERITA TIDAK LAIN TIDAK BUKAN ADALAH PERISTIWA YANG DILAPORKAN.
Artinya, BERITA HARUS SELALU DENGAN PERISTIWA, dan untuk melengkapinya
PERISTIWA HARUS SELALU DENGAN JALAN CERITA.

Unsur berita meliputi:


1. Peristiwa apa yang terjadi?
2. Siapa yang terlibat?
3. Kapan terjadi?
4. Di mana?
5. Bagiamana kejadiannya?
6. Mengapa terjadi?

Dalam tradisi jurnalistik, ke enam unsur di atas lazim dikenal dengan 5W1H: What, Who,
When, Where, Why  dan How. Semua unsur ini memiliki kekuatan sendiri, tergantung NILAI
BERITA-nya. Sebab, SETIAP PERISTIWA MENGANDUNG NILAI  BERITANYA
SENDIRI. Artinya, untuk melaporkan peristiwa, perlu menakar nilai beritanya. Mana di
antara unsur tadi yang akan dijadikan fokus beritanya. Apakah di APA-nya, SIAPA-nya, atau
DI MANA-nya, dst.

Dalam tradisi jurnalistik di Barat merumuskan NILAI BERITA sebagai berikut:

1. CONSEQUENCES. Berhubungan dengan besar kecilnya dampak peristiwa


pada masyarakat.

2. HUMAN INTEREST. Berdasarkan menarik atau tidak dari segi ragam cara
hidup    manusia.

3. PROMINENCE. Besar kecilnya ketokohan orang yang terlibat peristiwa.

4. PROXIMITY. Jauh dekatnya lokasi peristiwa dari orang yang mengetahui


beritanya

5. TIMELINESS. Baru tidaknya atau penting tidaknya saat peristiwa itu terjadi.
Jenis/Model Berita
Secara garis besar penulisan berita bisa digolongkan:
¨      Straight News
Biasa disebut jurnalisme konfensional dengan model pelaporan yang mengutamakan
AKTUAL, FAKTUAL, PENTING dan BERDAMPAK. Bentuk penulisannya berdasar rumus
5W 1H
¨      Literary Journalism (New Journalism)
Jenis ini dikenal dengan dengan jurnalisme sastrawi. Menurut Thomas Kennerly Wolfe, Jr
(peletak dasar teoteris, akademis dan praktis literary journalism), inti penulisan berita seperti
ini adalah untuk mengantarkan imajinasi pembaca untuk menyaksikan langsung peristiwa
yang dilaporkan. Di antaranya dengan penggambaran mendetail untuk menciptakan
visualisasi pada pembaca, sampai mereka seolah tidak sedang membaca berita di media
cetak, melainkan sedang menonton berita di televisi. (Catatan: lahirnya literary jurnalism
adalah untuk menyaingi berita di televisi pada tahun 1960-an!)
¨      Narrative Journalism
Merupakan perkembangan literary journalism yang dilakukan oleh Mark Kramer pada 1990-
an. Inti penulisannya adalah tetap mengutamakan rumus 5W 1H, namun dengan penguatan
data yang lebih mendalam, ilmiah dan konferhensip. Jenis tulisan ini biasa dipakai untuk
penulisan feature atau artikel-artikel pada jurnal ilmiah atau majalah ilmiah populer.
Tahapan Penulisan Berita

¨      Menemukan peristiwa dan jalan cerita.

¨      Cek, ricek, dan triple cek jalan cerita.

¨      Memastikan sudut berita.

¨      Menentukan lead atau intro.

¨      Menulis (naskah) berita.

Konsep Penulisan Berita


¨      Konsep Piramida Tegak (literary form):
ü  Introduksi

ü  Fakta/Pokok masalah

ü  Klimaks/Kesimpulan

Piramida Tegak menggunakan alur cerita kronologis.

¨      Konsep Piramida Terbalik (Fokus):

ü  Lead

ü  Atmosfer
ü  Background

ü  Fakta Pendukung

Piramida Terbalik tidak mementingkan kronologis, tetapi lebih pada inti berita yang
diletakkan di awal tulisan (lead).

Literary Journalism

Sebagai Model Penulisan Berita Seni

“Di ruang pengadilan, Provenzano mulai menghadapi kenyataan. Hakim menceramahinya.


Keringat bermunculan di bibir atas Provenzano. Hakim mengganjarnya tujuh tahun.
Provenzano kembali memutar-mutar cincin merah jambunya dengan tangan kanan”

Kutipan di atas bukan diambil dari novel. Melainkan, berita hasil liputan wartawan Jimmy
Breslin tentang peradilan Anthony Prevenzano, bos pemeras (Koran tempo, Ruang Baca, hal
20, edisi 04, 22 Juni 2002).

Maknanya, penggambaran secara detail suasana fisik dan psikologis Provenzano, oleh
Breslin, adalah untuk mengantarkan imajinasi pembaca untuk seolah menyaksikan langsung
proses peradilan Provenzano. Breslin melukiskan bibir atas terdakwa yang berkeringat
setelah diceramahi hakim. Tak lupa, Breslin juga menuliskan bagaimana Provenzano
memutar-mutar cincin merah jambunya sebgaia gambaran betapa gundah hati bos pemeras
itu, setelah divonis tujuh tahun penjara.

Model jurnalisme seperti di atas adalah termasuk literary journalism. (Baca “Jurnalisme
Sastra”, Septiawan Santana Kurnia).

Dalam konteks jurnalisme seni, agaknya model literary journalism lebih cocok untuk
mendedahkan informasi yang berkaitan dengan dunia kesenian dan pelakukanya. Kekuatan
seni adalah makna simbolik yang sering terkandung di dalamnya. Kekuatan literary
journalism adalah daya imajinasi yang mengantarkan pembaca ke peristiwa sesungguhnya.
Kekuatan literary journalism dengan demikian ada pada keunggulannya untuk menguak
makna di balik simbol-simbol yang ditangap.

Literary Journalism adalah satu dari sekian genre dari sekian banya genre dalam jurnalisme.
Dikenalkan pertama kali oleh seorang wartawan dari Amerika Serikat, Thomas Kennerly
Wolfe, pada tahun 1974 dengan istilah new journalism. Lalu ada yang menybutnya sebagai
passionate journalism. Sementara di Indonesia dikenal dengan istilah jurnalisme sastra atawa
jurnalisme sastrawi.

Wolfe sekurangnya menyebutkan empat hal yang membedakan genre ini berbeda dengan
pnulisan feature yang sedang trend dalam model pnulisan surat kabar Amerika dekade itu,
yaitu:

1. Mengandalkan dialog dan adegan


2. Teknik reportasenya dikenal dengan teknik immerse reporting, di mana reporter seolah-olah
menyusup dalam cerita yang sedang dikerjakannya.
3. Reportasenya tak sekedar meliput dua pihak tapi multi liputan.
4. Waktu riset dan wawancara biasanya panjang sekali, bisa berbulan-bulan, bahkan bertahun-
tahun, agar tulisannya mendalam.

Tulisan dalam genre ini biasanya panjang. Majalah Tne New Yorker bahkan pernah
menerbitkan laporan John Hersey tentang “Hiroshima” dalam satu edisi penuh pada Agustus
1946.

Di Indonesia belum ada surat kabar yang memakai gaya penulisan ini. Jurnalisme sastra tidak
identik dengan bahasa yang puitis. Salah pengertian pada para jurnalis di Inodnesia adalah
mengidentikannya dengan bahasa puitis. Padahal bahasa yang digunakan gaya ini tak harus
mendayu-dayu laiknya karya-karya sastra picisan.

Robert Vare, wartawan asal Amerika yang pernah bekerja untuk The New Yorker dan The
Rolling Stone, menyebutkan tujuh pertimbangan yang mesti diperhatikan para jurnalis yang
hendak menulis dengan genr ini:

¨     Fakta

Penulisan jurnalisme selalu mensakralkan “fakta”. Fakta itu suci, demikian keyakinan yang
senantiasa dipompakan dalam benak jurnalis. Walaupun genre ini memakai istilah “sastra”,
namun justru penekanan kata “jurnalisme” di depannya mengharuskan pencarian fakta yang
senyatanya. Karenanya, fakta adalah “suci” baginya. Setiap detail adalah kenyataan realitas
yang sebenar-benarnya. Pendeknya, jurnalis yang menggunakan genre ini harus berpegang
pada rumus 5W 1H dengan akurasi data yang disakralkan. Bahkan untuk akurasi
informasinya, seorang jurnalis harus melakukan cross chek dari sumber yang terkait.

Jika ternyata setelah diuji silang terdapat perbedaan informasi dengan sumber yang lainnya –
untuk tema/berita yang sama—terdapat dua pilihan. Yaitu, tidak dipakai sama sekali. Atau
dilaporkan dari sudut pandang yang berbeda satu sama lain. Tentu saja sejauh tidak terletak
pada esensi pemberitaannya. Barangkali perbedaannya hanya pada detail.

¨     Konflik

Sebuah tulisan panjang akan memiliki daya pikat yang tinggi dan terjaga bila ada konflik. Ini
bisa berupa pertikaian antar individu tokoh berpengaruh, populer atau figur publik. Bisa juga
pertikaian antar kelompok, golongan, bangsa, dst.

Namun, konflik juga bisa berupa pertentangan seseorang dngan hati nuraninya. Bisa pula
dengan pertentangan seseorang atau kelompok dengan tata nilai di masyarakat dan
lingkungannya. Pendeknya, “pertikaian” adalah unsur penting dalam sebuah laporan panjang.

¨     Karakter

Jurnalisme sastra mensyaratkan karakter-karakter tokoh. Karakter tokoh menambah atau


membantu daya pikat sebuah laporan. Ada karakter utama. Ada karakter pembantu. Karakter
utama seyogyanya adalah tokoh yang terlibat dalam pertikaian. Karakter utama seyogyanya
juga berkepribadian menarik, kharismatik, fenomenal.

¨     Akses
Reporter seyogyanya memiliki akses pada karakter utama, atau orang-orang yang mengenal
karakter utama. Akses bisa berupa dokumen, korespondensi, buku harian, album foto,
wawancara, dan sebagainya.

Syukur bisa mampu memiliki akses sebagaimana seorang penulis biografi, yang aksesnya
sangat luar biasa. Bisa masuk ke wilayah-wilayah pribadi karakter utama, baik dari persoalan
percintaan, skandal sex, kejahatan dan sebagainya.

¨     Emosi

Jurnalisme satra mmbutuhkan mosi-emosi dari karakter-karakter tokohnya. Emosi bisa


berupa cinta, pengkhianatan, kebencian, loyalitas, dedikasi, kekaguman, oportunisme dan
seterusnya.

Emosi menjadikan laporan lebih “bercerita”, dan cerita itu akan lebih “hidup” karena adanya
emosi.

Emosi karakter juga bisa berubah-ubah bersamaan dengan dinamika waktu. Misalnya, semua
si karaktr menghormati mentornya. Suatu kejadian besar menguji apakah ia perlu tetap
menghormati atau tidak. Di sini mungkin akan muncul pergulatan batin. Mungkin ada
perdebatan intelektual. Dan ini cukup memberi ruang buat emosi. Apa emosi karakter ketika
memenangkan pertarungan? Atau sebaliknya, bagaimana emosi karakter ketika mendapati
kekalahannya.

¨     Perjalanan Waktu

Agaknya perbedaan antara jurnalisme sastra dengan straigt news atau jurnalisme
konfensional, atau jurnalisme harian adalah keterkaitannya dengan waktu. Robert Vare
mengibaratakan laporan surat kabar harian dengan sebuah potrt. Snap Shot.

Sementara, laporan panjang dengan gaya penulisan sastrawi adalah seprerti sbuah film yang
sedang diputar. Vare menyebutnya “series of tim”. Peristiwa berjalan bersama waktu. Ia
memiliki konskuensi penyusunan kerangka karangan. Bersifat kronologis, atau flash back?
Atau dibolak-balik, namun tetap dengan benang merah untuk menghindari kebingunan
pembaca?

Panjang waktu tergantung kebutuhan. Sebuah laporan tentang kehamilan bisa dibuat dalam
kerangka waktu sembilan bulan. Tapi bisa juga dibuat dalam kerangka waktu dua, tiga tahun
dan sebagainya. Malah bisa juga sebaliknya, dibuat sekian menit ketika si ibu bergulat hidup
atau mati di ruang persalinan.

¨     Kebaruan

Ketika akan membuat laporan panjang harus mempertimbangkan unsur kebaruan. Tak ada
gunanya mengulang-ulang lagu lama. Akan lebih baik dan lebih mudah mengungkapkan
kebaruan itu dari kaca mata orang-orangbiasa yang menjadi saksi peristiwa besar. John
Hersey, dalam laporan “Hiroshima” misalnya, mewancarai seorang dokter, pendeta, seorang
sekretaris dan seorang pastor dari jerman untuk merekonstruksi pemboman hiroshima.
Hasilnya? John Hersey menceritakan dahsyatnya bom itu secara detail. Ada kulit terkelupas.
Ada kematian yang menyeramkan. Ada desas-desus soal bom rahasia. Ada persaan dendam.
Perasaan rendah diri. Semua terungkap dari salah satu artikel termasyur dalam sejarah
jurnalisme Amerika. Hersey mempublikasikannya setahun setelah bom nuklir itu dijatuhkan. 

Memang tidak/belum ada format yang pasti untuk penulisan jurnalisme seni. Karena pada
intinya proses pemberitaan apa pun, harus melalui ketrampilan dasar jurnalisme. Karenanya
pula, umumnya pada surat kabar-surat kabar umum (Harian Umum), para reporternya tidak
dikhususkan pada bidang yang dikuasai berdasar disiplin ilmunya. Reporter adalah seolah
dewa yang “maha tahu”, untuk menuliskan apa saja yang dikehendakinya. Tentu ada
benarnya, sejauh semua kualifikasi yang menjadi sarat reporter dikuasai.

Artinya, penulisan model literary journalism mutlak harus menguasai terlebih dahulu dasar-
dasar jurnalisme konfensional. Karena semua jenis berita harus berdasar perangkat
jurnalisme. Tinggal angel, fokus, sudut berita atau perspektif mana yang hendak diangkat
dari peristiwa yang hendak dituliskan tersebut. Dengan kata lain, penulisan BERITA
BUDAYA, RESENSI PRODUK BUDAYA, TOKOH, FEATURE, sampai ke penulisan
ESSAY dan atau ARTIKEL BUDAYA semua tidak lepas dari teori dasar jurnalisme.

DAFTAR PUSTAKA

Rainers Adam, dkk, Politik dan Radio (Buku Pegangan bagi Jurnalis Radio), Jakarta: PT
Sembrani Aksara Nusantara, 2000.

Parakutri T simbolon, Vademekum Wartawan (Reportase Dasar), Jakarta: Gramedia, 1997. F


Rahmadi, Perbandingan Sistem pers Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1990.

Bambang Sadono, Penyelesaian Delik Pers Secara Politis, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Atmakusumah, Kebebasan Pers Dan Arus Informasi Di Indonesia, Jakarta: Lembaga Studi
Pembangunan, 1981.

Profil Wartawan Indonesia, Jakarta: Proyek Pembinaan dan Pengembangan Pers Deppen RI
1977.

Omi Intan Naomi, Anjing Penjaga, Pers di Rumah Orde Baru, Jakarta: Gorong-Gorong Budaya,
1996.
Explore posts in the same categories: Jurnalistik

RERERENSI: Asep Syamsul M. Romli , “Jurnalistik Terapan”, Baticpress Bandung, 2003; Kustadi
Suhandang, “Pengantar Jurnalistik”, Nuansa Bandung, 2004; “Journalism”, en.wikipedia.org
BACA JUGA: “Wartawan Itu Cerewet, Pengecam, dan Guru Bangsa” dan “Skill Wartawan
Profesional” di www.romeltea.com.*

You might also like