You are on page 1of 13

-1-

Presiden: Indonesia Krisis Air


Kamis, 28 April 2005

TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan


kondisi sumber daya air di Indonesia sudah mencapai tahap kritis. Sejumlah daerah
di tanah air, termasuk daerah kelahirannya di Pacitan, Jawa Timur, termasuk daerah
yang sulit air.
Untuk itu Presiden memerintahkan kepada Departemen Pekerjaan Umum untuk
mendaftar daerah-daerah yang mengalami krisis air. "Saya minta agar diajukan
daerah-daerah yang perlu diprioritaskan untuk diselamatkan," kata Presiden dalam
pencanangan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air di Istana Negara hari ini
(28/4).
Presiden mengatakan daftar prioritas daerah yang perlu diselamatkan ini penting
untuk tindak lanjut peyelamatan. "Pemerintah akan melakukan langkah
penyelamatan terpadu, sistematis dan terarah," kata dia.
Ia juga menginstruksikan kepada lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah
untuk merumuskan langkah terpadu untuk menyelamatkan air. Menurutnya, masalah
ketersediaan air bersih sudah memprihatinkan sejak lama di Indonesia.
Beberapa daerah memang telah mengalami kelangkaan sumber air. Ini membuat
harga air bersih menjadi mahal. Di Gunung Kidul, harga air minum sekitar tiga-empat
kali lipat dibandingkan harga air minum di Jakarta. "Pertambahan penduduk,
penebangan liar, dan makin tipisnya lahan untuk tampung air merupakan ancaman
serius ketersediaan air di masa sekarang dan depan," ujarnya.
Indikasi lainnya, kegiatan penyulingan air di berbagai daerah menunjukkan sulitnya
air bersih tersedia. "Apakah kita mau menyuling air laut yang biayanya mahal," kata
dia. Beberapa daerah lainnya yang juga bermasalah adalah Kebumen Selatan, Wates,
Bantul, Wonosari, Wonogiri, Trenggalek, dan Tulungangung.
Menurut Presiden, pemerintah akan mengevaluasi pembangunan fisik terutama tata
ruang selama ini apakah sudah selaras dengan alam atau belum.

Sedangkan dalam pidatonya, Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto mengatakan,


pemerintah perlu pernyataan khusus soal penyelamatan air. Joko yang juga
merangkap sebagai Ketua Harian Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air ini
mengatakan, akan merumuskan langkah konkret penyelamatan air.
Fajrin Siddiq – 10.41.90.01 2
Indonesia Terancam Kekurangan Air Bersih
Selasa, 20 Maret 2007

TEMPO Interaktif, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi pada 2015
jumlah penduduk Indonesia melonjak menjadi 247,5 juta jiwa. Jumlah tersebut
mengakibatkan pemenuhan kebutuhan air meningkat menjadi 9.391 miliar meter
kubik atau naik 47 persen dari tahun 2000. Padahal ketersediaan air cenderung
menurun setiap tahunnya.
Di Pulau Jawa, misalnya, ketersediaan air hanya 1.750 meter kubik per kapita per
tahun, jauh di bawah standar kecukupan yaitu 2.000 meter kubik per kapita per
tahun. Jika hal ini tidak ditanggulangi, dipastikan Indonesia akan mengalami
kelangkaan air bersih pada 2020.
Diperkirakan, ketersediaan air pada tahun tersebut hanya 1.200 meter kubik per
kapita per tahun. Hal ini sangat ironis mengingat Indonesia termasuk dalam 10
negara yang kaya akan air.
Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Agoes Widjanarko
mengatakan, menyusutnya ketersediaan air tersebut diperparah dengan kinerja
perusahaan daerah air minum yang buruk. "Ddari 318 hanya 44 perusahaan yang
sehat. Selebihnya bermasalah dengan kinerja dan hutang," katanya Selasa (20/3).
Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Budirama
Natakusumah mengatakan, defisit air tanah setiap tahunnya mencapai 65,6 juta
meter kubik. Pemerintah harus segera menggalakkan sumur resapan air yang dapat
menampung limpasan air hujan.

Fajrin Siddiq – 10.41.90.01 3


Indonesia Dinilai Gagal Soal Penyediaan Air Bersih
Senin, 1 Maret 2010

TEMPO Interaktif, Denpasar -   Indonesia  dianggap gagal mengatasi masalah


penyediaan air bersih dan sanitasi. Dalam laporan tahunan Millenium Dvelopment
Gold (MDG’s) 2009 disebutkan kondisinya masih jauh dari target yang ingin dicapai.
Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Budi Yuwono
menyatakan, jangkauan pelayanan  masih sangat terbatas dengan kualitas yang
rendah. “Di kota besar dan kecil kondisinya sama saja,” ujarnya dalam Forum
Membangun Kemitraan Multi Pihak dalam Mengatasi masalah Air dan Sanitasi di
Sanur, Bali, hari ini. 
Dalam lima tahun mendatang, anggaran yang disediakan oleh Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) telah meningkat lima kali lipat untuk air minum. Yakni 
Rp 12,6 triliun. “Tapi itu baru cukup untuk mencapai 20 persen dari target MDG’s,”
ujarnya.
Anggaran sanitasi sebesar Rp 14 triliun, meningkat dua  kali lipat, tapi jauh dari
kebutuhan sebesar Rp 78 triliun . Karena itu, berbagai anggaran untuk pemberdayaan
masyarakat juga diarahkan untuk mengatasi masalah ini.
Indonesian Businees Link (IBL) yang mewakili kalangan swasta dalam kemitraan ini
mengatakan baru memulai kerjasa ma untuk masalah air minum dan sanitasi. “Lewat
Forum ini kami merintis adanya kesepakatan yang lebih kongkrit,” kata juru bicara
IBL Dais Suyoso.
Sejumlah perusahaan, kata dia,  sebelumnya sudah bekerjasama dengan pemerintah
pusat maupun daerah seperti yang sudah dilakukan PT Danone Aqua. Mereka
memiliki 15 proyek penyediaan air bersih yang menjangkau 30.000 penduduk di
Aceh dan Nusa Tenggara Timur. Ditargetkan pada 2011, proyek akan menjangkau
70.000 penduduk.

Fajrin Siddiq – 10.41.90.01 4


-5-
Kondisi Air Minum Indonesia Memprihatinkan
Kamis, 23 Oktober 2003

TEMPO Interaktif, Jakarta - Di Indonesia, penyakit yang disebarkan melalui air


menempati peringkat ke tiga menurut statistik kesehatan. Itu terjadi karena kualitas
air minum yang masih buruk. Demikian terungkap dalam simposium internasional
"Safe Dringking in Indonesia-Challanges for 21th Century" di Lido, Sukabumi, Kamis
(23/10).
Tercatat, 39 persen air minum perkotaan tercemar bakteri coli tinja. Akibatnya,
setiap tahun dilaporkan 100 ribu kejadian akibat penyakit yang disebabkan bakteri
dan kuman air. Apalagi, suhu udaara di Indonesia yang relatif tinggi menyebabkan
pertumbuhan bakteri lebih cepat dibanding daerah dengan iklim sedang.
Menurut Frank W. Fraderer, konsultan Penanggulangan Penyakit Menular dan
Permasalahan Lingkungan, Departemen Kesehatan, minimnya kualitas air minum
Indonesia lebih disebabkan kurangnya pemeliharaan pada sarana dan prasarana di
Perusahaan Daerah Air Minum. “Bukan masalah teknologi,” kata dia. Frank
menambahkan, minimnya kualitas air ini disebabkan pula oleh kurangnya
pemahaman mengenai manajemen kualitas air.
Pernyataan ini diperkuat oleh Direktur Penyehatan Air dan Sanitasi, Direktorat
Jenderal Penanggulangan Penyakit Menular dan Permasalahan Lingkungan,
Departemen Kesehatan, Henny Darpito. Menurut Darpito, dengan bertambahnya
jumlah penduduk, saat ini air menjadi rebutan antara sektor perindustrian, pertanian
dan konsumsi rumah tangga. “Karena itu, manajemen air harus menyesuaikan dengan
perubahan lingkungan yang ada,” katanya.
Dalam simposium yang membahas kondisi air di tanah air ini dihadiri oleh pakar air
dari Indonesia, India, Nepal, Thailand, Vietnam, Jerman, Austria, Belanda dan Timor
Leste.

Fajrin Siddiq – 10.41.90.01 6


Pengolahan Air Limbah Pertama di Asia
Jum’at, 5 Maret 2010

TEMPO Interaktif, Jakarta -Produsen susu Frisian Flag Indonesia (FFI) dengan
Pemerintah Belanda mengoperasikan sistem daur ulang hasil olahan air limbah
menjadi air layak konsumsi pertama di Asia. Sistem konservasi air mutakhir bernama
Curieau ini dapat mengurangi penggunaan air sumur secara total hingga 50 persen.
Peresmian sistem daur ulang ini dilakukan Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Dr
Nikolaos van Dam, dan Walikota Jakarta Timur, Drs. H. Murdhani, MH, juga Ketua
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Drs. Peni Susanti di
Pabrik FFI, Pasar Rebo, Jaktim, Selasa lalu.
Biaya pembuatan sistem ini mencapai US$800 ribu atau Rp 7,52 miliar, dengan
sebagian besar dibiayai Pemerintah Belanda. "Para ilmuwan memperkirakan pasokan
air bersih di negara berkembang seperti Indonesia akan menjadi sumber daya alam
langka di masa depan," ujar Nikolaos van Dam saat jumpa media.
Dari situ, tambah van Dam, pihaknya berkolaborasi dengan lembaga swasta untuk
menyediakan dukungan finansial dalam mendukung usaha konservasi air. Dia pun
menyambut baik FFI untuk bertanggung jawab atas pendaur-ulangan air limbah dan
mengurangi dampak operasional mereka terhadap lingkungan.
Sementara, Presiden Direktur FFI, Cees Ruygrok, mengatakan, selama 88 tahun
beroperasi di Jakarta, FFI prihatin terhadap kualitas dan kuantitas air sumur di kota
ini. Sebab itu, dia memutuskan untuk berkontribusi terhadap konservasi air dengan
menerapkan sistem Curieau--yang bisa menghemat penggunaan air sumur sehari-
hari.
"Sistem ini melengkapi sistem pengolahan limbah yang telah digunakan oleh FFI
selama ini," katanya dalam kesempatan sama. Selain bekerja sama dengan
Pemerintah Belanda, FFI juga menggandeng AQUA Industrial Water Treatment untuk
mengoperasikan sistem konservasi air ini.

Fajrin Siddiq – 10.41.90.01 7


-8-
Dewan Sumber Daya Air Nasional Akan Dibentuk
19 Maret 2004
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah akan membentuk Dewan Sumber Daya Air
Nasional tahun depan dengan keputusan presiden. Dewan ini akan mengurusi
pengelolaan sumber daya air pasca pengesahan Rancangan Undang-Undang Sumber
Daya Air (RUU SDA) 19 Februari lalu. Saat ini pemerintah tengah menyiapkan sekitar
delapan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
"Kita tengah menyiapkan delapan RPP sambil kita mensosialisasikan Undang-Undang
Sumber Daya Air yang telah disahkan ke masyarakat," kata Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah Soenarno di Jakarta, Jumat (19/3).
Delapan RPP itu, kata dia, harus selesai dalam jangka waktu satu tahun setelah
pengesahan undang-undang tersebut. "Undang-undang dinyatakan berlaku setahun
setelah disahkan," ujarnya.
Delapan PP yang akan disusun pemerintah yaitu PP tentang Pengelolaan Air, Hak
Guna Air, Air Minum, Air Tanah, Irigasi, Sungai, Danau dan Waduk, serta PP tentang
Pembiayaan. PP ini nantinya akan berisi penjabaran dan langkah lanjut dari UU
Sumber Daya Air (SDA).
Menurut Menteri, tugas dan wewenang Dewan Sumber Daya Air Nasional itu akan
diatur dalam Undang-Undang SDA yang telah disahkan itu. Secara rinci, anggota
Dewan ini berasal dari seluruh stake holders bidang air, antara lain dari unsur
pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lainnya.
"Dari pemerintah antara lain Depkimpraswil, Departemen Pertanian, unsur swasta
nanti ditentukan siapa saja, dan kelompok masyarakat bisa diwakili oleh siapa aja,
bisa badan swadaya masyarakat seperti LSM," papar Soenarno.
Dewan ini, kata dia, akan dibentuk dari level nasional hingga daerah. "Dewan tingkat
nasional tugasnya apa, dewan tingkat provinsi tugasnya apa, di undang-undang itu
ada," katanya. Di tingkat daerah, nama Dewan bisa diganti dengan nama lain.
"Namanya bisa dengan nama Dewan SDA Daerah atau nama lain yang ditentukan,"
katanya.
Selama ini, kata Menteri, Dewan daerah itu dinamakan Panitia Pengaturan Air. "Kalau
dulu namanya Panitia Irigasi, kemudian dikembangkan menjadi Panitia Tata
Pengaturan Air, mungkin ini bisa jadi embrionya Dewan SDA daerah," lanjut
Soenarno.
Fajrin Siddiq – 10.41.90.01 9
Menanggapi berbagai kritikan atas disahkannya UU SDA, Soenarno berujar, “Ada
salah pengertian dalam persepsi masyarakat.” Salah pengertian itu terutama
berkaitan dengan hak guna usaha air yang diatur dalam Pasal 9 Ayat 1 RUU Sumber
Daya Air. Pasal itu menyebutkan hak guna usaha air dapat diberikan kepada
perorangan atau badan usaha guna tujuan komersial atau untuk memenuhi
kebutuhan usaha berdasarkan izin dari pejabat yang berwenang.
Menurutnya, pasal ini tidak membuka privatisasi sumber daya air. Alasannya,
menurut Soenarno, dapat dicermati pada penjelasan Pasal 9 Ayat 1 yang
menyebutkan hak guna usaha itu ditujukan pada koperasi, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah dan swasta. "Ini yang disalahartikan oleh masyarakat,"
ujarnya. Namun jika masyarakat tetap merasa tidak puas dan ingin merevisi RUU itu
setelah disahkan, menurutnya, pemerintah akan memperhatikan.
Soenarno menandaskan, jika pemerintah tidak mengikutsertakan swasta melakukan
usaha hak atas air, maka pemerintah dinilai menyimpang dari Undang-Undang Usaha.
"Karena dalam undang-undang antara BUMN, BUMD, kelompok masyarakat dan
swasta harus setara," katanya. "Yang penting sekarang membuat pasal yang tidak
bertentangan dengan undang-undang yang lain, tetapi peran swasta sedemikian
sehingga peran swasta tidak dominan."
Intinya, tegas Soenarno, pemerintah tetap mengarahkan pada keterlibatan sektor
BUMN, BUMD, koperasi, dan swasta. "Dalam peraturan pemerintah (yang tengah
dipersiapkan) nantinya diatur, dia (swasta) bisa bekerja dengan maksimum 49
persen (hak pengelolaan sumber daya air). Pengaturan di PP harus begitu,"
tandasnya.

Fajrin Siddiq – 10.41.90.01 10


Warga Miskin Dapat Diskon Layanan Air Bersih
Senin, 15 Maret 2010

TEMPO Interaktif, Surabaya - Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum Kota
Surabaya, Mohammad Selim mengatakan warga miskin atau yang disebut masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR) mendapat diskon sebesar lima puluh persen untuk
pemasangan baru layanan air bersih PDAM.
"Keringanan yang diberikan adalah pemasangan sambungan pipa baru di rumah,"
kata Selim, Senin (15/1).
Ia mengatakan program layanan ini untuk meningkatkan pelayanan publik.
Masyarakat miskin, kata dia, juga harus terjaga kesehatannya dengan mendapat
distribusi air bersih.
Hubungan Masyarakat PDAM Surabaya, Sunarno, mengatakan layanan ini berlaku
terbatas mulai Maret hingga Agustus mendatang. "Jadi mereka harus segera
mendaftar," ujarnya.
Untuk pemasangan baru bagi MBR kata dia hanya dipungut sebesar Rp 450 ribu - Rp
500 ribu. Tanpa diskon, mereka normalnya membayar sebesar Rp 1 juta.
Kriteria masyarakat yang mendapat diskon, kata Sunarno, adalah penghuni yang
tinggal di rumah dengan luas kurang dari enam puluh meter persegi, lebar jalan
didepan rumah kurang dari enam meter dan penghuni yang menempati tanah yang
mempunyai bukti kepemilikan.
Syarat lain yang harus dilengkapi MBR, kata Sunarno, mereka menyatakan sanggup
membayar rekening rutin sesuai pemakaian tiap bulan.

Total produksi PDAM Surabaya adalah sebesar 8.500 liter per detik. Air bersih PDAM
ini telah didistribusikan kepada sebanyak 72 persen penduduk Kota Surabaya.

Fajrin Siddiq – 10.41.90.01 11


Kenaikan Tarif Air PDAM Malang Ditolak
Senin, 5 April 2010

TEMPO Interaktif, Malang - Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten


Malang menolak kenaikan tarif air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat
sebesar 50 persen dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.500 per meter kubik mulai April ini.
Kenaikan itu dikhawatirkan bisa menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Itu tidak sensitif. Beban hidup masyarakat sudah sangat berat karena terbebani
dengan naiknya harga bahan kebutuhan pokok. Bahkan, tarif dasar listrik juga akan
naik," kata anggota Komisi B Syamsul Hadi, Senin (5/4).
Syamsul mengemukakan heran dengan kenaikan harga air itu. Sebab, dengan 39
sumber air yang menghasilkan 867,4 liter per detik, jumlah produksi air sangat cukup
dan bahkan melebihi kebutuhan air baku bagi masyarakat di 33 kecamatan hingga
seharusnya tarif air bisa lebih murah. Kenyataannya, PDAM justru menaikkan tarif
hampir tiap tahun.
Pada 2008 tarif air kelompok rumah tangga naik dari Rp 800 per meter kubik
menjadi Rp 1.000 per meter kubik. “Sekarang naik dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.500
per meter kubik. Tahun depan harga air mau naik lagi menjadi Rp 1.700 per meter
kubik. Sementara pelayanan mereka belum optimal karena masih banyak daerah
yang belum terjangkau layanan PDAM," ujarnya.
Komisi B meminta PDAM melakukan efisiensi anggaran dengan ketat. Selama ini, kata
Syamsul, manajemen PDAM tidak transparan mengelola keuangannya sehingga
terkesan suka memboroskan keuangan.
Menurut Syamsul, manajemen PDAM belum optimal bekerja untuk mengatasi
kebocoran air yang masih melebihi batas normal nasional sebesar 20 persen
sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun
2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada
PDAM. Peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun
1998 tentang Pedoman Penetapan Tarif Air Minum PDAM.
Penolakan serupa disampaikan Koordinator Badan Pekerja Malang Corruption Watch
(MCW) Zia' Ul Haq. Menurut dia, PDAM tak pernah transparan dan terbuka
mengungkapkan kinerja mereka, khususnya yang berkaitan dengan untung-rugi yang
dialami. PDAM selalu mengaku rugi dan kerugian dijadikan alasan untuk menaikkan
tarif air.
Fajrin Siddiq – 10.41.90.01 12
“Masyarakat tak pernah diberitahu penyebab kerugian yang sesungguhnya. Tiap
tahun dibilang mau memperbaiki pelayanan, mau mengganti pipa-pipa tua dan rusak,
tapi tak pernah tahu berapa persisnya pipa yang rusak atau diganti,” kata Zia' kepada
Tempo.

Fajrin Siddiq – 10.41.90.01 13

You might also like