You are on page 1of 45

Daftar Isi

Pendahuluan............................................................................................................... 3
Sejarah perbankan syariah ........................................................................................ 4
Visi & Misi .............................................................................................................. 5
Karakteristik Bank Syariah ....................................................................................... 5
Target , dan sasaran bank syariah ............................................................................. 6
Tantangan Bank Syariah di Indonesia ...................................................................... 7
Prinsip , Produk dan Jasa Bank Syariah .................................................................... 7
Aspek hukum & peraturan pendukung perbankan syariah........................................ 9
Bank Syariah Vs Bank Konvensional .......................................................................10
Faktor pendukung & penghambat perbankan syariah ..............................................16
Penyebab krisis global...............................................................................................20
Dampak Krisis Global terhadap indonesia ...............................................................31
Dampak krisis global terhadap Bank Syariah ...........................................................34
Kebijakan bank Indonesia dalam menghadapi krisis global .....................................35
Dampak Krisis Global Terhadap Kinerja
Bank perkreditan rakyat/ syariah di provinsi bengkulu.............................................38

Strategi Bank syariah menghadapi krisis global........................................................40


Kaitan krisis global dengan ajaran agama yang digunakan pada bank syariah.........41
Kesimpulan Dan Saran..............................................................................................43
Daftar Pustaka............................................................................................................45

2
Pendahuluan

Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu 1997-1998
merupakan pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian Indonesia. Dalam periode
tersebut banyak lembaga-lembaga keuangan, termasuk perbankan mengalami kesulitan
keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal bagi
sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosotnya kemampuan sektor usaha
produksi. Sebagai akibatnya, kualitas aset perbankan turun secara drastis sementara sistem
perbankan diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan
tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha sektor produksi telah
menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan
fungsinya sebagai mediator kegiatan investasi.

Kemudian pada tahun 2008 terjadi krisis global yang dapat kita lihat pada negara adidaya
yang sangat berkuasa yaitu Amerika Serikat pun mengalami guncangan yang hebat dan
pemerintah amerika mesti turun tangan secara langsung untuk menjaga stabilisasi di negara
tersebut , tentu saja faktor ini mempengaruhi banyak negara dan bukan hanya Amerika
Serikat itu sendiri tentunya.

Selama krisis ekonomi tersebut, perbankan syariah masih dapat memenuhi kinerja yang
relatif lebih baik dibandingkan perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif
rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah pada perbankan syariah dan tidak
terjadinya hambatan dalam kegiatan operasionalnya.

Hal tersebut dapat dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank syariah tidak
mengacu pada tingkat suku bunga

yang berlaku tetapi menurut prinsip bagi hasil. Dengan demikian bank syariah dapat
menjalankan kegiatannya tanpa terganggu dengan kenaikan tingkat suku bunga yang terjadi,
sehingga perbankan syariah mampu menyediakan modal investasi dengan biaya modal yang
relatif lebih rendah dari bank konvensional kepada masyarakat.

Dalam Makalah ini ada beberapa hal yang saya ingin tekankan kepada beberapa pembaca
terutama dalam beberapa hal berikut :

 Memahami krisis ekonomi dunia, dampak , penyebabnya dan kebijakan pemerintah


 Memahami Sejarah Bank Syariah Dan Dasar Bank Syariah dengan agama
 Memahami ekonomi dan bisnis syariah secara menyeluruh
 Memahami pemecahan krisis ekonomi dunia ini dengan bisnis syariah
 Memahami perbedaan bank syariah dan bank selain syariah (bank Konvensional)
 Memahami bagaimana Bank Syariah menghadapi krisis global

3
Sejarah Perbankan Syariah
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini
didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan
bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman
haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem
perbankan konvensional.

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk
sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr
pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah
berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut
maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan
industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang
didapat dengan para penabung.

Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.

Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya
bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana
untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa
finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit
menyatakan diri berdasar pada syariah islam.

Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic
Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank
(1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan
dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation
yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun
1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta
dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha
muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga
ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan
dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.

4
Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu
UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum
yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar
seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).

Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah
berkembang 104 BPR Syariah.

Visi dan Misi Bank Syariah


Adapun Visi dan misi dari kegiatan pengembangan perbankan syariah adalah :
“Terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip
kehati-hatian serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan
pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam kerangka keadilan, tolong
menolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat”

Karakteristik Bank Syariah

Karakteristik Bank Syariah :

 Universal Bank Syariah adalah untuk setiap orang, tanpa memandang perbedaan
kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama
 Adil Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan
sesuatu sesuai posisinya
 melarang adanya masyir (unsur spekulasi atau untung-untungan), gharar
(ketidakjelasan), haram, dan riba.
 Transparan Dalam kegiatannya, bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan
masyrakat.
 Seimbang Mengembangkan sektor keuangan melalui aktivitas perbankan syariah
yang mencakup pengembangan sektor riil danUMKM.
 Maslahat Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan.
Variatif Produk bervariasi mula idari tabungan haji dan umrah, tabungan umum,
giro, deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual beli dan sewa,sampai
pada produk jasa kustodian, jasa transfer dan jasa pembayaran (debit card, syariah
charge).
 Memiliki Fasilitas Penerimaan dan penyaluran zakat, infaq, sedekah, waqaf, dana
kebajikan (qard), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan
inter-koneksi antar bank syariah. (aml)

Sumber : Ayo ke Bank, Bank Syariah untuk Kita Semua, Bank Indonesia

5
Target Perbankan Syariah

Adapun target pencapaian pengembangan sistem perbankan syariah nasional adalah:


 Memiliki daya saing yang tinggi dengan tetap berpegang pada nilai-nilai syariah
 Memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian nasional serta perbaikan
kesejahteraan rakyat
 Memiliki kemampuan untuk bersaing secara global dengan pemenuhan standar
operasional keuangan internasion

Sasaran Perbankan Syariah

Bank Indonesia telah menentukan sasaran yang realistis untuk mewujudkan visi yang
sudah dicanangkan. Sasaran ini dibuat dengan mempertimbangkan kondisi aktual,
termasuk: faktorfaktor yang berpengaruh dan kecenderungan yang akan membentuk
industri di masa yang akan datang manfaat dan tantangan yang ada, serta kelebihan dan
keterbatasan dari pelaku industri dan stakeholders lainnya.

Sasaran pengembangan perbankan syariah sampai tahun 2011 adalah:

Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan, yang ditandai dengan:


 Tersusunnya norma-norma keuangan syariah yangseragam (standarisasi)
 Terwujudnya mekanisme kerja yang efisien bagipengawasan prinsip syariah
dalam operasional perbankan (baik instrumen maupun badan terkait)
 Rendahnya tingkat keluhan masyarakat dalam hal penerapan prinsip syariah
dalam setiap transaksi.

Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah:


 Terwujudnya kerangka pengaturan dan pengawasan berbasis risiko yang sesuai
dengan karakteristiknya dan didukung oleh SDI yang handal.
 Diterapkannya konsep corporate governance dalam operasi perbankan syariah.
 Diterapkannya kebijakan exit dan entry yang efisien.
 Terwujudnya realtime supervision.
 Terwujudnya self regulatory system.

Terciptanya sistem perbankan syariah yang kompetitif dan efisien; yang ditandai
dengan:
 Terciptanya pemain-pemain yang mampu bersaing secara global.
 Terwujudnya aliansi strategis yang efektif.
 Terwujudnya mekanisme kerjasama dengan lembaga lembaga pendukung .

6
Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan bagi masyarakat
luas, yang ditandai dengan:
 Terwujudnya safety net yang merupakan kesatuan dengan konsep operasional
perbankan yang berhati – hati
 Terpenuhinya kebutuhan masyarakat yang menginginkan layanan bank syariah di
seluruh Indonesia dengan target pangsa sebesar 5% dari total aset perbankan
nasional
 Terwujudnya fungsi perbankan syariah yang kaffah dan dapat melayani seluruh
segmen masyarakat
 Meningkatnya proporsi pola pembiayaan secara bagi hasil.

Tantangan Sistem Perbankan Syariah di Indonesia

Kenyataan menunjukkan bahwa dalam periode krisis ekonomi, perbankan syariah


memiliki daya tahan yang relatif lebih kuat. Berkaitan dengan itu perbankan syariah
diharapkan dapat berperan lebih besar dalam proses pemulihan perekonomian Indonesia
yang masih terus berlangsung.
Dalam upaya mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah yang masih berada
dalam tahap awal pengembangan, beberapa hal penting yang perlu mendapatkan
perhatian antara lain:

 Kerangka dan perangkat pengaturan perbankan syariah belum lengkap.


 Cakupan pasar masih terbatas.
 Kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai produk dan jasa perbankan
syariah.
 Institusi pendukung yang belum lengkap dan efektif
 Efisiensi operasional perbankan syariah yang masih belum optimal
 Porsi skim pembiayaan bagi hasil dalam transaksi bank syariah masih perlu
ditingkatkan;
 Kemampuan untuk memenuhi standar keuangan syariah internasional.

Prinsip Perbankan Syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya
yang sesuai dengan syariah.

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
 Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

7
 Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil
usaha institusi yang meminjam dana.
 Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
 Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak
harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah
transaksi.
 Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam
islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan
syariah.

Produk perbankan syariah

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:

 Jasa untuk peminjam dana


 Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap
keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati.
Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang
diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak
nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
 Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau
joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati
sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-
masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini
ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada
campur tangan
 Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan
membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya
kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin
keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang
tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga
pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin
bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600
juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
 Takaful (asuransi islam)

Jasa untuk penyimpan dana

 Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat
mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak
berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.

8
Akad Wadiah sendiri menurut cara penitipannya dapat ada 2 jenis akad yaitu :
1. Wadhiah Dhamanah : Titipan dengan izin tertitip boleh pemanfaatan harta
titipan. Diletakkan dalam pool of fund untuk dikembangkan oleh tertitip
2. Wadhiah Amanah : Titipan tanpa kebolehan izin memanfaatkan harta titipan:
contoh : Safe Deposit Box

 Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu


yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan
bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

Akad Mudharabah juga ada 2 jenis berdasarkan dimana dana dititipkan :


1. Mudharabah Mutlaqah (Bagi Hasil Mutlak): Bank berkuasa penuh
menentukan jenis dan tempat investasi. Nasabah tidak perlu menentukan ke mana
dananya akan diinvestasikan oleh bank syariah, sepenuhnya merupakan hak Bank.
2. Mudharabah Muqayyadah (Bagi Hasil Terikat): Bank berwenang terbatas
dalam menentukan jenis dan tempat investasi. Skim ini biasanya digunakan untuk
mewadahi kebutuhan nasabah (umumnya adalah nasabah besar seperti perusahaan
dan pemerintah) untuk menggunakan bank syariah sebagai perpanjangan
tangannya untuk berinvestasi pada sektor bisnis tertentu. Dana tidak disatukan
dalam pool-of-fund bank syariah, namun dikelola secara terpisah.

Aspek Hukum dan Peraturan Pendukung Perbankan Syariah


a. Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia
Sebagaimana disampaikan diatas, perbankan syariah di Indonesia berjalan cukup
menjanjikan walau geraknya tidak secepat perbankan konvensional, hal ini akibat dari
sistem dan perangkat hukum yang mendukung perbankan syariah tidak memberikan
ruang yang seluas-luasnya bagi perbankan syariah untuk berkembang. Kita bisa melihat
sebelum adanya revisi terhadap undang-undanga perbankan atau munculnya UU No 10
tahun 1998 tentang perbankan, tidak ada perangkat hukum yang mendukung sistim
operasional bank syariah, kecuali UU No 7 Tahun 1992 dan PP No 72 Tahun 1992.
Dalam UU No 7 Tahun 1992 itu keberadaan perbankan syariah dipahami sebagai bank
bagi hasil serta perbankan syariah harus tunduk kepada peraturan perbankan umum yang
biasa kita sebut bank konvensional.

Setelah adanya revisi terhadap paraturan perundang-undangan perbankan yaitu


munculnya UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan terhadap UU No. 7 tahun 1992
tentang Perbankan, disebutkan bahwa Bank Syariah adalah Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam menjalankan aktivitasnya, Bank
Syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:

9
10
1. Prinsip Keadilan

Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan
margin keuntungan yang disepakati bersama antara Bank dengan Nasabah.

2. Prinsip Kesederajatan

Bank Syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun
Bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban,
risiko, dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna
dana, maupun Bank.

3. Prinsip Ketentraman

Produk-produk Bank Syariah telah sesuai dengan prinsip dan kaidah Muamalah Islam,
antara lain tidak adanya unsur riba serta penerapan zakat harta. Dengan demikian, nasabah
akan merasakan ketentraman lahir maupun batin.

Pelaksanaan prinsip-prinsip di atas lah yang merupakan pembeda utama antara bank
syariah dengan bank konvensional

Bank Syari’ah / Islam dalam sistem perbankan Indonesia secara formal telah
dikembangkan sejak tahun 1992 sejalan dengan diberlakukannya UU No. 7 tahun 1992
tentang Perbankan. Namun demikian, UU tersebut belum memberi landasan hukum yang
kuat terhadap pengembangan bank Syari’ah karena belum secara tegas mengatur
keberadaan bank berdasarkan prinsip Syari’ah melainkan Bank Bagi Hasil. Pengertian
Bank Bagi Hasil yang dimaksudkan dalam UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 belum
mencakup secara tetap pengertian Bank Syariah yang memiliki cakupan lebih luas dari
bagi hasil. Demikian pula dengan ketentuan operasional, hingga tahun 1998 belum
terdapat ketentuan operasional yang lengkap yang secara khusus mengatur kegiatan usaha
Bank Syariah. Pada pasal 6 huruf (m) dan pasal (e) tidak disebutkan Bank Syari’ah
(Syariah), akan tetapi hanya Bank Bagi Hasil. Kemudian peraturan ini ditindaklanjuti
dengan PP No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil.

Pemberlakuan UU Perbankan No. 10 tahun 1998 yang mengubah UU No. 7 tahun


1992 yang diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanan dalam bentuk
SK Direksi BI/Peraturan Bank Indonesia, telah memberi landasan hukum yang lebih kuat
dan kesempatan yang lebih luas lagi bagi pengembangan perbankan Syari’ah di
Indonesia. Perundang-undangan tersebut memberi kesempatan yang luas untuk
pengembangan jaringan perbankan Syari’ah antara lain melalui ijin pembukaan Kantor
Cabang Syari’ah (KCS) oleh bank konvensional. Dengan kata lain, Bank Umum
dimungkinkan untuk menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan sekaligus
dapat melakukannya berdasarkan prinsip syariah
UU No.10 tahun 1998 di atas menjadi dasar hukum penerapan Dual Banking System
di Indonesia, efek dari hal tersebut adalah perbankan syariah tidak berdiri
sendiri(mandiri), sehingga dalam operasionalisasinya masih menginduk kepada bank

11
konvensional. Bila demikian adanya perbankan syariah hanya menjadi salah satu bagian
dari program pengembangan bank konvensional.

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh perbankan syariah maka dibutuhkan
kemandirian perbankan syariah dengan pengaturan secara sendiri perbankan syariah.

Dalam UU No 10/1998 ini juga belum bisa maksimal karena dalam UU ini aspek
perbankan syariah dan pendukungnya belum banyak yang dianut secara konsisten.
Karena kalau dilihat dari potensi yang dimiliki perbankan syariah yang sungguh luar
biasa, tidak mungkin perbankan syariah hanya mendapat porsi dibawah 5 % dari
perbankan konvensional nasional, semestinta perbankan syariah bisa mendapatkan porsi
50 % bahkan bisa lebih dari itu, apabila legitisamsi hukum yang diberikan sesuai dengan
konsep syariah yang sebenarnya secara kaffah dan konsisten.

Hal ini juga disampaikan Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN), KH Ma’ruf Amin.
Menurut KH. Ma’ruf Amin, UU nomor 10/1998 belum terlaksana secara maksimal.
Masih banyak yang harus diperbaiki dari UU tersebut, perbankan syariah dan perbankan
konvensional memiliki karakter yang berbeda. Karena itu, perlu ada peraturan atau UU
tersendiri dari perbankan syariah untuk mempercepat pertumbuhan dan perkembangan
perbankan syariah. Karena Idealnya market share (pangsa pasar) bank syariah dan bank
konvensional itu fifty-fift

Ada revisi terhadap UU Bank Indonesia yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank
Indonesia (BI) memberikan support terhadap perkembangan perbankan syariah di
Indonesia dimana dalam UU No. 23/1999 menugaskan BI untuk mempersiapkan
perangkat peraturan atau fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung operasional Bank
Syari’ah. Kedua UU tersebut di atas menjadi dasar hukum penerapan Dual Banking
System di Indonesia. Dual Banking System yang dimaksud adalah terselenggaranya dua
sistem perbankan (konvensional dan syariah) secara berdampingan dalam melayani
perekonomian nasional yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan yang
berlaku (Bank Indonesia, Oktober 2001).

Peran Bank Indonesia sebagai Bank Central Indonesia yang memegang otoritas
moneter adalah membantu bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Menurut
pasal. 11 ayat 1 UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia adalah dapat memberi kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah untuk jangka waktu paling lama sembilan
puluh (90) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank
tersebut. Hanya saja kesulitan terjadi ketika UU tersebut juga menentukan bahwa bank
konvensional maupun bank syariah wajib memberikan jaminan berupa agunan yang
berkualitas tinggi dan mudah dicairkan serta nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau
pembiayaan yang diterimanya. Sedangkan maksud agunan yang berkualitas tinggi dan
mudah dicairkan adalah meliputi surat berharga atau tagihan yang diterbitkan oleh
pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai otoritas untuk itu. Sedang bagi
perbankan syariah untuk dapat menyediakan agunan berupa surat-surat berharga dan/atau
tagihan yang tidak berbunga, belum mungkin karena pasar uang (financial market) yang
berdasarkan prinsip syariah belum berkembang di Indonesia.

12
b. Peraturan Pendukung Perbankan Syariah di Indonesia

Keberadaan UU nomor 10/1998 tentang perbankan dan UU No. 23/1999 tentang


Bank Indonesia menjadi landasan utama penunjang perbankan syariah di Indonesia saat
ini, dengan berbagai kelemahan dari kedua peraturan perundang-undangan tersebut,
ditambah lagi yang menjadi persoalan sekarang adalah peraturan pendukung terkait
perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Tanpa adanya peraturan pendukung
terhadap alat-alat dari transaksi perbankan syariah akan memenuhi kesulitan bahkan bisa
fatal. Peraturan pendukung perbankan syariah dimaksud adalah tentang peraturan BI
tentang operasional perbankan syariah, Obligasi, Pasar Modal, Hukum Perdata dalam
penyelesaian sengketa perbankan syariah

Pertama, UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) mengamanatkan


kepada BI untuk mempersiapkan perangkat peraturan atau fasilitas-fasilitas penunjang
yang mendukung operasional Bank Syari’ah. Dalam upaya mendorong pertumbuhan
industri perbankan syariah yang masih berada dalam tahap awal pengembangan,
beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian oleh BI antara lain: Kerangka
dan perangkat pengaturan Operasional perbankan syariah belum lengkap; Pengaturan
Cakupan pasar masih terbatas; Institusi pendukung yang belum lengkap dan efektif;
Efisiensi operasional perbankan syariah yang masih belum optimal; perlu adanya aturan
sistem bagi hasil dan transaksi dalam perbankan syariah serta aturan investasi asing di
perbankan syariah (sebelum adanya UU atau PP Investasi di bidang perbankan syariah.

Peran ini dirasa kurang dari Bank Indonesia, masih banyak yang harus diperhatikan
oleh Bank Indonesia terkait pembuatan peraturan atau aturan main perbankan di
Indonesia, sehingga posisi perbankan syariah dan konvensional berada dalam satu
tingkatan yang sama.

Bank Indonesia sebagai Bank central Indonesia dengan hak dan otoritas yang dimiliki
mestinya lebih leluasa membuat suatu kebijakan yang lebih komprehensif terkait dengan
kebijakan perkembangan perbankan syariah. Peran bank Indonesia sungguh luar biasa
kalau melihat amanah yang diberikan oleh UU. 23 Tahun 1999, sekarang tinggal
bagaimana BI mamainkan perannya ke depan terkait perkembangan perbankan syariah di
Indonesia.

Kedua, Terkait dengan surat-surat berharga atau surat utang negara (SUN) di
Indonesia yang berdasar syariah belum diatur sehingga dalam pelaksanaannya akan
memenuhi banyak rintangan dan berdampak kepada pemahaman investasi dari aspek
syariah pada sisi yang berbeda.

Pada tahun 2006 saja negara-negara Timur Tengah (Timteng) menawarkan dana
hingga 8 miliar dolar AS, atau setara dengan Rp 71 triliun, untuk membeli obligasi
syariah atau Sukuk Indonesia. Dana dari hasil penerbitan Sukuk itu nantinya digunakan
membiayai proyek- proyek kelistrikan. Negara kaya raya dari Timur tengah kini memiliki
dana yang melimpah ruah akibat tingginya harga minyak dunia. Di tengah limpahan duit,

13
negara-negara Timteng itu kelimpungan mencari tempat investasi. Sebab sampai
sekarang beberapa negara di Eropa dan Amerika menutup diri akibat peristiwa
pengeboman menara kembar WTC, atau peristiwa yang dikenal dengan sebutan 9/11.
Sebagai pengganti, negara-negara Timteng membidik Asia, termasuk Indonesia untuk
menempatkan dana-dananya tersebut.

Kalau kita lihat UU No 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara/ obligasi kalau
dipakai landasan obligasi syariah maka akan rancu, karena dalam UU tersebut masih
banyak kata-kata secara tidak langsung berkaitan dengan bunga yang sangat bertentangan
dengan konsep syariah atau riba. Sehingga dalam kenyataannya obligasi korporasi
dengan prinsip syariah telah mencapai belasan (14 sampai saat ini, 6 mudharabah dan 8
ijarah). Contoh kasus, Obligasi Syariah Indosat tidak mempunyai acuan hukum positif
seperti UU atau peraturan Bapepam yang menjadi naungannya. Sebagai gantinya
Obligasi Syariah Indosat bernaung di bawah Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN MUI) No 32 tentang Obligasi Syariah dan No 33 tentang
Obligasi Syariah Mudharabah. Kasus lainnya, Obligasi korporasi dengan prinsip syariah
yang sesudahnya juga dapat bernaung di bawah Fatwa DSN MUI No 41 tentang Obligasi
Syariah Ijarah. Obligasi Syariah dalam fatwa-fatwa yang telah disebutkan mengalami
redefinisi sebagai Surat Berharga Jangka Panjang berdasarkan prinsip syariah sehingga
dapat diperjual belikan.

Berangkat dari kasus-kasus ini, kalau dilihat dari kaca mata hukum dan peradilan,
maka hal ini cukup meragukan, sehingga untuk memberikan kekuatan hukum sesuai
dengan sistem hukum di Indonesia maka perlu adanya UU tersendiri mengenai obligasi
syariah, sehingga mampu memberikan jaminan kepastian hukum kepada investor dan
lainnya.

Ketiga, mengenai perangkat pendukung perbankan syariah sebagaimana perbankan


konvensional, maka perlu diatur perdagangan saham perbankan syariah yaitu pasar modal
berprinsip syariah.

Kegiatan Pasar Modal di Indonesia diatur dalam undang-undang No. 8 tahun 1995
(“UUPM”). Pasal 1 butir 13 UU 8/95 menyatakan bahwa “Pasar Modal adalah kegiatan
yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik
yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek”. Sedangkan Efek, dalam UUPM Pasal 1 butir 5 dinyatakan
sebagai: “surat berharga yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham
obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak kegiatan
berjangka atas Efek dan setiap derivatif Efek”.

UU No. 8 Tahun 1995 ini tidak membedakan apakah kegiatan Pasar Modal tersebut
dilakukan berdasarkan prisnip-prisnip syariah atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan
UUPM kegiatan Pasar Modal di Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah dan dapat pula dilakukan tidak sesuai dengan prinsip syariah.( KarimSyah Law
Firm, 2005. Perlunya Peraturan Perundang-undangan Mengenai Pasar Modal
Berdasarkan Syariah. Jakarta) Sehingga dalam pelaksanaannya bagi perbankan syariah

14
akan memberikan ketidak pastian apakah sesuai dengan prinsip syariah atau tidak. Maka
dari itu, perlu sekiranya pembuatan perangkat hukum terkait dengan keberadaan pasar
modal syariah untuk mendukung perjalanan perbankan syariah.

Keempat, Sebelum adanya amandemen terhadap UU No 7/1989 tentang Peradilan


Agama menjadi kendala hukum di Indonesia, kewenangan mengadili sengketa perbankan
Islam ada ditangan Pengadilan Negeri, sedang pengadilan negeri tidak menggunakan
syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian perkara. Dan kita tahu wewenang
Pengadilan Agama telah dibatasi UU No. 7 Tahun 1989. Institusi ini hanya dapat
memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menyangkut perkawinan, warisan,
waqaf, hibah, dan sedekah. Pengadilan Agama tidak dapat memeriksa perkara-perkara di
luar kelima bidang tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, kepentingan untuk
membentuk lembaga permanen yang berfungsi untuk menyelesaikan kemungkinan
terjadinya sengketa perdata di antara bank-bank Syariah dengan para nasabah sudah
sangat mendesak, maka didirikan suatu lembaga yang mengatur hukum materi dan/atau
berdasarkan prinsip syari’ah. Di Indonesia, badan ini dikenal dengan nama Badan
Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI, yang didirikan secara bersama oleh
Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan MUI. Tap sampai sebelum UU No 7/1989
tentang Peradilan Agama diamandemen, badan tersebut belum bekerja dan sengketa
perdata di antara bank-bank Syari’ah dengan para nasabah diselesaikan di Pengadilan
Negeri.

Dengan keluarnya UU No 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 7/1989


tentang Peradilan Agama, telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. Kelahiran
Undang-Undang ini membawa implikasi besar terhadap perundang-indangan yang
mengatur harta benda, bisnis dan perdagangan secara luas.

Pada pasal 49 point i disebutkan dengan jelas bahwa Pengadilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
orang –orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah.

Dalam penjelasan UU tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi


syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip
syari’ah, antara lain meliputi : a. Bank syariah, b.Lembaga keuangan mikro syari’ah, c.
asuransi syari’ah, d. reasurasi syari’ah, e. reksadana syari’ah, f. obligasi syariah dan surat
berharga berjangka menengah syariah, g. sekuritas syariah, h. Pembiayaan syari’ah, i.
Pegadaian syari’ah, j. dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan k. bisnis syari’ah.
Namun, wewenang yang dimiliki oleh pengadilan tersebut, tidak akan berjalan sesuai
harapan konsep syariah tanpa didukung oleh perangkat peraturan yang komprehensif dari
hukum perdata di Indonesia, karena perangkat hukum yang digunakan adalah kitab
Undang-undang hukum perdata (KUHPer) yang notabene belum bersusuaian dengan
hukum perdata Islam.

Untuk itu perlu adanya hukum perdata Islam (syariah) yang akan mengatur sengketa
perdata dalam perbankan syariah. Hal ini dirasa sangat penting untuk menghindari
adanya ambiguitas hukum, disatu sisi konsep syariah diterapkan dalam perbankan

15
syariah, tapi disisi lain penyelesaian perkara terkait perbankan syariah dilakukan berdasar
hukum yang notabene peninggalan belanda

Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Pada wilayah tinjauan hukum materilnya, perbankan konvensional dengan perbankan


syariah pasti sangat berbeda. Hukum perbankan konvensional didasari oleh prinsip
penetapan bunga yang dibawa oleh sistem ekonomi kapitalis, dengan filosofi “uang
memiliki nilai waktu” (time value of money). Sedangkan hukum perbankan syariah
mempunyai filosofi berbeda dengan prinsip perbankan konvensional tersebut. Dimana
Islam memandang sebaliknya, uang hanyalah alat penukaran yang tidak memiliki “nilai
waktu”. Karena itu, berapapun besarnya tingkat suku bunga tetap saja diharamkan. (QS
Al-Baqarah : 275). Hal inilah yang menjadi pembeda mendasar antara bank konvensional
dengan bank syariah.

Beberapa Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional , yaitu :


 Dari segi falsafah, bank syariah tidak berdasarkan bunga, spekulasi, dan gharar
(ketidakjelasan) tetapi menggunakan prinsip bagi hasil. Sementara, bank
konvensional berdasarkan bunga.
 Dari segi operasional, dana masyarakat dalam bank syariah berupa titipan dan
investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu.
Sementara, pada bank konvensional dana masyarakat berupa simpanan yang harus
dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Selain penyaluran bank syariak pada
usaha yang halal dan menguntungkan. Sementara, penyaluran pada bank
konvensional tidak mempertimbangkan unsur kehalalan.
 Dari segi organisasi bank syariah memilih dewan pembina syariah. Sementara
dalam bank konvensional, tidak.
 Beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah
 Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alquran
dan Haditz
 Bank Syariah berasaskan kemitraan , transparansi , keadilan , dan universal
 Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meskipun jumlah keuntungan
berlipat/keadaan ekonomi sedang boming. Sementara jumlah pembagian laba
meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
 Penentuan bunga ditetapkan pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
Sementara, besarnya rasio bagi hasil ditentukan pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

16
Faktor-Faktor Pendukung

Keberadaan bank Islam di Indonesia masih memiliki peluang yang mengembirakan dan
perlu dioptimalkan guna membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam rangka
mendukung program pemulihan dan pendayaan ekonomi nasional, selain restrukturisasi
perbankan. Hal itu dikarenakan adanya beberapa pertimbangan, antara lain :

1. Kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima


konsep bunga.
Rakyat Indonesia 85 % beragama Islam, meskipun pada hakikatnya agama non
Muslim pun (Yahudi dan Nasrani) juga menolak konsep bunga ini, yang telah
nyata gagal dalam usahanya mensejahterakan masyarakat dan bangsa ini, bahkan
telah membuat terpuruk perekonomian Indonesia. Apabila penduduk Indonesia
saat ini 220 juta maka 187 juta adalah beragama Islam, meskipun tidak semua
orang Muslim memahami konsep bunga ini maka disinilah tugas kita, terutama
ulama dan cendekiawan yang secara khusus memiliki pengikut, seperti ulama dan
cendekiawan yang ada di organisasi sosial kemasyarakat (NU, Muhamadiyah, Al-
Irsyad, dll.) maupun organisasi partai politik (PK, PBB, PNU, dll.) untuk
memberikan pemahaman dan sosialisasi tentang keberadaan perbankan syariah di
Indonesia secara terus-menerus. Berdasarkan data BMI bahwa jumlah nasabah
BMI dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maupun keuangan mikro
lainnya yang berprinsip syariah masih 0,2 % dari nasabah bank nasional sehingga
perbankan syariah masih dapat memobilisasi dana masyarakat dengan bersaing
dengan perbankan konvensional, terutama dari segmen masyarakat yang selama
ini belum dapat
tersentuh oleh sistem perbankan konvensional.

2. Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip


kemitraan.
Dalam sistem perbankan konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan
debitur dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship). Seorang
debitur harus dan wajib mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya, apakah
debitur mendapatkan untung atau rugi. Kreditur tidak mau ambil peduli. Hal ini
berbeda dengan sistem perbankan syariah. Konsep yang diterapkan adalah
hubungan antar investor yang harmonis (mutual investor relationship), sehingga
adanya saling kerjasama dan kepercayaan karena dalam perbankan syariah
menerapkan nilai ilahiyah sebagai pengendali yang bersifat transendental dan
nilai keadilan, persaudaraan, kepedulian sosial yang bersifat horisontall

Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam tabel
berikut ini.
Bank Islam Bank Konvensional
 Melakukan investasi yang halal saja  Halal dan haram
 Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual  Memakai bunga
beli atau sewa  Profit oriented

17
 Profit dan kemakmuran dunia  Debitur – kreditur
akhirat oriented (falah)  Tidak ada dewan sejenis
 Hubungan dengan nasabah dalam  DSN
bentuk hubungan kemitraan
 Penghimpunan dan penyaluran dana
harus sesuai
 dengan fatwa Dewan Pertimbangan
Syariah (DPS).

3 Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan unggulan


Sistem perbankan syariah memiliki keunggulan komparatif berupa penghapusan
embebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi
kegiatan spekulasi yang tidak produktif dan pembiayaan yang ditujukan pada
usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral (halal). Produk perbankan seperti
berupa tabungan, giro dan deposito yang menerapkan prinsip-prinsip simpanan
(depository), bagi hasil (profit sharing), jual beli (sale and purchase), sewa
(operational lease and financial lease), jasa (fee based services).

4. Peningkatan jumlah lembaga keuangan syariah


Gairah perbankan nasional, baik keinginan untuk membuka kantor bank umum
syariah ataupun kantor unit syariah dapat terlihat dari perkembangan yang pesat
jumlah perbankan syariah di Indonesia. Apabila saat-saat krisis tahun 1998 baru
ada satu Bank Umum Syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, dengan 9 kantor
cabang dan itu hanya tersebar di Pulau Jawa dan 77 Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) maka per tanggal 23 Juli 2002, sudah ada 2 Bank Umum Syariah,
yaitu BMI dan Bank Syariah Mandiri (BSM) serta 6 Bank Umum Konvensional
yang membuka unit syariah, yaitu BNI 1946, Bukopin, BRI, Danamon, IFI dan
Bank Jabar dengan 36 kantor cabang, 52 kantor cabang pembantu serta 81 BPRS
yang sudah tersebar di seluruh Indonesia. Kinerja bank syariah juga sangat
memuaskan. Hal ini dapat terlihat dari loan to deposit ratio (LDR) atau
perbandingan jumlah kredit dengan simpanan pihak ke-3, yang rata-rata 100 %,
terkecuali BMI yang hanya 81 %. Ini masih lebih bagus dibandingkan LDR
perbankan nasional yang hanya 39 %. Namun, asset bank syariah yang pada Mei
2002, totalnya Rp 3.02 Trilyun masih kalah apabila dibandingkan perbankan yang
menempati rangking menengah, seperti Bank Niaga yang pada tahun 1995 sudah
mencapai Rp 4.74 Trilyun, apalagi jika dibandingkan dengan BCA yang total
assetnya sebesar Rp 99 Trilyun.

5. Adanya pelayanan yang meluruskan pelanggan dengan cara sesuai Islam


Hal itu dapat terbukti dengan diraihnya penghargaan Quality Assurance Service
Australia, predikat ISO 9001 tahun 2000 untuk pelayanan bank khususnya
customer service dan taller banking diberikan pada BMI, serta Market Research
Indonesia tahun 2000, yang memasukkan BMI masuk deretan unggulan terbaik
dari 5 bank dalam pelayanan.

18
Faktor-Faktor Penghambat

Tidak obyektif kiranya jika kita hanya menampilkan faktor pendorong perkembangan
perbankan syariah di Indonesia tanpa menjelaskan juga faktor penghambat yang
merupakan tantangan bagi kita, terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem
perbankan yang baru, suatu sistem yang mempunyai sejumlah perbedaan prinsip-prinsip
dengan sistem yang dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. Faktor-faktor
penghambat itu adalah sbb. :

1. Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional


bank syariah
Hal demikian, dikarenakan masih dalam tahap awal pengembangan dapat
imaklumi bahwa pada saat ini pemahaman sebagian masyarakat mengenai sistem
dan prinsip perbankan syariah masih belum tepat. Pada dasarnya, Sistem Ekonomi
Islam telah jelas, yaitu melarang praktek riba serta akumulasi kekayaan hanya
pada pihak tertentu secara tidak adil, akan tetapi, secara praktis, bentuk produk
dan jasa pelayanan, prinsip-prinsip dasar hubungan antar bank dan nasabah, serta
cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah, masih perlu disosialisasikan
secara luas. Adanya perbedaan karakteristik produk bank konvensional dengan
bank syariah telah menimbulkan adanya keengganan bagi pengguna jasa
perbankan. Keengganan tersebut antara lain disebabkan oleh hilangnya
kesempatan mendapatkan penghasilan tetap berupa bunga dari simpanan. Oleh
karena itu, secara umum perlu diinformasikan bahwa dana pada bank syariah juga
dapat memberikan keuntungan finansiil yang kompetitif. Disamping itu, salah
satu karakteristik khusus dari hubungan bank dengan nasabah dalam sistem
perbankan syariah adalah adanya moral force dan tutunan terhadap etika usaha
yang tinggi dari semua pihak. Hal ini selanjutnya akan mendukung prinsip kehati-
hatian dalam usaha bank maupun nasabah.

2. Peraturan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional bank


syariah
Hal ini disebabkan adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional
antara bank syariah dan bank konvensional. Ketentuan-ketentuan perbankan perlu
disesuaikan agar memenuhi ketentuan syariah sehingga bank syariah dapat
beroperasi secara efektif dan efisien. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain hal
yang menyatakan :
(a) Instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas
(b) Instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah untuk keperluan
pelaksanaan tugas bank sentral;
(c) Standar akuntansi, audit dan pelaporan;
(d) Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dsb.

3. Jaringan kantor bank syariah yang belum luas

19
Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka perluasan
jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, kurangnya jumlah bank
syariah yang ada juga menghambat perkembangan kerjasama antar bank syariah.
Kerjasama yang sangat diperlukan antara lain, berkenaan dengan penempatan
dana antar bank dalam hal mengatasi masalah likuiditas sebagai suatu badan
usaha, bank syariah perlu beroperasi dengan skala yang ekonomis. Karenanya,
jumlah jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha.
Berkembangnya jaringan bank syariah juga diharapkan dapat meningkatkan
komposisi ke arah peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk
dan jasa bank syariah.

4. Kecilnya market share


Adanya bank syariah yang beroperasi dengan tujuan utama menggerakan
perekonomian secara produktif. Di samping sungguh-sungguh menjalankan
fungsi intermediasi karena secara syariah tugas bank selaku mudharib (pengelola
dana) harus menginvestasikan pada sektor ekonomi secara riil untuk kemudian
berbagi hasil dengan sahibul maal (pemilik dana) sesuai dengan nisbah yang
disepakati. Hal ini terbukti, meskipun market share bank syariah masih sangat
kecil, yaitu kurang dari 1 %, namun rasio pembiayaan dengan dana pihak ketiga
lebih dari 100 %, yang berarti bank telah menjalankan fungsi intermediasinya
tersebut. Masih kecilnya market share itu disebabkan antara lain karena bank
Perkembangan Indonesia (2001) Malaysia (2000)
Pengembanan 1990-an 1982-an
Sistem
Jumlah 2 bank syariah bank Islam
3 unit usaha syariah2 47 window bank
81 BPRS konvensional
Pangsa Pasar 0.25 % 6,9 %

Proyeksi Garis besar pelayanan Rinci berserta tahap


pencapaian

syariah mempunyai keterbatasan dana baik dari segi permodalan maupun jumlah
dana masyarakat yang berhasil dihimpun karena alasan-alasan seperti yang
diungkapkan diatas.

5. Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih
sedikit
Kendala-kendala di bidang sumber daya manusia dalam pengembangan
perbankan syariah disebabkan karena sistem ini masih belum lama
dikembangkan. Disamping itu, lembaga-lembaga akademik dan pelatihan
dibidang ini sangat terbatas sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang
non perbankan syariah, baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral
(pengawas dan peneliti bank), masih sangat sedikit. Pengembangan sumber daya
manusia dibidang perbankan syariah sangat perlu karena keberhasilan

20
pengembangan bank syariah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas
manajemen dan tingkat pengetahuan, serta ketrampilan pengelola bank. Sumber
daya manusia dalam perbankan syariah harus memiliki pengetahuan yang kas
dibidang perbankan, memahami implementasi
prinsip-prinsip syariah dalam praktek perbankan, serta mempunyai komitmen
kuat untuk menerapkannya secara konsisten. Dalam hal pengembangan bank
syariah dengan cara mengkonversi bank konvensional menjadi bank syariah atau
membuka kantor cabang syariah oleh bank umum konvensional. Permasalahan ini
menjadi lebih penting karena diperlukan suatu perubahan pola pikir dari sistem
usaha bank yang beroperasi secara konvensionalo ke bank yang beroperasi
dengan prinsip syariah

Penyebab Krisis Global

Bahwa terjadi krisis maha dahsyat di Amerika Serikat yang menyebar ke semua negara di
dunia sudah sangat banyak kita baca. Namun tidak banyak yang menjelaskan tentang
sebab-sebabnya, dan juga tidak banyak yang menguraikan tentang landasan dari sebab-
sebab itu, yaitu mashab pikiran atau ideologi yang memungkinkan dipraktekannya cara-
cara penggelembungan di sektor keuangan.

Tentang penyebab krisis global tersebut pada media massa di negara-negara maju banyak
yang mengulasnya. Intinya sebagai berikut. :

Bank hipotik yang mengkhususkan diri memberikan kredit untuk pembelian rumah,
dengan sendirinya mempunyai tagihan kepada penerima kredit yang menggunakan
uangnya untuk membeli rumah. Jaminan atas kelancaran pembayaran cicilan utang pokok
dan bunganya adalah rumah yang dibiayai oleh bank hipotik tersebut. Kita sebut tagihan
ini tagihan primer, karena langsung dijamin oleh rumah, atau barang nyata. Tagihannya
bank hipotik kepada para penerima kredit berbentuk kontrak kredit yang berwujud kertas.
Istilahnya adalah pengertasan dari barang nyata berbentuk rumah. Karena kertas yang
diciptakannya ini mutlak mewakili kepemilikan rumah sebelum hutang oleh pengutang
lunas, maka kertas ini disebut surat berharga atau security. Pekerjaan mengertaskan
barang nyata yang berbentuk rumah disebutsecuritization of asset.

Katakanlah bank hipotik ini bernama Bear Sterns. Bear Sterns mengkonversi uang
tunainya ke dalam kewajiban cicilan utang pokok beserta pembayaran bunga oleh para
penghutang atau debitur. Jadi uang tunai atau likuiditasnya berkurang. Namun Bear
Sterns memegang surat berharga atau security yang berbentuk kontrak kredit atau tagihan
kepada para debiturnya. Bear Sterns mengelompokkan surat-surat tagihan tersebut ke
dalam kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya mengandung surat tagih dengan
tanggal jatuh tempo pembayaran yang sama. Setiap kelompok ini dijadikan landasan
untuk menerbitkan surat utang yang dijual kepada Lehman Brothers (misalnya) dan bank-
bank lain yang semuanya mempunyai nama besar. Yang sekarang dilakukan oleh Bear
Sterns bukan menerbitkan surat piutang, tetapi surat janji bayar atau surat utang. Atas

21
dasar surat piutang kepada ratusan atau ribuan debiturnya, Bear Sterns menerbitkan surat
utang kepada Lehman. Uang tunai hasil hutangnya dari Lehman dipakai untuk memberi
kredit lagi kepada mereka yang membutuhkan rumah. Seringkali untuk membeli rumah
kedua, ketiga oleh orang yang sama, sehingga potensi kreditnya macet bertambah besar.
Penerbitan surat berharga berbentuk surat janji bayar atau promes disebut securitization
of security. Bahasa Indonesianya yang sederhana “mengertaskan kertas.” Surat berharga
ini kita namakan surat berharga sekunder, karena tidak langsung dijamin oleh barang
yang berbentuk rumah, melainkan oleh kertas yang berwujud surat janji bayar oleh bank
hipotik yang punya nama besar.

Lehman memegang surat utang dari Bear Sterns dan juga dari banyak lagi perusahaan-
perusahaan sejenis Bear Sterns. Seluruh surat ini dikelompokkkan lagi ke dalam wilayah-
wilayah geografis, misalnya kelompok debitur California, kelompok debitur Atlanta dan
seterusnya. Oleh Lehman kelompok-kelompok surat-surat utang dari bank-bank ternama
ini dijadikan landasan untuk menerbitkan surat utang yang dibeli oleh Merril Lynch dan
bank-bank lainnya dengan nama besar juga. Kita namakan surat utang ini surat utang
tertsier.

Demikianlah seterusnya, satu rumah sebagai jaminan menghasilkan uang tunai ke dalam
kas dan bank-bank ternama dengan jumlah keseluruhan yang berlipat ganda. Media
massa negara-negara maju menyebutkan bahwa bank-bank tersebut melakukan sliced and
diced, yang secara harafiah berarti bahwa satu barang dipotong-potong dan kemudian
masing-masing diperjudikan. Maka banyak bank yang debt to equity ratio-nya 35 kali.

Sekarang kita bayangkan adanya pembeli rumah yang gagal bayar cicilan utang pokok
beserta bunganya. Kalau satu tagihan dipotong-potong (sliced) menjadi 5, yang masing-
masing dibeli oleh bank-bank yang berlainan, maka gagal bayar oleh satu debitur
merugikan 5 bank. Ini sebagai contoh. Dalam kenyataannya bisa lebih dari 5 bank yang
terkena kerugian besar, karena kepercayaan bank-bank besar di seluruh dunia kepada
nama-nama besar investment banks dan hedge funds di AS.

Dampak pertama adalah bahwa bank tidak percaya pada bank lain yang minta kredit
kepadanya melalui pembelian surat berharganya. Ini berarti bahwa bank-bank yang
tadinya memperoleh likuiditas dari sesama bank menjadi kekeringan likuiditas,
sedangkan bank-bank yang termasuk kategori investment bank atau hedge fund tidak
mendapatkan uangnya dari penabung individual, tetapi dari bank-bank komersial atau
sesama investment bank atau sesama hedge funds. Jadi dampak pertama adalah
kekeringan likuiditas.

Dampak kedua adalah bahwa bank yang menagih piutangnya yang sudah jatuh tempo
tidak memperoleh haknya, karena bank yang diutanginya tidak mampu membayarnya
tepat waktu, karena pengutang utamanya, yaitu individu yang membeli rumah-rumah di
atas batas kemampuannya memang tidak mampu memenuhi kewajibannya. Lembaga-
lembaga keuangan di Amerika Serikat dengan sadar memberikan kredit rumah kepada
orang yang tidak mampu. Itulah sebabnya namanya subprime mortgage. Sub artinya di
bawah. Prime artinya prima atau bonafid. Jadi dengan sadar memang memberikan kredit

22
rumah kepada orang-orang yang tidak bonafid atau tidak layak memperoleh kredit.
Bahwa kepada mereka toh diberikan, bahkan berlebihan, karena adanya praktek yang
disebut sliced and diced tadi. Dampak kedua ini, yaitu bank-bank gagal bayar kepada
sesama bank mengakibatkan terjadinya rush oleh bank-bank pemberi kredit, antara lain
kepada Lehman Brothers. Maka Lehman musnah dalam waktu 24 jam.

Ketika surat utang inferior yang disebut subprime mortgage macet, barulah ketahuan
bahwa begini caranya memompakan angin ke dalam satu surat utang yang dijual berkali-
kali dengan laba sangat besar.

Ketika balon angin keuangan meledak, Henry Paulson sudah menjabat menteri keuangan
AS. Dia melakukan tindakan-tindakan yang buat banyak orang membingungkan, tetapi
buat beberapa orang, dia manusia yang hebat, tegas, dan menurutnya sendiri
bersenjatakan bazooka. (Newsweek tanggal 29 September 2008 halaman 20). Ada alasan
untuk menganggapnya orang hebat. Dia mahasiswa Phi Beta Kappa dari Dartmouth.
Penghubung antara gedung putihnya Nixon dan Departemen Perdagangan. MBA dari
Harvard, bergabung dengan Goldman Sachs Chicago di tahun 1974, menjadi CEO-nya
dari 1998 sampai 2006. Dan sekarang menteri keuangan AS.

Maka dialah yang ketiban beban berat menghadapi krisis yang maha dahsyat yang sedang
berlangsung. Tindakan-tindakannya seperti semaunya sendiri atau bingung. Dia
memfasilitasi JP Morgan untuk membeli Bear Sterns dengan harga hanya US$ 2 per
saham, yang dalam waktu singkat direvisi menjadi US$ 10. Fannie Mae dan Freddie
Mac, perusahaan quasi milik pemerintah telah memberikan jaminan kredit sebesar US$
5,4 trilyun. Untuk menyelamatkannya dua perusahaan penjaminan kredit tersebut dibeli
oleh pemerintah dengan jumlah uang US$ 80 milyar. Lehman Brothers disuruh bangkrut
saja. Merril Lynch dijual kepada Bank of America. Akhirnya dia menyodorkan usulan
supaya pemerintah AS menyediakan uang US$ 700 milyar untuk menanggulangi krisis.
Kongres marah, karena alasan ideologi. Bagaimana mungkin bangsa yang
kepercayaannya pada keajaiban mekanisme pasar bagaikan agama mendadak disuruh
intervensi dengan uang yang begitu besar? Wall Street guncang luar biasa. Kongres rapat
lagi dan “terpaksa” menyetujui usulan Hank Paulson dan Bernanke, Presiden Federal
Reserve, supaya pemerintah AS menggunakan uang rakyat pembayar pajaknya sebesar
Rp 700 milyar untuk mencoba menyelesaikan masalah keuangan yang maha dahsyat itu.
Saya katakan mencoba, karena setelah disetujui, Wall Street tetap saja terpuruk.

Maka masyarakat menjadi panik, kepercayaan kepada siapapun hilang. Dengan adanya
pengumuman bahwa perusahaan-perusahaan besar dengan nama besar dan sejarah yang
panjang ternyata bangkrut, saham-sahamnya yang dipegang oleh masyarakat musnah
nilainya. Masyarakat bertambah panik.

Seperti telah dikemukakan sangat banyak kertas-kertas derivatif diciptakan oleh bank-
bank dengan nama besar, sehingga tanpa ragu banyak bank-bank besar di seluruh dunia
membelinya sebagai investasi mereka. Kertas-kertas berharga ini mendadak musnah
harganya, sehingga banyak bank yang menghadapi kesulitan sangat kritis.

23
24
25
26
27
28
29
30
31
Dampak Krisis Global terhadap Indonesia

Perekonomian Indonesia Tahun 2008 Tengah Krisis Keuangan Global Indonesia


merupakan negara small open economy sehingga imbas dari krisis finansial global sangat
mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Salah satu dampak dari krisis
finansial global adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tumbuh mencapai 6,1% pada tahun
2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 6,3%.

Dampak negatif dari krisis global, antara lain sebagai berikut :


• Menurunnya kinerja neraca pembayaran.
• Tekanan pada nilai tukar Rupiah.
• Dorongan pada laju inflasi.

Pertama, kinerja neraca pembayaran yang menurun.

Pada saat terjadi krisis global, negara adidaya Amerika Serikat mengalami resesi yang
serius, sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya menggerus
daya beli masyarakat Amerika. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena
Amerika Serikat merupakan pangsa pasar yang besar bagi negara-negara lain termasuk
Indonesia. Penurunan daya beli masyarakat di Amerika menyebabkan penurunan
permintaan impor dari Indonesia. Dengan demikian ekspor Indonesia pun menurun.
Inilah yang menyebabkan terjadinya defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Bank
Indonesia memperkirakan secara keseluruhan NPI mencatatkan defisit sebesar US$ 2,2
miliar pada tahun 2008.

Penyebab lain terjadinya defisit NPI adalah derasnya aliran keluar modal asing dari
Indonesia khususunya pada pasar SUN (Surat Utang Negara) dan SBI (Sertifikat Bank
Indonesia). Derasnya aliran modal keluar tersebut menyebabkan investasi portofolio
mencatat defisit sejak kuartal III-2008 dan terus meningkat pada kuartal IV-2008. Selain
itu, adanya sentimen negatif terhadap pasar keuangan global juga membuat terjadinya
pelepasan aset finansial oleh investor asing dan membuat neraca finansial dan modal ikut
menjadi defisit.

Kedua, tekanan pada nilai tukar Rupiah.

Secara umum, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil sampai pertengahan September
2008. Hal ini terutama disebabkan oleh kinerja transaksi berjalan yang masih mencatat
surplus serta kebijakan makroekonomi yang berhati-hati. Namun sejak pertengahan
September 2008, krisis global yang semakin dalam telah memberi efek depresiasi
terhadap mata uang. Kurs Rupiah melemah menjadi Rp 11.711,- per USD pada bulan
November 2008 yang merupakan depresiasi yang cukup tajam, karena pada bulan
sebelumnya Rupiah berada di posisi Rp 10.048,- per USD. Pergerakan Kurs Rupiah
selama tahun 2008 dan awal 2009 dapat dilihat dari grafik dibawah ini:

32
diolah dari: www.bi.go.id

Semasa Pemerintahan Orde Baru, Indonesia menganut sistem fixed exchange rate atau
sistem nilai tukar tetap. Tetapi pada Pemerintahan berikutnya sampai sekarang, sistem
yang dianut telah berubah menjadi sistem floating exchange rate atau sistem nilai tukar
mengambang. Dengan sistem ini nilai tukar rupiah menjadi bergantung pada supply dan
demand di pasar. Hal ini berbeda dengan sistem fixed exchange rate dimana Bank
Indonesia berkewajiban menjaga Rupiah konstan dengan aktif membeli dan menjual
valas untuk menghadapi supply dan demand yang berubah-ubah.

Pada masa krisis global yang terjadi sejak beberapa waktu yang lalu, terjadi keketatan
likuiditas global, dengan demikian supply dollar relatif sangat menurun. Hal inilah yang
memeberikan efek depresiasi terhadap Rupiah.

Keketaatan likuiditas global terjadi akibat perusahaan dan rumah tangga lebih menjaga
likuiditasnya untuk berjaga-jaga dari berbagai resiko bisnis yang meningkat akibat krisis
global. Hal ini yang menyebabkan sulitnya mencari dana talangan dalam membiayai
defisit anggaran pemerintah. Rumah tangga konsumen pun mulai menahan diri untuk
berbelanja guna mengantisipasi terhadap goncangan yang mungkin terjadi. Keketatan
likuiditas diperparah oleh sikap bank yang terlalu berhati-hati dalam mengucurkan
kreditnya dalam rangka meminimalisir terjadinya kredit macet.

Sebenarnya depresiasi Rupiah menguntungkan kondisi dalam negeri, karena secara


teoritis akan meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Harga-harga produk dalam
negeri menjadi relatif lebih murah apabila dibandingkan dengan harga-harga produk
sejenis yang diimpor dari negara lain. Di pasar negara tujuan ekspor Indonesia, konsumen

33
akan lebih memilih produk dari Indonesia karena harganya lebih murah. Kondisi ini
menyebabkan ekspor Indonesia meningkat.

Namun hal itu tidak terjadi karena negara lain juga mengalami hal yang sama seperti
Indonesia dimana mata uangnya juga mengalami depresiasi. Krisis global membuat daya
beli masyarakat di setiap negara pada umumnya menurun. Sehingga Depresiasi tidak
serta merta membuat ekspor Indonesia meningkat, bahkan ekspor justru turun.
Berdasarkan laporan BPS awal Maret 2009 lalu, disebutkan bahwa nilai ekspor Indonesia
pada Januari 2009 hanya sebesar USD 7,15 miliar. Angka ini turun 17,7% dibandingkan
nilai ekspor pada Desember 2008 sebesar USD 8,69 miliar. Bahkan, jika dibandingkan
dengan Januari 2008, nilai penurunannya lebih besar lagi, yakni sebesar 36%.

Ketiga, dorongan pada laju inflasi.

Dorongan tersebut berasal dari lonjakan harga minyak dunia yang mendorong
dikeluarkannya kebijakan subsidi harga BBM. Tekanan inflasi makin tinggi akibat harga
komoditi global yang tinggi. Namun inflasi tersebut berangsur menurun di akhir tahun
2008 karena harga komoditi yang menurun dan penurunan harga subsidi BBM.
Pergerakan inflasi di Indonesia dapat dilihat dari grafik berikut:

diolah dari: www.bi.go.id

Dari grafik tersebut terlihat bahwa terjadi tekanan inflasi yang tinggi hingga triwulan III-
2008 yakni hingga bulan September 2008. Hal ini dipicu oleh kenaikan harga komoditi
dunia terutama minyak dan pangan. Lonjakan harga tersebut berdampak pada kenaikan
harga barang yang ditentukan pemerintah (administered prices) seiring dengan kebijakan
pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Setelah bulan September 2008, tingkat
inflasi mulai turun karena turunnya harga komoditi internasional, pangan dan energi

34
dunia. Penyebab lain dari terus menurunnya tingkat inflasi adalah kebijakan Pemerintah
menurunkan harga BBM jenis solar dan premium pada Desember 2008, dan produksi
pangan dalam negeri yang relatif bagus. Bahkan awal Desember 2008 terjadi deflasi
sebesar 0,04 persen. Deflasi tersebut terjadi karena menurunnya harga pada sektor
transportasi, konsumsi, dan jasa keuangan. Keberhasilan menurunkan inflasi secara
berangsur-angsur tak lepas dari keberhasilan instansi terkait dalam memitigasi akselerasi
ekspektasi inflasi yang sempat meningkat tajam pasca kenaikan harga BBM. Secara
keseluruhan, inflasi IHK pada tahun 2008 mencapai 11,06 persen, sementara inflasi inti
mencapai 8,29 persen.

Dampak Krisis Global terhadap Bank Syariah

Dampak Krisis Global ini tentu saja dirasakan oleh banyak kalangan di Seluruh dunia,
tetapi banyak pihak yang mengatakan bahwa ”bank syariah kebal dari krisis global”, dan
krisis global sama sekali tidak mempengaruhi kinerja per-bankan syariah yang ada saat
ini, tetapi kita perlu mengecek kebeneran klaim yang satu ini , saya sangat tertarik
mendengerkan seluruh perkataan yang sedang saya cari tahu kebenerannya baik melalui
media massa, internet maupun dari talk show pada suatu acara ataupun pada televisi .

Pada titik awal ini saya mencari tahu mulai dari sistem perbankan syariah hingga ke
perbedaan dengan bank lainnya seperti yang saya ulas sebelumnya , dari sini saya
mengetahui dan saya yakin banyak juga selain saya sudah mengetahui bahwa bank
syariah tidak menggunakan sistem yang berbasis suku bunga sehingga ketika krisis
ekonomi terjadi dan suku bunga system perbankan nasional ataupun global bergejolak
maka bank syariah yang tidak berbasis suku bunga akan akaman , dengan mudahnya dari
berbagai pihak memberikan jawaban “bank syariah tidak menggunakan suku bunga , ya
pastilah tidak akan berpengaruh” , tetapi pada faktanya bila kita telaah lebih lanjut maka
kita akan mengetahui semua sector akan mengalami dampak dari krisis global biarpun
beberapa sector mengalami dampak yang sangat kecil , dari sini saya memutuskan bahwa
bank syariah tidak kebal terhadap krisis global, tetapi masih terkenda dampak dari krisis
global biarpun tidak secara langsung.

Saya berpendapat seperti ini berdasarkan pola pikir saya karena seperti yang kita ketahui
bank syariah menggunakan sistem bagi hasil dalam pekerjaannya , dan kita perlu
mengingat juga bahwa bank syariah juga berinteraksi dengan dunia luar , dengan nasabah
yang menyimpan tabungannya , dengan nasabah yang di biayainya , dengan suppliers
yang mendukung oprasional sehari-harinya , dengan perusahaan induknya, dengan para
investor , pemilik modalnya dan pemegang sahamnya. Kita perlu mengetahui bahwa
nasabah yang proyek2nya dibiayai oleh bank syariah tidak otomatis melindungi usahanya
dari resiko terburuk yang bias terjadi.

35
Case Satu: Krisis Bank Syariah Akibat Menurunnya Perdagangan Dunia

Misalnya akibat krisis global maka penduduk di negara2 di Eropa atau AS berkurang
kemampuan konsumsinya. Maka permintaan terhadap barang impor, misalnya Kijang
Inova dari Indonesia, atau tembakau atau sandal jepit dari Indonesia berkurang. Bila yg
menunda pembelian sandal jepit cuma satu dua orang Amerika tentu tidak akan terlalu
berpengaruh. Tapi urusan ekspor impor sudah juta-juta dollar itung2annya. Dan
penurunan permintaan bisa menyebabkan sebuah pabrik di Indonesia bangkrut dan tutup.
Pemilik pabrik tak akan bisa membayar cicilannya kepada bank. maka pihak bank akan
terkena musibah kredit macet. Sama saja jika pabrik itu dibiayai oleh bank syariah..bila
pake skema murabahah atau mudharabah, maka pihak bank syariahnya akan tetep terkena
imbasnya walau tidak secara langsung terkena.

Case Dua: Krisis Bank Syariah Akibat Gejolak Suku Bunga

"Dari sisi bunga, di saat Bank Indonesia menaikan BI rate menjadi 9,5% perbankan
syariah tidak bisa mengikuti kenaikan suku bunga tersebut. Akibatnya, bank syariah
menjadi kurang menarik untuk nasabah menaruh uangnya,"

Sementara di bank konvensional, kenaikan BI rate langsung direspon dengan menaikkan


kembali bunganya mencapai 14% hingga 15%. Apalagi suku bunga Lembaga
Penjaminan Simpanan (LPS) juga sudah mengalami kenaikan 10%. Hal yang sama sekali
tak bisa dilakukan bank syariah.

Dampaknya, dana pihak ketiga (DPK) di perbankan syariah berpotensi menurun.


Nasabah kebanyakan tentu memilih bank lain yang menawarkan rente tinggi, di atas bagi
hasil bank syariah.

Kebijakan Bank Indonesia dalam Menghadapi Krisis Global

Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter yang mempunyai independensi dari
pemerintah mempunyai kewajiban menjaga stabilitas moneter serta mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang dapat meminimalisir dampak dari krisis global. Bank Indonesia
telah menerapkan beberapa kebijakan, yakni:

Pertama, Kebijakan dalam sektor moneter. BI mengarahkan kebijakan pada penurunan


tekanan inflasi yang didorong oleh tingginya permintaan agregat dan dampak lanjutan
dari kenaikan harga BBM yang sempat mendorong inflasi mencapai 12,14 persen pada
bulan September 2008. Untuk mengantisipasi berlanjutnya tekanan inflasi, BI menaikkan
BI rate dari 8 persen secara bertahap menjadi 9,5 persen pada Oktober 2008. Dengan
kebijakan moneter tersebut ekspektasi inflasi masyarakat tidak terakselerasi lebih lanjut
dan tekanan neraca pembayaran dapat dikurangi.

36
Selanjutnya, memasuki triwulan II-2008, seiring dengan turunnya harga komoditi dunia
serta melambatnya permintaan agregat sebagai imbas dari krisis keuangan global, BI
memperkirakan tekanan inflasi ke depan menurun, sehingga BI Rate pada bulan
Desember 2008 diturunkan sebesar 25 basis point (bps) menjadi 9,25 bps.

Kedua, Kebijakan dalam sektor perbankan. Kebijakan tersebut diarahkan pada upaya
memperkuat ketahanan sistem perbankan, khususnya dalam upaya persiapan
implementasi Basel II. Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accord yang
memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk
sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen
risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko
dari kerugian kredit dan juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari
eksposur yang disebabkan oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional.

Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan, dengan


menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review
process, dan market discipline. Framework Basel II disusun berdasarkan forward-looking
approach yang memungkinkan untuk melakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari
waktu ke waktu. Hal ini untuk memastikan bahwa framework Basel II dapat mengikuti
perubahan yang terjadi di pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam manajemen
risiko.

Kebijakan dalam sektor perbankan lainnya adalah meningkatkan kapasitas pelayanan


industri perbankan syariah. Sistem perbankan syariah terbukti lebih tahan terhadap
hantaman krisis. Sistem perbankan ini juga sudah mulai digiatkan oleh negara-negara
non-muslim seperti Inggris, Italia, Hong Kong, China, Malaysia, dan Singapura. Bahkan
menurut anggota Komite Ahli Bank Indonesia, perbankan syariah tetap stabil di saat
krisis global berlangsung dikarenakan perbankan syariah merupakan pilihan yang
komprehensif, progresif, dan menguntungkan.

Seiring dengan semakin dalamnya tekanan krisis global, sejak semester II-2008,
kebijakan perbankan ditujukan pada upaya mengurangi imbas krisis global pada
perbankan domestik. Keketatan likuiditas yang terjadi akibat krisis disikapi BI dengan
mempermudah akses bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terhadap fasilitas
pendanaan. Namun upaya tersebut tetap dilakukan BI dengan memperhatikan risiko yang
terjadi pada perbankan nasional serta dampak yang lebih luas pada perekonomian rakyat.
Untuk itu, upaya menjaga ketersediaan pendanaan bagi sektor Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) sebagai bantalan perekonomian rakyat, juga senantiasa dicermati.

Terkait dengan kebijakan di sektor perbankan ini, BI telah mengeluarkan ketentuan-


ketentuan yang bertujuan untuk memberikan ruang bagi perbankan dalam menyalurkan
kredit dengan tetap memperhatikan unsur kehati-hatian dan kestabilan ekonomi secara
umum. Ketentuan-ketentuan tersebut mencakup beberapa hal seperti: memperpanjang
masa transisi penerapan Basel II untuk perhitungan beban modal risiko operasional,
menyederhanakan tatacara pembukuan kantor bank (termasuk syariah), menyesuaikan
bobot Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) untuk Kredit Usaha Kecil dengan skim

37
penjaminan, menyesuaikan tatacara penilaian kredit dalam jumlah tertentu, memberikan
fasilitas transaksi USD repurchase agreement (repo) bank kepada BI, dan mengurangi
kewajiban pembentukan penyisihan penghapusan aktiva non produktif.

Selanjutnya ketentuan-ketentuan tersebut akan diikuti dengan langkah pengaturan secara


lebih mendalam, terkait dengan upaya peningkatan transparansi perbankan, penguatan
efektifitas manajemen risiko likuiditas, dan produk-produk derivatif perbankan. Dengan
demikian diharapkan seluruh pelaku industri perbankan, baik bank umum konvensional
maupun syariah, akan memiliki ruangan yang cukup untuk menjalankan fungsi
intermediasinya tanpa mengesampingkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko,
sebagai prioritas utama.

Ketiga, Kebijakan di sektor pembayaran. Bank Indonesia turut berupaya mencegah


terjadinya guliran krisis global terhadap kelancaran sistem pembayaran nasional. Dalam
mencegah risiko sistemik dari risiko gagal bayar peserta yang cenderung meningkat pada
kondisi krisis dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, BI telah melakukan perubahan
jadwal setelmen sistem pembayaran pada hari tertentu.

Kebijakan BI dalam sistem pembayaran terus dilakukan untuk meningkatkan pengedaran


uang yang cepat, efisien, aman, dan handal, meningkatkan layanan kas prima, dan
meningkatkan kualitas uang. Sementara kebijakan non tunai diarahkan untuk memitigasi
risiko sistem pembayaran melalui pengawasan sistem pembayaran, mengatur kegiatan
money remittances, meningkatkan efisiensi pengelolaan rekening pemerintah, dan
meningkatkan pembayaran non tunai.

Sebagai Bank Sentral, BI memang mempunyai tanggung jawab dalam membuat


kebijakan-kebijakan dalam menstabilkan kondisi moneter Indonesia. Dengan demikian
diharapkan kebijakan-kebijakan yang dibuat BI merupakan kebijakan yang strategis dan
tepat sasaran dalam meminimalisir dampak krisis keuangan. Kebijakan moneter yang
diambil BI juga diharapkan dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sektor
riil dan selanjutnya pada kesejahteraan masyarakat. (Catatan : Bahan tulisan ini, antara
lain bersumber dari laporan Bank Indonesia)

38
Dampak Krisis Global Terhadap Kinerja Bank Perkreditan
Rakyat/Syariah Di Provinsi Bengkulu

Sebagai salah satu elemen penggerak perekonomian daerah, perbankan daerah memegang peranan
penting. Oleh karena itu, dalam menyikapi gejolak krisis keuangan global, konsolidasi dan
komunikasi yang efektif dengan perbankan daerah sangat diperlukan. Dalam rangka mengenali
dampak krisis keuangan global khususnya terhadap kinerja perbankan di Propinsi Bengkulu, Bank
Indonesia Bengkulu mengadakan temu wicara dengan direksi seluruh bank yang berkantor pusat di
Bengkulu yaitu 5 BPR/S dan BPD Bengkulu.

Terjadinya krisis keuangan global tentunya akan berpengaruh pada kegiatan operasional perbankan,
terutama berkaitan dengan penyaluran kredit perbankan. Berdasarkan data yang disampaikan oleh
BPR kepada Bank Indonesia, sektor perkebunan seperti kelapa sawit dan karet, sebagai salah satu
komoditas unggulan propinsi Bengkulu, memiliki share kredit masing-masing sebesar 16,59% dan
35,99% dari total kredit. Sementara rasio kredit bermasalah sektor perkebunan kelapa sawit sebesar
1,05% dan sektor perkebunan karet sebesar 5,04%.

Bagi BPR/S di wilayah KBI Bengkulu, kedua sektor ini merupakan salah satu andalan dalam
penyaluran kredit. Dengan terjadinya krisis global dikhawatirkan kualitas kredit pada kedua sektor
tersebut akan mengalami penurunan. Namun berdasarkan pengamatan selama Oktober hingga
November 2008, secara umum kredit dikedua sektor ini belum menunjukkan permasalahan yang
berarti. Hanya ada sebagian debitur terutama petani kelapa sawit dan karet yang meminta
restrukturisasi kredit karena mengalami kesulitan dalam mengangsur kredit ke bank.

Terlepas dari tekanan yang sedang dialami oleh sektor perkebunan, kondisi BPR/S Bengkulu di tahun
2008 secara umum cukup stabil, meskipun sedikit mengalami penurunan jumlah DPK dan penyaluran
kredit yang berdampak pada menurunnya LDR di triwulan IV, seperti yang terlihat pada grafik
dibawah.

Sumber : Laporan BPR/S, Bank Indonesia, diolah

39
Sementara itu, kondisi perbankan secara umum tidak jauh berbeda. Tingkat NPL yang diperkirakan
akan naik karena keadaan ekonomi yang kurang baik, ternyata masih belum terlihat. Di bawah ini
disajikan perkembangan perbankan sepanjang tahun 2008.

Sumber : Laporan Bank Umum, Bank Indonesia, diolah

Menghadapi tahun 2009, tampaknya masih akan diwarnai dengan tantangan ekonomi yang cukup
berat dan penuh dengan ketidakpastian akibat dari krisis keuangan global. Oleh karen itu, pihak
perbankan diharapkan agar lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit pada sektor-sektor yang
diperkirakan akan rentan terhadap krisis keuangan global dan selalu memantau perkembangan kredit
yang telah disalurkan. Dengan manajamen resiko yang penuh kehati-hatian, diharapkan perbankan
dapat meminimalisir dampak negatif dari krisis keuangan global.

40
Strategi Bank syariah menghadapi krisis global

pertama, Strategi Konsolidasi. Strategi ini diaplikasikan melalui perlindungan dan


penguatan posisi bersaing bank syariah di pasar. Ini tidak berarti manajemen hanya diam
menyaksikan dinamika pasar dan invasi pesaing. Manajemen harus fokus padacore
competence bank syariah terutama komitmen pada penerapan prinsip-prinsip syariah,
kekuatan struktur modal, dan ketersediaan dana pihak ketiga. Kesadaran untuk memenuhi
kompetensi akan membantu peningkatan sumber daya yang dimiliki sehingga
memberikan posisi bersaing yang lebih baik dibandingkan pesaing.

Kedua, Keunggulan Biaya. Pencapaian tingkat keuntungan bagi pemegang saham dan
deposan yang lebih tinggi dari biasanya akan memudahkan bank syariah menerapkan
strategi konsolidasi di atas. Cara terbaik adalah dengan memotong biaya operasional
(service cost) yang dikeluarkan. Sesungguhnya struktur modal bank syariah tidak
mengandung utang sehingga tidak ada pembayaran bunga tetap kepada deposan
ataushahibul maal lainnya. Hal ini memberikan keunggulan bersaing bagi bank syariah
dibanding bank konvensional karena tekanan terhadap manajemen terkait pengambilan
risiko dan keputusan investasi akan sedikit mengendur. Oleh karena itu, biaya manajerial
relatif lebih mudah ditangani daripada biaya bunga.

Ketiga, Merger dan Akuisisi. Berdasarkan pengalaman lembaga keuangan maupun non-
keuangan, strategi ini merupakan strategi yang paling umum direkomendasikan.
Penggabungan usaha akan berpengaruh positif terhadap skala ekonomi, kemampuan
bersaing dan bersinergi bank syariah. Namun ada sedikit catatan yang perlu diperhatikan,
yaitu merger dua bank syariah yang lemah hanya akan menghasilkan sebuah bank syariah
yang tidak cukup kuat. Perbedaan sifat (sumber dan penggunaan dana, struktur biaya)
antara bank syariah dan bank konvensional juga harus benar-benar dipertimbangkan jika
diterapkan pada dua jenis bank yang berlainan.

Strategi ini dapat digunakan bank syariah dengan mengambil inisiatif-inisiatif untuk
memaksimalkan peluang dan meminimalisir ancaman. Pertama, Ekspansi Pasar. Krisis
keuangan global akan memberikan bank syariah peluang yang cukup terbuka untuk
memasuki pasar yang selama ini kurang terjamah. Pasar ini menyediakan nasabah dari
sektor baru seperti pembiayaan UMKM, pemberdayaan perempuan, dan kebutuhan
pendanaan APBD bagi pemerintah daerah. Ini akan memberikan peluang emas bagi bank
syariah untuk memenangkan sektor-sektor baru. Bank syariah dapat memperluas aktivitas
pembiayaan dan mendiversifikasi sumber dananya melalui pendirian kantor cabang baru
atau berafiliasi dengan bank di segmen pasar yang belum banyak tersentuh ini.

Kedua, Strategi Diversifikasi. Bank syariah bisa mengeluarkan produk baru atau
melakukan inovasi terhadap produk yang sudah ada, tentu dengan persetujuan Dewan
Pengawas Syariah. Hal ini dapat dikerjakan bersamaan dengan pengenalan segmen pasar
yang baru. Strategi ini meliputi pergerakan bank syariah menuju pasar dengan
menawarkan produk baru. Bank syariah dapat merambah pasar dengan membawa produk
baru pada industri keuangan, seperti pendirian dan investasi di asuransi syariah,

41
reksadana syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya. Selain itu, bank syariah dapat
melakukan diversifikasi investasinya di luar sektor keuangan melalui investasi langsung
ke sektor riil seperti pabrik-pabrik manufaktur, rumah sakit, dan perusahaan industri lain.
Ketiga, Kepemimpinan Dinamis. Krisis juga otomatis memaksa bank syariah mengubah
sasarannya secara mendalam dan struktural. Oleh karena itu, pimpinan bank syariah
dituntut mengambil tindakan yang responsif, cerdas, dan cukup fleksibel. Karakter
kepemimpinan yang unik dan kuat akan menjadi faktor penentu berhasil tidaknya
penerapan strategi-strategi yang telah disusun. Para manajer puncak harus mampu
mengendalikan aktivitas operasional bank syariah secara stabil melewati badai krisis.
Manajer-manajer bank syariah saat ini ditantang untuk lebih berani mengambil keputusan
bersifat strategis sebagai bentuk respon atas situasi yang mendesak. Para manajer muda
juga dapat diberi kesempatan untuk mengawal bank syariah dan mencoba melakukan
berbagai terobosan baru yang inovatif.

Kaitan krisis global dengan ajaran agama yang digunakan


pada bank syariah

Banyak pihak terutama pengamat ekonomi yang bertanya apakah dasar yang digunakan
pada Bank Syariah sebagai bank dengan syariat Islam sehingga bank tersebut tahan
terhadap krisis keuangan global dengan menggunakan ajaran agama , hal ini membuat
saya penasaran dan ingin lebih dalam mempelajari ini lebih dalam agar mengerti
hubungan antara islam dan bank syariah sendiri. Dan saya menemukan beberapa hal
yang berhubungan dengan aturan bermuamalah pada bank syariah dengan cakupan yang
lebih luas dan spesifik seperti sebagai berikut :

1. Ajaran islam mengajarkan bahwa Tauhid dimana hanya Allah SWT pemilik
semua isi langit dan bumi (Luqman:26) dan manusia diciptakan sebagai wakilnya
(khalifah) di muka bumi (Al Ahzab:72). Hubungan ini membawa konsekuensi
bahwa setiap tindakan manusia harus sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh
sang pencipta.
2. Sumber hukum utama adalah Al-Qur’an dan Sunnah ditambah sumber hukum lain
(Fiqh) seperti ijtihad, Ijma, Qiyas, dll sehingga ketetapan dan larangan muamalah
dalam Islam adalah merujuk langsung kepada ketentuan Illahi dan Rasul-Nya.
3. Sistem ekonomi Islam dijalankan dengan 5 prinsip (Mannan, MA, 1986) yaitu (1)
Konsep Al Qur’an (2) Keterkaitan antara Al Qur’an dengan As Sunnah dan 
sumber-sumber hukum Islam lainnya (3) Kepemilikan pribadi yang dibatasi nilai-
nilai Islam (4) Persaudaraaan antara muslim dan umat manusia dan; (5)
Kedaulatan mutlak di tangan Allah SWT.
4. Dalam bermuamalah, Islam melarang praktek riba (Al Baqarah: 275-280) dan jual
beli utang kecuali pada par value (Al Baqarah: 282). Kredit perbankan berbasis
bunga di dua negara maju atas jelas melanggar larangan riba, termasuk jual beli
surat utang melalui transaksi derivatif di pasar keuangan yang bahkan volumenya
telah jauh melebihi kapasitas riil perekonomian. Al Qur’an Surah Al Maidah: 90
dan ketentuan fiqh muamalah (ijtihad dan ijma) juga melarang transaksi keuangan

42
yang mengandung ketidakpastian (gharar), perjudian (qimar), penipuan (fraud).
Perdagangan surat utang mortgage termasuk CDS sebagai instrumen hedgeging
yang nilainya lebih besar dari kapasitas perekonomian mencerminkan adanya
praktek spekulasi (qimar) dan gharar serta rentan penipuan (fraud).

Selain itu, berubahnya struktur sistem keuangan seperti yang disebutkan di atas
menyebabkan konsentrasi likuiditas perbankan ada pada sektor keuangan (pasar uang)
dan bukan sektor riil sebagaimana fungsi intermediasi perbankan yang seharusnya
mereka dijalankan. Ini termasuk kategori penimbunan harta (hoarding) yang juga
dilarang dalam Islam (At Taubah: 34). Praktek hoarding yang terjadi ini bahkan berujung
kepada eksploitasi keuangan dan keguncangan perekonomian seperti yang dirasakan
sekarang.

      Para pemilik uang (investor) telah hidup berlebih-lebihan tanpa memperdulikan


perkembangan sektor riil yang melibatkan banyak pengusaha menengah-kecil dan orang-
orang tidak mampu. Islam melarang hidup berlebih-lebihan sebagaimana disebutkan
dalam Surah Al A’raf: 31 dan Al Furqan: 67 walaupun Islam mengakui perbedaan taraf
hidup dan penghasilan. Kesejahteraan negara (welfare state) dalam pandangan Islam
tidak hanya mencakup aspek ekonomi namun juga sosial bahkan akhirat sehingga
ketentuan memberi zakat, infaq, shadaqah, qardh, dll diwajibkan dan sangat dianjurkan
untuk meminimalkan kesenjangan taraf hidup antara masyarakat berpenghasilan tinggi
dan rendah. Mungkin krisis keuangan global yang terjadi di negara-negara maju dan
berdampak luas ke negara lain memberikan pesan kepada umat manusia bahwa nilai-nilai
rohani telah banyak diabaikan. Sudah saatnya, pelaku ekonomi baik muslim maupun non
muslim kembali kepada nilai-nilai rohani yang diajarkan agama mereka agar terhindar
dari masalah krisis ekonomi maupun sosial.

43
Kesimpulan

Dari beberapa penjelasan di atas kita dapat mengerti mengenai perbankan syariah itu
sendiri , mulai dari dasar sejarah , hingga aspek karakteristik bank syariah itu sendiri ,
faktor pendukung maupun penghambat bank syariah itu sendiri dan juga bagaimana krisis
global mempengaruhi bank syariah. Dari beberapa penjelasan di atas saya dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :

1.Bank Syariah tetap terkena dampak krisis global walaupun tidak secara langsung tetapi
tidak terlalu mempengaruhi kinerja bank syariah , berbeda dengan bank konvensional
yang beberapa bank tersebut hingga mesti mengalami collapse.

2.Bank Syariah merupakan bank yang Solid dan akan terus bertumbuh walaupun Krisis
Global tetap berlangsung dan bank syariah di Indonesia telah menjadi lokomotif
perkembangan kesyariahan di Indonesia karena itu Bank syariah memiliki prospek yang
baik untuk terus berkembang

3 .Prospek perbankan syariah sangat menjanjikan di Indonesia untuk ikut memberikan


kontribusi kepada perekonomian bangsa dan negara.

44
Saran

Berdasarkan Analisa berdasarkan data yang ada mungkin tidak terlalu banyak saran yang
dapat saya berikan , berikut saran saya :

1. Tingginya tingkat persaingan dalam dunia perbankan serta cepatnya perkembangan


teknologi dari produk perbankan membuat bank syariah harus lebih bisa lagi melakukan
inovasi produk dan jasa layanan yang ada, sehingga mampu memberikan pelayanan dan
produk yang menarik terhadap nasabah. Mengingat, nasabah bank syariah yang ada
selama ini, juga merupakan nasabah bank konvensional dan dalam penarikan nasabah,
tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan ke-islaman semata

2. Karena prospek perbankan syariah sungguh luar biasa di Indonesia, maka perlu kiranya
semua eleman masyarakat dan Negara untuk ikut memberikan support terkait
perkembangan perbankan syariah ke depan.

3. Peran BI dalam perjalanan perbankan syariah sangat besar, sehingga BI perlu membuat
kebijakan-kebijakan yang lebih komprehensif dan maksimal untuk mendukung
perbankan syariah. Hal ini mungkin bisa lakukan dengan menambah sumber daya
manusia terutama dari anggota pemerintahan dan masyarakat yang betul-betul memahami
ekonomi syariah yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang komprehensif dan
maksimal dalam menggiring laju perbankan syariah.

45
Daftar Pustaka

1. http://www.bi.go.id
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah
3. http://www.pkesinteraktif.com/content/view/4142/36/lang,id/
4. http://jufrism.wordpress.com/2008/02/19/aspek-hukum-kebijakan-
pengembangan-produk-perbankan-syariah/
5. http://cakwawan.wordpress.com/2007/11/10/tinjauan-politik-hukum-perbankan-
syariah-di-indonesia/
6. http://agustianto.niriah.com/2008/04/03/politik-hukum-ekonomi-syariah/
7. http://doelmith.wordpress.com/2008/11/22/pengertian-sejarah-dan-dasar-
pemikiran-bank-syariah/
8. http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/05/15/konsep-dasar-bank-syariah/
9. http://yusril.ihzamahendra.com/2007/12/05/hukum-islam-dan-pengaruhnya-
terhadap-hukum-nasional-indonesia/
10. http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20091001212136AAAa128
11. http://www.eramuslim.com/berita/nasional/abaikan-sistem-ekonomi-syariah-
indonesia-terkena-dampak-krisis-global.htm
12. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8B6EA83F-52D0-4DA9-8E69-
1DBEE89F0FBE/8136/cetakbirups.pdf
13. http://zulsitompul.files.wordpress.com/2007/06/bank-syariahjhb.pdf
14. http://www.ekonomisyariah.org/download/artikel/hanawijaya%20bsm.pdf
15. http://images.nuris2007.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SX7eCgoKC
EoAADbjku41/Prospek%20Bank%20Syariah%20di%20Indonesia.pdf?
nmid=183064239
16. http://els.bappenas.go.id/upload/kliping/Ekonomi%20Syariah%20tahan
%20krisis.pdf
17. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/69245552-B546-4651-AE2F-
2BFF5E364F40/15525/Boks3DampakKrisisTerhadapPerbankanDaerah.pdf
18. http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2009/10/11/the-biggest-
secretfinally-revealed/
19. http://www.republika.co.id/berita/31514/Ketika_Barat_Jatuh_Cinta_pada_Sistem
_Ekonomi_Syariah
20. http://www.pkesinteraktif.com/content/view/3093/38/lang,ar/
21. http://kangmaswiwit.wordpress.com/2007/06/06/hukum-bunga-bank-dan-
karakteristik-bank-syariah/
22. http://www.muamalatbank.com/index.php/home/about/profile
23. http://indonesia.faithfreedom.org/forum/bank-syariah-kelimpungan-t30035/

46

You might also like