You are on page 1of 29

P U T U S A N

No: 10 G/HUM/2000

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

M A H K A M A H A G U N G

Memeriksa dan mengadili gugatan keberatan Hak Uji Materiil.

Terhadap : 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 56 Tahun 1974 tentang

Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran dan besarnya

Iuran-iuran yang Dipungut Dari Pegawai Negeri Pejabat Negara dan

Penerima Pensiun.

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 8 Tahun 1997 tentang

Perubahan dan Tambahan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia

No. 56 Tahun 1974

3. Keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. KEP/07/M/X/

1983 tanggal 18 Oktober 1983 tentang Pengelolaan Iuran Dana Pensiun

4. Instruksi Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. Ins/01/M/X/1983

tanggal 21 Oktober 1983 tentang Pengelolaan Dana Pensiun.

Pada tingkat pertama dan terakhir telah mengambil putusan sebagai berikut dalam

gugatan antara:

Brigjen (Purn) AGUS GUSMANA, kewarganegaraan Indonesia, beralamat di Jl

Tongkeng No.24 Bandung.

Selanjutnya disebut PENGGUGAT

MELAWAN

1. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, beralamat di Jalan Medan Merdeka Utara,

Jakarta dalam hal ini memberi kuasa kepada : Jaksa

Agung RI, sesuai Surat Kuasa Khusus tanggal 24

Hal 1 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


Nopember 2000, selanjutnya memberi Kuasa Substitusi

kepada : Drs. Santoso, SH, Slamet Riady, SH, Johanis

Tanak, SH, Susdiarto Agus Saptono, SH, Tobina Lan

Siahaan, SH, Purwani Utami, SH, Para Jaksa Pengacara

Negara, beralamat di Jalan Sultan Hasanuddin No. 1

Kebayoran Baru Jakarta.

selanjutnya disebut TERGUGAT I

2. MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN R.I, beralamat di Jalan Medan

Merdeka Barat.

selanjutnya disebut TERGUGAT II

Mahkamah Agung tersebut ;

Membaca Surat-surat yang bersangkutan;

TENTANG DUDUK PERKARA

Menimbang, bahwa Penggugat Hak Uji Materil dalam surat gugatannya yang

didaftar di Kepaniteraan Mahkamah Agung tanggal 27 September 2000 dengan register

Nomor: 10/G/HUM/2000, telah mengajukan keberatan dengan dalil-dalil sebagai

berikut:

Bahwa, pada tahun 1963 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1963-

LN tahun 1963 No. 14 tanggal 6 April 1963, tentang Pembelanjaan Kesejahteraan

Pegawai Negeri, yang berisi antara lain:

a. Atas gaji pokok pegawai Negeri, tiap bulan diadakan potongan 10% untuk usaha

menambah kesejahteraan Pegawai Negeri (pasal 1 ayat (1)).

b. Potongan 10 % atas gaji pokok Pegawai Negeri tersebut pada ayat (1) digunakan

yang 7 % untuk Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri dan yang 3 % untuk Dana

Kesejahteraan Pegawai Negeri (Pasal 1 ayat (2)).

Hal 2 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


c. Ketentuan-ketentuan tentang Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri akan diatur

dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.

Bahwa pada tahun 1963 itu juga telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10

tahun 1963-LN tahun 1963 No. 15 tanggal 6 April 1963, tentang Tabungan dan

Asuransi Pegawai Negeri, dan pada tahun 1963 juga telah dikeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 11 tahun 1963-LN tahun 1963 No. 16 tanggal 6 April 1963, tentang

Dana Kesejahteraan Pegawai Negeri.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 1963-LN tahun 1963 No. 16 berisi

ketentuan tentang Hak-hak Peserta Dana Kesejahteraan Pegawai Negeri, antara lain:

a. Peserta Dana Kesejahteraan Pegawai Negeri berhak atas jaminan/bantuan sosial

dalam hal-hal (pasal 6 ayat (1)):

1) Isterinya atau suaminya meninggal dunia, sebesar 3 kali gaji pokok;

2) Anaknya meninggal dunia, sebesar 1 kali gaji pokok;

3) peserta atau istrinya melahirkan anak, sebesar 1 kali gaji pokok;

4) peserta bujangan kawin untuk pertama kali, sebesar 1 kali gaji pokok;

5. kesukaran-kesukaran lain, yang jenisnya dan besarnya bantuan akan diatur lebih

lanjut oleh Menteri yang diserahi Urusan Pegawai.

b. Selain bantuan-bantuan tersebut pada pasal 6, kepada Peserta Dana Kesejahteraan

Pegawai Negeri yang menghadapi kesukaran, sehingga perlu mengadakan

pengeluaran-pengeluaran yang mendesak dan melampaui batas-batas

kemampuannya, dapat diberikan pinjaman uang dari Keuangan Dana Kesejahteraan

dengan syarat-syarat pelunasan yang lunak (pasal 7 ayat (1)).

c. Ketentuan-ketentuan mengenai pinjaman uang termaksud pada ayat (1) pasal 7,

diatur lebih lanjut oleh Menteri yang diserahi Urusan Pegawai (Pasal 7 ayat (2)).

Bahwa, pada tahun 1974 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1963, Peraturan

Pemerintah Nomor 10 tahun 1963, dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 1963

Hal 3 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


telah dirubah oleh TERGUGAT I, dengan dikeluarkannya dan di berlakukannya

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 tahun 1974 tanggal 10 Desember

1974, tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran dan Besarnya

Iuran-iuran Yang Dipungut Dari Pegawai Negeri “Juncto” Keputusan Presiden

Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1977 tanggal 1 Maret 1977, tentang Perubahan dan

tambahan atas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 tahun 1974, yang

isinya antara lain:

a. Untuk membiayai usaha-usaha dalam bidang kesejahteraan maka dari setiap

Pegawai Negeri dan Pejabat Negara dipungut iuran sebesar 10% dari penghasilan

setiap bulannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan

perincian sebagai berikut (pasal 1), (Berdasarkan KEPRES RI No. 8 tahun 1977

berlaku mulai tanggal 1 April 1977) :

1) 4.75 % untuk iuran pensiun.

2) 2 % untuk iuran pemeliharaan kesehatan.

3) 3,25 % untuk iuran tabungan hari tua dan perumahan.

b. Bagi para penerima pensiun dipungut iuran untuk penyelengaraan pemeliharaan

kesehatan sebesar (Pasal 1 ayat (2)):

1) 5 % dari pensiun pokok bagi para penerima pensiun yang dipensiunkan sebelum

1 januari 1977.

2) 2 % dari penghasilan bagi para penerima pensiun yang dipensiunkan sebelum 1

Januari 1977.

c. Iuran dana pensiunan yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf a, dikelola oleh

suatu badan hukum yang dibentuk oleh Pemerintah (Pasal 2 ayat (1))

Menunggu terbentuknya badan hukum yang dimaksud dalam ayat (1), iuran dana

pensiun tersebut disimpan pada Bank milik Pemerintah yang ditentukan Menteri

Keuangan (Pasal 2 ayat (2)).

Hal 4 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


d. Iuran pemeliharaan kesehatan yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b ayat

(2), dikelola oleh Badan Penyelengaraan Dana Pemeliharaan Kesehatan Pusat

sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968 Pasal 11

(Pasal 3).

e. Iuran tabungan hari tua dan perumahan yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) huruf

c, dikelola oleh suatu badan hukum yang akan dibentuk oleh Pemerintah (Pasal 4

ayat (1)).

Menunggu terbentuknya badan hukum yang dimaksud dalam ayat (1), iuran

tabungan hari tua dan perumahan tersebut dikelola oleh Perusahaan Umum Negara

Tabungan Asuransi Pegawai Negeri (PERUM TASPEN) yang dibentuk dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1963-LN Tahun 1963 No. 21 (pasal 4 ayat

(2)).

f. Pelaksanaan pemungutan dan penyetoran iuran–iuran yang dimaksud dalam pasal 1,

ditetapkan sebagai berikut (Pasal 5 ayat (1)) :

1) bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat, Pejabat Negara, dan penerima pensiun yang

gajinya/pensiunnya dibayar, melalui atas beban Anggaran Belanja Negara,

dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan (Pasal 5

ayat (1) huruf a).

2) bagi anggota Angkatan Bersenjata RI. Dan Pegawai Negeri Sipil dalam

lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan, dilakukan oleh Departemen

Pertahanan Keamanan (Pasal 5 ayat (1) huruf b).

3. bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat Diperbantukan pada Daerah otonom dan

Pegawai Negeri Sipil Daerah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran

Departemen Keuangan, yang langsung memperhitungkan/memotong dari

subsidi/pertimbangan keuangan Pemerintah kepada Daerah Otonom yang

bersangkutan (Pasal 5 ayat (1) huruf c).

Hal 5 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


Bahwa, TERGUGAT II (Menteri Pertahanan Keamanan) selaku pelaksana pemungutan

dan penyetoran iuran-iuran yang dimaksud dalam Pasal 1 KEPRES RI No. 56 tahun

1974 “Junto” KEPRES RI NO 8 tahun 1977, pada tahun 1983 telah mengeluarkan

Keputusan Menhakam Nomor : KEP/07/M/X/1983 tanggal 18 Oktober 1983, tentang

Pengelolaan Iuran Dana Pensiun, yang berisi antara lain :

a. Perum ASABRI ditunjuk sebagai badan pengelola Iuran Dana Pensiun anggota

ABRI dan PNS Dephankam. (pasal 1).

b. Dana Pensiun yang pengelolaannya diserahkan kepada Perum ASABRI termaksud

pada pasal 1 Keputusan ini dipisahkan dari kekayaan Perum ASABRI (pasal 2).

c. Dana Pensiun tersebut pada pasal 2 Keputusan ini, disimpan di Bank Pemerintah

dalam bentuk Giro dan/atau Deposito berjangka (pasal 3).

d. Ketentuan tentang pengelolaan, pemupukan dan penggunaan hasil penyimpanan

dana tersebut pada pasal 3 Keputusan ini ditentukan tersendiri (pasal 4).

Bahwa, pada tahun itu juga (tahun 1983) TERGUGAT II (Menteri Pertahanan

Keamanan) mengeluarkan Instruksi dengan Nomor : Ins/01/M/X/1983 tanggal 21

Oktober 1983, tentang pengelolaan Dana Pensiun, dan dengan lampirannya yaitu

Pokok-pokok Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Dana Pensiun Anggota ABRI dan

PNS Dephankam, yang berisi antara lain:

a. Dana pensiun adalah dana yang berasal dari hasil pungutan iuran penghasilan setiap

bulan anggota ABRI dan PNS Dephankam, yang berdasarkan pasal 1 ayat (1)

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 tahun 1974 pungutan iuran

tersebut telah ditetapkan 4% dari penghasilan setiap bulan, dan kemudian

berdasarkan pasal 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1977

dirubah menjadi sebesar 4,75 % dari penghasilan setiap bulan (pasal 1 ayat a.).

b. STATUS HUKUM DANA PENSIUNAN (BAB II).

Hal 6 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


1) Dana pensiun yang diserahkan pengelolanya oleh Dephankam kepada Perum

ASABRI sepenuhnya masih milik Dephankam (pasal 2 ayat a.)

2) Dana pensiun yang dikelola Perum ASABRI dipisahkan dari kekayaan Perum

ASABRI (pasal 2 ayat b.)

3) Setiap saat Menteri dapat menarik kembali dan atau memindahkan pengelolaan

dana pensiun kepada Badan Hukum lain (pasal 2 ayat c.).

c. PENYALURAN, PENYIMPANAN DAN PEMUPUKAN DANA PENSIUN. BAB

IV.

1) Dana pensiun yang sekarang terkumpul di Dephankam disalurkan Asku Hankam

kepada Perum ASABRI secara sekaligus (pasal 4 ayat a.)

2) Kecuali ditentukan lain oleh Menteri cq. Kasmin Hankam, penyaluran dana

pensiun selanjutnya oleh Asku Hankam kepada Perum ASABRI dilaksanakan

secara berkala pada setiap bulan, berdasarkan Surat Keputusan Otorisasi yang

diterbitkan secara triwulan (pasal 4 ayat b.)

3) Perum ASABRI diwajibkan menyimpan dana pensiun yang dikelolanya beserta

pemupukannya pada Bank Pemerintah dalam bentuk giro dan/atau Deposito

Berjangka (Pasal 5).

d. PENGGUNAAN HASIL DEPOSITO DAN ATAU GIRO (BAB V).

1) Hasil/bunga Deposito dan/atau giro digunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan prajurit, khususnya pemberian bantuan untuk mendapatkan kredit

pemilikan rumah dari BTN bagi mereka tersebut pada pasal 7 (pasal 6).

2) Bantuan untuk mendapatkan kredit pemilikan rumah dari BTN diberikan dengan

urutan prioritas kepada (pasal 7):

a) Warakamuri/janda.

b) Purnawirawan/wredatama.

c) Anggota ABRI/PNS aktif dengan masa kerja minimal 15 tahun.

Hal 7 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


Bahwa, PROGRAM PENSIUN YANG DIJELASKAN PT TASPEN melalui SLIDE

PROGRAM PENSIUN (Slide 1 sd Slide 8), berisi antara lain “

a. Tujuan Program Pensiun (SLIDE 2).

1) Memberikan Jaminan Hari Tua Bagi Pegawai Negeri pada saat mencapai batas

Usia Pensiun.

2) Sebagai Penghargaan atas Jasa dan Pengabdian para PNS kepada Bangsa dan

Negara.

b. Kewajiban Calon Pensiun/Peserta (SLIDE 7).

1) Membayar Iuran Premi setiap bulan sebesar 4,75% dari penghasilannya setiap

bulan, kecuali :

- Veteran RI.

- PKRI/KNPI.

Diatur dalam pasal 6 ayat (2) PP 25 tahun 1991

2) Memberikan keterangan secara tepat mengenai dirinya, keluarganya (Isteri,

Suami, Anak) dan perubahan status keluarganya, serta keterangan lain yang

diperlukannya, bila :

A. Isteri/Suami/Anaknya Meninggal Dunia.

B. Terjadinya perubahan status /susunan keluarganya.

C. Pindah Kantor bayar/alamat

c. Hak Peserta Program Pensiun Taspen (SLIDE 8).

1) Untuk pegawai negeri sipil sendiri : hak atas uang pensiun (pertama & bulanan)

yang besarnya ditetapkan minimal 40% dan maksimal 75% dari gaji pokok

terakhir.

2) Untuk Para Ahli Warisnya:

A. gaji terusan selama 4 bulan berturut-turut yang akan dibayarkan oleh KPKN.

(pegawai aktif yang meningal dunia) PP 49 tahun 1980.

Hal 8 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


B. uang duka wafat yang besarnya 3 kali uang pensiun terakhir minimal Rp.

100.000.00 (Seratus ribu rupiah) untuk Pensiun sendiri dan Rp. 75.000.00

(tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah) bila Janda/Dudanya meninggal dunia (PP 4

tahun 1982).

C. Pensiun terusan selama 4 bulan berturut-turut.

D. Uang pensiun Janda/Duda/Yatim Piatu.

E. Asuransi kematian

PENERIMAAN NYATA PARA PENSIUNAN PNS & ABRI

Bahwa, para Pegawai Negeri Sipil dan ABRI (TNI & Polri) mendapat Pensiun, bukan

dari hasil iuran Dana Pensiun sebagaimana dipungut dari penghasilan setiap bulan

berdasarkan KEPRES RI Nomor 56 tahun 1974 “Juncto” KEPRES RI Nomor 8 tahun

1977, tetapi berdasarkan Undang-undang Nomor 6 tahun 1966 untuk anggota ABRI,

dan berdasarkan Undang-undang Nomor 11 tahun 1969 untuk Pegawai Negeri Sipil,

yang pada intinya Pensiun adalah sebagai PENGHARGAAN dari PEMERINTAH.

a. bahwa Pensiun menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 1966-LN No. 33 tahun

1966 adalah jaminan sosial Pemerintah yang diberikan sebagai penghargaan kepada

Militer untuk masa kemudian sesudah ia diberhentikan dengan hormat dari dinas

Militer dan memenuhi syarat-syarat untuk menerima pensiun (pasal 1 ayat b BAB I

KETENTUAN UMUM).

b. bahwa, Pensiun peagawai dan pensiun Janda/Duda menurut Undang-undang Nomor

11 tahun 1969-LN No. 42 Tahun 1969 TENTANG Pensiun Pegawai dan Pensiun

Janda/Duda Pegawai diberikan sebagai jaminan hari tua dan sebagai penghargaan

atas jasa-jasa Pegawai Negeri selama bertahun-tahun bekerja dalam dinas

Pemerintahan (pasal 1 tentang sifat Pensiun).

c. Sejak keluarnya Undang-undang Nomor 11 tahun 1956 (lembar Negara tahun 1956

Nomor 23), maka Pensiun Pegawai telah di biayai oleh Negara dan dibebankan atas

Hal 9 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (pasal 2 penjelasan pasal demi pasal-TLN

tahun 1969 No. 2906).

d. Iuran dana pensiun sebesar 4,75% yang di pungut dari penghasilan Pegawai Negeri

termasuk ABRI berdasarkan KEPRES RI Nomor 56 tahun 1974 “Juncto” KEPRES

RI Nomor 8 tahun 1977 tidak untuk Program Pensiun, karena pensiun adalah

penghargaan timbul pertanyaan untuk apa, dan untuk siapa uang Iuran Dana Pensiun

tersebut, karena yang dipotong gajinya tidak mendapat apa-apa?.

Bahwa, iuran pemeliharaan kesehatan sebesar 2% yang dipungut dari penghasilan para

Pegawai Negeri dan ABRI (TNI & POLRI) berdasarkan KEPRES RI NO. 56 tahun

1974 “Juncto” KEPRES RI Nomor 8 tahun 1977, diterima oleh:

a. Para Pegawai Negeri Sipil berupa Kartu Askes sejak ia diangkat jadi Pegawai

Negeri (sejak dipungut iuran dari gajinya), sehingga manfaat pemeliharaan

kesehatan dimulai sejak dini, dan bisa digunakan sesuai aturan dari Askes.

b. Bagi para anggota ABRI dan PNS Dephankam baru mendapat kartu Askes setelah

dipensiun. Seyogyanya bagi anggota ABRI (TNI & Polri) dan PNS Dephankam

juga diperlakukan sama dengan Pegawai Negeri yaitu menerima kartu Askes sejak

diangkat menjadi anggota ABRI (TNI & Polri) dan PNS Dephankam, sehingga

dapat kemudahan jika berobat dimana saja.

Bahwa, Iuran Tabungan Hari Tua dan perumahan yang di pungut dari para Pegawai

Negeri sipil dan ABRI setiap bulan sebesar 3,25% dari penghasilannya berdasarkan

KEPPRES RI Nomor 56 tahun 1974 “Juncto” KEPPRES RI Nomor 8 tahun 1977,

diterima oleh para Pegawai Negeri dan ABRI setelah dipensiunkan adalah sebagai

berikut:

a. Para Pegawai Negeri Sipil (kecuali PNS Dephankam) berdasarkan Keputusan

Menteri Keuangan Nomor : 45/KMK.013/1992 tanggal 14 Januari 1992, tentang

persyaratan dan Besarnya Tabungan Hari Tua dan Perumahan:

Hal 10 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


1) Bagi peserta yang diberhentikan dengan hak pensiun pada/sesudah tanggal 1 Juli

1991 adalah lima puluh lima perseratus kali masa iuran (pasal 3 ayat a) dikalikan

penghasilan sebulan, atau dengan rumus 0,55 x P

2) Besarnya Asuransi Kematian (ASKEM) sebagaimana dimaksud dalam pasal 2

ayat (3) adalah sebagai berikut:

a) dalam hal peserta meninggal dunia, adalah dua kali hasil penjumlahan satu

dan satu persepuluh kali B dibagi 12, dikalikan penghasilan sebulan (pasal 4

ayat a), atau dengan rumus 2 ( 1 + 0,1 B / 12 )

b) dalam hal isteri/suami peserta meninggal dunia, adalah satu setengah kali

hasil penjumlahan satu dan persepuluh kali C dibagi dua belas, dikalikan

penghasilan sebulan (pasal 4 ayat b), atau dengan rumus : 1,5 (1 + 0,1

C/12)P

b. Bagi anggota ABRI (TNI & Polri) dan PNS Dephankam berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan Nomor : Skep/2169/VIII/1993 tanggal 16

agustus 1993, tentang Penyesuaian Perhitungan Jumlah, Santunan Asuransi,

Santunan Nilai Tunai asuransi dan Santunan Resiko Kematian terhitung mulai

tanggal 1 April 1992 :

1) Jumlah Santunan asuransi kepada para peserta ASABRI yang pensiun terhitung

mulai tanggal tersebut di atas dari 8 kali penghasilan terakhir atau gaji kotor

menjadi 8 kali gaji kotor kali koefisien (pasal 1 ayat a).

2) Jumlah santunan nilai tunai asuransi bagi peserta yang diberhentikan tanpa hak

pensiun/tunjangan bersifat pensiun atau karena meninggal dunia dalam status

dinas aktif terhitung mulai tanggal tersebut diatas, dihitung dengan rumus :

ax : n x 8 gaji kotor kali koefisien


ax : n

dengan pembayaran maksimum sebesar 8 kali gaji kotor kali koefisien sesuai

tabel (pasal 1 ayat b).

Hal 11 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


3) Jumlah santunan resiko kematian :

a) Pati/Pamen/PNS Gol IV sebesar 7 kali gaji kotor kali koefisien.

b) Pama/PNS Gol III sebesar 7,5 kali gaji kotor kali koefisien.

c) Bintara/PNS Gol II sebesar 8 kali gaji kotor kali koefisien.

d) Tamtama/PNS Gol I sebesar 8,5 kali gaji kotor kali koefisien.

(Pasal 2).

c. Iuran Tabungan hari tua dan perumahan yang dipungut sebesar 3,25% dari

penghasilan Pegawai Negeri Sipil ABRI setiap bulan, yang dikelola oleh PT. Taspen

maupun ASABRI, dikelola dengan system Asuransi seperti iuran tabungan dan

Asuransi (Berdasarkan PP No. 9 tahun 1963 dan PP No. 10 tahun 1963) apakah

dibenarkan?

d. Catatan :

1) Santunan ASABRI tmt 1 Oktober 1994 dinaikan dari 8 kali gaji kotor kali

koefisien menjadi 9 kali gaji kali koefisien (Skep Menhankam Nomor :

skep/1593/X/1994 tanggal 18 Oktober 1994).

2) Santunan ASABRI tmt 1 Oktober 1995 dinaikan dari 9 kali gaji kotor kali

koefisien menjadi 12 kali gaji kotor kali koefisien (Skep Menhankam Nomor :

Skep/1440/XI/1995 tanggal 7 Nopember 1995).

3) Santunan ASABRI tmt 1 Oktober 1995 dinaikan dari 12 kali gaji kotor kali

koefisien menjadi 13 kali gaji kotor kali koefisien (Skep Menhankam Nomor :

Skep/864/VIII/1996 tanggal 5 agustus 1996).

4) Santunan ASABRI tmt 1 Oktober 1999 dinaikan dari 13 kali gaji kotor kali

koefisien menjadi 14 kali gaji kotor kali koefisien (Skep Menhankam Nomor :

Skep/38/I/1998 tanggal 21 Januari 1998).

Hal 12 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


5) Santunan ASABRI tmt 1 Oktober 1999 dinaikan dari 16 kali gaji kotor kali

koefisien menjadi 18 kali gaji kotor kali koefisien (Skep Menhankam Nomor :

Skep/1215/M/X/1999 tanggal 12 Oktober 1999).

YANG TIDAK/BELUM DITERIMA PARA PNS DAN ABRI

Bahwa, dari iuran sebesar 10% yang dipungut dari setiap Pegawai Negeri dan Pejabat

Negara (termasuk ABRI) setiap bulannya berdasarkan KEPPRES RI NO. 56 tahun 1974

“ Juncto” KEPPRES RI NO. 8 tahun 1977, yang belum/tidak diterima setelah selesai

melaksanakan dinas aktif adalah :

Hasil pengelolaan iuran dana pensiun yang dipunggut sebesar 4,75% dari penghasilan

setiap bulan.

a. bagi Pegawai Negeri Sipil menurut penjelasan PT. Taspen, bahwa kewajiban calon

pensiun/peserta diharuskan/diwajibkan membayar iuran premi setiap bulan sebesar

4.75% dari penghasilan setiap bulan (Slide 7/Pensiun).

b. bagi anggota ABRI dan PNS Dephankam, bahwa iuran dana Pensiun yang

pengelolaannya diserahkan kepada Perum ASABRI termaksud pada pasal 1

Keputusan Menhankam No. KEP/07/M/X/1983 dipisahkan dari kekayaan Perum

ASABRI. Bahwa dana Pensiun tersebut pada pasal 2 Keputusan Menhankam,

disimpan di Bank Pemerintah dalam bentuk Giro dan/atau Deposito Berjangka

(Keputusan Menhankam Nomor : KEP/07/M/X/1983 Pasal 2).

Bahwa, Menhankam telah mengeluarkan Instruksi No. Ins/01/M/X/1983 tentang

pengelolaan Dana Pensiun anggota ABRI dan PNS Dephankam, yang berisi antara

lain :

1) Dana Pensiun yang diserahkan pengelolaannya oleh Dephankam kepada Perum

ASABRI sepenuhnya masih milik Dephankam (pasal 2 ayat a).

Hal 13 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


2) Perum ASABRI diwajibkan menyimpan dana pensiun yang dikelolanya beserta

pemupukannya pada Bank Pemerintah dalam bentuk Giro dan Deposito

berjangka (Pasal 5).

3) Pengunaan hasil deposito dan atau Giro digunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan Prajurit, khususnya pemberian bantuan untuk mendapatkan kredit

pemilik rumah dari BTN bagi mereka tersebut pada pasal 7 (pasal 6).

4) bahwa dari uraian/penjelasan Keputusan Menhankam dan Instruksi Menhankam

tersebut jelas bahwa Prajurit ABRI dan PNS Dephankam tidak/belum menerima

hasil pengelolaan iuran dana pensiun yang dikelola mereka yang mendapat

bantuan uang muka kredit pemilikan rumah dari BTN.

Walaupun anggota ABRI dan PNS Dephankam mengambil kredit dengan

bantuan uang muka dari Perum ASABRI dia tidak mendapat santunan ASABRI,

kecuali jika Santunan Asuransi ABRI (ASABRI) lebih besar dari bantuan uang

muka santunan ASABRI diterima dikurangi bantuan uang muka kredit

kepemilikan rumah, ya sampai sekarang tidak dapat apa-apa dari hasil

pengelolaan iuran dana pensiun tersebut. Haruskah Prajurit dan PNS pasrah

menerima kadar, atau dianggap dapat musibah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

KESIMPULAN KAMI

Pertama, bahwa Keputusan Presiden Republik Indonesia yang dikeluarkan

TERGUGAT I, yaitu Nomor 56 tahun 1974 “Juncto” Nomor 8 tahun 1977

bertentangan dengan :

1. Undang-undang Nomor 6 tahun 1966-LN No. 33 tahun 1966 tentang pemberian

Pensiun, Tunjangan bersifat Pensiun dan Tunjangan kepada Militer Sukarela,

Hal 14 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


-------------- dan Undang-undang Nomor 11 tahun 1969-LN No. 42 tahun 1969

tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, karena :

a. Pensiun adalah penghargaan dari Negara dan/atau Pemerintah dan telah dibiayai

oleh Negara, serta dibebankan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

b. Iuran Pensiun yang dipungut sebesar 4.75% dari penghasilan Pegawai Negeri

setiap bulan selama dinas aktif sebagaimana tertuang dalam KEPPRES RI NO

56 tahun 1974 “Juncto” KEPPRES RI NO 8 tahun 1977 tidak untuk mendukung

dana Pensiun.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1963-LN tahun 1963 No. 14 tentang

Pembelanjaan Kesejahteraan Pegawai Negeri, --------- dan Peraturan Pemerintah

Nomor 10 tahun 1963-LN tahun 1963 tentang Tabungan dan Asuransi Pegawai

Negeri, ---------- serta Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 1963 – LN tahun 1963

tentang Dana Kesejahteraan Pegawai Negeri, karena :

a. Merubah isi/peruntukan potongan 10%, yang semula 7% untuk Tabungan dan

Asuransi Pegawai Negeri dan yang 3% untuk Dana Kesejahteraan Pegawai

Negeri diubah menjadi :

1) 4.75% untuk iuran Dana Pensiun ;

2) 2% untuk iuran Pemeliharaan Kesehatan ;

3) 3.25% untuk iuran Tabungan hari tua dan perumahan.

b. Akibat perubahan ini mengakibatkan :

1) Iuran Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri menjadi kecil, sehingga

kesejahteraan waktu pensiun jadi kecil pula (dari 7% menjadi 3.25%).

2) Kesehatan khususnya bagi anggota ABRI, yang semula tanpa iuran, mulai

berlakunya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 tahun 1974,

bukannya bertambah baik, tetapi makin buruk terbukti untuk tingkat YONIF

yang semula ada Top Dokter, setelah ada KEPRES tersebut Top Dokter

Hal 15 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


menjadi tidak ada, sehingga prajurit harus berobat ke Kesehatan Wilayah

(Korem atau Kodim).

3) Kesejahteraan selama Dinas aktif, antara lain yaitu :

a) Isteri atau Suami meninggal, yang semula dapat bantuan sosial sebesar 3

kali gaji menjadi hapus atau tidak ada lagi.

b) Anak meninggal, yang semula dapat bantuan sosial sebesar 1 kali gaji

menjadi hapus atau tidak ada lagi bantuan.

c) Peserta atau isterinya melahirkan, yang semula dapat bantuan sosial

sebesar 1 kali gaji juga menjadi hapus atau tidak ada lagi.

d) Peserta bujangan kawin untuk pertama kali mendapat bantuan sebesar 1

kali gaji juga menjadi hapus atau tidak ada lagi.

e) Kesukaran-kesukaran lain yang mendesak dan diluar kemampuannya

semula ada pinjaman lunak dari keuangan Dana Kesejahteraan Pegawai

Negeri, sekarang tidak ada lagi bantuan pinjaman.

Kedua, bahwa TERGUGAT II (Menteri Hankam), selaku Pelaksana Pemungutan dan

Penyetoran iuran-iuran yang dimaksud dalam pasal 1 KEPRES RI Nomor 56 tahun

1974, telah mengeluarkan Keputusan dan Instruksi, yaitu :

1. Keputusan Nomor : KEP/07/M/X/1983 tanggal 18 Oktober 1983, tentang

Pengelolaan Iuran Dana Pensiun.

2. Instruksi Nomor : Ins/01/M/X/1983 tanggal 21 Oktober 1983, tentang Pengelolaan

Dana Pensiun.

Pengelolaan Dana Pensiun yang diatur dengan Keputusan dan Instruksi Menhankam ini,

tidak untuk Pensiun para anggota ABRI, tetapi hasil pengelolaan ini (Bunga Deposito

atau Giro) digunakan untuk bantuan kredit (Uang muka kredit) pemilikan rumah dari

BTN (bagi yang dapat kredit), sedangkan yang tidak mengambil kredit rumah dengan

uang muka dari ASABRI, ya tidak dapat apa-apa.

Hal 16 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


Yang tidak mengambil bantuan uang muka kredit rumah BTN dari ASABRI, hanya

menerima santunan ASABRI, sehingga jika ia bekerja pada ABRI 32 tahun, hanya

dapat :

a. Kartu ASKES ataupun untuk dapat kartu ASKES ini sangat dipersulit.

b. Uang santunan ASABRI sebesar 18 x gaji kotor x 0,6667 = 12 x gaji kotor atau

1200 % dari gaji kotor, padahal dipotong gajinya 32 x 12 bln x 8 % gaji kotor =

3072 %, sehingga ia dirugikan sebesar = (3072 % - 1200 %) x gaji kotor = 1872 % x

gaji kotor.

Seorang Tamtama atau Bintara, yang masuk ABRI pada usia tertua (22 tahun), ia

akan pensiun pada usia 48 tahun, berarti punya masa kerja 26 tahun maka ia

dipotong gaji untuk IPEN dan THT & P (8 % perbulan) sebesar = (48-22) x 12

bulan x 8 % = 26 x 12 x 8 % = 312 x 8 % gaji kotor = 2496 % gaji kotor = 24.96 %

gaji kotor.

Ia hanya akan menerima santunan Asuransi ABRI :

1) Jika tidak mengambil KPR BTN dengan bantuan uang muka dari ASABRI,

menerima santunan ABRI sebesar : 18 x gaji kotor x 0.6667 = 12 x gaji kotor. Ia

membayar iuran sebesar 24,96 x gaji kotor, maka ia dirugikan sebesar = (24,96 –

12) x gaji kotor = 12.96 x gaji kotor.

2) Jika mengambil KPR BTN dengan bantuan uang muka dari ASABRI, maka ia

tidak menerima uang santunan Asuransi ASABRI.

Bahwa uang Iuran Dana Pensiun yang dipungut setiap bulan dari anggota ABRI dan

PNS Dephankam, berdasarkan Instruksi Menhankam (TERGUGAT II) menjadi

sepenuhnya milik Dephankam, maka apa manfaatnya bagi anggota ABRI dan PNS

Dephankam.

Hal 17 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


Bahwa sebaiknya uang Iuran Dana Pensiun yang dipungut setiap bulan dari anggota

ABRI dan PNS Dephankam, jika tidak bermanfaat bagi mereka sebaiknya

dihapus/dihilangkan dari potongan gajinya.

Untuk itu perlu KEPRES RI Nomor 56 tahun 1974 “Juncto” KEPRES RI Nomor 8

tahun 1977, ditinjau ulang, dikaji ulang sebaiknya dihapus saja, atau dicabut oleh

Peraturan yang lebih tinggi dan bermoral.

Perlu dipertanyakan kepada TERGUGAT I, dan TERGUGAT II, yaitu :

a. Bagaimana bagi anggota ABRI & PNS Dephankam/ABRI, yang tidak mengambil

rumah KPR BTN, apakah harus merelakannya demi TERGUGAT I dan

TERGUGAT II ?

Silahkan buat angket untuk Prajurit khususnya Tamtama dan Bintara !

b. Mengapa, bagi mereka yang mengambil rumah KPR BTN harus kehilangan hak

menerima Santunan Asuransi ABRI ?

c. Mengapa uang yang dipungut untuk iuran dana Pensiun, menjadi milik Dephankam,

apa dasar hukumnya dan apa pula yang menjadi dasar pemikiran TERGUGAT II,

sehingga timbul ide untuk memiliki uang dari potongan gaji untuk memiliki uang

dari potongan gaji bawahan (anak buah)?

SARAN

Pertama , adakan pengkajian, evaluasi dan penelitian akan manfaat KEPPRES RI yang

dikeluarkan TERGUGAT I, dan Keputusan Menhankam & Instruksi

Menhankam yang dikeluarkan oleh TERGUGAT II.

Kedua, untuk menegakkan kejujuran, kebenaran dan keadilan serta supremasi

hukum perlu dilakukan UJI MATERIIL terhadap :

a. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 tahun 1974 dan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1977.

Hal 18 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


b. Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan Republik Indonesia Nomor :

KEP/07/M/X/1983 dan Instruksi Menteri Pertahanan Keamanan Nomor :

Ins/01/M/X/1983.

Ketiga, Jika ada pihak-pihak yang dirugikan, maka pihak yang merugikan harus

membayar kerugian baik kerugian materiil, maupun kerugian moril, yang

besarnya ditentukan berdasarkan perhitungan BANK (Deposito berjangka).

Keempat, Apabila terdapat tindak pidana, Mahkamah Agung mohon menyelesaikan

tindak pidana tersebut, demi tegaknya kejujuran, kebenaran dan keadilan

serta demi supremasi hukum.

PERMOHONAN KAMI KEPADA YTH BAPAK KETUA MAHKAMAH AGUNG

Kami, menyadari bahwa dalam Peraturan Mahkamah Agung RI. Nomor 1 tahun 1999

tanggal 20 Mei 1999 tentang Hak Uji Materiil, dalam pasal 2 ayat (4). Disebutkan

bahwa Gugatan diajukan dalam tenggang waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak

berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan, tetapi mengingat :

a. Mengandung unsur penyelewengan terhadap Undang-undang yang lebih tinggi

(Bertentangan dengan Undang-undang No. 6 tahun 1966 dan Undang-undang No 11

tahun 1969)

b. Merugikan seluruh Pensiunan Pegawai Negeri dan ABRI termasuk karyawan (PNS)

Mahkamah Agung, serta Calon Pensiunan sebesar masa Iuran (dalam bulan)

dikalikan 4.75 % dari gaji kotor (gaji pokok ditambah tunjangan isteri dan ditambah

tunjangan anak).

c. Bahwa dengan berlakunya tenggang waktu 180 hari sejak berlakunya Peraturan

Perundang-undangan yang akan diuji materiil, maka permasalahan tersebut tidak

mencerminkan keadilan. Dengan adanya ketentuan jangka waktu tersebut, maka

masyarakat mencari keadilan hanya memiliki batas waktu 180 hari untuk mengkaji

Hal 19 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


suatu peraturan perundangan, sedangkan sebagaimana kita ketahui bahwa tidak

semua masyarakat mengetahui dan memahami isi dari suatu peraturan perundangan.

Dengan berlakunya ketentuan mengenai batas waktu tersebut, maka terkesan bahwa

Mahkamah Agung Republik Indonesia membiarkan berlakunya peraturan-peraturan

perundang-undangan yang nota bene merugikan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan hal-hal yang telah PENGGUGAT uraikan diatas, maka kiranya Yth. Ketua

Mahkamah Agung Republik Indonesia berkenan untuk memeriksa dan menguji materi

KEPPRES RI No. 56 tahun 1974 “Juncto” KEPPRES RI NO 8 tahun 1977 yang

dikeluarkan TERGUGAT I dan KEPMENHANKAM RI NO : KEP/07/M/X/1983 dan

INSMENHANKAM RI NO : Ins/01/M/X/1983 yang dikeluarkan TERGUGAT II, serta

mengadili perkara gugatan ini dengan memutuskan :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

2. Mencabut/membatalkan atau setidak-tidaknya melakukan revisi terhadap :

a. KEPPRES RI Nomor 56 tahun 1974, tentang Pembagian, Pengunaan, Cara

Pemotongan, Penyetoran dan Besarnya Iuran-iuran yang dipungut dari Pegawai

Negeri, Pejabat Negara dan Penerima Pensiun.

b. KEPPRES RI Nomor 8 tahun 1977, tentang perubahan dan tambahan atas

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 tahun 1974.

c. Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan Nomor : KEP/07/M/X/1983 tentang

Pemgelolaan Iuran Dana Pensiun.

d. Instruksi Menteri Pertahanan Keamanan nomor : Ins/01/M/X/1983 tentang

Pengelolaan Dana Pensiun.

3. Mohon keadilan yang seadil-adilnya dan ditegakkannya hukum di Indonesia.

menimbang, untuk mendukung dalil-dalil tersebut, Penggugat telah mengajukan

bukti-bukti :

1. Keputusan Presiden RI Nomor : 56 tahun 1974, tanggal 10 Desember 1974

Hal 20 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


2. Keputusan Presiden RI Nomor : 8 tahun 1977, tanggal 1 maret 1977

3. Keputusan Presiden RI Nomor : KEP/07/M/X/1983, tanggal 18 Oktober 1983

4. Keputusan Presiden RI Nomor : Ins/01/M/X/1983 ditetapkan tanggal 21 Oktober

1983

Menimbang, gugatan tersebut telah diberiahukan kepada para Tergugat tanggal 4

Oktober 2000.

Menimbang, Tergugat I telah mengajukan jawaban sebagai berikut :

1. Penyerahan Jawaban Tergugat masih dalam tenggang waktu yang ditentukan:

Bahwa Jawaban Tergugat atas gugatan Hak Uji Materiil terhadap Keppres Nomor

56 tahun 1974 jo Keppres Nomor 8 tahun 1977, masih dalam tenggang waktu yang

ditentukan dalam ketentuan pasal 3 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor : 1

tahun 1999 tentang Hak Uji Materiil dengan penjelasan sebagai berikut :

a. Bahwa surat pemberitahuan dan penyerahan surat gugatan Hak Uji Materiil dari

Mahkamah Agung baru diterima Biro Hukum Sekretariat Negara pada awal

bulan Nopember 2000;

b. Bahwa Kuasa Presiden kepada Jaksa Agung ditandatangani pada tanggal 24

Nopember 2000 dan diterima di Kejaksaan Agung pada tanggal 29 Nopember

2000;

c. Kuasa Substitusi ditandatangani oleh Jaksa Agung pada tanggal 6 Desember

2000;

d. Pada tanggal 8 Desember 2000 JPN baru menerima Surat Kuasa Khusus dari

Jaksa Agung beserta pemberitahuan gugatan hak uji materiil.

Dengan demikian penyerahan Jawaban atas gugatan Penggugat pada tanggal 18

Desember 2000 masih dalam tenggang waktu 14 hari seperti yang disyaratkan oleh

pasal 3 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 1 tahun 1999 tentang Hak

Uji Materiil.

Hal 21 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


2. Gugatan Penggugat telah melampaui waktu 180 (seratus delapan pulu) hari.

a. Pasal 2 ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung R.I Nomor : 1 tahun 1999 tentang

Hak Uji Materiil menentukan bahwa :

“Gugatan diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak berlakunya peraturan

perundang-undangan yang bersangkutan.”

b. Bahwa Keppres Nomor : 56 tahun 1974 berlaku sejak tanggal 1 Januari 1975

dan Keppres Nomor : 8 tahun 1977 berlaku sejak tanggal 1 April 1977;

c. Bahwa gugatan Penggugat baru diterima pada tanggal 27 September 2000 dan

diregister pada Direktorat Tata Usaha Negara tanggal 4 Oktober 2000 dengan

Nomor Perkara : 10.G/HUM/Th.2000;

d. Bahwa apabila dihitung sejak berlakunya Keppres Nomor : 56 tahun 1974 dan

Keppres Nomor : 8 tahun 1977 tersebut sudah melampaui jangka waktu

sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 2 ayat 4 Peraturan Mahkamah Agung

R.I Nomor : 1 tahun 1977;

e. Bahwa dalam gugatan halaman : 17. Penggugat juga sudah menyadari bahwa

gugatannya diajukan sudah lewat waktu 180 hari, namun Penggugat tetap

mengajukannya.

3. Latar Belakang/kronologi terbitnya Keputusan Presiden Nomor : 56 tahun

1974 dan Keppres Nomor : 8 tahun 1977

1. Pungutan Iuran Pegawai Negeri pada mulanya diatur dalam :

a. Peraturan Pemerintah Nomor : 9 tahun 1963 tentang Pembelanjaan

Kesejahteraan Pegawai Negeri.

- Atas gaji pokok Pegawai Negeri tiap bulan diadaklan potongan 10% dari

gaji untuk usaha menambah kesejahteraan pegawai negeri;

- 7% dari potongan 10% tersebut diperuntukan bagi Tabungan dan

Asuransi Pegawai Negeri

Hal 22 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


- 3% dari potongan 10% tersebut diperuntukan dari Dana Kesejateraan

Pegawai Negeri.

b. Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun 1963 tentang Tabungan Asuransi

Pegawai Negeri, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1961 disebutkan:

- Peserta membayar 7% dari gaji pokok yang dipotong setiap bulan dari

gaji melalui daftar gaji dan disetor pada Bank Koperasi, Tani dan

Nelayan atas Rekening Taspen;

- Jumlah 7 % tersebut adalah sebagian dari jumlah potongan wajib

sebanyak 10% dari gaji pokok menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9

tahun 1963.

c. Peraturan Pemerintah Nomor : 13 tahun 1967 tentang Pembatalan dan

Perubahan Beberapa Peraturan tentang Pemberian Tunjangan Potongan

Wajib dan tentang Pengalaman Bekerja bagi Pegawai Negeri Sipil.

2. Pada tahun 1970 pungutan Iuran yang dipungut dari gaji pegawai negeri sipil

dan ABRI diatur dalam pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun

1970 tentang Pemberian Tunjangan Kerja bagi Pegawai Negeri dan pasal 2

Peraturan Pemerintah Nomor : 11 tahun 1975 tentang Pemberian Tunjangan

Kerja bagi anggota ABRI. Untuk pelaksanaannya ditetapkan Keppres Nomor :

22 tahun 1970 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran

dan Besarnya iuran-iuran yang dipungut dari Pegawai Negeri yang mulai

berlaku pada tanggal 1 April 1970.

Dalam pasal 2 Keppres Nomor : 22 tahun 1970 antara lain ditegaskan sebagai

berikut:

a. Untuk biaya usaha-usaha dalam bidang pemeliharaan kesejahteraan pegawai,

dari gaji pegawai negeri dipungut iuran sebesar 6%, 22% dari penghasilan

Hal 23 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


pegawai termaksud pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun

1970 dan pasal 1 ayat (3) PP Nomor :11 tahun 1970.

b. Perincian penggunaan iuran termaksud ayat (1) pasal ini adalah sebagai

berikut:

1. 3,89% untuk usaha pemeliharaan kesehatan Pegawai Negeri ;

2. 1,25% untuk usaha asuransi Pegawai Negeri;

3. 0.66% untuk bantuan sosial kepada Pegawai Negeri dalam menghadapi

peristiwa-peristiwa tertentu;

4. 0,42% untuk usaha Koperasi Pegawai Negeri.

3. pada tahun 1974 ditetapkan Keputusan Presiden Nomor : 56 tahun 1974 tentang

Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran dan Besarnya iuran-

iuran yang dipungut dari Pegawai Negeri, Pejabat Negara dan Penerima Pensiun

dan Keputusan Presiden Nomor : 8 tahun 1977 tentang Perubahan dan

Tambahan atas Keputusan Presiden Nomor : 56 tahun 1974 didasarkan kepada :

a. Undang-undang Nomor : 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian ;

b. Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1977 tentang Tunjangan Kerja Bagi

Pegawai Negeri dan Pejabat.

Dalam Keppres Nomor : 56 tahun 1974 menetapkan dari setiap Pegawai Negeri

dan Pejabat Negara dipungut iuran sebesar 10% dari penghasilan setiap bulan

dengan perincian sebagai berikut :

a. 4% untuk iuran dana pensiun;

b. 2 ¾ % untuk iuran pemeliharaan kesehatan;

c. 3¼ % untuk iuran tabungan hari tua dan perumahan;

Kemudian dalam pasal I Keppres Nomor : 8 tahun 1977 ditentukan penggunaan

iuran sebesar 10 % dengan rincian sebagai berikut :

a. 4 ¾ % untuk iuran dana pensiun ;

Hal 24 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


b. 2 % untuk iuran pemeliharaan kesehatan ;

c. 3 ¼ % untuk iuran tabungan hari tua dan perumahan.

4. Dasar hukum ditetapkannya Keppres Nomor : 56 tahun 1974 dan Keppres

Nomor : 8 tahun 1977.

a. Bahwa sesuai dengan konsideran mengingat, dasar hukum yang dipergunakan

Keppres Nomor : 56 tahun 1974 dan Keppres Nomor : 8 tahun 1977 adalah

sebagai berikut:

1) Undang-undang Nomor : 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian;

2) Peraturan Pemerintah Nomor : 41 tahun 1974 tentang Tunjangan Kerja bagi

Pegawai Negeri dan Pejabat Negara.

Hal ini menunjukkan bahwa Keppres a quo merupakan peraturan pelaksanaan

dari Undang-undang Nomor : 8 tahun 1974 dan PP Nomor : 41 tahun 1974.

b. Bahwa Keppres Nomor : 56 tahun 1974 dan Keppres Nomor : 8 tahun 1977

tidak mendasarkan pada ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Undang-

undang Nomor : 8 tahun 1974 antara lain :

1) Undang-undang Nomor : 6 tahun 1966 tentang Pemberian Pensiun dan

Tunjangan kepada Militer ;

2) Undang-undang Nomor : 11 tahun 1969 tentang Pensiunan Pegawai dan

Pensiunan Janda/Duda Pegawai ;

3) Peraturan Pemerintah Nomor : 9 tahun 1963 tentang Pembelanjaan Pegawai

Negeri ;

4) Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun 1963 tentang Tabungan dan

Asuransi Pegawai Negeri ;

5) Peraturan Pemerintah Nomor : 11 tahun 1963 tentang Dana Kesejahteraan

Pegawai;

Hal 25 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


dengan tidak dicantumkannya peraturan-peraturan tersebut dalam konsideran

mengimgat Undang-undang Nomor : 8 tahun 1974, maka ketentuan-ketentuan

tersebut tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang

Nomor : 8 tahun 1974 beserta seluruh peraturan pelaksanaannya.

c. Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian

juga telah mencabut ketentuan-ketentuan yang dijadikan dasar hukum dari

Peraturan Pemerintah Nomor : 11 tahun 1969, Peraturan Pemerintah Nomor : 9

tahun 1963 dan Peraturan Pemerintah Nomor : 10 tahun 1963, yaitu ketentuan-

ketentuan :

1) Undang-undang Nomor : 18 tahun 1965 tentang Ketentuan Pokok-pokok

Kepegawaian;

2) Undang-undang Nomor : 21 tahun 1952 tentang Menetapkan Undang-

undang Darurat tentang Pemberhentian Pegawai RIS;

3) Undang-undang Nomor : 28 tahun 1957 tentang Penetapan Undang-undang

Darurat Nomor 13 tahun 1957 tentang Penambahan Undang-undang Nomor

: 21 Tahun 1952

4) Undang-undang Nomor : 17 tahun 1961 tentang Perubahan Undang-undang

Nomor 21 tahun 1952 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai

Negeri Sipil.

Dengan dicabutnya beberapa ketentuan tersebut, maka jelas ketentuan yang

mengatur tentang iuran pungutan pegawai negeri dan ABRI yang tidak dicabut

masih berlaku sepanjang tidak bertentangan Undang-undang Nomor : 8 tahun

1974 beserta seluruh peraturan pelaksanaannya.

5. Persentasi Pungutan Iuran Pegawai Negeri dan ABRI.

a. Bahwa besarnya pungutan iuran Pegawai Negeri dan ABRI yang diatur dalam

Keppres Nomor : 56 tahun 1974 jo. Keppres Nomor : 8 tahun 1977, sebesar 10

Hal 26 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


% masih didasarkan kepada Peraturan Pemerintah Nomor : 9 tahun 1963 hanya

pembagiannya disesuaikan dengan Undang-undang Nomor : 8 tahun 1974 dan

Peraturan Pemerintah Nomor : 7 tahun 1977, yaitu :

• Pasal 10 Undang-undang Nomor : 9 tahun 1974 menetukan :

“Setiap pegawai negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah

ditentukan berhak atas pensiun”.

• Penjelasannya pasal 10 Undang-undang Nomor : 8 tahun 1974 menyatakan :

“……Karena pensiun bukan saja sebagai jaminan hari tua tetapi juga ada

sebagian balas jasa, maka pemerintah memberikan sumbangan kepada

pegawai negeri, iuran pensiun pegawai negeri dan sumbangan

pemerintah tersebut dikelola oleh badan asuransi sosial”.

• Berdasarkan pasal 2 dari Undang-undang Nomor : 8 tahun 1974 telah

ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor : 41 tahun 1974. Pasal 2

menentukan bahwa :

b. Bahwa persentasi pungutan iuran pegawai negeri yang didasarkan pada Keppres

: Nomor 56 tahun 1974 tidak berbeda dengan ketentuan sebelumnya hanya

rincian pengunaannya lebih detil dari yang telah ditetapkan oleh Peraturan

Pemerintah Nomor : 9 tahun 1963. sebagai bahan perbandingan dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1) Pengunaan potongan 10 % dari gaji pegawai menurut Peraturan Pemerintah

Nomor : 9 tahun 1963 adalah sebagai berikut :

- 7 % untuk tabungan dana asuransi ;

- 3 % untuk dana kesejahteraan pegawai;

2) Rincian penggunaan potongan 10 % dari gaji pegawai menurut Keppres

Nomor : 8 tahun 1977 menentukan sebagai berikut :

- 4 % untuk iuran dana pensiun ;

Hal 27 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


- 2 ¾ % untuk iuran pemeliharaan kesehatan ;
- 3 ¼ % untuk iuran tabungan hari tua dan perumahan ;
Pembagian pengunaan pemungutan iuran pegawai negeri menurut Keppres Nomor :
56 tahun 1974 jo. Keppres Nomor : 8 tahun 1977 merupakan pelaksanaan dari pasal
2 Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 dan pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor :
41 tahun 1974 yang menetukan bahwa dana pensiun pegawai negeri ditanggung
oleh pegawai negeri sendiri dan sumbangan pemerintah. Penggunaan dana pensiun
tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor: 26 tahun 1981 dan
pengelolaannya diserahkan pada PT. Taspen.
Menimbang. Bahwa Tergugat II tidak mengajukan jawaban.

TENTANG HUKUMNYA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Penggugat adalah sebagaimana tersebut


diatas ;
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan substansi gugatan keberatan
yang diajukan, maka terlebih dahulu perlu dipertimbangkan apakah gugatan keberatan
yang diajukan tersebut masih dalam tenggang waktu yang ditentukan pasal 5 ayat (4)
Peraturan Mahakamah Agung No : 01 tahun 1999, sebagai aturan dasarnya.
Menimbang, bahwa menurut ketentuan pasal 5 ayat (4) Ketua Mahkamah Agung
No. 01 tahun 1999, gugatan keberatan Hak Uji Materiil diajukan dalam tenggang waktu
180 (seratus delapan puluh) hari sejak ditetapkan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
Menimbang, bahwa (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 56
tahun 1974 ditetapkan tanggal 10 Desember 1974, (2) Keputusan Presiden RI No : 8
tahun 1977 ditetapkan tanggal 1 maret 1977, (3) ) Keputusan Menhankam No.
KEP/07/M/X/1983 ditetapkan tanggal 18 Oktober 1983, (4) Instruksi Menhankam No :
Ins/01/M/X/1983 ditetapkan tanggal 21 Oktober 1983, sedangkan gugatan didaftar di
Kepaniteraan Mahkamah agung tanggal 27 September 2000, dengan demikian gugatan
Penggugat tersebut telah melewati tenggang waktu 180 (seratus delapan puluh) hari
sebagaimana ditentukan pasal 5 ayat (4) PERMA No. 1 tahun 1999
Menimbang, bahwa oleh karena itu gugatan Penggugat haruslah ditolak ;
Menimbang, bahwa karena gugatan ditolak, maka Penggugat dihukum
membayar biaya perkara ini;

Hal 28 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000


Memperhatikan Undang-undang No. 4 tahun 2004, Undang-undang No. 14
tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 5 tahun 2004,
PERMA No. 1 tahun 1999 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.

M E N G A D I L I
Menolak gugatan Hak Uji Materiil Penggugat : Brigjen (Purn) Agus Permana
tersebut untuk seluruhnya.

Menghukum Penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp. 250.000 (dua ratus
lima puluh ribu rupiah)
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung
pada hari: SENIN, TANGGAL 30 JUNI 2008 oleh Prof. DR.H. Ahmad Sukardja SH.
Hakim Agung yang di tetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis,
Widayatno Sastrohardjono, SH.MSc. dan H. Imam Soebechi, SH.MH Hakim-Hakim
Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh
Ketua Majelis tersebut, dengan dihadiri oleh Widayatno Sastrohardjono, SH.MSc dan
H. Imam Soebechi, SH.MH Hakim-Hakim Anggota tersebut, dan Benar Sihombing,
SH.MH. sebagai penitera pengganti dengan tidak dihadiri oleh kedua belah pihak.

Hakim – Hakim Anggota : K e t u a :


ttd. ttd.
Widayatno Sastrohardjono, SH.MSc Prof. DR.H. Ahmad Sukardja SH.
ttd.
H. Imam Soebechi, SH.MH
Panitera Pengganti :
ttd.
Benar Sihombing, SH.MH
Biaya-biaya :
1.Meterai …………….. Rp. 6.000,-
2.Redaksi …………….. Rp. 1.000,-
3.Administrasi HUM Rp. 243.000,-
Jumlah ………… RP. 250.000,-

Untuk Salinan
Mahkamah Agung
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara

A S H A D I, SH
NIP. 220.000.754

Hal 29 dari 29 hal. Put. No. 10 G/HUM/2000

You might also like