Professional Documents
Culture Documents
1
Redaksi
Teks dan
Redaksi : Edgar Wagner, Ketua Bidang Ilmu Pengetahuan Parlemen Negara
Bagian
Landtag di internet:
http://www.Landtag.Rheinland-Palz.de
2
“DEMOKRASI AKAN KITA MILIKI,
JIKA KITA MENGGENGGAMNYA”
3
DAFTAR ISI
Prakata
Anggota Parlemen 56
4
Prakata
Apa yang dapat dan harus dilakukan untuk mengatasi masalah ini? Buku saku ini
akan memberikan sedikit masukan. Tujuan buku ini adalah memberi rangsangan
berpikir tentang demokrasi, parlemen dan anggotanya, serta untuk merenungi apa
yang dapat disumbangkan oleh setiap individu agar demokrasi semakin kuat.
Karena demokrasi harus terus dijaga.
Pertanyaan tentang apakah kita telah memiliki demokrasi, dijawab oleh Benjamin
Franklin setelah musyawarah tentang konstitusi pada 1787: “Kita memiliki demokrasi
jika kita menggenggamnya.”
Christoph Grimm
Ketua Parlemen Negara Bagian Rheinland-Pfalz
5
DEMOKRASI SEBAGAI BENTUK NEGARA
1. RUMITNYA DEMOKRASI
Demokrasi adalah bentuk negara yang sulit. Yang pernah berpartisipasi dalam
pemilihan anggota Parlemen Federal atau Parlemen Negara Bagian tahu betapa
rumitnya demokrasi. Konon, suara kedua lebih penting dari suara pertama. Lalu,kita
tahu bahwa di samping mandat, yang ada pula apa yang disebut dengan Überhang-
dan Ausgleichsmandat (mandat tambahan dan mandat penyeimbang). Selain itu,
bagi partai penting sekali untuk melewati klausul 5% demi “kelangsungan hidup”
mereka.
Ahli politik Theodor Eschenburg dalam wawancaranya dengan surat kabar ZEIT
menjabarkan mengapa demokrasi itu begitu rumit:
“Jika saya menghendaki kebebasan maka saya harus tahu cara mengorganisirnya.
Jika saya tidak lagi menghendaki sistem kerajaan dan kebangsawanan di mana
hanya tiga atau empat atau lima orang yang bermufakat, tetapi menghendaki sistem
demokrasi, maka itu artinya, mau tidak mau saya harus membangun sistem atau
konstruksi yang rumit. Begitu ada lebih dari 100 orang yang berpartisipasi dalam
sebuah musyawarah, saya harus mengorganisasikannya.”
Jadi, kita harus “menjelaskan” dulu apa itu demokrasi. Karena hanya yang tahu
demokrasi dan cara fungsinya sajalah yang akan mengenali nilai demokrasi,
mendukungnya serta mengorganisasikannya, dan bahkan mungkin
memperjuangkannya.
Kita buka halaman pertama: Negara Jerman adalah negara federasi yang
demokratis dan Rheinland-Pfalz adalah negara bagian Jerman yang demokratis,
demikian tertulis dalam UUD atau Konstitusi negara bagian. Tetapi, apa itu negara
6
demokratis dan apa artinya demokrasi? Ternyata demokrasi tidak hanya rumit tetapi
juga memiliki sangat banyak sudut pandang seperti yang ditunjukkan kutipan-kutipan
berikut ini:
“Demokrasi adalah kekuasaan rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.”
Abraham Lincoln
“Demokrasi tidak lain adalah membiarkan orang berbicara dan memiliki kemampuan
untuk mendengar.’
Heinrich Brüning
“Demokrasi berangkat dari pandangan bahwa melalui adu gagasan pada akhirnya
orang akan mendapatkan sesuatu yang sangat dekat dengan kenyataan.”
Hanry Kissinger
“Tentu saja keliru menganggap bahwa dengan demokrasi semua kehendak rakyat
dapat dipenuhi. Namun, manakala kita melihat upaya untuk membuat keputusan
menyangkut kepentingan yang berbeda tidak lagi dengan pisau dan pistol
(baca:kekerasan) melainkan melalui pemungutan suara, maka itu adalah proses
yang lebih manusiawi dan beradab.”
Robert Musil
“Demokrasi bukan berarti memilih yang terbaik untuk berkuasa dan menjalankan
politik yang terbaik, tetapi demokrasi adalah kesempatan untuk meninggalkan
pertumpahan darah dalam perebutan kekuasaan”
Karl Popper
7
“Dalam demokrasi setiap orang boleh berkata apa yang ia pikirkan – meskipun ia
tidak dapat berpikir.”
Peter Bamm
“Demokrasi tidak boleh terlalu berlebihan – sehingga dalam keluarga pun harus ada
voting siapa yang menjadi bapak.”
Willy Brandt
Jadi, demokrasi itu memiliki banyak sudut pandang dan rumit, tapi apa intinya?
Terjemahan kata “demokrasi” yang berasal dari bahasa Yunani itu berarti
“kekuasaan rakyat”. Seperti yang termaktub dalam konstitusi negara bagian kita,
kekuasaan negara bukan terletak di tangan individu (seperti dalam sistem monarki)
atau kelompok (seperti dalam sistem aristokrat), melainkan seluruhnya di tangan
rakyat. Dan “seluruh kekuasaan negara berasal dari rakyat”. Demikian disebutkan
dalam UUD. “Namun – demikian pertanyaan Bertolt Brecht – “ke mana arah
demokrasi itu?”
Ada pandangan yang berangkat dari idealisme penentuan nasib sendiri secara tak
terbatas, dan sejalan dengan itu terbentuknya pemerintahan sendiri oleh rakyat.
Pandangan ini menyebabkan munculnya istilah demokrasi langsung di mana rakyat
menentukan nasib sendiri dan karena itu tidak membutuhkan perwakilan. Namun
demokrasi dalam bentuk “murni” langsung ini tidak ada. Karena setiap organisasi –
juga sebuah negara – hanya dapat berfungsi jika memiliki pimpinan. Karena itu,
rakyat hanya bisa berkuasa jika ada pimpinan. Apabila pimpinan itu tidak ada dan
karenanya semua merasa berwenang untuk semua hal, mungkin pada akhirnya
tidak ada lagi orang yang bertanggung jawab. Ini khususnya berlaku di negara-
negara modern yang memiliki wilayah luas di mana rakyat tidak lagi dapat
dikumpulkan di lapangan untuk memberikan suaranya seperti ketika di Athena klasik
dulu.
Karena itu, sistem demokrasi yang ada sekarang bukanlah demokrasi langsung,
melainkan demokrasi tidak langsung, yang artinya demokrasi perwakilan. Seperti
yang berlaku di Republik Federal Jerman dan juga di Rheinland-Pfalz. Dalam
8
demokrasi perwakilan, kekuasaan negara dijalankan oleh para wakil rakyat yang
dipilih rakyat untuk masa jabatan tertentu. Para wakil ini bertanggung jawab
terhadap rakyat dan wajib memberikan pertanggungjawaban dan pada akhir masa
jabatan dapat dipilih kembali.
Titik tolak demokrasi perwakilan adalah pemilihan wakil rakyat oleh rakyat. Oleh
karena itu, hak dasar politik yang paling penting untuk rakyat adalah hak pilih. Hak
ini mencakup hak memilih dan dipilih. Yang pertama merupakan hak pilih aktif,
sedangkan yang lainnya hak pilih pasif.
Yang berhak memilih dalam pemilihan anggota Parlemen Negara Bagian Rheinland-
Pfalz adalah semua warga Jerman yang telah genap berusia 18 tahun dan
setidaknya sejak tiga bulan menetap di Rheinland-Pfalz. Pemilih memiliki dua suara.
Dengan suara pertama dipilih 51 anggota parlemen dari daerah pemilihan
(Wahlkreisabgeordnete) di 51 daerah pemilihan. Namun yang menjadi tolok ukur
hasil pemilihan bagi sebuah partai adalah suara kedua. Suara kedua diberikan untuk
memilih calon melalui daftar negara bagian atau wilayah. Suara kedua inilah yang
nantinya menentukan berapa banyak mandat dari 101 kursi Parlemen Negara
Bagian yang tersedia diperoleh oleh setiap partai. Jika sebuah partai misalnya
memenangi 30 dari 51 mandat/kursi dari daerah pemilihan, namun setelah
penghitungan hasil suara kedua ia memperoleh 40 kursi, maka itu berarti 10 kursi
tambahan diberikan melalui pemilihan calon per daftar negara bagian atau wilayah.
9
Pada pemilihan anggota Parlemen Negara Bagian tahun 1996 lalu SPD meraih
39,8% dari suara kedua, CDU 38,7%, F.D.P. 8,9% dan fraksi BÜNDNIS 90/DIE
GRÜNEN 6,9%. 5,7% diraih oleh partai-partai lain atau tidak berlaku/sah.
Demokrasi perwakilan bukan berarti bahwa rakyat hanya memiliki hak untuk memilih
wakilnya dan kemudian pada akhir masa jabatan mendemisionerkannya. Kalau
begitu adanya mungkin tidak ada peristiwa penting di antara masa pemilihan itu.
Padahal kenyataannya lain. Rakyat memiliki serangkaian kemungkinan untuk
berpartisipasi. Termasuk di dalamnya hak untuk mengajukan proses referendum
(Volksbegehren) dan hak untuk mengeluarkan UU melalui referendum. Hak ini
dimiliki setiap warga di semua negara bagian, tapi tidak di tingkat federal. Untuk
tingkat federal masih terjadi perdebatan apakah rakyat mampu membuat keputusan
– misalnya tentang reformasi pajak, uang pensiun atau kesehatan.
Ada yang berpendapat rakyat tidak mampu melakukannya. Rakyat “tidak memiliki
pengetahuan untuk itu dan terlalu menonjolkan sisi emosinya.” Oleh karena itu,
pengajuan dilakukannya referendum dan pelaksanaan referendum itu sendiri
merupakan “bonus untuk setiap penghasut” (Theodor Heuss). Akhirnya kekuasaan
jatuh di tangan mereka yang merumuskan permasalahan rakyat. Rakyat hanya
dapat menjawab dengan “ya” atau “tidak”.
Sementara yang lain berpendapat bahwa rakyat sama baiknya, sama matangnya
dengan para wakil rakyat, dan karenanya mampu membuat keputusan tentang
masalah-masalah penting. Heribert Prantl, seorang wartawan, mengemukakan
alasan untuk masalah ini dalam surat kabar Süddeutsche seperti berikut:
“Di Timur rakyat kita telah meruntuhkan rezim diktatur. Tapi, barang siapa yang
sudah cukup dewasa menuntun negara dari sistem sosialis ke demokrasi, maka ia
tidak boleh membiarkan dirinya dikritik kurang matang. Dan siapa yang mampu,
seperti mereka di wilayah barat, mengajarkan kepada wakil-wakil mereka untuk
memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan, maka ia cukup matang untuk sekali-
kali mengeluarkan pendapatnya dalam sebuah referendum.”
10
Pandangan mana yang benar? Ada alasan yang sama kuatnya untuk kedua
pandangan tersebut. Apabila pengajuan referendum dan proses referendum ingin
diterapkan di tingkat federal, maka perlu perubahan UUD. Sebaliknya, dalam
konstitusi negara bagian Rheinland-Pfalz, plebisit seperti ini telah diantisipasi tetapi
dengan syarat yang cukup rumit. Pengajuan referendum harus didukung oleh
seperlima dari jumlah yang berhak memilih, atau dukungan dari sekitar 600.000
warga. Ini belum pernah berhasil sejak berdirinya negara bagian Rheinland-Pfalz.
Karena itu ada usulan untuk menurunkan kuorum ini, yakni menjadi sepersepuluh
dari total jumlah yang berhak memilih atau sekitar 300.000 warga.
Oleh karena itu, tatanan kehidupan politik di tingkat daerah di wilayah negara bagian
Rheinland-Pfalz memberikan serangkaian kemungkinan bagi warganya untuk
berpartisipasi. Di antaranya pemilihan orang-orang yang akan memilih kepala
kampung, lurah, walikota dan camat. Dengan cara ini para pemilih di Rheinland-
Pfalz dapat menentukan sendiri siapa yang menjadi pemimpin di desa, di kota atau
di daerah mereka. Hak berpartisipasi ini dilengkapi dengan beberapa kemungkinan
lain yang diatur dalam peraturan daerah negara bagian Rheinland-Pfalz, misalnya
permohonan penduduk, pengajuan referendum dan pelaksanaan referendum.
Tanggapan warga cukup baik. Ini dibuktikan dengan bertambahnya jumlah
pengajuan referendum dan pelaksanaan referendum dan juga tingginya tingkat
partisipasi dalam voting.
11
penentuan keputusan politik. Misalnya dengan membentuk apa yang disebut dengan
parlemen anak-anak dan remaja. Selain itu juga ada proyek-proyek tersendiri di
mana anak-anak dan remaja lebih diberikan peluang untuk berpartisipasi. Juga
tuntutan untuk memberikan hak pilih bagi remaja yang telah berusia 16 tahun untuk
memilih dewan desa atau dewan kota bertujuan meningkatkan partisipasi remaja.
Ekspresi “kekuasaan rakyat” secara langsung itu tidak hanya berupa pembuatan UU
oleh rakyat (plebisit) dan partisipasi warga dalam penentuan keputusan-keputusan
politik yang lain. Tapi juga bisa berbentuk LSM-LSM, protes rakyat dan demonstrasi.
Ekspresi-ekspresi ini tidak lain daripada bagian dari cikal bakal demokrasi langsung.
Faktor yang tak kalah pentingnya adalah kebebasan berpendapat dan informasi.
Kebebasan berpendapat dan informasi memungkinkan setiap individu untuk
berpartisipasi dalam proses pembentukan kehendak dan opini publik, dan dengan
demikian dapat ‘berdiskusi’ dengan politisi. Intinya ada komunikasi antara politisi dan
warga. Dalam konteks ini, demokrasi adalah juga demokrasi komunikatif.
Idealnya komunikasi antara warga dan politisi dapat berupa proses yang terus
menerus. Namun dialog antara kedua pihak seringkali tidak berfungsi. Banyak
warga yang tidak punya waktu untuk mengurus masalah yang menyangkut orang
banyak. Sementara yang lainnya tidak berminat dan sisanya memilih diam karena
mereka tidak didengar dalam urusan partai politik.
Tapi ini bukan berarti bahwa dialog antara politisi di satu pihak dan rakyat di pihak
lain untuk sementara tidak ada atau bahkan terhenti sama sekali. Faktanya,
2.150.000 warga telah memberikan suara mereka pada pemilihan anggota parlemen
negara bagian yang lalu. Dan lebih dari 130.000 warga di Rheinland-Pflaz menjadi
anggota parpol dan 700.000 orang menduduki jabatan kehormatan.
12
8. DEMOKRASI PERWAKILAN ADALAH DEMOKRASI PARTAI
Penghubung yang paling penting antara rakyat dengan wakil mereka adalah partai
politik. Di satu pihak parpol harus mengakomodir keinginan dan penderitaan warga
atau pemilihnya, di pihak lain mereka juga harus menyampaikan usulan partai dalam
rangka melibatkan warga dalam pembentukan kehendak politik. Demokrasi
perwakilan tidak dapat berfungsi tanpa partai politik. Demikian pendapat Friedrich
Naumann ketika ia mengatakan bahwa “tidak ada gagasan politik yang dapat
berhasil tanpa organisasi”.
Masalahnya hanyalah apakah partai mampu memenuhi tugas ini secara memadai.
Banyak orang meragukan hal tersebut. Mantan Presiden Federal Richard von
Weizsäcker telah mengritisi partai pada 1985 dan beberapa tahun kemudian surat
kabar Frankfurter Allgemeine melakukan hal yang sama di mana dalam edisi
tertanggal 3 September 1992 tertulis:
“Tidak ada sudut yang tidak terjamah kekuasaan partai. Jangkauan kekuasaan
mereka mulai dari tingkat atas di parlemen hingga organisasi-organisasi kecil untuk
karneval sekalipun. Partai memiliki kekuasaan, namun tidak tahu lagi bagaimana
menjalaninya secara bertanggung jawab. Kesejahteraan dipersempit hanya untuk
kepentingan kelompok mereka, semata-mata untuk kepentingan pribadi.”
Bahkan ada yang mengritik lebih ekstrim dengan menggunakan istilah “politik
eksploitasi oleh partai”, “patronase jabatan” dan “KKN”. Istilah
“Parteienverdrossenheit” (skeptis terhadap kinerja partai) menjadi terkenal. Dalam
studi remaja oleh lembaga Shell disebutkan:
“Dari studi kami tampak bahwa kepercayaan yang relatif paling kecil ditunjukkan
remaja terhadap institusi-institusi politik klasik. Dan yang paling tidak dipercayai
adalah partai politik.”
Hasil studi ini cukup mengkhawatirkan. Karena berfungsi atau tidaknya demokrasi
perwakilan sangat tergantung pada fungsi partai. Krisis partai akan menjadi krisis
demokrasi jika tidak ada koreksi terhadap kesalahan-kesalahan yang terjadi. Tapi
bagaimana cara mengoreksinya? Ada yang berpendapat bahwa koreksi itu dapat
dilakukan dalam proses pemilihan calon utama dan dengan cara jajak pendapat
13
anggota partai. Yang lain beranggapan perlu dilakukan pembaharuan partai dari
“pihak luar”, dari apa yang disebut dengan “Seiteneinsteiger” (orang luar yang
menjadi anggota partai dan menduduki posisi berpengaruh). Sementara yang lain
menghimbau dilakukannya pemilihan kepala negara bagian (perdana menteri) oleh
rakyat, dan bukan oleh “partai di parlemen”. Terlepas dari segala kritik jelaslah
bahwa tanpa partai tidak ada demokrasi.
Pada 1919 sosiolog Max Weber berpendapat bahwa seorang pemimpin harus
memiliki sifat-sifat berikut: “gairah, rasa tanggung jawab dan pandangan tajam”. Ada
yang beranggapan bahwa kategori tersebut dewasa ini tidak lagi memadai untuk
menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh para pimpinan politik dalam
demokrasi modern. Dalam surat kabar Neue Züriche edisi 18 Desember 1989
dimuat artikel yang membahas makna pimpinan politik di sebuah negara demokrasi
dewasa ini:
“memiliki semangat tanpa harus mengorbankan diri untuknya, mengamati arus dasar
intelektual dan mental secara peka, teguh dalam tujuan, fleksibel dalam memilih
cara untuk mencapai tujuan tersebut, mengedepankan kesejahteraan orang banyak
daripada kepentingan kelompok dan berjuang untuk mewujudkan semua itu bagi
masyarakat banyak.”
Kutipan di atas menunjukkan bahwa sejak masa Max Weber ada satu sifat
kepemimpinan yang semakin diperhatikan, yakni keterampilan berkomunikasi
(komunikative Kompetenz). Tapi sifat ini hanya rangkaian dari sifat-sifat lain.
Kepemimpinan dalam demokrasi komunikatif tidak mungkin terjadi tanpa kekuatan
keyakinan (Überzeugungsmacht) dan kemampuan presentasi (Darstellungskraft).
14
Namun, apakah media akan membiarkan jalannya kepemimpinan tanpa
pengaruhnya? Atau apakah media memicu kecenderungan para politisi untuk tidak
membuat keputusan berdasarkan inti masalah, melainkan merujuk pada keinginan
media? Memang, memimpin tidak menjadi lebih mudah.
Komunikasi politik dewasa ini tidak akan mungkin terjadi tanpa keberadaan media
massa. Pada umumnya, pemerintah, parlemen, partai dan serikat-serikat pekerja
menjangkau masyarakat atau anggota mereka hanya melalui surat kabar, majalah,
radio dan televisi. Karena itu, sekarang ini media massa memiliki tugas-tugas seperti
berikut:
- menyebarkan informasi secara lengkap, objektif dan semudah mungkin;
- membantu membentuk opini masyarakat dengan menyajikan masalah dan
konteks politik yang rumit secara jelas serta mengomentari peristiwa-peristiwa
politik.
- mengawasi keputusan institusi-institusi politik dan perilaku pejabat serta mengritik
keadaan yang tidak sesuai dengan peraturan.
Media dianggap belum berhasil memberikan kepuasan bagi semua pihak dalam
menyajikan informasi dan membentuk opini publik serta melaksanakan tugas
pengawasan terhadap parlemen dan pemerintah negara bagian. Media khususnya
dikritik karena:
- cenderung menyederhanakan informasi,
- mendramatisir peristiwa-peristiwa sepele,
-membuat masalah-masalah objektif menjadi urusan pribadi seseorang
(personalisasi masalah objektif),
- membesar-besarkan topik tertentu untuk jangka waktu yang pendek dan
kemudian membiarkannya hilang sama sekali.
15
Terlepas dari kritik ini, perlu diingat bahwa media yang bebas sangat dibutuhkan
oleh demokrasi.
Akan tetapi, isu yang semakin sering didiskusikan adalah apakah fakta tersebut di
atas dapat berubah mengingat semakin majunya kondisi teknologi informasi dewasa
ini. Ada yang menganggap – seperti wakil presiden Amerika Serikat Al Gore –
sebuah “Athena modern” sudah bisa diterapkan, sementara yang lain
mengharapkan adanya upaya memperbanyak kemungkinan untuk berpartisipasi
bagi warga.
Yang pasti adalah bahwa para ahli politik dan spesialis komputer sedang
mengupayakan suatu perangkat lunak demokrasi (Demokratie-Software) yang
berfungsi sebagai alat bantu, misalnya dalam pelaksanaan voting tentang masalah
“pembangunan wilayah timur”, reformasi pensiunan dan pajak serta kebijakan
tentang suaka politik. Artinya, demokrasi elektronik itu sama dengan plebisit dengan
cara mengklik mouse komputer.
Oleh karena itu, prasyarat pelaksanaan voting melalui komputer ini adalah adanya
akses internet bagi semua pemilih, dan bukan hanya dimiliki oleh 4% dari penduduk
seperti yang ada sekarang ini. Syarat lain adalah bahwa setiap pemilih tidak hanya
memperhatikan kepentingannya, tetapi juga kepentingan umum dan minoritas.
Bahkan kalau persyaratan ini telah terpenuhi, tidak mungkin pengambilan semua
keputusan yang selama ini menjadi hak parlemen dan pemerintah diserahkan
kepada warga, karena, tentu saja, nanti akan ada terlalu banyak keputusan yang
berbeda.
16
yang mengarah kepada penerapan komunikasi elektronik ini ditampilkan melalui
presentasi internet parlemen. Parlemen Negara Bagian Rheinland-Pfalz juga
memiliki homepage di internet sejak Maret 1998 (http://www.landtag.rheinland-
pfalz.de)
Keraguan adalah bagian dari demokrasi, termasuk keraguan terhadap diri sendiri.
“Andaikata ada rakyat para dewa, maka mereka akan memerintah secara
demokratis. Tapi bentuk negara seperti ini tidak cocok untuk manusia”.
Demikian kata Rousseau lebih dari 250 tahun yang lalu, dan Kant kemudian
menjelaskan alasannya:
Dengan latar belakang gambaran ini, tidaklah mengherankan apabila setelah tahun
1989 yang merupakan tahun kemenangan demokrasi di hampir seluruh dunia itu
keraguan akan demokrasi tidak berkurang melainkan meningkat. Muncul pertanyaan
yang semakin mendesak, yakni apakah demokrasi mampu mengatasi masalah
zaman sekarang seperti pengangguran massal, kejahatan terorganisasi dan
terorisme, serta apakah ia mampu menghadapi bahaya yang misalnya timbul dari
globalisasi dan perusahaan-perusahaan dunia. Fenomena ini disebut “krisis
demokrasi”. Bagi beberapa orang, itu bahkan berarti “akhir demokrasi” ada di depan
mata.
Prediksi ini tidak muncul begitu saja. Ia perlu diperhatikan dan dicari solusinya. Ada
cukup pendekatan untuk itu. Ada yang mengusulkan diterapkannya “budaya
partisipasi masyarakat”, ada yang menginginkan proses plebisit, dan yang lain
berupaya untuk mengembangkan demokrasi perwakilan agar mampu beradaptasi
dengan masalah yang semakin bertambah. Intinya, mereka ini mengembangkan
konsep-konsep baru demokrasi. Salah satunya adalah konsep yang disebut dengan
demokrasi multi parlemen (mehrspurige Demokratie). Artinya, satu parlemen yang
berwenang untuk semua masalah digantikan dengan beberapa parlemen yang
memiliki tugas masing-masing. Komposisi dan masa jabatan anggotanya diatur
17
sesuai dengan tugas mereka masing-masing. Dengan demikian demokrasi universal
digantikan dengan demokrasi terkotak-kotak (Spartendemokrasi).
“Demokrasi adalah sistem pemerintahan terburuk di dunia – tapi tidak ada yang lebih
baik darinya.”
1. DEMOKRASI PARLEMENTER
Landtag adalah perwakilan rakyat di negara bagian. Karena ia terdiri dari – seperti
yang tertulis dalam konstitusi negara bagian – anggota yang dipilih oleh rakyat.
Landtag juga “jantung demokrasi”. Karena asas demokrasi untuk semua lembaga
pemerintah yang lain berasal dari Landtag. Hal ini khususnya berlaku untuk
pemerintah yang terdiri dari perdana menteri dan menteri-menteri serta yang
bertanggung jawab terhadap kepemimpinan pemerintah dan terhadap berfungsinya
penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan aturan.
Lawan dari sistem parlementer ini adalah sistem demokrasi presidensil. Contohnya
yang diterapkan di Amerika Serikat. Di sana presiden dan pemerintahannya tidak
membutuhkan kepercayaan parlemen. Selain itu dalam sistem presidensil ini dalam
konstitusi diatur bahwa anggota pemerintah tidak boleh merangkap sebagai anggota
parlemen.
18
2. HILANGNYA WEWENANG DAN MAKNA PARLEMEN
Parlemen pernah mengalami masa-masa yang lebih baik. Namun dewasa ini
lembaga ini kehilangan pengaruh dan kekuasaan. Alasannya bermacam-macam,
ada dua alasan yang penting: alasan pertama berkaitan dengan Uni Eropa yang
mengambil alih wewenang federal dan negara bagian. Karena itu petani yang
melakukan protes tidak lagi mendatangi menteri pertanian dan anggota parlemen,
melainkan langsung kepada Uni Eropa yang bertanggung jawab untuk mereka.
“Sistem parlementer dan perwakilan semakin tertindih oleh adanya pakta (koalisi)
partai. Dan semakin besar pengaruh kesepakatan koalisi dalam menetapkan
program pemerintah sebelum terbentuknya parlemen, maka semakin berkurang pula
fungsi anggota parlemen terpilih. Konsekuensinya adalah parlemen berubah menjadi
suatu lembaga yang tidak indenpenden yang berfungsi membantu partai. “
Ini terjadi dalam Bundestag (Parlemen Federal) dan terlebih lagi di Lanadtag atau
parlemen negara bagian karena dengan dibuatnya keputusan dalam perjanjian
koalisi itu Bundestag dan Landtag semakin ‘terpinggirkan’. Akibatnya parlemen
hanya bisa memahami apa yang telah “ditetapkan” sebelumnya oleh para perdana
menteri, contohnya untuk kasus besarnya biaya siaran radio.
19
yang memilih jabatan tertentu (Wahlfunktion). Parlemen misalnya harus memilih
perdana menteri, sebagian dari hakim konstitusi, ketua Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) dan pejabat untuk urusan perlindungan data.
Fungsi yang lain adalah pembuatan undang-undang. Karena Landtag juga bertugas
memusyawarahkan dan menetapkan undang-undang negara bagian. Meskipun
jumlah UU yang ditetapkan oleh Landtag sekarang semakin berkurang dibandingkan
dengan dulu (267 UU pada legislatur pertama – artinya antara 1947 dan1951 – dan
hanya 48 UU pada paruh pertama legislatur ke-13, yakni antara tahun 1996 dan
1998). Untuk sebagian besar bidang kehidupan telah ada UU –nya. Sementara
untuk hal-hal baru yang harus ditentukan melalui UU biasanya ditetapkan oleh Uni
Eropa. Sementara untuk wewenang yang masih tersisa bagi parlemen tidak
digunakan untuk membuat UU, karena ada pemahaman bahwa adanya lebih banyak
UU tidak otomatis membuat demokrasi menjadi lebih baik. Jadi saat ini untuk hal-hal
tertentu tidak ditetapkan lagi UU yang dulu mungkin biasa dilakukan.
Dengan berkurangnya wewenang parlemen ini ada fungsi yang lain yang semakin
mencuat, misalnya fungsi pengawasan penyelengaraan pemerintahan. Landtag
bertugas mempertanyakan kebijakan pemerintah negara bagian dan mengoreksinya
dan memeriksa apakah dalam prosedur penentuan kebijakan tersebut terjadi
kesalahan atau tidak. Untuk melaksanakan fungsi ini Landtag memiliki berbagai
kemungkinan pengawasan. Pemerintah harus bersedia untuk memberikan laporan
atau jawaban, juga dalam komisi-komisi. Untuk kasus-kasus tertentu Landtag
bahkan dapat membuat perilaku pemerintah negara bagian sebagai bahan yang
akan ditelaah oleh komisi pemeriksa dari parlemen.
“Biasanya pengawasan oleh oposisi yang terbuka itu tidak efisien, dan pengawasan
yang efisien oleh fraksi mayoritas itu biasanya tidak terlihat di muka umum
(tertutup).”
20
Yang termasuk hak-hak istimewa Landtag adalah hak APBD, artinya pengesahan
anggaran belanja negara. Karena yang menentukan apakah dan berapa jumlah
uang yang harus disediakan untuk pengeluaran adalah para anggota parlemen.
Mereka menetapkan UU anggaran belanja yang biasanya diajukan oleh pemerintah
negara bagian setiap dua tahun sekali. Parlemen juga mengawasi apakah UU
tersebut dijalankan dengan benar oleh pemerintah negara bagian.
Fungsi sentral lain Landtag adalah fungsi artikulasi atau fungsi publik (Artikulations-
bzw. Öffentlichkeitsfunktion). Parlemen merupakan forum umum dalam
pemerintahan. Kalau kekuasaan kedua dan ketiga – maksudnya eksekutif dan
yudikatif – tidak membuat keputusan secara terbuka, Landtag sebaliknya: lembaga
ini bermusyawarah dan membuat keputusan secara terbuka. Ini dimaksudkan agar
warga juga dapat membentuk pendapatnya tentang apa yang sedang dibahas di
parlemen. Karena itu para anggota parlemen “perlu berpidato hingga terdengar oleh
publik”. Carlo Schmid, salah satu bapak UUD, menyatakan:
“Sayangnya masanya telah berlalu, padahal dulu sebuah pidato yang bersemangat
dan berisi dapat menyentuh seorang anggota parlemen dan kemudian
mempengaruhi mayoritas di parlemen. Kenapa pidato harus demikian banyak dan
panjang? Pidato itu gunanya untuk menyajikan alasan bagi warga atas sikap
parlemen. Dan itu harus dilakukan karena kalau tidak, bagaimana pemilih akan tahu
siapa dari partai mana yang akan dia pilih pada pemilihan selanjutnya? Karena itu
para anggota parlemen memang perlu bicara lantang agar tendengar oleh publik.”
Pemberitaan media tentang rapat-rapat paripurna dan komisi cenderung sedikit dan
rating penonton untuk penayangan langsung rapat-rapat paripurna terhitung kecil.
Ada beberapa alasan untuk ini. Landtag seringkali tidak mengurus topik-topik yang
diminati media dan tidak jarang debat-debat yang diadakan di Landtag sudah basi.
Artinya, topik itu telah dibahas atau telah ada keputusan tentangnya sehingga sudah
diketahui umum.
Meskipun demikian fungsi publik Landtag tetap punya arti yang penting. Karena
fungsi itu bertujuan pada komunikasi politik antara rakyat dan wakilnya (bandingkan
hal. 18).
21
4. BATAS KEWENANGAN LANDTAG
Untuk setiap fungsi atau tugas yang dimiliki Landtag terdapat batas tertentu. Ini
khususnya berlaku untuk fungsi pembuatan undang-undang yang juga merupakan
tugas Bundestag (Parlemen Federal). Di bidang apa saja Landtag dan Bundestag
dapat mengeluarkan UU, dan itu diatur dalam UUD. Dan biasanya Bundestag lebih
banyak mengeluarkan UU. Undang-undang yang ditentukan oleh Landtag biasanya
menyangkut bidang pendidikan dasar, menengah dan tinggi, kepolisian, bidang
keadministrasian daerah dan media. Negara bagian menganggap pembagian ini
terlalu sedikit dan menghendaki kembali wewenangnya dari Bundestag. Tapi karena
urusan wewenang berarti juga masalah kekuasaan, Bundestag kurang bersedia
memenuhi keinginan Landtag.
Kemungkinan lebih jauh yang dimiliki Landtag terdapat dalam fungsi publik dan
fungsi artikulasinya. Yaitu jika Landtag – tanpa keinginan untuk menetapkan UU
atau melakukan pengawasan terhadap pemerintah negara bagian – hendak
membahas perkara umum/publik. Ini berarti, pada prinsipnya Landtag dapat
menyinggung setiap topik yang dianggap diminati rakyat meskipun topik itu sama
sekali tidak penting.
5. ORGANISASI LANDTAG
22
Landtag dipilih untuk masa lima tahun. Masa jabatan anggota Landtag berakhir
dengan terpilihnya anggota baru.
“Organ utama” Landtag adalah rapat pleno, yakni rapat paripurna yang dihadiri 101
anggotanya. Semua keputusan yang ditetapkan oleh parlemen merupakan
wewenang Landtag, seperti pengesahan UU dan penentuan permohonan-
permohonan yang lain. Rapat pleno diadakan sekitar 25 kali setahun. Jadwal rapat
ditetapkan dalam sebuah rencana kerja pada awal tahun. Untuk alasan tertentu juga
dapat dilakukan sidang istimewa.
Dalam pelaksanaan kerjanya, pleno dibantu oleh 13 komisi ahli negara bagian.
Komisi-komisi itu antara lain komisi anggaran belanja dan keuangan, komisi dalam
negeri, komisi sosial politik dan komisi ekonomi dan perhubungan. Komposisi
anggota di setiap komisi ini mencerminkan kekuatan fraksi di Landtag. Tujuan dari
pembagian kerja antara pleno dan komisi-komisi adalah untuk mengkonsentrasikan
musyawarah dalam rapat pleno pada isu-isu politik yang sifatnya mendasar dan
menyelesaikan kerja detail dalam masing-masing komisi. Jumlah rapat yang
dilakukan menjelaskan hal ini: sekitar 25 rapat pleno setiap tahun dan sekitar 150
rapat komisi dalam kurun waktu yang sama.
Selain pleno dan komisi ada organ-organ lain di Landtag, yaitu apa yang disebut
dengan organ kepemimpinan (Leitungsorgan). Organ ini terdiri dari ketua Landtag,
dewan pengurus atau presidium dan dewan tetua (dewan yang terdiri dari anggota
senior). Ketua Landtag dipilih oleh anggota Landtag untuk masa jabatan 4 tahun.
Ketua Landtag melaksanakan jabatannya secara non-partisan, tapi bukan berarti
bahwa ia sendiri tidak berpartai. Karena ia tetap dapat terlibat aktif dalam kerja
fraksinya di parlemen. Ia mewakili Landtag ke luar, memimpin rapat pleno, memiliki
kekuasaan menyangkut tata tertib di parlemen terhadap anggota biasa dan orang
lain di Landtag, dan sebagai ketua dalam tatanan parlemen ia juga sekaligus
majikan dari semua pegawai di Landtag.
Ketua Landtag bersama kedua wakil ketua membentuk dewan pengurus Landtag
yang dalam parlemen lain disebut juga presidium. Dewan pengurus atau presidium
ini membantu dalam pengangkatan dan pemberhentian pejabat Landtag serta dalam
penyusunan Rancangan Anggaran dan Belanja Landtag.
23
Dewan Tetua dan 11 anggota parlemen adalah bagian dari presidium Landtag.
Mereka bukan anggota tertua Landtag, melainkan anggota yang secara politis paling
berpengalaman. Mereka berkumpul secara rutin satu minggu sebelum setiap rapat
pleno diadakan untuk merancang acara mereka, menetapkan waktu pidato dan
membahas urusan lain yang membutuhkan komunikasi antar fraksi. Rencana kerja
Landtag juga ditentukan oleh Dewan Tetua (Ältestenrat).
Fraksi mempunyai peran yang sangat penting terhadap kinerja Landtag. Karena itu
pembahasan tentang fraksi dibuat dalam bab tersendiri.
6. FRAKSI-FRAKSI DI LANDTAG
Ada empat fraksi di Landtag saat ini, yakni fraksi Partai Sosial Demokrat (SPD)
dengan 43 anggota, fraksi Uni Kristen Demokrat (CDU) dengan 41 anggota, fraksi
Partai Demokrat Bebas (FDP) dengan 10 anggota dan fraksi BÜNDNIS 90/Partai
Hijau dengan 7 anggota.
Agar dapat memenuhi tugas-tugas ini fraksi membutuhkan satu kerangka organisasi,
pimpinan fraksi, kelompok kerja (pokja) dan staf. Organisasi ini perlu didanai. Karena
itu fraksi memperoleh dana dari APBD. Pada tahun 1998 jumlah dana tersebut
sekitar 7,5 juta DM. Dari jumlah ini fraksi SPD memperoleh sekitar 2,3 juta, fraksi
24
CDU 2,6 juta, fraksi F.D.P. dan fraksi BÜNDNIS 90/DIE GRÜNEN masing-masing
1,2 juta DM. Fraksi oposisi (bandingkan h. 46) memperoleh bantuan khusus untuk
memenuhi tugas mereka sesuai dengan mekanisme kerja.
“Sebuah kelompok politik yang memiliki suara berbeda bisa jadi memperoleh simpati
di sana-sini; tapi hal itu tidak akan membuat pengaruh politik mereka meningkat.
Dan bila para anggota suatu fraksi memilih untuk tetap kompak dan mengikuti sikap
fraksi yang telah ditentukan oleh mayoritas, itu bukan merupakan suatu kelemahan
atau ketergantungan anggota terhadap fraksi, melainkan ungkapan visi mereka
bahwa kekompakan merupakan unsur yang penting dalam membangun
kepercayaan pemilih mereka. Bahwa pemikiran ini ada batasnya, yakni di mana
nurani si anggota diperlukan untuk menentukan suatu sikapnya, itu tidak dipungkiri.”
Tentu saja keputusan yang melibatkan hati nurani bukan suatu keputusan yang
seperti “melempar sebuah koin yang hasilnya bisa berubah”. Artinya, keputusan
yang melibatkan hati nurani juga mempunyai pengecualian.
7. OPOSISI
Fraksi dibedakan menjadi dua, yakni fraksi pemerintah dan fraksi oposisi. Fraksi
yang pertama mendukung pemerintah dan ingin mempertahankan agar pemerintah
tetap berkuasa, sementara fraksi oposisi ingin menggantikannya.
Oleh karena itu, antara fraksi pemerintah dan fraksi oposisi terjadi persaingan untuk
merebut hati rakyat. Dalam persaingan ini fraksi pemerintah diuntungkan. Kedekatan
mereka dengan pemerintah membuat mereka selangkah lebih cepat dalam
memperoleh informasi dan mayoritas. Dan mereka juga memiliki kemungkinan untuk
merealisasikan semua pandangan mereka dan menolak permohonan oposisi.
Fraksi oposisi hanya dapat berusaha mengimbangi kerugian mereka dengan cara
mengawasi dan mengritisi penyelenggara pemerintah dan kebijakan yang mereka
terapkan. Pengawasan dan kritik ini harus dilakukan secara terbuka. Karena ciri
khas oposisi adalah kritik mereka terhadap pemerintah yang secara terbuka dan
25
pandangan mereka secara terbuka terhadap kebijakan pemerintah. Dengan kritik
terbuka dan diskusi politik mereka, fraksi oposisi tidak hanya menjadi bahan
perbincangan tentang alternatif pemerintah, tapi dengan cara itu mereka juga
membatasi kekuasaan pemerintah.
Perbedaan politik antara fraksi oposisi dan fraksi pemerintah sangat besar, tapi
bukan tak terbatas. Misalnya, pada masa jabatan ke 11 Landtag dari 120 RUU 32
diputuskan dengan kesepakatan dan pada masa jabatan ke 12 dari 177 RUU 50
ditetapkan dengan kesepakatan bersama. Sejauh ini oposisi juga memberi
sumbangsih terhadap integrasi di negara kita.
Itu berarti oposisi memiliki berbagai tugas. Di Inggris Raya misalnya, parlemen
sama baiknya dengan oposisi. Jadi bisa dikatakan bahwa demokrasi hanya akan
berfungsi dengan baik jika oposisi baik di dalam maupun di luar parlemen diberikan
ruang gerak untuk melakukan aksi politiknya. Karena hanya oposisi yang kuatlah
yang menjadi alternatif paten bagi pemerintah dan ia menjamin bahwa demokrasi
tidak lain daripada pelaksanaan kekuasaan yang terbatas oleh waktu.
Proses kerja di parlemen, tepatnya dalam rapat-rapat pleno dan komisi, diusulkan
lebih menarik, lebih menegangkan dan aktual. Karena itu ada yang menuntut dan
mengusulkan agar musyawarah di parlemen “sedikit disajikan” seperti Talk-Show
politik. Ada kesalahpahaman di balik usulan ini. Karena parlemen bukanlah “Talk-
Show bangsa”, melainkan forum publik bangsa. Parlemen bukan suatu lembaga
yang menghibur pada saat orang sudah berada di rumah sehabis kerja. Parlemen
harus membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, dan itu atas dasar
diskusi terbuka yang dapat diikuti oleh semua orang.
Tujuan ini tidak dapat dicapai dengan sebuah skenario yang ditekankan pada
“pementasan besar” (Talk-Show), melainkan hanya dengan bantuan sejumlah
aturan teknis. Aturan untuk tata tertib berpidato, tata tertib acara, tata tertib
sidang/rapat dan juga aturan bagaimana pemungutan suara pada akhir sebuah
rapat harus dilakukan. Dalam konteks ini kerja parlemen adalah “kerja teknis” yang
bersifat rumit, makan waktu dan seringkali agak menuntut kesabaran. Tapi aturan-
26
aturan teknis inilah yang memungkinkan terjadinya diskusi, juga perselisihan, dan
pada akhirnya – bila berjalan lancar – adanya solusi dan keputusan-keputusan.
Tentu saja proses kerja parlemen dapat selalu diperbaiki seperti yang memang
terjadi sekarang. AD/ART Landtag yang mengatur setiap mekanisme kerja parlemen
hanya berlaku untuk satu masa pemilihan. Setiap kali Landtag baru terbentuk
ditetapkan pula AD/ART yang baru. Biasanya dalam penetapan AD/ART itu terjadi
beberapa perubahan berdasarkan pengalaman dari Landtag demisioner.
Perubahan-perubahan itu dimaksudkan agar proses kerja di parlemen tetap “aktual”.
Pada awal masa pemilihan ke-13 tahun 1996 ditetapkan bahwa komisi-komisi ahli
mulai saat itu dianjurkan bermusyawarah secara terbuka. Tujuannya adalah untuk
membuat proses kerja parlemen lebih transparan.
Karena pemerintah negara bagian dapat berbicara setiap waktu dalam pleno, maka
ia juga dapat memberikan pernyataan pemerintah (Regierungserklärungen).
Pernyataan pemerintah ini diberikan pada awal masa pemilihan untuk
memperkenalkan programnya. Atau selama masa jabatan untuk memberikan
pandangan terhadap isu-isu mendasar. Apabila sebuah pernyataan pemerintah telah
27
diberikan baru dilangsungkan Aktuelle Stunde (pembahasan/diskusi masalah-
masalah aktual)
Pada acara Aktuelle Stunde inilah dilakukan musyawarah tentang RUU dan
permohonan-permohonan yang lain di mana acaranya diatur sedemikian rupa
sehingga permohonan-permohonan yang topiknya kira-kira sama dirangkum
menjadi satu fokus perdebatan. Biasanya rapat pleno berakhir antara pukul 18.00
atau 19.00.
Pada pembahasan yang berlangsung hingga malam hari kursi-kursi dalam ruang
rapat banyak yang kosong. Tapi hal ini juga terjadi pada jam kerja biasa, suatu fakta
yang sering dikritik. Sayangnya kritik ini tidak melihat bahwa pidato atau
pembicaraan dalam rapat pleno lebih banyak digunakan untuk meyakinkan lawan
politik pada menit-menit terakhir daripada memberikan informasi kepada publik
tentang apa yang dibahas. Mantan anggota parlemen federal Claus Ernst pernah
menyatakan:
“Rakyat memilih wakilnya bukan agar mereka – sebagai pejabat dengan honor yang
relatif tinggi – membahas sebuah masalah yang sama sekali tidak penting bagi
rakyat dan yang tidak membutuhkan partisipasi mereka.”
Selain itu anggota Landtag dalam rapat-rapat pleno juga memiliki tugas-tugas lain.
Contohnya mereka harus melakukan pebincangan dengan pejabat pemerintah,
membuat kesepakatan dengan anggota lain dan harus mengurusi kelompok
pengunjung yang ingin mengetahui tentang Landtag.
Lebih dari 20 000 warga setiap tahunnya memanfaatkan peluang ini di Landtag
negara bagian Rheinland-Pfalz. Jadi, lebih dari 100 000 warga pada setiap masa
pemilihannya. Jumlah yang paling menonjol adalah para pemuda yang
menggunakan cara tersebut untuk mendapatkan informasi tentan kerja Landtag.
Bekerja sama dengan Pusat Pendidikan Politik Negara Bagian di Mainz telah
28
dikembangkan suatu tawaran informasi yang luas untuk para pemuda yang
fungsinya melengkapi informasi untuk kunjungan di Landtag. Tawaran tersebut
misalnya seminar untuk siswa, seminar untuk pemuda yang magang, seminar untuk
redaksi majalah sekolah dan – sekali setahun – diadakan acara yang disebut
Landtag-Siswa (Schüler-Landtag). Inti dari program-program tersebut adalah
meningkatkan dialog antara pemuda dan anggota Landtag dan juga untuk
menimbulkan kepercayaan terhadap Landtag dan pengertian terhadap cara kerjanya
yang kadang-kadang tampak rumit itu.
Sejauh ini Landtag menganggap dirinya sebagai tempat atau lembaga untuk belajar
demokrasi di mana para pemuda mendapatkan informasi secara langsung tentang
demokrasi, Landtag dan anggotanya. Ini bisa disebut pendidikan politik, tapi juga
bisa dilihat sebagai suatu peluang untuk bertukar pikiran. Dan unsur inilah yang
menjadi isi dan tujuan demokrasi komunikatif (bandingkan h. 18 dan19).
Seperti halnya demokrasi sendiri, parlemen dalam sistem demokrasi adalah sebuah
“eksperimen yang hasilnya belum diketahui”, atau akhir perkembangannya tidak
pasti. Ia seperti jalan menuju masa depan “yang selalu dalam tahap pembangunan”.
Parlemen negara bagian pun seperti itu. Karena itu mekanisme kerja dan tugas-
tugas mereka harus selalu “up to date” atau diperbaharui dan oleh sebab itu
reformasi parlemen adalah suatu tugas yang terus menerus dan tidak mudah. Martin
E. Süsskind memperjelas kesulitan tersebut dalam tulisannya di surat kabar
Süddeutsche tertanggal 14 Juni 1995:
29
sekaligus menghibur di Landtag yang dipadati anggotanya; publik menginginkan
keputusan-keputusan yang meyakinkan. Publik menyukai perselisihan, tapi
membencinya bila perselisihan itu tidak sehat. Publik menghendaki adanya
kontroversi, tapi juga menyukai harmoni. Jadi, apa yang dikehendaki oleh publik itu
tidak lain daripada sebuah parlemen seperti dalam cerita buku bergambar atau
komik. Itu tidak akan terjadi dan tidak mungkin terjadi. Dan oleh karena itu, reformasi
parlemen sebaiknya difokuskan pada pendekatan yang bertujuan pada tercapainya
situasi ideal parlemen.”
“Jika rakyat dapat berkata parlemen akan membela kami , maka parlemen itu akan
dicintai oleh rakyat. Karena rakyat tidak ingin melihat parlemennya sebagai
kumpulan “orang-orang ahli”, sebagai perpanjangan birokrasi yang berdiskusi,
sebagai kumpulan teknokrat, melainkan sebagai sarana yang – dan saya ingin
katakan: sangat mendesak – mementingkan faktor emosi rakyat.”
Catatan dari Carlo Schmid yang terkait dengan stabilitas harga roti pada awal tahun
50-an ini tetap aktual. Karena parlemen tidak hanya sebagai “jantung demokrasi”,
tapi ia juga harus dapat mengambil hati rakyat (Bandingkan h. 30).
ANGGOTA PARLEMEN
Warga – kabarnya – hampir tidak tahu apa yang dilakukan oleh anggota parlemen.
Apa yang mereka ketahui seringkali salah dan karena itu mereka memiliki gambaran
buruk tentang anggota parlemen. Surat kabar Süddeutsche menggambarkan hal ini
sebagai berikut:
“ Anggota parlemen adalah wakil rakyat. Akan tetapi rakyat tidak menyukai mereka.
Di mana-mana mereka dikritik terlalu gemuk, malas dan menyukai pesta. Apa yang
sebenarnya mereka kerjakan, hanya sedikit yang tahu. Tapi semua orang tahu apa
yang harusnya mereka lakukan. Mereka harus mengadakan uang pensiun,
30
menghalangi praktek penggusuran, menghitung kembali biaya yang melonjak dan
menjaga perdamaian dunia.”
Fakta ini membuat para ahli politik mendiagnosa bahwa sejak bertahun-tahun telah
terjadi krisis hubungan yang buruk antara rakyat dengan anggota parlemen. Dan
sebagai terapi mereka mengusulkan agar warga tidak lagi mengurusi para anggota
parlemen.
Saran ini penting, tapi kurang mengena. Karena “krisis hubungan” antara rakyat dan
anggota parlemen tidak hanya disebabkan kurangnya informasi, tetapi juga karena
alasan lain. Misalnya, di masyarakat luas masih saja ada pandangan bahwa mencari
nafkah dari atau dengan aktivitas di politik itu sifatnya “tidak serius”. Dalam
pandangan ini terbersit klise politik, yakni bahwa politik tidak lebih dari “pekerjaan
kotor”. Namun di sisi lain terlihat keinginan akan munculnya anggota parlemen yang
ideal, yakni anggota parlemen yang datang dari tokoh-tokoh masyarakat yang tidak
hidup dari politik melainkan hidup untuknya (bandingkan h. 58). Ketidakharmonisan
hubungan antara rakyat dan anggota parlemen ini tidak dapat diubah hanya dengan
cara memberikan informasi tambahan tentang anggota dewan. Tapi informasi itu
sendiri adalah langkah awal untuk keluar dari krisis hubungan tersebut.
Gambaran tentang anggota parlemen klasik yang terdiri dari orang-orang terhormat
(Honoratiorenparlamentarier) berasal dari zaman sebelum dan setelah musyawarah
nasional di Frankfurt pada tahun 1848. Yang menjadi anggota parlemen ketika itu
adalah pemilik tanah yang terkenal dan kaya di daerahnya, fabrikan, pejabat tinggi
negara atau pekerja lepas yang kondisi hartanya memungkinkan ia untuk berpaling
kepada bidang politik dan yang indenpenden baik secara ekonomis maupun politis
karena struktur partai seperti sekarang ini belum ada ketika itu. Namun demikian,
para anggota parlemen ini ketika itu tidak berada di era keemasan melainkan zaman
tanpa kekuasaan. Karena itu mereka, seperti halnya parlemen itu sendiri, tidak
dapat berbuat banyak.
Tepat 100 tahun kemudian tertera dalam sebuah keputusan Pengadilan Tinggi
Konstitusi Federal:
31
“Kita semakin jarang menemukan tipe anggota parlemen terhormat
(Honoratiorenparlamentarier) yang indenpenden dan dipilih sebagai pribadi tunggal
yang keberadaan ekonominya tidak terganggu dan tidak ada hubungannya dengan
terpilihnya ia sebagai anggota parlemen. Bisa jadi tipe anggota parlemen seperti ini
sudah punah karena beberapa alasan tertentu.”
Sedikit banyak perkiraan itu ada benarnya, karena hak untuk memilih dan dipilih
adalah hak umum, hak semua orang. Karenanya, hak ini menyebabkan parlemen –
dengan hak istimewanya tidak lagi hanya merepresentasikan satu lapisan
masyarakat, melainkan juga mewakili seluruh rakyat. Dan dengan hak memilih dan
dipilih bagi semua itu, rakyat biasa pun dapat menjadi anggota parlemen.
Meskipun perkembangan ini disadari oleh masyarakat, tetap saja gambaran tentang
adanya anggota parlemen dari tokoh masyarakat yang indenpenden secara
ekonomis dan politis diidamkan banyak orang. Tetapi itu tidak ada hubungannya
dengan masa sekarang. Karenanya, hal itu tidak dapat lagi dijadikan ukuran bagi
anggota parlemen di zaman demokrasi parlementer dewasa ini.
Mayoritas dari anggota parlemen negara bagian (Landtag) tidak hanya aktif untuk
partainya, tetapi mereka juga aktif di tingkat daerah (komunal): 17% sebagai camat
kehormatan atau wakilnya dan lebih dari 40% anggota dalam dewan kecamatan dan
dewan kota atau dewan kelurahan. Ada dugaan bahwa jumlah politisi daerah
(komunal) dalam Landtag akan lebih besar andaikata tidak ada undang-undang
32
yang menyebutkan bahwa walikota dan wakilnya tidak boleh sekaligus menjadi
anggota Landtag. Tujuan dipisahkannya jabatan struktural dalam kantor daerah dan
jabatan sebagai anggota parlemen – pemisahan ini disebut juga inkompatibilitas –
adalah untuk mencegah koalisi kepentingan. Pemisahan ini juga berlaku untuk
hubungan antara jabatan sebagai anggota parlemen dengan jabatan-jabatan publik
yang lain.
Anggota parlemen dewasa ini berasal dari berbagai lapisan masyarakat. Misalnya
yang menjadi anggota Landtag ke-13 sekarang adalah 3 orang dokter, 10
pengacara, 4 dari bidang pertanian (petani) dan petani kebun anggur , 6 ibu rumah
tangga dan 21 mantan guru. Namun tidak ada pengusaha, cendikiawan dan tukang,
atau jumlah mereka sangat sedikit. Ini berarti Landtag di negara bagian Rheinland-
Pfalz, seperti juga di parlemen-parlemen lainnya, tidak mencerminkan satu parlemen
yang anggotanya berasal dari dunia profesi. Parlemen Rheinland-Pfalz lebih tepat
dikatakan sebagai lembaga atau tempat kerja yang diisi oleh mayoritas mantan
pegawai di bidang publik. Toh ini bukanlah hal baru. Heinrich von Gagern, ketua
Perkumpulan Gereja Paul pada tahun 1841 menulis kepada saudara laki-lakinya:
“Majelis baru Hessen akan semakin menyedihkan dibandingkan dulu, artinya lebih
banyak abdi negara yang menjadi anggotanya dan semakin sedikit anggota yang
indenpenden.”
Ada banyak alasan mengapa sampai hari ini komposisi anggota parlemen tidak
sepadan. Artinya, profesi tertentu lebih dominan dari profesi lain. Salah satu
alasannya adalah masalah waktu. Banyak orang dengan profesi tertentu tidak dapat
menjadi anggota parlemen karena terhalang oleh waktu.
30 dari 101 anggota parlemen adalah perempuan. Jumlah ini berarti tiga kali lipat
lebih besar daripada 20 tahun yang lalu dan lima kali lebih besar daripada ketika
Landtag pertama terbentuk, yakni pada 1947 dan 1959. Apa yang terjadi di
parlemen negara bagian Rheinland-Pfalz, terjadi pula di parlemen-parlemen negara
bagian lain, yaitu meningkatnya jumlah anggota parlemen perempuan. Di negara
bagian Schleswig-Holstein jumlahnya saat ini bahkan mencapai 40%.
33
untuk kelima kalinya, bahkan 3 orang untuk keenam kalinya. Dari fakta ini dapat
disimpulkan bahwa mereka yang pernah terpilih menjadi anggota parlemen punya
kesempatan besar untuk terpilih kembali, paling tidak untuk masa jabatan
berikutnya. Dari seluruh anggota ini banyak yang berhasil terpilih karena aktivitas
dan peran politik mereka di tingkat komunal (setingkat kabupaten atau kotamadya)
di wilayah Rheinland-Pfalz.
“Menjadi anggota dewan itu bukanlah suatu profesi”, demikian pendapat Dolf
Sternberger pada tahun 1950, dan 20 tahun kemudian, mantan Presiden Federal
Walter Scheel mengatakan bahwa menjadi anggota parlemen itu memang suatu
pekerjaan, tapi “pekerjaan tanpa gambaran profesi”. Sementara itu ada banyak
penelitian yang menyebutkan bahwa aktivitas sebagai anggota parlemen itu adalah
sebuah profesi. Hans Magnus Enzenberger menjelaskannya seperti ini:
“Jelas bahwa kegiatan utama seorang politisi adalah mengikuti rapat. Semua
bersidang. Gremium bersidang, fraksi bersidang, komisi-komisi, sub-sub komisi,
dewan-dewan, perkumpulan, kamar-kamar, pokja-pokja, jam bincang-bincang, jam
diskusi, dsb. Seorang yang berprofesi sebagai politisi menghabiskan bertahun-
tahun, bahkan mungkin berpuluh-puluh tahun hidupnya untuk rapat.”
Meski pendapat di atas kedengarannya sangat sarkastis, tapi tentu saja ada
benarnya. Karena pada kenyataannya konsultasi tentang pembuatan UU diadakan
dalam rapat, pertanyaan-pertanyaan anggota parlemen terhadap pemerintah
dijawab dalam rapat dan prakarsa-prakarsa lain juga dibahas dalam rapat. Oleh
karenanya ada jadwal rapat Landtag yang pada prinsipnya sesuai dengan pola yang
sederhana. Sekali dalam sebulan – biasanya dua atau tiga hari berturut-turut –
diadakan rapat pleno; dua minggu dalam setiap bulan adalah waktu untuk rapat
komisi dan satu minggu masing-masing untuk rapat fraksi dan kelompok kerja
(Pokja). Jadi, hari beberapa hari saja dalam sebulan yang tidak diisi dengan rapat.
Artinya, para anggota parlemen menghabiskan sebagian besar waktu kerja mereka
untuk kerja parlemen yang sebenarnya.
Selain hal-hal yang disebut di atas, masih ada tugas lain anggota parlemen. Mereka
harus memelihara hubungan dengan basis politik mereka, membimbing warga
34
dalam daerah pemilihan mereka, menjaga hubungan dengan daerah (komune),
melakukan kewajiban partai, menjaga hubungan dengan organisasi-organisasi,
perkumpulan-perkumpulan dan klub-klub dan akhirnya membuat aktivitas mereka
dikenal orang. Mereka harus melakukan wawancara dan bincang-bincang tentang
latar belakang. Pengabdian kepada masyarakat perlu dilakukan demi terbukanya
peluang untuk terpilih kembali.
“Coba Anda tebak, apa persamaan antara anggota parlemen dan regu penolong?”
Pertanyaan ini pernah dilontarkan oleh anggota Bundestag (Parlemen Federal)
Würfel kepada rekan-rekannya menjelang tengah malam, ketika rapat Bundestag
sedang berlangsung. “persamaannya adalah kesediaan mereka untuk bertugas
sehari semalam.”
Karena tidak ada mesin pencatat waktu datang dan waktu pulang untuk para
anggota parlemen, pernyataan mereka tidak dapat ditelusuri. Mungkin juga mereka
terlalu berlebihan dalam membuat pernyataan tersebut. Tapi memang perlu diakui
bahwa beban kerja anggota parlemen tidaklah ringan. Hal ini ditunjukkan oleh
semua penelitian yang relevan. Pada tahun 1975 saja Mahkamah Konstitusi Federal
berkesimpulan:
“Sesuai dengan hasil penelitian para ahli, anggota parlemen yang di samping
aktivitasnya sebagai anggota masih mencoba – untuk paling tidak – menjalankan
profesinya secara sambilan, biasanya–dan mau tidak mau– harus bekerja antara 80
sampai 120 jam per minggu.”
Anggota parlemen daerah (Landtag) juga mengalami hal yang sama. Anggota
Landtag Schleswig-Holstein misalnya, rata-rata bekerja sekitar 70 jam per minggu,
dan anggota Landtag Niedersachsen sekitar 77 jam. Separuh dari seluruh jam kerja
itu dialokasikan untuk kerja di parlemen, sepertiganya untuk kerja di daerah
pemilihan dan sisanya untuk tugas-tugas lain. Jadi, anggota Landtag tidak hanya
35
politisi partai, tapi juga Berufpolitiker atau berprofesi sebagai politisi. Ada yang
menyambut baik hal ini karena memang itu sesuai tuntutan seorang anggota
parlemen dan sesuai dengan beban yang harus diterima. Akan tetapi, ada juga yang
mengritik hal itu karena akan menyebabkan seorang anggota parlemen lebih
banyak mementingkan pekerjaan untuk partainya daripada berkonsentrasi penuh
pada pekerjaannya sebagai anggota parlemen.
Padahal parlemen – seperti yang baru-baru ini dapat dibaca dalam artikel harian
Mannheimer Morgen – “lebih enak dibandingkan dengan lembaga lain”. Empat juta
penduduk Rheinland-Pfalz membayar rata-rata 13,- DM pada Landtag setiap
tahunnya. Sama halnya untuk tingkat federal karena setiap penduduk Jerman
membayar – dilihat secara statistik – tepatnya 12,-DM untuk Bundestag (Parlemen
Federal) dan Bundesrat (Dewan Federal). Jumlah yang harus dibayarkan oleh rakyat
ini juga seperti di negara-negara demokrasi lain. Warga Amerika Serikat misalnya,
membayar untuk kedua kamar kongres mereka (Perwakilan Rakyat dan Senat) rata-
rata sama besarnya dengan warga Jerman, yakni 12,45 DM. Jika dibandingkan
bahwa satu rumah tangga dengan empat kepala di Jerman menghabiskan sekitar
30,- DM untuk rokok dan 90,-DM untuk minuman beralkohol per bulannya, maka
biaya untuk parlemen nampaknya relatif kecil.
Hal yang sama dapat pula berlaku menyangkut besarnya gaji anggota parlemen.
Setiap bulannya anggota parlemen menerima sekitar 9000,- DM sebagai gaji pokok
dan 2200,-DM sebagai tunjangan umum. Gaji pokok dipotong pajak, sementara
36
tunjangan umum digunakan untuk keperluan membayar staf serta biaya kantor dan
transport. Untuk jam kerja antara 60 hingga 70 jam per minggu, jumlah gaji itu tentu
tidak sesuai, apalagi anggota parlemen tidak memperoleh gaji ke-13 atau ke-14.
Meskipun begitu, setiap ada kenaikan gaji bagi anggota parlemen pasti
menimbulkan kritik, karena kenaikan gaji itu biasanya mereka sendiri yang
mengatur. Tapi yang mengritik lupa bahwa menurut konstitusi, kenaikan gaji anggota
parlemen memang hanya dapat diputuskan oleh mereka sendiri. Mereka tidak punya
‘majikan’ yang dapat menggantikan mereka untuk membuat keputusan tersebut. Jika
gaji anggota parlemen dinaikkan, biasanya kebanyakan parlemen mendasari
kenaikan itu pada perkembangan pendapatan dan harga secara umum.
Bundestag (Parlemen Federal) terdiri dari 669 anggota; jumlah anggota parlemen
masing-masing negara bagian jauh lebih sedikit. Jumlahnya mulai dari 221 anggota
dalam parlemen negara bagian Nordrhein-Westfalen dan 51 anggota di negara
bagian Saarland. Sementara dengan 101 anggota, Landtag Rheinland-Pfalz berada
di tengah.
37
Akhir dari diskusi mengenai hal ini masih belum jelas, termasuk di Rheinland-Pfalz.
Tentu saja pemikiran-pemikiran yang telah diindikasikan sebelumnya akan terus
mengalir:
- Demokrasi perwakilan adalah demokrasi komunikatif di mana dialog antara rakyat
dan wakilnya di parlemen sangat penting (bandingkan h.18)
- Faktor media: media tidak sempurna dalam menyampaikan kepada warga tentang
apa yang dituntut dan diputuskan di Landtag dan apa yang dibahas dan
direalisasikan pemerintah negara bagian (bandingkan h. 24)
Karena itu, tugas anggota parlemen untuk menyampaikan kebijakan kepada warga –
yakni kebijakan di negara bagian dan juga kebijakan tentang Eropa (Europapolitik)
semakin perlu disadari. Karena di dalam institusi-institusi Eropa dibuat keputusan-
keputusan penting yang harus diinformasikan langsung kepada warga. Dalam
konteks ini, demokrasi parlementer juga berarti “kedekatan dengan rakyat”.
Demokrasi – demikian tertera di awal brosur ini – adalah sebuah bentuk negara
yang rumit. Siapa yang telah membaca sampai halaman ini dari buku kecil ini akan
membenarkan pernyataan tersebut. Karena pelaksanaan kekuasaan negara secara
demokratis bagi rakyat membutuhkan bermacam-macam proses yang rumit.
Namun, barang siapa yang menganggap bahwa demokrasi hanyalah kumpulan dari
proses-proses tersebut, ia keliru. Demokrasi lebih dari itu. Pertama demokrasi
memungkinkan terartikulasinya serta didiskusikannya kepentingan-kepentingan,
kebutuhan dan keinginan rakyat secara terbuka dan kontroversial, termasuk juga di
parlemen. Demokrasi juga berarti undangan kepada warga untuk ikut serta dalam
proses diskusi dan ikut bertanggung jawab.
Selain itu, demokrasi juga bertujuan menjamin kebebasan dalam arti sebenarnya,
misalnya kebebasan beragama, kebebasan berkeyakinan, kebebasan berpendapat,
kebebasan pers dan kebebasan dalam memilih profesi. Contoh-contoh jaminan
kebebasan di atas merupakan tujuan penting dari demokrasi, yang dalam
prakteknya dapat dilihat sebagai berikut: demokrasi ingin memperlancar diskusi
terbuka, memberikan peluang kepada warga untuk bertanggungjawab terhadap diri
sendiri dan menjamin kebebasan mereka. Tujuan-tujuan demokrasi ini sekaligus
38
juga tugas terhormat bagi parlemen dan anggota parlemen. Jadi, dalam konteks ini,
anggota parlemen tidak hanya merupakan wakil rakyat tetapi juga penjaga
kebebasan mereka. Karena di mana ada kekuasaan, di situ juga ada kemungkinan
penyalahgunaannya. Dan di mana ada ancaman penyalahgunaan kekuasaan, maka
kebebasan rakyat pun akan terancam. Sebagai kesimpulan mungkin dapat diangkat
pernyataan teolog Reinhold Niebuhr:
Tetapi, jika warga hanya mengenal dan menggunakan hak-hak warga negara saja,
itu tidak cukup. Mereka harus mempunyai kesempatan untuk melatih dan
menerapkan hak-hak demokratis dan kebajikan-kebajikan demokratis, misalnya di
sekolah, di universitas, di perusahaan dan di dalam keluarga. Karena itu, demokrasi
bukan saja suatu bentuk negara, melainkan juga suatu bentuk kehidupan. Mantan
Presiden Federal Theodor Heuss telah mengisyaratkan hal ini dalam pidato
pencalonannya di depan Bundestag (Parlemen Federal Jerman) dan Bundesrat
(Dewan Federal) pada tahun 1949. “Kita menginginkan” – katanya sembari
melemparkan pandangan ke arah penemu Undang-Undang Dasar –
“suatu sistem demokrasi yang menjamin kebebasan dan stabil, yang ekonominya
kuat dan bersifat sosial, lebih demokratis daripada Republik Weimar. Tapi yang
lebih penting adalah bahwa kita tidak menghendaki demokrasi hanya sebagai
bentuk negara dan pemerintah, tetapi juga sebagai bentuk kehidupan, sebagai
norma atau nilai yang membentuk kehidupan kita.”
39
Tetapi ini tidak berarti bahwa bentuk-bentuk penentuan kehendak negara atau
pengambilan keputusan, misalnya keputusan mayoritas, dapat dialihkan begitu saja
kepada rakyat. Benarlah apa yang dikatakan oleh Willy Brandt: “Demokrasi tidak
boleh sedemikian jauhnya sehingga di dalam keluarga pun harus diadakan
pemilihan suara siapa yang menjadi bapak.” Mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi
di sekolah, universitas dan di tempat kerja tujuan utamanya adalah untuk
mengajarkan tindakan yang mandiri, melatih rasa toleransi terhadap pendapat,
kepentingan dan bentuk kehidupan yang berbeda dan untuk mengenali budaya
berselisih secara demokratis di mana aturan main standarnya adalah mampu
menjadi pendengar, membiarkan orang lain berbicara dan fairplay. Fokus dari
sebuah masyarakat demokratis adalah tanggungjawab terhadap diri sendiri dan ikut
serta bertanggungjawab – dimana ikut bertanggungjawab dapat dilakukan dalam
banyak bentuk, khususnya melalui aktivitas dalam perkumpulan atau organisasi,
aktivitas membantu remaja atau melalui kegiatan membantu warga lansia.
40