You are on page 1of 21

Kepastian Hukum atas sertifikat tanah sebagai

bukti hak kepemilikan atas tanah

Studi kasus atas sengketa tanah Meruya Selatan

Bab I
Pendahuluan

Berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ʹ yang
selanjutnya dalam paper ini disingkat dengan UUPA -, pada pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menciptakan kepastian
hukum Pertanahan, Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Atas tanah yang telah didaftarkan
selanjutnya diberikan tanda bukti hak atas tanah, yang merupakan alat bukti yang kuat mengenai kepemilikan tanah.
Dalam pendaftaran tanah, girik yaitu tanda bukti pembayaran pajak atas tanah dapat disertakan untuk proses
administrasi. Girik, dengan demikian bukan merupakan tanda bukti kepemilikan hak atas tanah, namun semata-mata
hanyalah merupakan bukti pembayaran pajak-pajak atas tanah. Dengan demikian, apabila di atas bidang tanah yang
sama, terdapat klaim dari pemegang girik dengan klaim dari pemegang surat tanda bukti hak atas tanah (sertifikat),
maka pemegang sertifikat atas tanah akan memiliki klaim hak kebendaan yang lebih kuat. Namun demikian,
persoalan tidak sesederhana itu. Dalam hal proses kepemilikan surat tanda bukti hak atas tanah melalui hal-hal yang
bertentangan dengan hukum, maka akan ada komplikasi.
1
Paper ini akan membahas satu kasus kontemporer yang mengemuka dalam pemberitaan di media massa di
Indonesia, khususnya di ibukota Jakarta, yang terkenal dengan kasus tanah Meruya[1].
Kasus tersebut bermula dari rencana eksekusi oleh pemilik hak atas tanah yaitu PT Portanigra, yang membeli
tanah tersebut seluas 44 Ha sekitar tahun 1972 yang lalu dari Juhri cs sebagai koordinator penjualan tanah Rencana
eksekusi yang akan dilakukan oleh PT Portanigra mendapatkan perlawanan dari masyarakat yang menempati tanah
yang telah memiliki tanda bukti kepemilikan atas tanah dimaksud. Juhri Cs, ternyata setelah menjual tanah tersebut
kepada PT Portanigra, menjual lagi tanah itu kepada perorangan, Perusahaan , Pemda dan berbagai instansi.
Masyarakat dan berbagai instansi yang membeli dari Juhri Cs kemudian memiliki berbagai tanda bukti hak (sertifikat)
atas tanah itu. Atas tindakan Juhri Cs, pengadilan telah menetapkan bahwa tindakan Juhri Cs adalah bertentangan
dengan hukum, dan mereka telah dipidana pada tahun 1987 ʹ 1989 atas perbuatan penipuan, pemalsuan dan
penggelapan
PT Portanigra, dengan penguatan putusan pidana kepada Juhri Cs,kemudian menggugat secara perdata
Juhri cs, untuk mengembalikan tanah-tanah tersebut sekaligus meminta pengadilan untuk meletakkan sita jaminan
atas tanah mereka, yang luasnya 44 Hektare. Permohonan sita jaminan dikabulkan oleh hakim dengan penetapan
sita jaminan No. 161/Pdt/G/1996/PN.Jkt.Bar tanggal 24 Maret 1997 dimasukkan dalam berita acara sita jaminan
tanggal 1 April 1997 dan tanggal 7 April 1997. Pengadilan Negeri pada tanggal 24 April 1997 menyatakan gugatan PT
Portanigra tidak dapat diterima (V  VV  

--N/O) karena tidak menyertakan para pemilik tanah
lainnya di atas tanah sengketa tersebut.Hakim juga memerintahkan pengangkatan sita jaminan tersebut. Pengadilan
Tinggi menolak banding Portanigra dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri. Namun, di tingkat kasasi, MA
membatalkan putusan PN dan PT serta memutuskan untuk mengadili sendiri. Berdasarkan putusan Kasasi No.
570/K/Pdt/1999 jo.No.161/Pdt.G/1996/PN.JKT.BAR, Mahkamah Agung menerima kasasi PT Portanigra.
Pertimbangannya antara lain ialah bahwa pihak ketiga akan dapat melakukan bantahan (verzet) terhadap sita
jaminan atau pelaksanaan eksekusi bila memiliki bukti untuk mempertahankan haknya.
Ketika PT Portanigra akan melaksanakan eksekusi atas tanah tersebut, setelah mendapat penetapan dari
pengadilan Jakarta Barat pada tahun 2007, dia memperoleh perlawanan dari masyarakat, dan berbagai institusi
pihak ketiga, yang memiliki tanda bukti hak atas tanah tersebut. Tanda bukti hak yang dimiliki perorangan, maupun
institusi beragam mulai dari hak milik, hak pakai, hak guna usaha dan sebagian diletakkan dengan hak tanggungan.
Perlawanan yang diajukan oleh pemegang hak atas tanah (yang sifatnya tidak melalui jalur hukum seperti verzet)
memperoleh dukungan moral dan politis dari berbagai lapisan masyarakat seperti Parlemen, Pemda, Lembaga Sosial
Masyarakat (LSM) dan lain-lain. Karena kasus ini, telah melebar dan meluas melebihi porsi hukum dan khususnya
keperdataan, dan mulai mengarah ke hal-hal yang berkaitan dengan stabilitas, politik, keamanan dan lain-lain,
akhirnya PT Portanigra untuk sementara setuju untuk tidak melaksanakan eksekusi.
Penulis berpendapat, bahwa ternyata persoalan yang semestinya dapat diselesaikan secara hukum, ternyata
telah melebar ke luar dari koridor hukum, yang justru menciptakan ketidak pastian hukum. Berkenaan dengan hal
tersebut, paper ini akan membahas pokok-pokok sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang telah memperoleh penguatan
putusan dari Mahkamah Agung
2. Bagaimana perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para pihak yang memegang tanda bukti
kepemilikan hak atas tanah (sertifikat)
3. Bagaimana pertanggungjawaban institusi pemerintahan yang menerbitkan sertifikat tanah yang ternyata
bermasalah

Bab II

Hak-hak atas tanah

A. Hak-hak atas tanah

Hak-hak perorangan dan badan hukum atas tanah memperoleh pengakuan yang kuat dalam sistem dan tata
hukum di Indonesia. Hak milik atas tanah adalah bagian dari hak-hak kebendaan yang dijamin dalam konstitusi.
Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 sebagai hasil dari amandemen kedua, dinyatakan
sebagai berikut :

Pasal 28 g
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) pasal 28 h
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara
sewenangwenang oleh siapa pun.
Selanjutnya dalam UUPA, dinyatakan antara lain sebagai berikut :
Pasal 4 ayat (2)
m   V  V       V  
 VV V 
VV
V  V 
VV  V      V 
 

V V   V  


VVV VVVVV
VV VVVVVV    
V
V V V V V  V

V 

V  VV  V 

4
Berdasarkan pengertian pada pasal 4 ayat (2) tersebut, hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi,
tepatnya hanya meliputi sebagian tertentu permukaan bumi yang terbatas, yang disebut bidang tanah. Hak
atas tanah tidak meliputi tubuh bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya[2].
Asas yang hanya mengakui hak atas tanah adalah terbatas pada hak atas permukaan bumi saja disebut
dengan asas pemisahan horisontal. Asas pemisahan horisontal adalah asas dimana pemilikan atas tanah dan benda
atau segala sesuatu yang berada di atas tanah itu adalah terpisah. Asas pemisahan horisontal memisahkan tanah dan
benda lain yang melekat pada tanah itu.[3] Asas pemisahan horisontal adalah asas yang didasarkan pada hukum
adat[4], dan merupakan asas yang dianut oleh UUPA.
Berbeda dengan asas yang dianut oleh UUPA, KUHPerdata menganut asas perlekatan, baik yang sifatnya
perlekatan horisontal maupun perlekatan vertikal, yang menyatakan bahwa benda bergerak yang tertancap atau
terpaku pada benda tidak bergerak, berdasarkan asas asesi maka benda-benda yang melekat pada benda pokok,
secara yuridis harus dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari benda pokoknya.[5]
KUHPerdata pasal 571
Hak milik atas sebidang tanah mengandung di dalamnya kepemilikan atas segala apa yang ada di atasnya
dan di dalam tanah.
Sedangkan dalam UUP dibedakan berbagai hak atas tanah sebagai berikut: hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan.
Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah , memiliki
fungsi sosial serta dapat dialihkan dan beralih.
Pasal 20 UUPA menyatakan :
r V  V    
    V VV VV   VV
m     V
 V
V V  V 
VV 
V 
V    

      
V  V   
 V    V
   V V
V
 VVV     V   V V
V

VVV VV      V V    
      !  
 V

V   
  V  VV VV  V    V VVV 
  V  V  VV   V VV V   V
     V  V 
V 
V    V

 V" V  V
V 
Sedangkan hak-hak penguasaan atas tanah, menurut Boedi Harsono[6], dikelompokkan menjadi hak
bangsa, hak menguasai dari negara, hak ulayat, hak perorangan dan hak tanggungan.
B. Cara peralihan hak atas tanah
Hak milik atas tanah mengandung unsur hak kebendaan dan hak perseorangan. Sebagai hak
kebendaan, hak atas tanah memiliki ciri-ciri bersifat absolut, jangka waktunya tidak terbatas, hak mengikuti
bendanya (droit de suite), dan memberi wewenang yang luas bagi pemiliknya seperti dialihkan, dijaminkan,
disewakan atau dipergunakan sendiri. Sebagai hak perseorangan, ciri-cirinya adalah bersifat relatif, jangka
waktunya terbatas, mempunyai kekuatan yang sama tidak tergantung saat kelahirannya hak tersebut,
memberi wewenang terbatas kepada pemiliknya[7].
Sementara itu, menurut Aslan Noor[8], teori kepemilikan ataupun pengalihan kepemilikan secara
perdata atas tanah dikenal empat teori, yaitu :
a. Hukum Kodrat, menyatakan dimanan penguasaan benda-benda yang ada di dunia termasuk
tanah merupakan hak kodrati yang timbul dari kepribadian manusia
b. Occupation theory, dimana orang yang pertama kali membuka tanah, menjadi pemiliknya dan
dapat diwariskan
c. Contract theory, dimana ada persetujuan diam-diam atau terang-terangan untuk pengalihan
tanah
d. Creation theory, menyatakan bahwa hak milik privat atas tanah diperoleh karena hasil kerja
dengan cara membukan dan mengusahakan tanah

Mengenai pengalihan atau penyerahan hak atas tanah, terdapat dua pendapat yaitu yang pertama
adalah bahwa jual beli harus dilakukan dengan akta otentik yang diikuti dengan pendaftaran tanah untuk
mendapatkan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas tanah. Akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat
Akte Tanah, bukan saja hanya sebagai alat bukti untuk pendaftaran tetapi merupakan syarat mutlak adanya
perjanjian penyerahan. Pendapat ini diwakili oleh Mariam Darus Badrulzaman dan Saleh Adiwinata.
Pendapat lainnya adalah bahwa perbuatan jual beli tanpa diikuti dengan akta otentik adalah sah, sepanjang
diikuti dengan penyerahan konkret. Pendapat ini diwakili oleh Boedi Harsono dan R.
Soeprapto.[9] Penyerahan yang sifatnya konsensual sebagaimana dianut hukum perdata sekaligus dengan
penyerahan yang sifatnya konkret sebagaimana dianut oleh hukum adat[10] pada dasarnya adalah
bertentangan dan dapat terjadi dualisme dalam penafsiran kepastian hukumnya.
Mariam Darus Badrulzaman berpendapat, bahwa lembaga pendaftaran, tidak semata-mata
mengandung arti untuk memberikan alat bukti yang kuat, akan tetapi juga menciptakan hak kebendaan. Hak
kebendaan atas suatu benda tanah terjadi pada saat pendaftaran dilakukan. Sebelum dilakukan pendaftaran
yang ada baru milik, belum hak[11]. Dalam kaitan itulah, maka salah satu asas dari hak atas tanah adalah
adanya asas publisitas.
Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, adalah bersifat stelsel pasif.
Artinya yang didaftar adalah hak, peralihan hak dan penghapusannya serta pencatatan beban-beban atas
hak dalam daftar buku tanah. Hubungan antara pemindahan dengan alas hak adalah bersifat kausal, karena
sifat peralihan hak tersebut adalah bersifat levering. Stelsel negatif ini berakibat :
- Buku tanah tidak memberikan jaminan yang mutlak
- Peranan yang pasif dari pajak balik nama, artinya pejabat-pejabat pendaftaran tanah tidak
berkewajiban untuk menyelidiki kebenaran dari dokumen-dokumen yang diserahkan kepada
mereka.[12]

Selanjutnya, Mariam Darus Badrulzaman[13] menjelaskan bahwa berrdasarkan ajaran KUHPerdata pada
pasal 584, dianut ajaran untuk sahnya penyerahan dibutuhkan beberapa syarat yaitu :
a. Alas hak (rechttitel)
b. Perjanjian kebendaan yang diikuti dengan perbuatan penyerahan (pendaftaran) dan penerbitan
sertifikat
c. Wewenang menguasai (beschikkings bevoegheid)
Pendapat yang dianut Mariam Darus Badrulzaman di atas, tampaknya sangat dipengaruhi oleh ajaran
teori causal, yang memandang bahwa hubungan hukum adalah obligatoirnya, sedangkan levering adalah
akibatnya. Artinya levering baru sah, dan karenanya baru menjadikan yang menerima penyerahan sebagai
pemilik, kalau rechtstitel yang memindahkan hak milik sah.
Di sisi lain, ada juga teori abstraksi yang menganut bahwa ada pemisahan antara levering dengan
rechtstitel. Jadi kalau sekiranya ada suatu penyerahan, dimana yang melakukan penyerahan tidak memiliki
titel, penyerahan tersebut tetap sah. Pemilik asal tidak dapat menuntut hak kebendaan dari pihak ketiga,
yang membeli dengan itikad baik. Tuntutan pemilik asal adalah tuntutan pribadi terhadap orang yang
mengalihkan hak kepada pihak ketiga tadi tanpa hak. [14]
Pandangan para pakar di atas sangat menentukan dalam hal ada dua kepemilikan atas objek yang sama
untuk menentukan pemilik dan pemegan hak yang sesungguhnya.
C. Pencabutan hak-hak atas tanah
Mengenai hak kepemilikan atas tanah, sifatnya tidak mutlak, artinya apabila kepentingan Negara atau
kepentingan umum menghendaki, hak kepemilikan perorangan atau badan usaha atas sebidang tanah dapat
dicabut dengan pemberian ganti rugi. Prinsip ini dianut baik dalam KUHPerdata maupun dalam UUPA.
#$%!m

m     VV  
V&
  VV

 

V  &
  V V V   
VVV VV V V V V 


V  V V    V 
VV V    VV  

V V'V  V
V V VVV&V   V VV
VVV V
 VVV

VVV VV
V V V VV
()*
VV VV 
V VVV V+

V VV



    V   & VV 
 V  
 V V  V
V
&
V 
 VVV V V V
Pengertian kepentingan umum, harus dijaga dengan ketat untuk tidak melebar dan terlalu elastis sehingga
hal-hal yang tidak seyogianya digolongkan sebagai kepentingan umum, tetapi justru memperoleh penguatan dan
legitimasi. Batasan tentang pengertian kepentingan umum yang abstrak dapat menimbulkan penafsiran yang
berbeda-beda di masyarakat, dan dapat menjurus kepada ketidakpastian yang baru dan menimbulkan konflik di
masyarakat. Karena itu harus ada pengertian yang konkret akan makna kepentingan umum[15].
Dalam Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2006 pada pasal 2 dinyatakan bahwa pengadaan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan
dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Sedangkan pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukandengan cara jual beli,
tukar menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya pada
pasal 5 diatur secara limitatif bidang-bidang yang termasuk dalam kategori pembangunan untuk kepentingan umum.
Satu hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa yang dimaksudkan untuk pembangunan kepentingan
umum haruslah yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Pembebasan tanah yang dilakukan oleh pihak selain
Pemerintah, berdasarkan aturan PP tersebut di atas tidak dapat digolongkan sebagai pembangunan untuk
kepentingan umum.

Bab III

Kepastian dan perlindungan hukum atas hak atas tanah


A. Duduk perkara sengketa pertanahan tanah Meruya

Apabila diikhtisarkan dari berbagai pemberitaan dan kutipan-kutipan putusan pengadilan, maka sengketa tanah
di atas dapat dipetakan sebagai berikut :
1. Ada klaim kepemilikan ganda atas suatu objek yang sama. Kepemilikan PT Portanigra didasarkan pada
perjanjian jual beli dengan pemilik tanah asal yang dikoordinir oleh Juhri Cs. Bukti kepemilikan tanah dalam
rangka jual beli itu adalah girik yang diserahkan kepada pembeli. Pembelian tanah dikukuhkan dengan akta
jual beli. Tahapan lanjut untuk pendaftaran tanah dan sertifikasi tanah belum dilaksanakan.
2. Tanah yang sama oleh Juhri cs, kemudian dijual lagi kepada Perorangan, Badan-badan Hukum dan Pemda.
Beberapa kali peralihan tanah telah terjadi oleh pembeli tingkat kedua, seperti Pemda yang menjual
sebagian tanah tersebut kepada masyarakat, ataupun perorangan yang memperjual belikan tanah itu
kembali.
3. Tanah-tanah yang dibeli oleh perorangan, Badan-badan Hukum, Pemda dari Juhri Cs maupun yang
kemudian dialihkan oleh para pembeli tersebut kepada pihak lain, dilengkapi dengan akta jual beli, serta
didaftarkan dan memperoleh sertifikat tanah
4. Pengadilan memutuskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Juhri Cs, dalam menjual kembali tanah-tanah
tersebut adalah melawan hukum. Girik yang digunakan dalam transaksi jual beli adalah palsu, karena girik
yang asli telah diserahkan kepada PT Portanigra. Pengadilan memutuskan pidana penggelapan dan
pemalsuan kepada Juhri Cs.
5. Pengadilan mengabulkan kasasi perdata PT Portanigra kepada Juhri Cs
6. Juhri Cs merencanakan untuk mengajukan PK (Peninjauan Kembali) atas putusan kasasi Mahkamah Agung
11

B. Kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak

1. Kepastian dan perlindungan hukum bagi pembeli pertama (PT Portanigra)

Berdasarkan landasan teori pada bab sebelumnya, apabila dengan melihat kepadatransaksi jual beli tanah,
dapat diberikan analisis sebagai berikut :
a. Transaksi jual beli tanah antara PT Portanigra dengan Juhri Cs adalah sah
b. Transaksi jual beli tanah antara PT Portanigra dengan Juhri Cs, yang tidak atau belum dilanjutkan
dengan pendaftaran tanah untuk mendapatkan sertifikat tanah, membawa akibat hukum bahwa bukti
kepemilikan PT Portanigra atas tanah tersebut belum lengkap
c. Akta jual beli berdasarkan akta otentik adalah sah, sepanjang menyangkut penyerahannya. Dengan
demikian, kepemilikan yang dipunyai PT Portanigra adalah kepemilikan yang bersifat kebendaan, bukan
kepemilikan yang bersifat hak perorangan.
d. Kasasi yang dikabulkan oleh Mahkamah Agung, sifatnya adalah pemulihan hak kebendaan atas tanah
tersebut. Untuk mendapatkan hak milik, maka PT Portanigra harus melanjutkan dengan prosedur normal
dengan melakukan pendaftaran tanah untuk mendapatkan sertifikat hak

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, menurut penulis terdapat beberapa hal yang perlu dikritisi
yaitu :
a. Fakta hukum bahwa PT Portanigra tidak memiliki sertifikat tanah, kecuali akta jual beli selama lebih dari
30 tahun mengindikasikan bahwa proses perolehan tanah tersebut dari awal adalah bermasalah
b. Fakta hukum bahwa PT Portanigra menggunakan putusan pidana kepada Juhri Cs sebagai alas gugatan
perdata dapat dibenarkan. Namun, gugatan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai


 V 
V,
maupun 


 VV , karena faktanya Juhri Cs tidak pernah berstatus lagi sebagai pemilik tanah,
sedangkan transaksi jual beli tanah yang dilaksanakannya tanpa hak telah dinyatakan tidak sah oleh
Pengadilan. Gugatan seharusnya dibuat terhadap pihak-pihak yang menduduki tanah tersebut, dan juga
kepada Pemerintah c/q BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang telah menerbitkan berbagai hak di atas
tanah yang merupakan miliknya kepada orang lain tanpa seizinnya.
c. Menjadi pertanyaan pula, kenapa dalam tenggang waktu yang sedemikian lama, PT Portanigra tidak
melakukan proses hukum untuk perolehan hak atas tanah dengan memohonkan pendaftaran tanah dan
sertifikasi, tetapi lebih memilih jalur gugatan kepada Juhri Cs yang sebenarnya tidak lagi memiliki
hubungan hukum dengan tanah tersebut.
2. Kepastian dan perlindungan hukum bagi Juhri cs
a. Juhri Cs telah menerima hukuman pidana atas perbuatan penggelapan dan pemalsuan surat-surat
tanah dan surat-surat lainnya dalam rangka jual beli tanah kepada pihak lainnya
b. Juhri Cs telah mengembalikan uang yang timbul dari hasil penjualan kembali tanah tersebut melalui
negara.
c. Juhri Cs tidak mempunyai klaim kepemilikan apapun lagi atas tanah tersebut.
d. Juhri Cs berencana akan melakukan perlawanan dengan mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan
kasasi Mahkamah Agung
Sehubungan dengan hal-hal tersebut, penulis memberikan komentar sebagai berikut :
a. Hukuman pidana dan pengembalian uang yang dilakukan oleh Juhri Cs adalah membuktikan bahwa
mereka tidak dalam kapasitas yang sah untuk melakukan transaksi penjualan kembali tanah yang bukan
merupakan miliknya
b. Status uang yang dikembalikan patut dipertanyakan. Uang tersebut tidak dikembalikan kepada PT
Portanigra, maupun kepada masyarakat atau Pemda yang membeli tanah melalui Juhri Cs. Uang yang
dikembalikan adalah jasa untuk urusan memperlancar jual beli yang ternyata tidak lancar, bukan uang
hasil penjualan tanah.
c. Upaya hukum Peninjauan Kembali ( PK) yang akan ditempuh oleh Juhri Cs juga kehilangan justifikasi dan
pijakan hukumnya. Atas dasar apa Juhri Cs mengajukan PK. Juhri Cs bukan merupakan pemilik tanah.
Tanah tidak dalam penguasaan Juhri Cs. Bukti-bukti kepemilikan tanahpun tidak ada pada Juhri Cs.
Sepanjang menyangkut enforceability (daya paksa) dari putusan kasasi mahkamah agung, tidak
mempunyai pengaruh apa-apa terhadap Juhri Cs.

3. Kepastian dan perlindungan hukum bagi pembeli dari Juhri Cs


a. Pembeli tanah dari Juhri Cs, baik perorangan, Badan Hukum maupun Pemda telah melakukan transaksi
jual beli dengan akte otentik, pendaftaran tanah, hingga memperoleh sertifikat tanah
b. Pengalihan tanah dari para pembeli awal, kepada pembeli kemudian, serta para pihak yang saat ini
secara nyata menduduki baik secara hukum maupun konkret, telah berlangsung sesuai dengan aturan
dari Pemerintah.
c. Para pihak yang menduduki dan memiliki hak atas tanah saat ini, di atas lahan sengketa, memiliki
kepemilikan hak yang beragam seperti hak milik, hak pakai, hak guna bangunan, maupun hak
tanggungan
d. Hukum melindungi para pembeli dengan itikad baik[16]. Dalam hukum berlaku satu asas, yaitu bahwa
kejujuran itu dianggap ada pada setiap orang, sedangkan ketidak jujuran harus dibuktikan.[17]
e. Hukum juga memberi perlindungan absolut dan relatif, karena kepemilikan pada pihak-pihak yang
menduduki tanah tersebut saat ini adalah kepemilikan kebendaan maupun kepemilikan perorangan

4. Tanggungjawab Pemerintah atas terbitnya sertifikat tanah di atas lahan sengketa


Pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional harus dapat dimintai pertanggungjawaban atas
terbitnya sertifikat di atas lahan sengketa.
Putusan pengadilan perdata dan pengadilan pidana yang tidak dijadikan refensi mengakibatkan proses
sertifikasi tetap dapat diteruskan. Hal tersebut dapat disimpulkan dari kronologi fakta hukum berikut :
a. 1985ʹ 1987 : Pengadilan Pidana telah menghukum Juhri Cs (tiga orang, dengan tiga berkas kasus)
, atas kejahatan pemalsuan dan penggelapan girik dan kuitansi dalam proses jual beli tanah yang
telah dijual sebelumnya kepada PT Portanigra
b. Maret 1997 Hakim Pengadilan Perdata mengabulkan permohonan sita jaminan atas tanah
sengketa
c. April 1997 Hakim Pengadilan Negeri, menolak gugatan perdata PT Portanigra dengan N/O atau
tidak dapat menerima gugatan, dan meminta agar gugatan diperbaiki kembali dengan memperluas
pihak tergugat. Namun, sekaligus juga memutuskan untuk mengangkat atau membatalkan sita
jaminan yang sebelumnya telah diletakkan pada tanah sengketa.
d. Oktober 1997, Pengadilan Tinggi memperkuat dan sependapat dengan Pengadilan Negeri
e. Juni 2001, Mahkamah Agung menerima kasasi PT Portanigra.

Menurut penulis, akar persoalan dalam perkara ini adalah dari pengadilan dan birokrasi sendiri, sebagai
berikut :
Persoalan yuridis dalam putusan ini ada dua yaitu :
a. Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi pada dasarnya tidak memeriksa pokok perkara, namun
mengembalikan kepada penggugat untuk memperbaiki dan melengkapi gugatan. Namun pada saat
yang sama, meniadakan sita jaminan yang telah diputuskan sebelumnya. Hal ini lah yang membuat
Badan Pertanahan Nasional dapat memproses lanjut permohonan sertifikasi yang diajukan
masyarakat.
Pengadilan negeri dan pengadilan tinggi menolak gugatan sudah benar, namun tindakan
pengadilan negeri yang dikuatkan oleh pengadilan tinggi dalam mengangkat sita jaminan yang
sebelumnya adalah tidak tepat. Bagaimana pengadilan dapat memutuskan untuk mengangkat sita
jaminan sedangkan pokok perkaranya sendiri tidak atau belum diperiksa.
b. Amar Putusan Kasasi yang mengabulkan permohonan PT Portanigra, pada dasarnya
menyatakan bahwa sita jaminan dianggap sah dan berharga, Juhri Cs melakukan perbuatan melawan
hukum sekaligus wanprestasi. Selain itu menyatakan Portanigra sebagai pemilik yang sah atas tanah
sengketa berdasarkan bukti-bukti, serta menghukum Juhri Cs dan semua orang yang mendapatkan
hak dari mereka untuk mengosongkan tanah-tanah milik adat tersebut dan menyerahkannya dalam
keadaan kosong kepada Portanigra.
Putusan kasasi yang memperluas akibat putusan kepada orang-orang yang tidak merupakan
pihak dalam perkara gugatan menurut penulis tidak tepat. Dalam konstruksi hukum perdata pada
pasal 1340 dinyatakan bahwa suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak
ketiga, dan juga tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya.
Putusan kasasi yang menyatakan bahwa sita jaminan adalah sah, adalah tepat. Namun
memeriksa dan memutuskan gugatan dimana gugatan meliputi pihak-pihak yang tidak diikutkan
sebagai tergugat serta adalah tidak tepat. Benar bahwa pihak ketiga yang berkepentingan dapat
menempuh upaya hukum perlawanan atau verzet. Cara ini dibenarkan apabila akibat suatu putusan
membawa akibat kepada pihak ketiga yang bukan tergugat, dan dalam pokok gugatan tidak
menyinggung pihak ketiga tersebut. Dalam kasus PT Portanigra, pokok gugatannya telah meliputi
pihak-pihak lain di luar Juhri Cs, namun tidak diikutkan sebagai tergugat serta.

Sedangkan persoalan yang terkait dengan birokrasi juga ada dua yaitu :

a. Dalam perkara pidana, telah diketahui bahwa terdapat pemalsuan dan penggelapan atas surat-
surat jual beli yang dilakukan oleh Juhri Cs. Seyogianya aparat birokrasi di BPN harus menggunakan
fakta hukum tersebut untuk tidak memproses pendaftaran tanah dan sertifikasi.
b. Birokrasi atau BPN seharusnya, dengan alasan pada bagian a di atas, seharusnya tidak
memproses lanjut permohonan pendaftaran tanah dalam rangka sertifikasi tanah. Pengangkatan sita
jaminan yang dilakukan oleh pengadilan negeri dan dikuatkan oleh pengadilan tinggi tidak berarti
bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa.
Di satu sisi, Putusan pengadilan perdata yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap,
karena proses kasasi masih berjalan, digunakan oleh BPN untuk memproses lanjut sertifikasi. Di sisi
lain, fakta hukum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap di pengadilan pidana,
dikesampingkan oleh BPN.
Sebenarnya, kalau para pihak yang terkait mempelajari dengan cermat, yurisprudensi
mengenai hal tersebut telah ada.Yurisprudensi tersebut memberi keseimbangan bagi para pihak
dalam hal memohon proses sertifikasi. Dalam yurisprudensi MA no. 1588/K/Pdt/2001 terdapat
kaedah hukum yang menyatakan sebagai berikut :
*Sertifikat tanah yang terbit terlebih dulu dari akta jual beli tidak berdasarkan hukum dan
dinyatakan batal. Penerbitan sertifikat tanpa ada pengajuan dari pemilik adalah tidak sah͟
BPN seyogianya menunda proses sertifikasi, karena tanah tersebut masih dalam status sengketa.
BPN juga tahu bahwa girik, petuk pajak ataupun Letter C yang diajukan oleh masyarakat dalam
proses pendaftaran tanah dan sertifikasi bukan merupakan alat bukti pemilikan atas tanah.[18]

Masyarakat, dan para pihak lainnya yang dalam proses jual beli tanah adalah dengan itikad baik,
akan dirugikan dengan adanya persoalan tersebut.Upaya hukum bagi masyarakat yang dirugikan
dari kasus ini adalah antara lain:
a. Melakukan perlawanan (verzet) atas putusan mahkamah agung
b. Melakukan gugatan perdata kepada Juhri Cs
c. Melakukan gugatan tata usaha negara kepada Badan Pertanahan Nasional
d. Mencari dengan cara sendiri-sendiri upaya perdamaian atau upaya lain untuk mempertahankan
hak-haknya

C. Aliran post modernisme dalam mencari keadilan

Cita-cita hukum yang baik adalah untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Apabila ada
pertentangan antaran kepastian hukum dengan keadilan, maka unsur keadilan harus dikedepankan dan
dimenangkan. Kepastian hukum adalah sebuah falsafah positivisme dimana untuk mendapatkan titik temu
antara para pihak yang kepentingannya berbeda-beda, maka harus dicari suatu rujukan yang telah
disepakati, dilegalkan dan diformalitaskan serta V
& oleh aparat hukum sebagai penjelmaan dari
kedaulatan birokrasi negara.
Tetapi mana kala, dengan saluran formal yang mengedepankan kepastian hukum tidak mencerminkan
adanya keadilan, maka pencari keadilan akan menemukan caranya sendiri untuk mendapatkan
keseimbangan antara keadilan dan kepastian hukum. Kepastian hukum yang ideal adalah hukum yang
memberi keadilan. Namun manakala keadilan tersebut tidak ditemukan lewat saluran formal, akan terjadi
apatisme hukum, yang bahkan pada titik ekstrim akan dapat menjelma menjadi chaos karena masing-masing
pihak akan mencari, menafsirkan dan mengenforce keadilan menurut persepsinya masing-
masing. Fenomena yang demikian ini, sebenarnya telah dikaji dalam satu aliran hukum post modernisme
yang bernama &
 & 

Munir Fuady[19] mencatat, aliran critical legal studies merupakan suatu aliran yang bersikap anti
liberal, anti objektivisme, anti formalisme, dan anti kemapanan dalam teori dan filsafat hukum, yang dengan
dipengaruhi oleh pola pikir post modern, secara radikal mendobrak dan menggugat kenetralan dan
keobjektifan peran dari hukum, hakim, dan penegak hukum lainnya terutama dalam hal keberpihakan hukum
dan penegak hukum terhadap golongan yang kuat/ mayoritas/ berkuasa/ kaya dalam rangka mempertahankan
hegemoninya, serta menolak unsur kebenaran objektif dari ilmu pengetahuan hukum, serta menolak
kepercayaan terhadap unsur keadilan, ketertiban dan kepastian hukum yang dihasilkan lembaga-lembaga
formal negara.
Kasus tanah di Meruya Selatan yang menjadi pembahasan paper ini adalah contoh nyata.
Masyarakat, yang menurut hukum harus dilindungi sebagai pembeli beritikad baik, ternyata tidak
mendapatkan perlindungan itu. Ketika pengadilan negeri yang memperoleh legitimasi formal dari negara
akan mengeksekusi suatu putusan mahkamah agung, kalangan masyarakat justru tidak menerimanya.
Bahkan dukungan non legal diperoleh baik dari institusi parlemen, pemda maupun badan-badan kenegaraan
lainnya seperti komisi-komisi nasional yang bergerak di bidang advokasi kepentingan masyarakat. Ini
sesungguhnya adalah sebuah ironi di negara yang berdasarkan hukum, dimana tidak ada kepercayaan
kepada lembaga dan pranata hukum yang ada.

Bab IV

Simpulan

Sehubungan dengan pembahasan pada paper ini dalam kaitannya dengan sengketa tanah di Meruya Selatan, Jakarta
Barat antara PT Portanigra dengan Juhri Cs dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang telah memperoleh penguatan putusan dari
Mahkamah Agung, tampaknya tidak dapat diperoleh secara utuh, karena :
a. Beberapa upaya hukum yang lain, seperti verzet maupun peninjauan kembali masih terbuka
b. Sebagian terbesar kalangan di masyarakat mempunyai persepsi berbeda dan menganggap bahwa
putusan pengadilan tersebut tidak mencerminkan asas keadilan
2. Perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para pihak yang memegang tanda bukti kepemilikan hak
atas tanah (sertifikat), juga tidak utuh, karena :
a. Pemegang sertifikat hak milik, diabaikan haknya untuk diikutkan sebagai pihak turut tergugat, dan
hanya dibuka upaya hukum melalui verzet
b. Proses perolehan sertifikat yang bermasalah menimbulkan potensi gugatan di kemudian hari
3. Institusi pemerintahan yang menerbitkan sertifikat tanah yang ternyata bermasalah seyogianya dapat
dimintakan pertanggungjawaban perdata, dan tuntutan ganti rugi. Namun mengingat sistem pendaftaran
tanah yang stelsel pasif, akan dapat membebaskan institusi pemerintahan dari tanggungjawab yuridis
keperdataannya.
Jakarta, Maret 2008
Sampe L. Purba
raftar Pustaka

Buku

Adrian Sutedi, RV  


V  !V VV   V V ,V  V VVV, Sinar
Grafika, Jakarta, 2007
Aslan Noor, !Vm-  ,V . .VRV V ,
Mandar Maju, Bandung, 2006
Boedi Harsono, -V V
VVm,V + V, Penerbit Universitas Trisakti, ed. 3 Jakarta, 2007
Djuhaendah Hasan, /0 VV!V V. ,V  V.V / VV
 - ,V r!V V
V*  Vm
V,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996
J. Satrio, 1  
 + !V 2
&
VmV,
PT Alumni Bandung, 1999
John Salindeho, 0 VV!
 r3
VVVm,
Sinar Grafika, Jakarta, 1994
Mariam Darus Badrulzaman, -V&
 m.V + V,
PT. Alumni, Bandung, 1997
Munir Fuady, 4  V,
m- 
V PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2005
Subekti,  m
, PT Intermasa, cet. 32, Jakarta, 2005

Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


Undang-Undang no. 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-pokok Agraria
Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Presiden no. 65 tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan no. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

[1] Diikhtisarkan dan diakses dari www.hukumonline.com


[2] Boedi Harsono, -V  V
VV m ,V  + V, Penerbit Universitas Trisakti, ed. 3 Jakarta,
2007, hal. 63
[3] Djuhaendah Hasan, /0 VV!V V. ,V  V.V / VV- ,V r
!V V
V*  Vm
V, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 76
[4] Dalam implementasi asas pemisahan horisontal, atas tanah adat di tanah batak berlaku ungkapan ͞ Habang Lali
ndang habang tungko͟, yang secara harfiah berarti ͞ Elang boleh terbang dari tungkul perhinggapannya, namun
tungkul itu tetap tinggal͟. Pengertian ungkapan ini adalah bahwa apabila anggota masyarakat adat membangun
rumah di atas tanah ulayat adat, kepemilikannya hanya terbatas pada rumahnya itu saja. Apabila dia meninggalkan
tanahnya, dia boleh mengangkat bangunan rumahnya, namun tanahnya kembali menjadi milik masyarakat ulayat
adat.
[5] Djuhaendah Hasan, ibid, hal. 70
[6] Boedi Harsono, & , hal. 40 ʹ 41
[7]Mariam Darus Badrulzaman, -V&
 m.V + V, PT. Alumni, Bandung, 1997, hal. 31
[8] Aslan Noor, !Vm-  ,V . .VRV V , Mandar Maju, Bandung, 2006, hal. 28-29
[9] John Salindeho, 0 VV!
 r3
VVVm, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal. 34-35
[10] Asas asas hukum adat tidak mendapatkan penjelasan dalam UUPA. Djuhaendah Hasan menyatakan asas hukum
adat antara lain adalah asas kontan konkret, asas kekeluargaan dan asas kepentingan umum di atas kepentingan
pribadi. Cf. Djuhaendah Hasan, [& , hal. 114
[11] Mariam Darus Badrulzaman, & , hal. 37
[12] Ibid, hal. 59
[13] Ibid, hal. 36
[14] J. Satrio, 1  
 + !V 2
&
VmV, PT Alumni Bandung, 1999, hal. 12-13
[15] Adrian Sutedi, RV  
V  !V VV   V V ,V  V VVV, Sinar
Grafika, Jakarta, 2007, hal. 290
[16] Pasal 1965 KUHPerdata : Itikad baik selamanya harus dianggap tetap ada, sedangkan siapa yang menunjuk
kepada suatu itikada buruk diwajibkan membuktikannya
[17] Subekti,  m
, PT Intermasa, cet. 32, Jakarta, 2005, hal. 64
[18] Djuhaendah Hasan, op.cit, hal. 211
[19] Munir Fuady, 4  V,
m- 
V PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 7

m   
     c
 c
   c
c
c c
 c  ccc ccc 
ccc c

 c c



c cccccc
c c cc cc
c  c c
c  c  c   c  c c c  c 
c 
c c 
c   
c  c   c  
c  c  c c  c c
c c c
c c c  c  c  cc
cc
c c
  c  c c c  c 
c c c 
c!
c

c
  c c  c 
c  c c  

  c "c   c 
 c c 
c 
c
 c
 c  c  c  c  c c c

c c  c c 
c
c
 c

i     
    
              
 
     
    i 
  i     
 
  
 i      ! 
   
  
  
       
    
       
 
  "    
  

  # $  
  " 
 ! !   " 

% 

# 
       

  
    
  
 
   
& 

#  
  


 



    

 
  

'#  
  


 



    
 
 


  
 
  

i 
                 
 
  
 
!


 
 # 

        # $         

 

  
 
  
       (
  
         
#      

  )
   
  



        !# *  

  
     !  
! _ 
  cc  c  c

c"c
c c
c c
c


c c
c #
c
 c   c c c  
c 
c 
c  c

 c c "c 


c  c  c 
c c!c c  cc
c 
 c
 cc c  cc c
cc 
 cc c  c
c c  c
 c
c
 cc  c

c c
cc  cc cc  c  c
c$c

#c á  


  "  
  '   
!

 "  
#c á i 


          
  

    
   
!   
  
# 

c
c

 c
  
        
   c
m    c
cc

         c


cccc"c c c c
!c
 c  c
c c
c c c  c   c c c

c c c c   c c

c c c c 
c   c  c c
  c c !
c c
c c c  
c c  c 
c 
c c
    c c  c c c c 
c "c   c   c

c c c c  c  c   cc c cc c cc
  c

c 
c c c  c   c  
c c
 
c c   c  c 
c c   c  c  

 c 
c c
! c  
c c    c  c "c   c c  c 
c  
c


c c  c   c   c
c 
c    c  c c
% 
c c  
c c c

c c    c c
c c c
c  c  c c c  c c   c c

c
 c c   c 
c c  
c  c c c 
c c c
c cc c"c c c c c c c c
  c c c

c    #  c 
c  c  c c c c
 
c÷  ÷c c c  c  
÷  ÷c  c c c c
 c  c c c  
c c 
c  c 
c
 c

  c  c &c c ! c  c    c




c "c c 
c 
c
 c c c 
c "c  c c c 
c
  c  c "c
 c
c 
c c
c c c c
c% 
cc
 
c cc
 c  

 c c  c   c 
c  c
c c  c
c  
c 
c  c 
 c c  c  
c c  c
c   c

c 
c


c
c
 c  c"c
c c&c c!
cc

c c
# c  '
   c 
c  
c c  
c c   c  c

c c  c 
c 


c  c÷  ÷c c c  c c c
# c c (   ÷ )c c  c

 c 

c # c  '
c ( 
   ) c
*cccc+

cc cc c
c
 c
+

cc cc c
c
 cc ccc
c
 

 c "c !
c c c  
#c   c  c c c   c  c

c c  c  c  c  c  c c 
c  
c
 c"cc  c  cc
c
c c

c c
c c 
c "c 
c ! 
 c c   c   
  ÷  c
c 
c c   c   
    !c c  c
c   c c
 c  c  c  c 
c c c
  c 
 c
cc 
 c   c
+

c"c c  c  c"c, c-  c cc c
c
 c
c  c  

 c  c  c c 
c   c c c
 
c  c   c 
c
c "c c 
c ! 
 c , c -  c
  c 
c  c  
c c c   c c c -  c
% c  c  c c c c c 
c c    c  c
 c c  c c c  c c
c  c  c   c   c  c "c
! c

c
c  
c   c c c c  ' c c c

  c   c c  c 
c 
 c


c   c c
c  c
   c
c 
c
cc
!.c
c   c c 
c 
c c  c c c
ccc 
ccc c c
 c c  c, c
-  c c  c  c  
c  c 
  c 
c  "cc  c  c
 c/
c c c c c 
c 
c
 
 c 
c 
 c
 c c  #c c c,  c % c c 
c c c  
  c

 c c 
c

c
 
 c c    c  c  c
 c c
 c  c
!.c 
c c c c 
c  c    c   c  c
 c c  c c c c 
c

c ! 
 c

c 
c 
c
 c
c c  c c c c c
  c   c c   c c
 c 01c  c   c 
c c c 
c
  c ccc
c
2 c
cc c  cc  c
c
 cc  c
c c

 c  c  c c c c c c   c  c c c  c
c c  c 
c  c 
c
 c c c 
c
  c 
c  # c c !.c "c  
c
 c   c c c c
 c c ccc ccccc   c c
c
 c

c c c c c c !.c  c  c c   c 
c
  c c cc c c c cc #
c
 c
3
c    c $c 
c  c 
c
 c  c !.c   c
  cc c 
c  
c c
#c
c c 
 c  
cc
c  c !.c   c 
c  c c
c c -  c c
 c
  c  c .c c  c   c c 
c  c
c 

c c

c  cc"c c
c  c c
 c
c
 c c
 c
cc
c   cc
 
cc
c cc#  c
 c

c c c  c

c c    c c 
c 
c
 c

c 

c 
c  c c  c   c c c

c

 c c c  
c  
c   c c c 
c
c
 c c
c  c
c

c
cc
cccc4   c c c
 cc   c"c
c  c
 c  c "c  c  c 
c c


c 
c
 c c

c%cc  c  c!.c  c c
c
 c
c
c
c
c c c
c cc 
 c
 c c 
c c c 
c c c 
c %&cc %
c
 c

c   c c 
 c  c 
c !.c  c *c 
c *c c 
c
cc
c  c"cc! 
 c

2c  c !.c c c  


c   c c c  c

c
c c cc
c  c

cc$c
ccccc cc
 c05c

cc!  c% 
c
! cc
c*cc!  c% 
c cc 
 c c
c c*c
c *c
!.c c c
cc!.c c  c
c# c

# #  


 +   ,  
   
    i    
 
   
  

'##-
+   
   
i  .  

##
+/ i  

##-
+ i 0
$
 

(##
 1  2á
 

##
+ i  1  



i    
           i   

% 

# 
       

  
    
   

$        


  

   
    
  
  
   
  
      
   % 

 i 
 

 i 
.
 

- i   



  



#  
  


 



   
 

$       






  
    
  
  
   
  
       
   % 

 i 
   
   
  ( 
 i 
     

'#  
  


 



   
 
 


 
 c c  c 
c c c c 
c c  c  c
 c c
ccc  c c  c
c$c
)cccc!#
c
 c 
cc c  
c c  c  c ! 
 c c

c c  c c

c  
c  c   c
c c  c 
c  c 
c#  c c 
c   c  c 
c

cc#
c c  c
 cc

c cc
c
 c
c
c
c c c  c
 cc cc cc
c c
c
c cc
c  c


cc c(!c
cc
!!c*c
 c5c

c!#
c2 )c
*)cccc c
c
&cc cc
 c0c c
c  c c  cc c
c c
c
 cc 
c c c cc cc ccc
c
c
c  cc c c c
c cc
c
c 
c
 c c c c c
c   c c 
c
(  )c  c 
c  
c   c 
c c 
c  
c c   c
 cc c
c

%%c
cc

m      


 c
cccc! c c c c
 c c   c 
c c 
c c  6c c
c  c

c c 
c  c c  c c c c 
c 
c  c c
 c c   c 
c c c c 
c c 6c c

c   c c c  c c   c  c 
c c 
c c
 c cc %c
!c   c 
c c   cc c c (÷
  ÷)c  
c c
c   c c c  c c c   c  c c  c
 c

c c c c c  c  c 
c  c c
 cc cc cc  c cc cc 
c  c

c
c 
c   c  c  c c  c  
c c
  c cc c

*ccccc c
c c c
c
 c
c c 
c  c  ' c 
c
 c c c   c c  ' c c
 c  c 
c  c   c  c c c c c
cc c*7c8c 
c c
c c c
c c 
ccc
  cccc c*7c c
cc 
c c
c c c
 c c  c  cc c  c

c
c  c  c cc
c  c cc
2 c   c  c  c c  c c 
c    c c  c  c !.c
  c cc c c c
c c ccc
c$c
cccc cc
 cc c 
cc   cc c
c
c
ccc
 c  c c 
c c 
c  c 
c 
c c  c c
 c c
cccc c c    c  c  c  c c     c c c
c c  c
cc c
cccccc  c c 
c    c  c  c 
c c  ' c  c c  c
 c
 c c 4   c c c   c   c c  c c c  c c c
c c  c c c c c
 c c 
c  c 
c c  c
 cc #
c
c
&c cc
c*1c!
c! 
 c  c*c
 c5cc
# 
c  c
c

c 
c c  c  c  c  c c 
c (*)c #c c !.c 
c c 
c

 c c  c
 c #c c  c 
c 
c  c c c c
c
c   c  c  c  c c
 c c 
ccc 
c  c

# 
c  c c c

 c cc
c c
c
 c
9    c c  
c cc c 
c c  c 

c 

c ,  %c
cc c 
c$c
cccc c
c 
cc cc 
c c c
c c c c
c-c
c  
c  c c c   c

 c 
c c c   c c  c c
c
cccc c
c

 cc c  c
cc  cc c.
c cc
 c

c c  
#c
cccc cccc c  c c c  c
c c(   )c
c

c c(   )c
c
cc 
c c  c cc c
cccc9   c
c   c
c
c
cc 
c c  c c c
cccc
c c 
c c  c

 c 
c 
c  
c


c c   c
 c 
c c
cc c

'           c


cccc. c c c"c
c c c
 c c
. c c cc
c c c
 c
c cc c c c
 c c
cc c  c$c
cccc #
cc 
cccc cc
 c
cccc #
cc 
cc c
 cc   c  c c
 #
c c  
c c c c  c c
 c
 c  c
 c c c c 
c c #
c c  c
# c
 c !c  c 7c !.c  
c  c 
c 
c c
c

ccc"c
c
cc c
c  c
c
 c
c
 
c c  c 
c  c c c c 
c c c  
c c
c
 #
c c  
c c c  c  c 
c
 c   c  c  c !.c
 
c  c c 
c c -  c c
 c  #
c  c c


c c   c  c  
c  
#c  c c  c

c 
c  c 
c
  c c  c c  c 
c
 c    c  c c c  c c
 c   c
c c  c  c 
c
 c  c  c
  c  
 c c
  c cc c
c
 c c# c   c: c   c c
  c c c(
c c  c
c)c  c
c
 c c
c
  c
c c c
c
cc
*cccc!
c c
c
 c  c"c
!c c7c!.c 
c c
c
cc
c
cc
c "c 
c 
c c  c 
c  c 
c
 c 
c  
c c
 c
c cc cc
ccc 
ccc
cc c  c
c c7c!.c  c$c
ccccc
c c
c c;
c
c
c c
c
 c  cc$c

)cccc%
cc
*)cccc%
cccc
)cccc%
cc c
c
cccc3 c
cc
c c
c
 c cc$c
)cccc8
c cc c
*)cccc3
ccc 
ccc
cccccccccccccccc!.c
c   c  c 
c c c c 
c  c c 
c

 c c c  c 7c 
c 
c  
c c 
c
 c &c  c
c  c c   c 
c c   c  c c  c c

c
 cc  c
c
# c c cc   c! 
  cc

c c
c c
c
 c!c
ccc c  c c
 c! 
 c  c c c c  

  cc

cc
 c cc  c  ccc
ccccccccc  c*1c
 c0c

cc

c!
c  c

c2 cc&ccc.c c.
c ccc
c
c c
c

 c 
c c c  c c c 
c c c 9c  c   c  c  c
c 
c c   c c ! 
 c c c c
c  c
  
#c
c
c c! 
 %cc
3 c  c c    c c 
 c c
 c 2 c
c 
c


c  c c  c   
c  c

 c c
 c c
 c c    cc
c   cc
 c


c%c
  c
  c 
c c 
c
 c  c  c 
c c
 c 
c 
c
c
c
c  c c  c
cc   c c

c 
c  c c c  
c 3  c 
c  c c  c   c
  c 
c
c 

c   c c 
c 
c c   c
 c  c  c 

c

 c c 
c c 
c  c


c c 
c
 c

c 3
c .!c ! % c c 
c 
c  c

c  cc  c  c! 
 c  c c  cc
c  c
 c  cc
c
c  c c
  c
 c c

c
c

c
c
c
c
 c
                     ( 
 )        c

c
  
          c
%
c c   c 
 c c  c 
c  c ! 
 c 
c
 c  c
 
 c  c c 
c  c c  c  
c c

 c

c%
c c 
c   #  c  c 
c c c
c 
c c c c 
c c c c
c  c
 
c
c  c 
c c   c  c  c
c c 
c  
c c
 c 
c 
c %
c c
c 
#c    c %
c
c c   c c      c c  c 
c   c

c c

c c 
c   c c c   c c 
c 
c

c #  cc c c  c

c
!c
 c 
c 
c  c
c  c  c c cc
c
  c c   c

c  c 
c #
c  c c c 
 c  c
! 
 c  c  c  c c

c "c 
' c 
c  c c

 c c c   c 
c c 
c
 c   c

c c  c
! 
 c
c c
c 
 c c cc
c
 cc& cc ccc   c c
c! 
 c
cc

 cc

c #
c  c cc c 
c c
 c
c 
#c
c

c
cc
  c
c  ccc ' c c  c
 c  cc  c c
<c ÷  ÷ ÷ 

  ÷ 
       ÷   mc  c
 c  c   c
 c

c c 
c  
c     c  c
 c
c c c %!c
!  c c  c   
 c  c 
c  c  cc
 c 
c

cc
c  c  c$c
)cccccccccc.c cc
c! 
 cc c
c cc
 c% c
c

c 
c c  c c  c  c c
#c (&+2)c % c c
#
c  c 
c

c c    c ! c  c 
c c  c

c   c 
c 
c  c 
c c
c 
c    c
 c  c  c  c 
c c  c c  
#c c  #
  c c
c

 c
c cc c  c  c! 
 c c
 c

ccc
 
cc

 cc  c c c
cc
c  c
  c
cc
c
c cc  
c

cc
cc
*)cccc.c c# c c
 c cc
 c
!c
 c c  c 
c 
c c  c c  c  
c

c  c  c
 c  c !c   c  c c c  c c 
c
, c -  c 4
c   c   c  c  
c 
 c !c c


c c c  c
c  c  ccc  cc

#c c
. c  c  c c c  c 
c 
c c 
c c
-  c c c c c  c 
c  
   c c
 
c 
c 
c  c 
c    c  c c

c  c c

c c
c
  c c 
c = c c 
c c

c
  c  c
    c  c 
c 
c 
c
 c 
c  c
 c c   c
 c
cc
)cccc!  c
c c
8
c c  c  c c  c 
c   c c
c#  c 
c! 
 c

c  c  c c  
c 
c  c 
  c c  c 
c c
cc
c cc

c
  c  c! 
 c
c  c  c  c c
("4+!)c  c  c c
ccc  c  cc 
c c
c
c

c
 c ! 
 c
  c c c c
 
 c 
c  ' c   c
c
cccccc!c  c c
c c
c c
c% # 

cc c

ccc   c
c  c c

c  ccc#
c

c c  c c  c c c   c   c   c c c
c

c 

c  c  c   c 
c 
c
 c c c c  
c  c

c
c
*     c
cc
c   c *c
 c 0c cc c c 
c  c  
c $c 
c

c c
c 
c &c c "c 
c 
c c  c

c   c  c 
c c c ! c  c c c c

  c c 3
 c . c 3
 c %  c c 3
 c c 
c 
c

c  c
c
 ccccc 
c%  c c>c c c

c
 c
 c   c cc 
c  c  c   c 



c ,c
c  c
c 
c  c 
c  c  c c  c

c cc c  c
c c c
cc
c
c
c c
c  c    c
 c c   c    c 
 c c c
c
 c c

c  c 
c

c c c  
  c ! 
 c c  c
c  c c   c 
c c 9 
c  c c 
c c
c
  c
c  cc  cc
c 
 cc
c c
c 
c
c
c    c c cc cc  c
c
c4 c
c  c
c  c c
 c
c c  c
c! 
 c
c  c 
c  c  c
 c c  c c c  c
c

c  c  c
 c c 
c 
c c  c   c

c 
c
 c c c
c
cc
cc
c c
c c
! c c c   c
c  c 
c 
c c
c  c
c
c
c  cc cc c
 c c
! 
 c , c -  c   c c


c =c c  c c
 
c c  c  '  c c  c  c c
 c
  c  c
  c 

c 
c c
 c  c c 
c c
c  c 
c c  c  c  cc c 
c c c

c
cc c
cc
 c
cc
cccccc c !
c ! c   c 0c
 c *110c

c! c 
c!
c ! c
"  c 0c
 c *11c

c !c 2 c & c ! c !c 
c
%
cc
  c c c c
c  cc$c
)cccc3
 c
ccc cc
c
cc
*)cccc3 c 
c c  c c c c
 c  c  c
c 
c 
c c c c
 c   c  c  c
c
c
cc

c
'    +       c
c
c  c 
c c   c 
c c
 c c
 c c
c
 cc c 
c
ccc c
  c c  c
 c  c  
c   c c c 
c   c  c
  c



cc c
c
c c7c% !
cc
c


cc
c c c 
c c
c  c c cc
c
 c 3
c  c &  %"c  c  c c   c   c 
c 
c c
c c
c ccc
c
cccccccccccc.c  c c 
c   c   c 

c c  c c % !
c c

c  c 
c   c
c c  
c 
c    c c c
c
 
c  c  c

 c c 
c  c 
c c 
c  #
c   c  c
 c 

c  c 
c c "c 

c   c  c c  
 c

c c
ccc c
c
c c
c
 c c

  c

c  c c  c
  c 
c c   c   c c 
c  c
 c
 c
cc    cc2
c c c
c  c
  c
 c c

c  c 
 c c  
c 
 c
  c  c c   c

c
 c
  c c c
c c
cc  c c
c cc

c c
c
c c
cc
cc
cc
cc
cc

cc
cc
cc
cc
cc
cc

cc

cc
cc
cc
cccccccccccc
 ,c

-  c
&cccc c
c   c    c c 
c$c

#c i 
  "    '   
! 
 " #
.
!
 "   
 '    % 

cccc!
c

cc
 c c c
c  cc

cc
cccc%c "c 
c 
c 
c 
c c c 
c c
c   c
 c c 
c c c 
c c c 
c
c
#c i 


           
 

    
   
!     
 
    #$  
 '    % 

cccc2 cc cc 


c  cc c ccc
 c c
c cc
 c

cc c
 c c
cccc2 cc  c c
c cccc c
 c
 c 
c c c  c   c c  c 
c  c 
c
 c

c c
c
 c c
c
ccc c
cc
c/c!c
4
c3
c*117c
cc
cc
cc
cc

r .   c

. c
 cR
  ÷        
        c
 c8# c4
c*115c

.!! c    ÷÷   ÷ !÷ ÷c


9?c3c3 c&cc
.  c/c4c ÷ R
  c c c+
 c  c

!c!
c4
c*11c
. c" c   "
    R  c
9?c3c3 c&c*110c

á' 30!'((  #*#i


1#*+ 

á $1 

i  
$

. " 

) . 4 + 

   c c!   #        !   
  

     ÷     ÷ 
c

!2c9
c.
c&
c&c0c

 c&  c          ÷  R  c

!2c9
c.
c&
&c*110c

3 
c%
 c      $
   c
!2c.  c&c*110c

,c   c ÷ R


  %c c8# c4
c*110c



c,  cR
  c!2c9
c.
c&
c&c*111c

2c,c    c c!2c.  c&cc

  c  ÷÷ c c8# c4


c*115c

@ c & 
c .  
cR   
 & ÷  '÷  
  c !2c .  c
&cc

_  Aslan Noor, !V m-  *,V . .VRV V , CV Mandar Maju, Bandung, 2006, hal. 85

_ L.J van Apeldoorn, VV


Rm, alih bahasa Oetarid Sadino, Pradnya Paramita, Jakarta 2005, hal. 296 

_ Yudha Bhakti Ardhiwisastra, RV ! V+


 4
V V* V, PT. Alumnni, Bandung, 1999, hal. 46 

_ R. Soeroso, VV


Rm Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 228

_ Yudha Bhakti Ardhiwisastra, & , hal. 22

_ Mochtar Kusumaatmadja, !V VmrVVV, PT. Alumni, Bandung, 2006, hal.9

_ Cf. Benjamin L. D͛ooge, / V 



 , Research & Education Association, New Jersey, USA, 2006 pg.386 

_ Black͛s Law Dictionary, fifth ed. , St. Paul, Minn., USA, 1979 hal. 61 

_  Djuhaendah Hasan, /0 VV!V V. ,V  VV / VV V  V 
V
V  V 
V, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandung 1996, hal. 105 

_
 Boedi Harsono, -V V
VVm,V + V, Universitas Trisakti, Jakarta, 2007 ,hal. 46-47

_  ST. Remy Sjahdeini, m,VVV, PT. Alumni, Bandung, 1999, hal. 51

_  R. Soeroso, &&  

_  Satjipto Rahardjo, Rm, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 55 

_  Supriadi, m*

, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 70 

_  A.P.Parlindungan, .V5 m*




/V

, CV Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 92

_  Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika,
Jakarta, 2007, hal. 227

_  Herlien Budiono, *! VV. m


V VRV V , PT Citra Aditya Bakti,Bandung, 2006, hal. 411

You might also like