You are on page 1of 14

1.

1 Pengertian komunikasi massa


Beberapa pengertian tentang komunikasi massa :
1. Komunikasi massa adalah proses di mana informasi diciptakan dan disebarkan
oleh organisasi untuk dikonsumsi oleh khalayak (Ruben, 1992)
2. Komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui media
massa pada sejumlah orang. (Bittner, 1980)
3. Komunikasi massa adalah suatu proses dalam mana komunikator-komunikator
menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas, dan secara terus
menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak
yang besar dan berbeda-beda dengan melalui berbagai cara. (DeFleur dan Denis,
1985)
4. Komunikasi massa adalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah
khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik
sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. (Jalaludin
Rakhmat)
Karakter Komunikasi massa:
1. Ditujukan pada khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar dan tidak mengenal
batas geografis-kultural.
2. Bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Kegiatan penciptaan pesan
melilbatkan orang banyak dan terorganisasi.
3. Pola penyampaian bersifat cepat dan tidak terkendala oleh waktu dalam menjangkau
khalayak yang luas.
4. Penyampaian pesan cenderung satu arah.
5. Kkegiatan komunikasi terencana, terjadwal dan terorganisasi.
6. Penyampaian pesan bersifat berkala, tidak bersifat temporer.
7. Isi pesan mencakup berbagai aspek kehidupan manusia (ekonomi, sosial, budaya,
politik dll)

1.2 Pengaruh komunikasi massa


1.2.1 Terhadap individu
Pada umumnya studi mengenai komunikasi massa berkaitan dengan persoalan
efek komunikasi massa. Efek atau pengaruh ini telah menjadi pusat perhatian bagi
berbagai pihak dalam masyarakat yang melalui pesan-pesa yang hendak disampaikan
berusaha untuk menjangkau khalayak yang diinginkan. Oleh karenanya mereka berusaha
untuk menemukan saluran yang paling efektif untuk dapat mempengaruhi audience.
Dalam konteks inilah pembahasan bagian ini akan ditujukan pada tiga teori, yaitu
stimulus respon, two step flow dan difusi inovasi.
a. Stimulus-Respon (S-R).
Prinsip stimulus respon pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang
sederhana, di mana efek merupakan suatu reaksi terhadap stimuli tertentu. Dengan
demikian seseorang mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan-
pesan media dan reaksi audience. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah :
a) Pesan (stimulus),
b) Penerima/receiver (organisme), dan
c) Efek (respon).
Prinsip S-R ini merupakan dasar dari teori jarum hipodermik, teori klasik
mengenai terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh. Dalam teori ini isi
media dipandang sebagai obat yang disuntikan ke dalam pembuluh darah audience, yang
kemudian diasumsikan akan bereaksi seperti yang diharapkan. Di balik konsepsi ini
sesungguhnya terdapat dua pemikiran yang mendasarinya:
1. Gambaran suatu masyarakat modern yang merupakan agregasi dari individu-individu
yang relatif terisolasi yang bertindak berdasarkan kepentingan pribadinya, yang tidak
terlalu terpengaruh oleh kendala dan ikatan sosial.
2. Suatu pandangan yang dominan mengenai media massa yang seolah-olah sedang
melakukan kampanye untuk memobilisasi perilaku sesuai dengan tujuan dari berbagai
kekuatan yang ada dalam masyarakat (biro iklan, pemerintah, parpol, dsb).
Dari pemikiran tersebut, dikenal apa yang disebut masyarakat massa, di mana
prinsip stimulus respon mengasumsikan bahwa pesan disiapkan dan didistribusikan
secara sistematik dan dalam skala yang luas. Sehingga secara serempak pesan tersebut
dapat tersedia bagi sejumlah besar individu, dan bukannya ditujukan pada orang
perorang. Pengunaan teknologi untuk reproduksi dan distribusi diharapkan dapat
memaksimalkan jumlah penerimaan dan respon khalayak. Dalam hal ini tidak
diperhitungkan adanya intervensi dari struktur sosial atau kelompok dan seolah-olah
tedapat kontak langsung antara media dan individu. Konsekuensinya seluruh inidividu
yag menerima pesan dianggap sama/seimbang. Jadi hanya agregasi jumlah yang dikenal
seperti konsumen, suporter, dsb. Selain itu diasumsikan juga bahwa pesan-pesan media
dalam tingkat tertentu akan menghasilkan efek. Jadi kontak dengan media cenderung
diartikan adanya pengaruh tertentu dari media, sedangkan individu yang tidak terjangkau
oleh terpaan media tidak akan terpengaruh.
Pada tahun 1970, Melvin DeFleur melakukan modifikasi terhadap teori stimulus
respon dengan teorinya yang dikenal sebagai perbedaan individu dalam komunikasi
massa (individual differences). Di sini diasumsikan bahwa pesan-pesan media berisi
stimulus tertentu yang berinteraksi secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari
para anggota khalayak. Teori DeFleur ini secara eksplisit telah mengakui adanya
intervensi variabel-variabel psikologis yang berinteraksi dengan terpaan media massa
dalam menghasilkan efek.
Berangkat dari teori perbedaan individu dan stimulus respon ini, DeFleu
mengembangkan model psiko-dinamik yang didasarkan pada keyakinan bahwa kunci
dari persuasi yang efektif terletak modifikasi struktur psikologis internal dari individu.
Melalui modifikasi inilah respon tertentu yang diharapkan muncul dalam perilaku
individu akan tercapai. Esensi dari model ini adalah fokus pada variabel-variabel yang
berhubungan dengan individu sebagai penerima pesan, suatu kelanjutan dari asumsi
sebab akibat dan mendasarkan pada perubahan sikap sebagai ukuran bagi perubahan
perilaku.
b. Two Step Flow dan Pengaruh Antarpribadi
Teori ini berawal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld et.al.,
mengenai efek media massa dalam suatu kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat
pada tahun 1940. studi tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa proses stimulus respon
bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun hasil penelitian menunjukan
sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah, dan asumsi S-R tidak cukup
menggambarkan realitas khalayak media massa dalam penyebaran arus informasi dan
pembentukan pendapat umum.
Dalam analisisnya terhadap penelitian tersebut, Lazarsfeld kemudian mengajukan
gagasan mengenai ‘komunikasi dua tahap’ (two step flow) dan konsep pemuka pendapat
(opinion leader). Temuan mereka mengenai kegagalan media massa dibandingkan
dengan pengaruh kontak antarpribadi telah membawa gagasan bahwa seringkali
informasi mengalir dari radio dan suratkabar kepada para pemuka pendapat, dan dari
mereka kepada orang-orang lain yang kurang aktif dalam masyarakat.
Teori dan penelitian-penelitian two step flow memiliki asumsi-asumsi sebagai
berikut:
1. Individu tidak terisolasi dari kehidupan social, tetapi merupakan anggota dari
kelompok-kelompok social dalam berinteraksi dengan orang lain.
2. Respond an reaksi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi secara langsung dan
segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh hubungan-hubungan social
tersebut.
3. Ada dua proses yang berlangsung; (a) mengenai penerimaan dan perhatian, (b)
berkaitan dengan respon dalam bentuk persetujuan atau penolakan terhadap upaya
mempengaruhi atau penyampaian informasi.
4. Individu tidak bersikap sama terhadap pesan/kampanye media, melainkan memiliki
berbagai pesan yang berbeda dalam proses komunikasi, dan khususnya, dapat dibagi atas
mereka yang secara aktif menerima dan meneruskan/menyebarkan gagasan dari media,
dan semata-mata mereka hanya mengandalkan hubungan personal dengan orang lain
sebagai panutannya.
5. Individu-individu yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai dengan
-penggunaan media massa lebih besar, tingkat pergaulan yang lebih tinggi, aggapan
bahwa dirinya berpengaruh terhadap orang-orang lain, dan memiliki pesan sebagai
sumber informasi dan panutan.
Secara umum menurut teori ini media massa tidak bekerja dalam suatu situasi
kevakuman social, tetapi memiliki suatu akses ke dalam jaringan hubungan social yang
sangat kompleks dan bersaing dengan sumber-sumber gagasan, pengetahuan, dan
kekuasaan.
c. Difusi Inovasi
Salah satu aplikasi komunikasi massa terpenting adalah berkaitan dengan proses
adopsi inovasi. Hal ini relevan untuk masyarakat yang sedang berkembang maupun
masyarakat maju, Karen terdapat kebutuhan terus menerus dalam perubahan social dan
teknologi untuk mengganti cara-cara lama dengan teknik-teknik baru. Teori ini berkaitan
dengan komunikasi massa karen adalam berbagai situasi di mana efektivitas potensi
perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan
oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar jangkauan langsung pusat-pusat
inovasi atau kebijakan publik. Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi inovasi
umumnya petani dan anggota masyarakat pedesaan. Praktik awal difusi inovasi
dilakukan di AS pada tahun 1930-an dan sekarang banyak digunakan untuk program-
program pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang.
Teori ini pada prinsipnya adalah komunikasi dua tahap. Jadi di dalamnya juga
dikenal pula adanya pemuka pendapat atau yang disebut juga dengan instilah agen
perubahan (agent of change). Oleh karena itu teori ini sangat menekankan pada sumber-
sumber non media (sumber personal, misalnya tetangga, teman, ahli dsb) mengenai
gagasan-gagasan baru yang dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui
penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivai dan sikap. Everett M. Rogers
dan Floyd G. Shoemaker (1973) merumuskan teori ini dengan memberikan asumsi bahwa
sedikitnya ada empat tahap dalam suatu proses difusi inovasi, yaitu:
1. Pengetahuan. Kesadarn individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu
tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
2. Persuasi. Individu memiliki/membentuk sikap yang menyetujui atau tidak menyetujui
inovasi tersebut.
3. Keputusan. Individu terlibat dalam aktivitas yan membawa pada suatu pilihan atau
mengadopsi atau menolak inovasi.
4. Konformasi. Individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah
diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan sebelumnya jika pesan-pesan
mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya.
Teori ini mencakup sejumlah gagasan mengenai proses difusi inovasi sebagai
berikut:
1. Teori ini membedadakan tiga tahapan utama dari keseluruhan proses ke dalam tahapan
anteseden, proses dan konsekuensi.
a. Tahapan anteseden mengacu pada situasi atau karakteristik dari orang yang terllibat
yang memungkinkannya untuk diterpa informasi tetntang suatu inovasi dan relevansi
informasi tersebut terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Misalnya adopsi inovasi biasanya
lebih mudah terjadi pada mereka yang terbuka terhadap perubahan, menghargai
kebutuhan akan informasi dan selalu menari informasi baru.
b. Tahap proses berkaitan dengan proses mempelajari, perubahan sikap dan keputusan.
Disini nilai inovatif yang dirasakan akan memainkan peran penting, demikian pula
dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam sistem sosialnya. Jadi
kadangkala peralatan yang secara teknis dapat bermanfaat, tidak diterima oleh suatu
masyarakat hanya karena alasan moral atau kultural atau dianggap membahayakan
struktur hubungan sosial yang telah ada.
c. Tahapan konsekuensi terutama mengacu pada keadaan selanjutnya jika terjadi difusi
inovasi. Keadaan tersebut dapat berupa terus menerima dan menggunakan inovasi, atau
kemudian berhenti menggunakannya lagi.
2. Perlu dipisahkannya fungsi-fungsi yang berbeda dari pengetahuan, keputusan, dan
konfirmasi, yang terjadinya dalam tahapan proses, meskipun tahapan tersebut tidak harus
selesai sepenuhnya/lengkap. Dalam hal ini, proses komunikasi lainnya dapat juga
diterapkan. Misalnya beberapa karakteristik yang berhubungan dengan tingkat persuasi.
Orang yang tahu lebih awal tidak harus pemuka pendapat. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa ‘tahu lebih awal’ atau ‘tahu belakangan’ berkaitan dengan tingkat
isolasi-isolasi tertentu. Jadi, kurangnya integrasi sosial seseoranng dapat dihubungkan
dengan ‘kemajuannya’ atau ketertinggalanya delam masyarakat.
3. Difusi inivasi biasanya melibatkan sumber komunikasi yang berbeda (media masa,
peiklanan, penyuluhan atau kontak-kontak sosial yang informal), dan efektivitas sumber-
sumber tersebut akan berbeda pada tiap tahap, serta untuk fungsi yang berbeda pula. Jadi
media massa dan periklanan dapat berperan dalam menciptakan kesadaran dan
pengetahuan, penyuluhan berguna untuk mempersuasi, pengaruh antarpribadi bagi
keputusan untuk menerima atau menolak inovasi, dan pengalaman dalam menggunakan
inovasi dapat menjadi sumber konfirmasi untuk terus menerapkan inovasi atau
sebaliknya.
4. Teori ini melihat adanya variabel-variabel penerima yang berfungsi pada tahapan
pertama (pengetahuan), karena diperolehnya pengetahuan akan dipengaruhi oleh
kepribadian atau karakteristik sosial. Meskipun demikian, setidaknya sejumlah variabel
penerima akan berpengaruh pula pada tahap-tahap berikutnya dalam proses difusi
inovasi. Ini terjadi juga dengan variabel-variabel sistem sosial yang berperan utama pada
tahap awal (pengetahuan) dan tahap-tahap berikutnya.
1.2.2 Terhadap Masyarakat dan Budaya
Dipelopori oleh DeFleur yang selalu mengembangkan teori tentang efek.
Pengembangan awal yang dilakukan oleh DeFleur adalah memperhitungkan variabel
psikologis dalam proses efek, maka selanjutnya dia mengembangkan teorinya dengan
memasukan variabel norma budaya dalam efek media massa. Teori yang disebut
‘Cultural Norms’ ini beranggapan bahwa media tidak hanya memiliki efek langsung
terhadap individu, tetapi juga mempengaruhi kultur, pengetahuan kolektif dan norma
serta nilai-nilai dari suatu masyarakat. Media massa telah menghadirkan seperangkat citra
(images), gagasan dan evaluasi dari mana khalayak dapat memilih dan menjadikan acuan
bagi perilakunya. Misalnya dalam hal perilaku seskual, media massa memberikan suatu
pandangan komulatif mengani apa yang dianggap normal dan apa yang disetujui dan
tidak.
Pergeseran pemikiran yang ditandai oleh perbedaan antara model psikodinamik
dan teori norma budaya ini terlihat ari karakteristik efek pada kedua pemikiran tersebut.
Pada model psikodinamik efek adalah sesuatu yang diinginkan oleh pengirim pesan;
berlangsung secara singkat (segera dan sementara); berkaitan dengan perubahan sikap,
informasi dan perilaku pada individu; dan relatif terjadi tanpa melalui media. Secara
umum efek-efek itu relevan dengan gagasan kampanye, suatu usaha secara sadar
direncanakan dengan menggunakan publisitas untuk kepentingan memberi informasi dan
memotivasi.
Karakteristik efek dalam pandangan ini berbeda dengan sebelumnya, yaitu efek
yang berlangsung dalam waktu yang lama, umumnya tidak terencana, lebih bersifat tidak
langsung dan kolektif. Sebagai tambahan, fokus perhatian dalam pendekatan ini tidak
pada pesan yang terpisah atau berdiri sendiri, melainkan pada keseluruhan sistem pesan
yang serupa. Dengan demikian kita akan mengacu pada hal-hal seperti sosialisasi,
transmisi dan dukungan terhadap nilai-nilai sosial, kecenderungan media untuk
menyiratkan ideologi tertentu, pembentukan situasi bagi pendapat umum; perbedaan
distribusi pengetahuan dalam masyarakat, perubahan ajangka panjang dalam hal budaya,
kelembagaan atau bahkan struktur masyarakat. Adapun teori besar yang masuk dalam
pendekatan ini adalah teori agenda Setting, teori Dependensi, spiral of silence, dan
Information Gaps.
a. Teori agenda Setting
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa jika media massa memberikan perhatian
pada issue tertentu dan mengabaikan isu lainnya, maka akan memiliki pengaruh terhadap
pendapat umum. Orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan
media massa dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massa terhadap issu-
issu yang berbeda.
Teori ini dikembangkan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Menurut
mereka khalayak tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media
massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau
topik dari cara media massa memberikan penekanan pada topik tersebut. Misalnya dalam
merefleksikan apa yang dikatakan oleh para kandidat dalam suatu kampanye pemilu,
media massa menentukan mana topik yang penting. Dengan demikian media masa
menetapkan “agenda” kampanye tersebut. Kemampuan untuk mempengaruhi perubahan
kognitif individu ini merupakan aspek terpenting dari kekuatan media massa.
Asumsi agenda setting ini memiliki kelebihan karena mudah dipahami dan relatif
mudah diuji. Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang dimuat di media
massa, topik yang mendapat lebih banyak perhatian dari media akan menjadi lebih akrab
bagi pembacanya dan akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu.
Sebaliknya, bagi topik yang kurang mendapat perhatian media.
b. Teori Dependensi Efek
Dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. DeFleur (1976),
memfokuskan perhatian pada kondisi sruktural suatu masyarakat yang mengatur
kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini pada dasarnya merupakan
suatu pendekatan struktur sosial yang berangkat pada gagasan mengenai sifat suatu
masyarakat modern (masyarakat massa), di mana media massa dianggap sebagai sistem
informasi yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan
konflik pada tataran masyarakat, kelompok atau individu dalam aktivitas sosial.

1.3 Faktor-faktor yang memepengaruhi reaksi khalayak terhadap media massa


1.3.1 Teori Uses and Gratifications
Teori ini menjawab pertanyaan seperti apa yang mendorong kita menggunakan
media? Mengapa kita senang dengan acara yang satu dan membenci acara yang lain?.
Teori inilah yang diteliti oleh Ehilu Kattz, Jay G. Blumer, dan Michael Gurevitch.
Asumsi-asumsi teori Uses and Gratifications adalah :
1. khalayak dianggap aktif, artinya penggunaan mesia masa oleh khalayak dianggap
mempunyai tujuan.
2. dala proses komunikasi masa banyak inisiatif untuk mengaitkan pemuasan
kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak.
3. media amsa harus bersaing dengan sumber-sumber lain utnuk memuaskan
kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media hanyalah sebagian dari begitu
luasnya kebutuhan manusia. Bagaimana kebutuhan ini terpenuhi melalui
konsumsi mesia amat bergantung pada perilaku khaayak yang bersangkutan.
4. banyak tujuan pemilih media masa disimpulkan dari data yang diberikan anggita
khalayak, artinya orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan
dan motif pada situasi-situasi tertentu.
5. penilaian tentang arti cultural dari emdia masa harus ditangguhkan sebelum
diteliti ebih dahulu orientasi khalayak.
Model uses and gratifications memandangan individu sebagai makhluk
suprasional dan sangat selektif. Jadi model ini bertolak belakngan dengan model atau
teori “jarum hipodermic” atau “magic buets theory” yang memandangan mesia mas lewat
pesan-pesanya adaah sangat ampauh atau powerpul.
Maka jelaslah penggunaan media masa karena adanya dorongan oleh motif-motif
tertentu. Ada berbagai kebutuhan yang dipuaskan oleh media masa, dan pada saat yang
sama kebutuhan ini dapat pula dipuaskan sumber lain selain mesia masa.
1.3.2 Teori Melvin Defleur dan Sandra Ball-Rokeach
De fleur dan Ball-Rokeah melihat pertemuan khalayak dengan media berdasrkan
3 kerangka teoritis, yaitu : perspektif perbedaan individual, perspektif kategori social dan
perspektif hubungan social.
1. perspektif perbedaan individual
perpektif perbedaan individual memandang bahwa sikap dan organisasi personal-
psikologis individu akan menentukan bagaimana individu memilih stimuli dari
lingkungan, dan bagaimana ia memberi makna terhadap stimuli tersebut.
Setiap orang mempunyai potensi biologis, pengalaman belajar dan berada dalam
lingkungan yang berbeda. Perbedaan inimenyebabkan pengaruh mesia massa yang
berbeda pula.
2. perspektif kategori social
perspektif kategori social berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-
kelompok social yang reaksinya pada stimuli cenderung sama. Kelompok social
berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, pendidikan, tempat tinggal dan
keyakinan beragama menampilkan respons yang cenderung sama.
Angota-angota kategoro tertentu akan cenderung memilih isi komunikasi yang
sama dan akan memberi respons kepadanya dengan cara yang hamper sama pula.
3. perspektif hubungan social
perspektif ini menekankan pentingnya peranan hubungan social yang informal
dalam mempengaruhi reaksi orang terhadap media masa. Perspektif init tampak pada
model two tep of communications
1.3.3 Motif Kognitif Gratifikasi Media
Motif kognitif menekankan kebutuhan manusia akan informasi dan kebutuhan
untuk mencapai tingkat ideasional tertentu.
1. teori konsistensi
teori ini memandangan manusia sebagai mahluk yang dihadapkan pada berbagai
konflik. Dalam hubungan ini, komuniskasi masa mempunyai potensi untuk
menyampaikan informasi yang menggoncangkan kestabilan psikologis individu. Tetapi
pada saat yang sama, karena indivisu mempunyai kebebasan untuk memilih isi media,
media masa memberikan banyak peluang untuk memenuhi kebutuhan akan kinsistensi.
Media masa juga menyajikan berbagai rasionalisasi, justifikasi atau pemecahan
persoalan yang efektif. Komunikasi masa kadangkala lebih efektif daripada komunikaso
interpersonal, karena melalui media masa orang menyelesaikan persoalan tanpa
terhambat ganngguan seperti yang terjadi dalam sitiasi komunikasi interpersonal.
2. teori atribusi
teori ini memandanga individu sebagai psikolog amatir yang mencoba memahami
sebab-sebba yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapainya. Teroi ini emncoba
menemukan apa yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa utnuk
melakukan apa. Respons yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada
interpretasi kita tentang peristiwa itu.
Teori atribusi menyatakan, kita memiliki banyak teori tentang peristiwa-peristiwa.
Dalam kaitannya dengan komunikasi masa, media masa memberikan validasi atau
pembenaran pada teori kita dengan menyajikan realitas yang disimplikasikan, dan
sidasarkan pada stereotype.
3. teori kategorisasi
teoeri ini memandang manusia sebagi makhluk yang selalu mengelompokan
pengalamnannya dalam kategorisasi yang sudah dipersipkannya. Orang memperoleh
kepuasan apabila sanggup memasukkan pengalamn dalam kategoro-kategoro yang sudha
dimilikinya dan menjadi kecewa bila pengalaman itu tidak cocok dengan prakonsepsinya.
Media masssa yang disusun berdasrkan alur-alur cerita yang tertentu dengan mudah
diasimilasikan pada kategori-kategori yang ada.
4. teori objektifikasi
teori mamndang manusia sebagi makhluk yang pasif, yang tidak berfikir yang
selalu mengandalkan petunjuk-petunjuk eksternal untuk merumuskan konsep-konsep
tertentu. Teori ini menunjukan bahwa kita mengambil kesimpulan tentang diri kita dari
perilaku yang nampak.
Teori objektifikasi menunjukan bahwa terpaan isi media dapat memberikan
epetunjuk kepada individu untuk menafsirkan artau mengidentifikasi kondisi perasaan
yang tidak jelas, untuk mengatribusikan perasaan-perasaan negative pad afaktor-faktor
eksternal atau utnuk memberikan kriterian pembanding yang ekstrim untuk perilakunya
ynag kurang baik.
5. teori otonomi
teori ini memandangn manusia sebagai makhluk yang berusaha
mengaktualisasikan dirinya sehingga identitas kepribadian yang otonom. Dalam
kaitannya dengan komunikasi masa, mesia massa tampaknya sedikit sekali memuaskan
kebutuhan humanistic ini. Acara televise atau isi surat kabar tidak banyak emmbantu
khalayak untuk menajdi orang yang mammpu mengandilkan nasibnya.
6. teori stimulasi
teori ini memndang manusia sebagai mahkluk paling lapar stimuli yang senantiasa
mencari pengalaman-pengalaman yang baru. Yang berusaha memperoleh hal-hal yang
memperkaya pemikirannya.
1.3.4 Motif Afektif Gratifikasi Media
1. teori reduksi ketegangan
teori memandang manusia sebagai sistem tegangan yang memperoleh kepuasan
pada pengurang ketegangan. Menurut kerangka teori ini, komunikasi massa menyalurkan
kecenderungan destruktif manusi dengan menyajikan peristiwaperistiwa atau adegan-
adegan kekerasan.
2. teori ekpresif
teori ini mengatakan bahwa orang memperoleh kepuasan dalam mengungkapkan
eksistensi dirinya, dalam arti manampakan perasaan dan keyakinannya. Dalam
komunikais massa, komunikasi masssa mempermudah orang untuk berfantasi melalui
identifikasi dengan tokoh-tokoh yang disajikan, sehingga orang secara tidak langsung
memngungkapkan perasaannya.
3. teori defensive
teori ini beranggapan bahwa dalam hidup ini kita mengembangkan citra diri yang
tertentu dan berusaha untuk mempertahankan citar diri ini. Dalam hubungannya dengan
kpmunikasi masa dari media masssa ini kita memperoleh informasi untuk membangun
konsep diri kita, pandangan dunia kita, dan pandnagan kita tentang sifat-sifat manusia.
Pada saat citra diri kita mengalami kerusakan, media massa dapat mengalihkan
perhatian dari kecemasan kita. Dengan demikian komunikasi massa memberikan bantuan
dalam melakukan teknik-teknik pertahanann ego.
4. teori peneguhan
teori ini memandangan bahwa orang dalm situasi tertentu akan bertingkah laku
dengan suatu cara yang membawanya kepada ganjaran seperti yang telah dialamunya
pada waktu lalu.
5. teori afilasi
teori ini memandang manusia sebagai mahluk yang mencari kasih saying dan
penerimaan orang lain. Dalam hubungannya dnegan gratifikasi media, banyak sarjana
ilmu komunikasi yang menekankan fungsi media masa dalam menguhungkan idnividu
dengan individu lain.
6. teori identifikasi
teori ini melihat manusia sebagi pemain peranana yang berusaha memuaskan
egonya dengan menambahkan peranan yang memuaskan pada konsep dirinya. Dalam
hubungnnya dengan komunikasi massa, media masssa yang menyajikan cerita fiktif dan
factual, mendorong orang-orang untuk memajukan peranann yang diakui dan berdasrkan
gaya tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Risawandi. 2007. Modul Komunikasi Massa : Faktor-faktor yang Mempenagruhi Reaksi


Khalayak Terhadap Media Massa. Fakultas Ilmu Komunikaso Universitas Mercu
Buana.

You might also like