You are on page 1of 49

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang mempunyai satu atau

lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya (1,2). Adanya

elektron yang tidak berpasangan ini menjadikan radikal bebas sangat labil dan

bersifat reaktif (3). Keadaan tersebut menyebabkan radikal bebas bereaksi dengan

cara mengikat elektron dari molekul sel yang stabil didekatnya. Molekul yang

kehilangan elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga akan memulai

suatu reaksi berantai, yang akhirnya terjadi kerusakan sel tersebut (4,5).

Pengambilan elektron oleh radikal bebas dapat juga disebut sebagai suatu

peristiwa oksidasi (5).

Di dalam sel hidup, radikal bebas terbentuk melalui reaksi-reaksi

enzimatis dan dapat menimbulkan perubahan kimiawi serta merusak komponen

sel hidup (1). Radikal bebas yang dapat merusak sel dapat berasal dari dalam

maupun luar tubuh (6). Makanan berlemak termasuk junk food atau makanan

dengan kadar lemak tinggi seperti yang terdapat dalam kuning telur dan mentega

merupakan salah satu sumber kolesterol “Low Density Lipoprotein” (LDL) (7).

“Low Density Lipoprotein” mudah teroksidasi oleh radikal bebas dan sangat

berbahaya karena LDL teroksidasi inilah yang memicu berbagai mekanisme

terbentuknya benjolan pada dinding pembuluh darah yang disebut sebagai plak

ateromatosa sebagai awal penyebab terjadinya aterosklerosis (7).

1
Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, yang berarti penebalan

tunika intima arteri (sklerosis, penebalan) dan penimbunan lipid (atere, pasta)

yang mencirikan lesi yang khas. Dalam proses patogenesisnya, dinding pembuluh

darah arteri terpajan oleh berbagai agen iritan yang dapat menyebabkan cedera

pada tunika intima yang merupakan awal terjadinya proses inflamasi kronis

dinding arteri dan mengakibatkan timbulnya ateroma atau plak ateromatosa. Plak

ateromatosa ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu sel (termasuk sel otot

polos, makrofag dan leukosit), matriks ekstraseluler (termasuk kolagen, serat

elastik dan proteoglikan) dan lemak (intrasel dan ekstrasel) (8,9). Dari banyak

agen penyebab iritan, keadaan hiperkolesterolemia dianggap sebagai faktor

terpenting dalam patogenesis aterosklerosis (9,10).

Hiperkolesterolemia terjadi akibat adanya akumulasi kolesterol dan lipid

pada dinding pembuluh darah. Hiperkolesterolemia sendiri dapat secara langsung

mengganggu fungsi sel endotel melalui peningkatan pembentukan radikal bebas

oksigen yang akan mendeaktifasi nitrat oksida, yang merupakan faktor pelemas

endotel utama (9,10). Pemajanan radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri

menyebabkan LDL teroksidasi. Hiperkolesterolemia juga akan memicu adhesi

monosit, migrasi sel otot polos subendotel, dan penimbunan lipid dalam makrofag

dan sel-sel otot polos. Apabila terpajan dengan LDL yang teroksidasi, makrofag

akan menjadi sel busa, yang beragregasi dalam lapisan intima dan terlihat secara

makroskopik sebagai bercak lemak. Pada akhirnya, deposisi lipid dan jaringan

ikat serta adanya proliferasi sel otot polos dan matriks ekstrasel akan mengubah

bercak lemak ini menjadi ateroma atau plak aterosklerotik (8).

2
Ateroma atau plak aterosklerotik yang ada di dinding pembuluh darah

bersifat rapuh dan mudah pecah, menyebabkan inti bagian dalam plak terpajan

dengan LDL yang teroksidasi dan meninggalkan luka pada dinding pembuluh

darah yang dapat mengaktifkan pembentukan bekuan darah (7,8). Di arteri kecil,

plak aterosklerotik dapat menyumbat lumen dan mengganggu aliran darah distal.

Selain itu, plak aterosklerotik ini dapat mengalami kerusakan dan memicu

terbentuknya trombus yang semakin menghambat aliran darah dan bahkan dapat

menyumbat pembuluh darah secara total (11,13). Di arteri besar, plak

aterosklerosis bersifat destruktif, merusak tunika media di dekatnya dan

memperlemah dinding pembuluh darah yang terkena serta menyebabkan

terbentuknya aneurisma yang dapat pecah (9). Jika aterosklerosis terjadi di dalam

arteri yang menuju ke otak (arteri karotid), maka dapat terjadi stroke. Jika terjadi

di dalam arteri yang menuju ke jantung (arteri koroner), dapat terjadi serangan

jantung (11-13).

Aterosklerosis yang banyak ditemukan di sebagian besar negara maju,

jauh lebih jarang terjadi di Amerika tengah dan selatan, Afrika, dan Asia karena

setiap penduduknya memiliki reseptor LDL yang lebih banyak di bandingkan

negara maju. Angka kematian untuk penyakit jantung iskemik akibat

aterosklerosis di Amerika Serikat, termasuk yang paling tinggi di dunia dan enam

kali lebih besar daripada di Jepang (9). Dalam beberapa dekade terakhir telah

dicapai kemajuan berarti tentang dampak penyakit terkait aterosklerosis pada

kesehatan. Antara tahun 1963 dan 2000 terjadi penurunan sekitar 50 % angka

kematian akibat penyakit jantung iskemik dan penurunan 70 % kematian akibat

stroke, suatu penurunan mortalitas yang dapat meningkatkan usia harapan hidup

3
rerata sebesar 5 tahun di Amerika Serikat (9,14). Berdasarkan penelitian WHO

diperoleh data bahwa 20 % kasus kematian di seluruh dunia diakibatkan oleh

penyakit yang didasari oleh aterosklerosis seperti stroke dan penyakit jantung

iskemik (15). Di Indonesia, penyebab dari kematian penduduk antara lain

disebabkan oleh penyakit jantung (42,9 %), stroke (25,9 %), paru (12,5 %),

kanker (5,4 %) dan penyakit lain (< 4 %) dan perkembangan angka kematian yang

disebabkan oleh penyakit-penyakit tersebut semakin meningkat setiap tahunnya

(15,16).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka timbul dorongan dan ketertarikan

bagi penulis untuk mengulas lebih mendalam mengenai peran radikal bebas dalam

patogenesis aterosklerosis. Di mana akan didapatkan langkah-langkah maju di

dalam usaha diagnosis dan preventif yang lebih berdaya guna, untuk menurunkan

angka morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi serta dalam upaya untuk

memberikan informasi yang berguna kepada masyarakat luas mengenai bahaya

radikal bebas bagi kesehatan tubuh manusia.

I.2 Tujuan

Untuk mengulas lebih dalam mengenai peran radikal bebas dalam

patogenesis aterosklerosis terutama dari sudut pandang biokimia.

4
I.3 Manfaat

a. Bagi Pendidikan

1. Digunakan sebagai salah satu sumber informasi tentang peran

radikal bebas dalam tubuh, khususnya dalam patogenesis

aterosklerosis.

2. Menjadi sebuah referensi dalam menambah pengetahuan tentang

radikal bebas dan aterosklerosis.

b. Bagi Penulis

1. Sarana untuk memperdalam wawasan tentang peran radikal bebas dalam

patogenesis aterosklerosis serta melatih penulis menyusun skripsi dalam bentuk

tinjauan pustaka.

2. Menentukan langkah-langkah yang efisien dalam penanganan dampak radikal

bebas dalam tubuh, khususnya pada aterosklerosis.

c. Bagi Masyarakat

1. Menjadi sumber informasi untuk meningkatkan pelayanan

kesehatan di masyarakat.

2. Dapat melakukan usaha pencegahan terhadap dampak buruk yang

ditimbulkan oleh radikal bebas.

5
I.4 Bahan dan Cara Kerja

1. Bahan

Skripsi yang disusun ini berbentuk tinjauan pustaka, maka bahan

yang digunakan adalah buku-buku teks, artikel, jurnal atau majalah.

Selain itu, penulis juga menggunakan media internet dengan mesin

pencarian google dengan kata kunci ”radikal bebas”, ”aterosklerosis”,

”kolesterol LDL”, ”oksidasi LDL”, dan kombinasi dari kata-kata di

atas. Pengumpulan literatur ini dilakukan selama bulan mei sampai

dengan agustus. Kemudian data yang diperoleh dari literatur,

dianalisis, diolah dan dilakukan perubahan untuk menyelesaikan

masalah.

2. Cara Kerja

1. Mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan penulisan

2. Membaca dan menganalisa literatur yang terkumpul

3. Melakukan konsultasi dengan pembimbing

4. Menyusun dan mengetik naskah sementara

5. Melakukan koreksi naskah dengan dosen pembimbing

6. Menyusun dan mengetik naskah akhir

7. Memasukan naskah pada panitia

6
BAB II

RADIKAL BEBAS

II.1 Definisi Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki elektron

tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Radikal bebas juga merupakan suatu

kelompok bahan kimia dengan reaksi jangka pendek yang memiliki satu atau

lebih elektron bebas (17).

III.2 Struktur Kimia Radikal Bebas

Atom terdiri dari nukleus yang terdiri dari neutron dan proton, dan

elektron yang mengelilingi inti. Jumlah proton (bermuatan positif) dalam nukleus

menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif) yang mengelilingi atom

tersebut. Elektron pada kulit terluar berperan dalam reaksi kimia dan merupakan

bahan yang menggabungkan atom-atom untuk membentuk suatu molekul.

Elektron mengelilingi, atau mengorbit suatu atom dalam satu atau lebih lapisan.

Jika satu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan kedua akan

penuh jika telah memiliki 8 elektron, dan seterusnya. Gambaran struktur

terpenting sebuah atom dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah elektron

pada lapisan luarnya. Suatu bahan yang elektron lapisan luarnya penuh tidak akan

7
terjadi reaksi kimia. Karena atom-atom berusaha untuk mencapai keadaan

stabilitas maksimum, sebuah atom akan selalu mencoba untuk melengkapi lapisan

luarnya dengan (7,17) :

a. Menambah atau mengurangi elektron untuk mengisi maupun

mengosongkan lapisan luarnya.

b. Membagi elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom

yang lain dalam rangka melengkapi lapisan luarnya.

Dengan membagi elektron, atom-atom tersebut bergabung bersama dan

mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk membentuk molekul. Oleh karena

radikal bebas sangat reaktif, sehingga mempunyai spesifitas kimia yang rendah

dan dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti protein, lemak,

karbohidrat, dan DNA. Untuk mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak

dapat mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan

dengan bahan sekitarnya. Radikal bebas akan menyerang molekul stabil yang

terdekat dan mengambil elektron, zat yang terambil elektronnya akan menjadi

radikal bebas juga sehingga akan memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya

terjadi kerusakan sel tersebut (6,16). Struktur atom dan radikal bebas dapat dilihat

pada gambar 1.

8
Gambar 1. Struktur Kimia Radikal Bebas.
Sumber : Arief. (2002) (17)

Radikal bebas dapat terbentuk in-vivo dan in-vitro secara (17):

9
1. Pemecahan satu molekul normal secara homolitik menjadi dua. Proses ini

jarang terjadi pada sistem biologi karena memerlukan tenaga yang tinggi

dari sinar ultraviolet, panas, dan radiasi ion.

2. Kehilangan satu elektron dari molekul normal.

3. Penambahan elektron pada molekul normal.

II.3 Tipe Radikal Bebas Dalam Tubuh

Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikal derivat dari oksigen

yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS), termasuk

di dalamnya adalah triplet (3O2), tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2-),

radikal hidroksil (-OH), nitrit oksida (NO-), peroksinitrit (ONOO-), asam

hipoklorus (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoxil (LO-), dan radikal

peroksil (LO-2). Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL 3-) berasal dari

oksidasi radikal molekul organik. Radikal yang mengandung hidrogen hasil dari

penyerangan atom H (H-). Bentuk lain adalah radikal yang mengandung sulfur

yang diproduksi pada oksidasi glutation menghasilkan radikal thiol (R-S) (17).

Senyawa-senyawa yang termasuk dalam kelompok oksigen reaktif dapat dilihat

pada tabel I.

Tabel I : RADIKAL BEBAS BIOLOGIS

Kelompok Oksigen Reaktif

10
O2· Radikal Superoksida (Superoxide radical)

·OH Radikal hidroksil (Hydroxyl radical)

ROO· Radikal peroksil (Peroxyl radical)

H2O2 Hydrogen peroksida (Hydrogen peroxide)


1
O2 Oksigen tunggal (Singlet oxygen)

NO· Nitrit oksida (Nitric oxide)


ONOO Nitrit peroksida (Peroxynitrite)
HOCl Asam hipoklor (Hypochlorous acid)

Sumber : Arief. (2002) (17)


II.4 Sumber Radikal Bebas

Radikal bebas yang ada di tubuh manusia berasal dari 2 sumber (17):

A. Sumber Endogen

1) Autoksidasi

Merupakan produk dari proses metabolisme aerobik. Molekul yang

mengalami auto-oksidasi berasal dari katekolamin, hemoglobin, mioglobin,

sitokrom-C yang tereduksi, dan thiol. Autoksidasi dari molekul di atas

menghasilkan reduksi dari oksigen diradikal dan pembentukan kelompok reaktif

oksigen. Superoksida merupakan bentukan awal radikal. Ion ferrous (Fe II) juga

dapat kehilangan elektronnya melalui oksigen untuk membuat superoksida dan

Fe III melalui proses autoksidasi (17).

2) Oksidasi enzimatik

Beberapa jenis sistem enzim mampu menghasilkan radikal bebas dalam

jumlah yang cukup bermakna, meliputi xantin oksidase (aktifasi pada reperfusi

iskemia), prostaglandin sintase, lipoxigenase, aldehide oksidase , dan asam amino

11
oksidase. Enzim mieloperoksidase hasil aktifasi netrofil, memanfaatkan hidrogen

peroksida untuk oksidasi ion klorida menjadi suatu oksidan yang kuat asam

hipoklor (17).

B. Sumber Eksogen

1) Obat-obatan

Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam

bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut bereaksi bersama

hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk di dalamnya

antibiotika kelompok quinoid atau berikatan logam untuk aktifitasnya

(nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin, anthracyclines (adriamycin), dan

methotrexate, yang memiliki aktifitas pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal

dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat dari

sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam askorbat dalam

jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak (17).

2) Radiasi

Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang

disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar gamma)

dan radiasi partikel (partikel elektron, proton, neutron, alfa, dan beta)

menghasilkan radikal primer dengan cara memindahkan energinya pada

komponen seluler seperti air. Radikal primer tersebut dapat mengalami reaksi

sekunder bersama oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler (17).

3) Asap rokok

Oksidan dalam rokok mempunyai peranan yang cukup besar pada

terjadinya kerusakan saluran napas. Telah diketahui bahwa oksidan asap

12
tembakau menghabiskan antioksidan intraseluler dalam sel paru (in vivo) melalui

mekanisme yang dikaitkan terhadap tekanan oksidatif. Diperkirakan bahwa tiap

hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat besar,

meliputi aldehida, epoksida, peroksida, dan radikal bebas lain yang mungkin

cukup bertahan lama hingga menyebabkan kerusakan alveoli (16).

Perdarahan kecil berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin dari

deposisi besi dalam jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk tersebut

menyebabkan pembentukan radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen

peroksida. Selain itu juga ditemukan bahwa perokok mengalami peningkatan

neutrofil dalam saluran napas, yang berperan pada peningkatan lebih lanjut

konsentrasi radikal bebas (13,17).

II.5 Reaksi Perusakan Radikal Bebas

Definisi tekanan oksidatif adalah suatu keadaan di mana tingkat oksigen

reaktif intermediat (ROI) yang toksik melebihi pertahanan anti-oksidan

endogen. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan

bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi

kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu. Lemak merupakan biomolekul

yang rentan terhadap serangan radikal bebas (7,17).

a. Peroksidasi lemak

Membran sel kaya akan sumber “Poly Unsaturated Fatty Acid” (PUFA),

yang mudah dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi, proses tersebut

dinamakan peroksidasi lemak (18,19). Hal ini sangat merusak karena

13
merupakan suatu proses berkelanjutan. Pemecahan hidroperoksida lemak

sering melibatkan katalisis ion logam transisi (17).

LH + R· → L·+ RH

L· + O2 → LOO·

LOO· + L'H → LOOH + L'·

LOOH → LO·, LOO·, aldehida.

b. Kerusakan protein

Protein dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal bebas daripada

PUFA, sehingga kecil kemungkinan dalam terjadinya reaksi berantai yang

cepat. Serangan radikal bebas terhadap protein sangat jarang kecuali bila

sangat ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika radikal tersebut mampu

berakumulasi (jarang pada sel normal), atau bila kerusakannya terfokus pada

daerah tertentu dalam protein. Salah satu penyebab kerusakan terfokus

adalah jika protein berikatan dengan ion logam transisi (17).

c. Kerusakan DNA

Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA

menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada

susunan molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi

maka akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika

terbentuk di sekitar DNA seperti pada radiasi biologis (17). Seperti yang

ditunjukan pada gambar 2.

14
Gambar 2. Sumber radikal bebas yang menyebabkan kerusakan DNA.
Sumber : Dimas. (2010) (6)

BAB III

HIPERKOLESTEROLEMIA

III.1 Definisi Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah

(dislipidemia) di mana kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl.

Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan kadar kolesterol “Low Density

Lipoprotein” (LDL) di dalam darah. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme

lipid yang ditandai peningkatan kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida di

atas nilai normal serta penurunan kolesterol “High Density Lipoprotein” (HDL)

(18,19).

15
Kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah mempunyai peran penting

dalam proses aterosklerosis yang selanjutnya akan menyebabkan kelainan

kardiovaskuler. Dari banyak penelitian kohort menunjukkan bahwa makin tinggi

kadar kolesterol darah, makin tinggi angka kejadian kelainan kardiovaskuler.

Begitu juga sebaliknya, di mana makin rendah kadar kolesterol maka makin

rendah kejadian penyakit kardiovaskuler baik untuk pencegahan primer maupun

pencegahan sekunder. Setiap penurunan kadar kolesterol total 1 % menghasilkan

penurunan risiko mortalitas kardiovaskuler sebesar 1,5 %. Begitu juga dengan

besarnya kadar kolesterol LDL dan HDL. Penurunan Kolesterol LDL sebesar

1 mg/dL menurunkan risiko kejadian kardiovaskuler sebesar 1 % dan peningkatan

kadar kolesterol HDL menurunkan risiko kejadian kardiovaskuler sebesar 2-3 %

(18,19).

Di Indonesia, angka kejadian hiperkolesterolemia penelitian

“Multinational Monitoring of Trends and Determinants In Cardiovascular Disease

I” (MONICA) tahun 1988 sebesar 13,4 % untuk wanita dan 11,4 % untuk pria.

Pada MONICA II tahun 1994 didapatkan meningkat menjadi 16,2 % untuk wanita

dan 14 % pria. Prevalensi hiperkolesterolemia masyarakat pedesaan, mencapai

200-248 mg/dL atau mencapai 10,9 % dari total populasi pada tahun 2004.

Penderita pada generasi muda, yakni usia 25-34 tahun, mencapai 9,3 %. Wanita

menjadi kelompok paling banyak menderita masalah ini, yakni 14,5 %, atau

hampir dua kali lipat kelompok laki-laki (18).

III.2 Penyebab Hiperkolesterolemia

16
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hiperkolesterolemia. Bisa

disebabkan oleh faktor genetik seperti pada hiperkolesterolemia familial dan

hiperkolesterolemia poligenik, juga bisa disebabkan faktor sekunder akibat dari

penyakit lain seperti diabetes melitus, sindroma nefrotik serta faktor kebiasaan

diet lemak jenuh (“saturated fat”), kegemukan dan kurang olahraga (18,19).

III.2.1 Hiperkolesterolemia Poligenik

Tipe ini merupakan hiperkolesterolemia yang paling sering

ditemukan, merupakan interaksi antara kelainan genetik yang multiple,

nutrisi dan faktor lingkungan lainnya serta memiliki lebih dari satu dasar

metabolik. Penyakit ini biasanya tidak disertai dengan xantoma (19).

III.2.2 Hiperkolesterolemia Familial

Penyakit yang diturunkan ini terjadi akibat adanya defek gen pada

reseptor LDL permukaan membran sel tubuh. Ketidakadaan reseptor ini

menyebabkan hati tidak bisa mengabsorpsi LDL. Karena mengganggap

LDL tidak ada, hati kemudian memproduksi VLDL yang banyak ke dalam

plasma. Pada pasien dengan Hiperkolesterolemia familial ditemukan

kadar kolesterol total mencapai 600 sampai 1000 mg/dL atau 4 sampai

6 kali dari orang normal. Banyak pasien ini meninggal sebelum berumur

20 tahun akibat infark miokard (18,19).

III.2.3 Kebiasaan Diet Lemak Jenuh, Kurang Olahraga dan

Kegemukan

17
Pada tubuh manusia, reseptor LDL menangkap LDL yang tidak

teroksidasi dan disimpan di dalam sel tubuh. Jika sudah berlebih, LDL

tidak masuk ke dalam sel kemudian dimetabolisme di hepar untuk menjadi

asam empedu dan diekskresikan keluar (20). Pada proses patologi,

oksidan LDL ditangkap oleh makrofag dan kemudian menjadi sel busa dan

menumpuk di dalam tubuh, tidak diekskresi dan apabila menumpuk

didalam pembuluh darah menimbulkan plak ateroma dan lama-kelamaan

menjadi aterosklerosis (19).

Penelitian pada binatang yang ditingkatkan kadar serumnya

menunjukkan LDL memicu aterogenesis. Ada bentuk kelainan gen pada

manusia yang menyebabkan peningkatan LDL secara berat yang

menimbulkan penyakit kardiovaskuler pada usia muda. “Low Density

Lipoprotein” menimbulkan penumpukan kolesterol pada dinding arteri

serta dapat menyebabkan rangsangan inflamasi pada lesi aterogenik.

Peningkatan LDL berhubungan dengan semua tingkatan aterogenik yaitu

disfungsi endotel, pembentukan dan pertumbuhan plak, ketidakstabilan

plak dan trombosis. Peningkatan LDL plasma menyebabkan retensi

partikel LDL pada dinding arteri meningkat, oksidasi LDL dan

pengeluaran zat-zat mediator inflamasi (18). Pada akhirnya akan terbentuk

sel busa dari LDL yang teroksidasi dan menyebabkan terbentuknya plak

aterosklerosis (20). Keadaan ini dapat dilihat pada gambar 3.

18
Gambar 3. Proses terjadinya aterosklerosis. Dimulai dari cedera pada endotel pembuluh darah
oleh karena faktor hipertensi, merokok, makan makanan yang mengandung banyak lemak,
oksidasi LDL, diabetes melitus, zat vasoaktif dan sitokin.

Sumber: Iman. (2009) (18)

III.2.4 Akibat Penyakit Lain

Tabel II. PENYEBAB HIPERKOLESTEROLEMIA YANG


DISEBABKAN OLEH PENYAKIT :

Penyakit penyebab Kelainan lipid

19
Diabetes melitus (DM) TG ↓ dan HDL ↓

Gagal ginjal kronis TG ↑

Sindrom nefrotik Kolesterol total ↑

Hipotiroidisme Koleterol total ↑

Penyalahgunaan alkohol TG ↑

Kolestasis Kolesterol total ↑

Kehamilan TG ↑

Obat-obatan (kontrasepsi oral, TG ↑dan atau Kolesterol total↑,


diuretik, β bloker, kortikosteroid) HDL ↓

Keterangan : TG = Trigliserida, HDL = High Density Lipoprotein, ↑ = meningkat, ↓ =


menurun.

Sumber : Iman. (2009) (18)

III.3 Diagnosis Hiperkolesterolemia

Anamnesis meliputi karakteristik umum, kebiasaan diet, perilaku aktifitas

fisik, merokok, peminum alkohol dan riwayat penyakit sebelumnya serta riwayat

sakit pada keluarga. Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan adalah antropometri,

frekuensi denyut nadi, tekanan darah, auskultasi irama jantung, serta EKG.

Pemeriksaan laboratorium darah yaitu kadar kolesterol total, kolesterol LDL,

trigliserida dan kolesterol HDL dalam plasma (19,20). Pengklasifikasian kadar

lipid untuk menentukan diagnosis hiperkolesterolemia dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. KLASIFIKASI KADAR LIPID PLASMA (mg/dl)

KOLESTEROL TOTAL

20
< 200 Yang diinginkan

200 – 239 Batas tinggi


≥ 240 Tinggi

LDL

< 100 Optimal

100 – 129 Mendekati optimal


130 – 159 Batas tinggi
160 – 189
Tinggi
≥ 190
Sangat tinggi

HDL

< 40 Rendah

≥ 60 Tinggi

TRIGLISERIDA

< 150 Normal

150 – 199 Batas tinggi


200 – 499 Tinggi
≥ 500
Sangat tinggi

Sumber : Iman. (2009) (18)

Tabel IV. KANDUNGAN KOLESTEROL DALAM MAKANAN

21
Jenis Makanan Kandungan Jenis Makanan Kandungan
(100g) Kolesterol (mg) (100g) Kolesterol (mg)

Otak 800 Mentega 120

Ginjal 375 Krim 133

Hati 300 Keju 90

Jantung 150 Susu Cair 31

Ayam 85 Susu Bubuk 105

Biri-biri 70 Lemak babi 95

Kambing 55 Mayones 70

Lembu 45 Putih telur ayam 0

Udang 130 Kuning telur 1480


ayam

Tiram 50 Telur ikan 300

Kerang 45 Telur itik 850

Ikan tenggiri 3 Telur puyuh 415

Ketam 100

Sumber : Almatsier. (2006) (21)

BAB IV

22
ATEROSKLEROSIS

IV.1 Definisi Aterosklerosis

Istilah aterosklerosis barasal dari bahasa Yunani, yang berarti penebalan

tunika intima arteri (sclerosis, penebalan) dan penimbunan lipid (athere, pasta)

yang mencirikan lesi yang khas (8). Aterosklerosis merupakan penyakit yang

melibatkan aorta, cabang-cabangnya yang besar dan arteri berukuran sedang,

seperti arteri yang menyuplai darah ke bagian-bagian ekstremitas, otak, jantung

dan organ dalam utama. Aterosklerosis tidak menyerang arteriol dan juga tidak

melibatkan sirkulasi vena (8,22). Penyakit ini multifokal, dan lesi unit, atau

ateroma (bercak aterosklerosis), terdiri dari masa bahan lemak dengan jaringan

ikat fibrosa. Sering disertai endapan sekunder garam kalsium dan produk-produk

darah. Bercak aterosklerosis mulai pada lapisan intima atau lapisan dalam

dinding pembuluh tetapi dalam pertumbuhannya dapat meluas sampai melewati

tunika media atau bagian muskuloelastika dinding pembuluh (22). Aterosklerosis

merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di negara maju. Namun

demikian, penyakit aterosklerosis yang memengaruhi arteri koronaria merupakan

penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas (8).

IV.2 Morfologi Aterosklerosis

Proses kunci pada aterosklerosis adalah penebalan intima dan penimbunan

lemak yang menghasilkan ateroma. Ateroma (berasal dari bahasa Yunani untuk

gruel, yaitu sejenis makanan yang terbuat dari gandum) atau plak ateromatosa

23
terdiri atas lesi fokal meninggi yang berawal di dalam intima, memiliki inti lemak

(terutama kolesterol dan ester kolesterol) yang lunak, kuning dan grumosa serta

dilapisi oleh selaput fibrosa putih yang padat (14,22).

Plak ateromatosa, yang disebut juga plak fibrosa, “fibrofatty”, lemak atau

fibrolipid, tampak putih sampai kuning-putih dan menempel di lumen arteri.

Ukuran plak bervariasi dari garis tengah 0,3 sampai 1,5 cm, tetapi kadang-kadang

menyatu membentuk massa yang lebih besar. Lesi aterosklerosis biasanya hanya

mengenai sebagian dinding lingkaran arteri (lesi eksentrik) dan membentuk

bercak-bercak yang tersebar di sepanjang pembuluh. Lesi ini awalnya bersifat

lokal dan tersebar jarang, namun seiring dengan perkembangan penyakit lesi

bertambah banyak dan difus. Dalam distribusinya yang khas pada manusia, plak

ateroskerosis biasanya lebih banyak mengenai aorta abdominalis dari pada aorta

torakalis, dan lesi cenderung lebih mencolok di sekitar ostia cabang besar.

Pembuluh darah yang paling sering terkena adalah arteri koronaria, dan pembuluh

di Sirkulus Willis (14).

Plak aterosklerosis memiliki tiga komponen utama (1) :

1. Sel, termasuk sel otot polos, makrofag dan leukosit

2. Matriks ekstrasel, termasuk kolagen, serat elastik, dan proteoglikan

3. Lemak intrasel dan ekstrasel.

Biasanya lapisan fibrosa superfisial terdiri atas sel otot polos dan kolagen

yang relatif padat. Di bawah dan sisi lapisan penutup ini terdapat daerah selular

yang terdiri atas makrofag, sel otot polos dan limfosit T. Jauh di sebelah dalam

dari lapisan fibrosa terdapat inti nekrotik, yang mengandung massa lemak

(terutama kolesterol dan ester kolesteril) yang tersusun acak, celah yang

24
mengandung kolesterol, debris dari sel yang mati, sel busa, fibrin, tombus, dan

protein plasma lainnya. Sel busa adalah sel besar penuh lemak yang terutama

berasal dari monosit darah (makrofag jaringan), tetapi sel otot polos juga dapat

memakan lemak untuk menjadi sel busa (16,23).

Plak umumnya terus berubah dan membesar secara progresif melalui

kematian dan degenerasi sel, sintesis dan degradasi (”remodeling”) matriks

ekstrasel, dan organisasi trombus. Selain itu, ateroma juga sering mengalami

kalsifikasi. Lesi aterosklerosis tahap lanjut merupakan lesi yang sangat rentan

terhadap perubahan patologis yang memiliki dampak klinis berikut (24):

1. Ruptur, ulserasi atau erosi fokal di permukaan luminal plak

ateromatosa dapat menyebabkan zat yang sangat trombogenik terpajan

sehingga terbentuk trobus atau terlepasnya debris ke dalam aliran

darah dan menimbulkan mikroembolus yang tersusun oleh isi lesi

(embolus kolesterol atau ateroembolus)

2. Dapat terjadi perdarahan ke dalam plak, terutama di arteri

koronaria, yang dipicu oleh ruptur lapisan fibrosa penutup atau kapiler

berdinding tipis yang mensuplai darah ke plak. Hematom yang

terbentuk dapat menyebabkan plak membesar atau memicu ruptur

plak.

3. Trombosis pada plak, penyakit paling ditakuti, biasanya terjadi

pada lesi yang mengalami kelainan (ruptur, ulserasi, erosi atau

perdarahan) dan dapat menyebabkan oklusi lumen parsial atau total.

Trombus dapat menyatu ke dalam plak sehingga plak awal menjadi

semakin besar.

25
4. Dapat terjadi dilatasi mirip aneurisma akibat atrofi iskemik atau

tekanan yang dipicu oleh aterosklerosis pada lapisan media di

bawahnya, disertai lenyapnya jaringan elastik yang menyebabkan

pembuluh melemah dan berpotensi pecah.

5. Bercak perlemakan, terdiri atas sel busa penuh lemak, adalah lesi

yang tidak meninggi secara bermakna sehingga tidak menyebabkan

gangguan aliran darah. Kelainan ini berawal sebagai titik-titik kuning

datar yang garis tengahnya kurang dari 1 mm yang kemudian menyatu

membentuk goresan/bercak memanjang 1 cm atau lebih. Bercak

perlemakan ditemukan di aorta pada sebagian anak yang berusia

kurang dari 1 tahun dan semua anak berusia lebih dari 10 tahun, tanpa

memandang tempat tinggal, ras, jenis kelamin, atau lingkungan.

Hubungan antara perlemakan dan plak aterosklerosis tidak jelas,

walaupun bercak-bercak ini dapat berkembang menjadi prekursor plak,

tidak semua bercak perlemakan dapat menjadi lesi aterosklerosis

(14,24).

IV.3 Etiologi Aterosklerosis

Aterosklerosis bermula ketika sel darah putih yang disebut monosit,

pindah dari aliran darah ke dalam dinding arteri dan diubah menjadi sel-sel yang

mengumpulkan bahan lemak. Pada saatnya monosit yang terisi lemak ini akan

terkumpul, menyebabkan bercak penebalan di lapisan dalam arteri. Unsur lemak

yang berperan disini adalah LDL (”low density lipoprotein”), LDL sering disebut

kolestrol jahat, dan LDL yang tinggi akan berpotensi menumpuk di sepanjang

26
dinding nadi koroner (16). Arteri yang terkena arterosklerosis akan kehilanagan

kelenturannya dan karena ateroma terus tumbuh, maka arteri akan menyempit.

Lama-kelamaan ateroma mengumpulkan endapan kalsium, sehingga bisa rapuh

dan pecah. Darah bisa masuk ke dalam ateroma yang pecah, sehingga ateroma

menjadi lebih besar dan mempersempit arteri (20,22).

Ateroma yang pecah juga bisa menumpahkan kandungan lemaknya dan

memicu terjadinya pembekuan darah (trombus). Selanjutnya bekuan ini akan

mempersempit bahkan menyumbat arteri, atau bekuan akan terlepas dan mengalir

bersama aliran darah dan menyebabkan sumbatan di daerah lain (emboli). Akibat

dari penyempitan arteri jantung kesulitan memompa darah dan timbul rasa nyeri

di dada, pusing-pusing dan berlanjut ke gejala serangan jantung mendadak. Bila

penyumbatan terjadi di otak maka yang diderita stroke dan bisa juga

menyebabkan kelumpuhan (23,24).

Laju peningkatan ukuran dan jumlah ateroma dipengaruhi berbagai faktor.

Faktor genetik penting dan aterosklerosis serta komplikasinya cenderung terjadi

dalam keluarga. Seseorang penderita penyakit keturunan homosistimuria

memiliki ateroma yang meluas, terutama pada usia muda. Penyakit ini mengenai

banyak arteri tetapi tidak selalu mengenai arteri koroner (arteri menuju ke

jantung). Sebaliknya, pada penyakit keturunan hiperkolesterolemia familial,

kadar kolestrol yang sangat tinggi menyebabkan terbentuknya ateroma yang lebih

banyak di dalam arteri koroner dibandingkan arteri lainnya. Pada penderita

hipertensi umumnya akan menderita aterosklerosis lebih awal dan lebih berat dan

beratnya penyakit berhubungan dengan tekanan darah, walaupun batas normal

(19,22).

27
IV.4 Patogenesis Aterosklerosis

Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu proses interaksi yang

kompleks, dan hingga saat ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Interaksi dan

respon dinding pembuluh darah dengan pengaruh unit sebagai stresor (sebagian

diketahui sebagai faktor risiko) yang terutama dipertimbangkan teori patogenesis

yang mencakup konsep ini adalah hipotesis respon terhadap cedera, dengan

beberapa bentuk cedera tunika intima yang mengawali inflamasi kronis dinding

arteri dan menyebabkan timbulnya ateroma (8,24).

Dinding pembuluh darah terpajan berbagai iritan, di antaranya adalah

faktor-faktor hemodinamik, hipertensi, hiperlipidemia, serta derivat dari rokok

dan toksin (misalnya, hemosistein atau LDL teroksidasi) (17,25). Dari kesemua

agen ini, efek sinergis gangguan hemodinamik yang menyertai fungsi sirkulasi

normal yang digabungkan dengan efek merugikan hiperkolesterolemia dianggap

merupakan faktor terpenting dalam patogenesis aterosklerosis (19,24).

Yang terpenting pada teori patogenesis respon-terhadap-cedera adalah

cedera endotel kronis yang menyebabkan respon inflamasi kronis dinding arteri

dan timbulnya plak aterosklerosis. Pengaruh LDL pada aterosklerosis dapat

dilihat pada gambar berikut (20,24).

28
Gambar 4. Peranan LDL dalam aterosklerosis. Gambaran skematik efek LDL dan LDL
teroksidasi dalam patogenesis aterosklerosis. Faktor resiko koroner lainnya, kadar HDL rendah,
merokok, hipertensi, diabetes melitus, dan defisiensi estrogen juga memperkuat oksidasi LDL.

Sumber : Price & Wilson.(2005) (14)

Dinding arteri terdiri atas lapisan konsentrik tempat sel-sel endotel, sel-sel

otot polos, dan matriks ekstrasel dengan serabut elastis dan kolagen yang dapat

terlihat dengan jelas. Ketiga lapisan ini adalah intima, media, dan adventisia.

Lapisan intima terdiri atas lapisan sel-sel endotel yang membatasi arteri dan

merupakan satu-satunya bagian dinding pembuluh darah yang berinteraksi dengan

komponen darah (24).

29
Hal penting mengenai endotel adalah (14):

1. Mengandung reseptor untuk LDL dan bekerja sebagai sawar

dengan permeabilitas yang sangat selektif.

2. Memberikan permukaan nontrombogenik oleh lapisan heparin dan

oleh sekresi PGI2 (vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit),

dan oleh sekresi plasminogen.

3. Mensekresi oksida nitrit (suatu vasodilator kuat), dan

4. Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofag, limfosit T, dan

sel-sel otot polos melalui berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan.

Lapisan media merupakan bagian otot dinding arteri dan terdiri atas sel-sel otot

polos, kolagen, dan elastin. Dilindungi oleh lapisan intima terhadap komponen-

komponen darah. Lapisan media ini bertanggung jawab atas kontraktilitas dan

kerja pembuluh darah. Lapisan adventisia merupakan lapisan terluar dinding

pembuluh darah dan terdiri atas sebagian sel-sel otot polos dan fibroblast, lapisan

ini juga mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang

menghantarkan suplai darah ke dinding pembuluh darah (8,16).

Pada aterosklerosis, terjadi gangguan integritas lapisan media dan intima,

sehingga menyebabkan terbentuknya ateroma. Hipotesis respon terhadap cedera

memperkirakan bahwa langkah awal dalam aterogenesis adalah cedera yang

kemudian menyebabkan disfungsi endotel arteri dengan meningkatnya

permeabilitas terhadap monosit dan lipid darah (24).

30
Gambar 5. Proses terbentuknya plak aterosklerosis pada dinding pembuluh darah arteri.

Sumber : Price & Wilson. (2005) (14)

31
Hiperkolesterolemia sendiri diyakini mengganggu fungsi endotel dengan

meningkatkan produksi radikal bebas oksigen (19). Radikal bebas ini

menonaktifkan oksida nitrat, yaitu faktor “endothelial-relaxing” utama. Apabila

terjadi hiperlipidemia kronis, lipoprotein tertimbun dalam lapisan intima di tempat

meningkatnya permeabilitas endotel. Pemajanan terhadap radikal bebas dalam sel

endotel dinding arteri menyebabkan terjadinya oksidasi LDL, yang berperan

dalam mempercepat timbulnya plak ateromatosa. Oksidasi LDL diperkuat oleh

kadar HDL yang rendah, diabetes melitus, defisiensi estrogen, hipertensi, dan

adanya derivat merokok (17). Cedera endotel akibat hiperkolesterolemia akan

memicu adhesi monosit, migrasi sel otot polos subendotel, dan penimbunan lipid

dalam makrofag dan sel-sel otot polos. Apabila terpajan dengan LDL yang

teroksidasi, makrofag menjadi sel busa, dan beragregasi dalam lapisan intima,

yang terlihat secara makroskopis sebagai bercak lemak. Akhirnya deposisi lipid

dan jaringan ikat mengubah bercak lemak ini menjadi ateroma lemak fibrosa

matur. Ruptur menyebabkan inti bagian dalam plak terpajan dengan LDL yang

teroksidasi dan meningkatkan perlekatan elemen sel, termasuk trombosit.

Akhirnya deposisi lemak dan jaringan ikat mengubah plak fibrosa menjadi

ateroma, yang dapat mengalami perdarahan, ulserasi, atau trombosis, dan dapat

menyebabkan infark miokardium (22-24).

IV.5 Efek Aterosklerosis

Akibat aterosklerosis tergantung pada ukuran arteri yang terserang. Jika

arteri berukuran sedang, seperti cabang utama arteria koronaria, dengan garis

tengah lumen beberapa milimeter, aterosklerosis lambat laun akan mengakibatkan

32
penyempitan atau obstruksi total lumen (1). Perkembangan penyumbatan yang

lambat ini, komplikasi aterosklerosis dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan

mendadak. Salah satu keadaannya adalah adanya pembentukan trombus yang

bertumpuk pada lapisan intima kasar, yang ditimbulkan oleh plak aterosklerosis.

Penyumbatan arteri ukuran kecil atau ukuran sedang cenderung ditimbulkan

trombosis. Perdarahan di pusat plak yang lunak merupakan bentuk komplikasi

lain dari aterosklerosis (22).

Pada sebuah pembuluh darah dengan ukuran sebesar arteria koronaria

perdarahan tersebut dapat mengakibatkan pembengkakan plak disertai

penyumbatan lumen yang mendadak. Komplikasi lain yang diakibatkan

penyumbatan arteri akut adalah ruptur bercak disertai pembengkakan kandungan

lipid yang lunak ke dalam lumen dan penyumbatan pada bagian bawah pembuluh

yang lebih sempit. Jika cukup luas dan berat, lesi aterosklerosis dapat menembus

dinding muskularis dan dinding elastis (tunika media) dinding arteri, sehingga

melemahkan dinding tersebut. Tempat yang paling sering terjadinya

aterosklerosis yang berat yaitu pada aorta abdominalis. Kerusakan pada tunika

media mengakibatkan terbentuknya aneurisma aterosklerosis yang merupakan

penggelembungan dinding arteri yang lemah. Komplikasi aneurisma yang paling

berbahaya adalah terjadinya ruptur disertai perdarahan (22,24).

33
BAB V

PERAN RADIKAL BEBAS DALAM PATOGENESIS


ATEROSKLEROSIS

V.1 Mekanisme Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah penyakit yang ditandai adanya plak dinding arteri

besar, sehingga mempersempit lumen pembuluh tersebut (sehingga aliran darah

terganggu) dan menurunkan elastisitas pembuluh darah tersebut. Plak terdiri dari

sel otot polos, jaringan ikat, lemak dan kotoran yang tertimbun di intima dinding

arteri. Penelitian terhadap manusia dari semua kelompok usia, serta terhadap

hewan, mengisyaratkan bahwa pembentukan plak ini meningkat seiring dengan

pertambahan usia dalam rangkaian proses sebagai berikut (22).

Sel endotel dinding arteri mengalami cedera, baik secara mekanis maupun

karena bahan-bahan sitotoksik (termasuk LDL yang teroksidasi olah radikal

bebas). Daerah yang cedera terpajan ke darah dan menarik monosit, yang akan

berubah menjadi makrofag dan memakan bahan-bahan di sekitarnya (termasuk

LDL yang teroksidasi olah radikal bebas) (22,25). Akibat dipenuhi lemak, sel ini

berubah menjadi sel busa yang tertimbun dan menimbulkan ”fatty streak” di

dalam dinding pembuluh darah (23).

Sel endotel ini dalam keadaan normal menghasilkan prostaglandin I2

(PGI2), suatu prostasiklin yang menghambat agregasi trombosit. Apabila sel

endotel rusak, trombosit akan menggumpal dan melepaskan tromboksan A2

34
(TXA2), suatu zat yang mendorong penggumpalan trombosit lebih lanjut (22).

Tromboksan A2 (TXA2) dan prostaglandin I2 (PGI2) ini berasal dari endoperoksida

(PGH) suatu produk sintesis prostanoid melalui jalur siklo-oksigenase (COX)

yang disebut juga sebagai prostaglandin H sintase (26). Prostanoid ini dibentuk

dari arakidonat, yang diperoleh dari makanan tetapi juga dapat berasal dari posisi

2 fosfolipid di membran plasma oleh kerja fosfolipase A2 (26,27). Selain itu, sel

endotel juga melepaskan ”Platelet-Derived Growth Factor” (PDGF). Makrofag

juga menghasilkan faktor-faktor pertumbuhan yang menyebabkan proliferasi sel-

sel otot polos, yang bermigrasi dari lapisan media ke intima dinding arteri (28).

Sel di dalam lapisan intima melepaskan lemak (triasilgliserol dan

kolesterol) yang kemudian menumpuk di plak yang sedang tumbuh. Lipoprotein

darah terutama LDL, terus masuk ke lesi dan ikut berperan menambah timbunan

lemak (22). Sel di lesi ini mensekresikan kolagen, elastin, glikosaminoglikan,

membentuk tudung fibrosa, dan muncul kristal kolesterol di bagian tengah plak.

Sel terperangkap di dalam plak kemudian mati sehingga terbentuk kotoran. Juga

dapat terjadi kalsifikasi. Ruptur dan perdarahan plak berkapsul tersebut di

pembuluh koroner dapat menyebabkan pembentukan akut bekuan darah

(trombus), yang akan semakin menyumbat pembuluh dan menimbulkan

miokardium (27,28). Mekanisme terjadinya aterosklerosis ini juga dapat dilihat

pada gambar 5.

V.2 Radikal Bebas Dalam Patogenesis Aterosklerosis

35
Suatu radikal bebas berdasarkan definisi, adalah suatu atom yang memiliki

satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit terluarnya. Zat ini sangat

reaktif dan dapat mencetuskan reaksi berantai dengan mengekstraksi sebuah

elektron dari molekul di dekatnya untuk melengkapi orbitalnya sendiri. Bagi

manusia oksigen (O2) adalah zat yang sangat penting sekaligus toksik. Oksigen

dapat menyebabkan terbentuknya radikal oksigen dan spesies oksigen reaktif lain

yang mampu menyebabkan cedera sel (23,25). Seperti yang terlihat pada

gambar 6.

Gambar 6. Peran oksigen dalam cedera sel. Metabolisme oksigen yang normal dengan tidak
henti mengubah O2 menjadi spesies oksigen reaktif (ROS), yang dapat menyebabkan cedera sel.

Sumber : Mark & Smith. (2000) (23)

Metabolit oksigen utama yang dihasilkan melalui reduksi satu elektron

oksigen adalah kelompok oksigen reaktif (ROS), di antaranya superoksida (O2-),

36
radikal bebas hidroksil (OH·), dan bentuk oksigen yang tereduksi secara parsial,

hidrogen peroksida (H2O2), dan lainnya (23). Radikal bebas mampu bereaksi

tanpa pandang bulu dengan setiap molekul yang kontak dengannya, menarik

elektron dan membentuk radikal bebas yang baru dalam reaksi berantai oksidatif

sitotoksik. Radikal hidroksil mungkin merupakan spesies oksigen reaktif yang

paling poten, dan mungkin menjadi inisiator atau pencetus reaksi berantai tersebut

yang membentuk peroksida lemak dan radikal organik (23).

Pembentukan peroksida lemak dan radikal bebas lemak, di anggap sebagai

suatu ciri yang penting dalam cedera sel yang disebabkan oleh kelompok oksigen

reaktif. Jenis reaksi ini, yang disebut sebagai auto-oksidasi radikal bebas,

memerlukan suatu inisiator (misalnya radikal hidroksil) agar reaksi tersebut dapat

berjalan. Peroksidasi biasanya dimulai dengan ekstraksi atom hidrogen yang

mengandung satu elektron dari ikatan rangkap terkonjugasi dalam asam lemak

(23,24). Pembentukan radikal hidroksil setempat dari hidrogen peroksida, yang

diperantarai oleh Fe2+, dapat mencetuskan reaksi berantai tersebut. Hal ini

diperbanyak oleh penambahan oksigen untuk membentuk radikal peroksil lemak

dan peroksida lemak, seperti yang terlihat pada gambar berikut (23,25).

37
Gambar 7. Peroksidasi lemak. Suatu reaksi berantai radikal bebas. A. Peroksidasi lemak
dicetuskan oleh sebuah senyawa radikal bebas, misalnya radikal hidroksil yang mengekstraksi
sebuah hidrogen dari lemak “polyunsaturated” (LH) komponen dari LDL, sehingga terbentuk
suatu radikal lemak. B. Reaksi berantai radikal bebas diperluas oleh penambahan O2, yang
membentuk radikal peroksi lemak (LOO·) dan peroksida lemak (LOOH).

Sumber : Mark & Smith. (2000) (22)

Asam lemak utama yang mengalami peroksidasi lemak di dalam membran

sel adalah asam lemak “polyunsaturated” atau yang biasa dikenal sebagai PUFA.

Akhirnya akan terjadi degradasi lemak, dan terbentuk berbagai produk seperti

melondialdehida (dari asam lemak dengan tiga atau lebih ikatan rangkap), yang

muncul di dalam darah dan urin dan digunakan sebagai indikator kerusakan akibat

radikal bebas. Apabila terbentuk secara berlebihan, melondialdehida ini akan

menyebabkan terjadinya stress oksidatif, maka akan bereaksi secara terus menerus

terhadap fosfolipid dari LDL dan akan, menyebabkan proses oksidasi (23-25).

38
Cedera endotel yang terjadi pada aterosklerosis ini akan menarik monosit

ke dalam intima, yang akan berubah menjadi makrofag dan memakan bahan-

bahan di sekitarnya (termasuk LDL yang teroksidasi). Sebagian sel, terutama

makrofag fagositik, memiliki reseptor non spesifik yang dikenal sebagai reseptor

penyapu (“scavenger”) yang mengikat berbagai jenis molekul, termasuk pertikel

LDL yang telah termodifikasi. Modifikasi LDL ini sering terjadi akibat kerusakan

oksidatif, terutama pada gugus asil lemak “polyunsaturated”. Berkaitan dengan

reseptor LDL, reseptor penyapu ini tidak terkena kontrol penekanan (“down

regulation”). Keberadaan reseptor terus-menerus di membran sel, memungkinkan

sel menyerap LDL yang mengalami perubahan oksidatif jauh setelah kadar

kolesterol intrasel meningkat. Apabila telah penuh tertimbun lemak, maka

makrofag akan berubah menjadi sel busa (“foam cells”) (27,28). Seperti yang

terlihat pada gambar 8.

39
Gambar 8. Pembentukan sel busa dengan fagositosis LDL yang teroksidasi. Proses ini terjadi di
ruang subendotel pembuluh darah.Vitamin E, C, dan A dapat menghambat oksidasi LDL.

Sumber : Mark & Smith. (2000) (22)

Penimbunan sel busa ini di ruang subendotel pembuluh darah merupakan

bukti paling awal adanya pertumbuhan plak aterosklerosis yang dikenal sebagai

“fatty streak”. LDL teroksidasi akan mengaktifasi sel limfosit T yang berakibat

menurunnya densitas dan fungsi otot polos, sehingga sintesa matriks menurun.

Juga akan mengaktifasi makrofag untuk mengeluarkan enzim proteolitik seperti

matriks metaloproteinase, sehingga menyebabkan peningkatan degradasi matriks.

Peningkatan degradasi matriks dan penurunan sintesis matriks tersebut akan

memudahkan ruptur plak (24,27).

Proses yang menyebabkan oksidasi LDL melibatkan radikal superoksida,

oksida nitrat, hidrogen peroksida, dan oksidan lainnya seperti yang sudah

dijelaskan di atas. Sebagai contoh, superoksida yang merupakan radikal yang

terbentuk pada rantai respirasi. Superoksida ini juga dapat berasal dari retikulum

40
endoplasma melalui sitokrom P-450 dari NADPH-sitokrom P-450 reduktase.

Superoksida ini terdapat pada jaringan endotel, otot polos, dan monosit.

Superoksida ini akan secara langsung mengoksidasi LDL meski dengan atau tanpa

adanya metal (Fe, Cu) (25,28).

Pada perkembangannya, proses pembentukan radikal bebas pengoksidasi

ini dapat dihambat dengan pemberian antioksidan, misalnya vitamin E (29).

Dengan memberikan elektron tunggal dalam dua reaksi ber-urutan untuk

membentuk senyawa teroksidasi yang stabil sehingga tidak bersifat reaktif lagi

melakukan oksidasi terhadap atom atau molekul yang stabil di dekatnya karena

kolesterol LDL berkemampuan menembus dinding arteri dan mulai menyumbat

pembuluh darah bila telah mengalami oksidasi. Bila oksidasi tidak terjadi maka

LDL tidak mampu membentuk plak dan sumbatan arteri. Vitamin E, antioksidan

yang berperan mencegah terjadinya proses oksidasi dalam tubuh. Dengan

demikian vitamin E dapat menghambat risiko munculnya penyakit jantung akibat

pembentukan plak dan penyempitan arteri tersebut (29,30).

41
BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Radikal bebas menginisiasi terbentuknya peroksida lemak melalui suatu

proses auto-oksidasi radikal bebas, dengan mengekstraksi atom hidrogen yang

mengandung satu elektron dari ikatan rangkap terkonjugasi dalam asam lemak

(terutama asam lemak “polyunsaturated” atau PUFA). “Low Density Lipoprotein”

(LDL) kolesterol mengandung asam lemak “polyunsaturated” atau PUFA yang

dapat dioksidasi oleh radikal bebas. Proses yang menyebabkan oksidasi LDL juga

melibatkan radikal superoksida, oksida nitrat, hidrogen peroksida, dan oksidan

lainnya seperti yang sudah dijelaskan. Sebagai contoh, superoksida yang

merupakan radikal yang terbentuk pada rantai respirasi. Superoksida ini juga

dapat berasal dari retikulum endoplasma melalui sitokrom P-450 dari NADPH-

sitokrom P-450 reduktase. Superoksida ini terdapat pada jaringan endotel, otot

polos, dan monosit. Superoksida ini akan secara langsung mengoksidasi LDL

meski dengan atau tanpa adanya metal (Fe, Cu).

Cedera pada sel endotel dinding arteri yang disebabkan oleh LDL yang

teroksidasi ini akan menyebabkan sel endotel melepaskan tromboksan A2 (TXA2)

dan prostaglandin I2 (PGI2) yang berfungsi sebagai zat yang mendorong

penggumpalan trombosit lebih lanjut dan menghambat agregasi trombosit pada sel

endotel yang cedera, sehingga dapat memperberat pembentukan plak dan semakin

menyumbat lumen pembuluh darah arteri.

42
Setelah LDL mengalami oksidasi oleh radikal bebas, maka LDL akan

dikenali oleh reseptor penyapu (“scavenger receptor”) yang meski terdapat

akumulasi lemak tidak melakukan ”down regulation” sehingga memungkinkan

makrofag terus-menerus menyerap (fagositosis) LDL yang teroksidasi dan pada

akhirnya dapat menyebabkan timbulnya sel busa di ruang subendotel yang

merupakan bukti paling awal adanya pertumbuhan plak aterosklerosis. Sel yang

cedera ini juga mensekresikan kolagen, elastin, glikosaminoglikan, membentuk

tudung fibrosa, dan muncul kristal kolesterol di bagian tengah plak, sehingga

menyebabkan sel terperangkap di dalam plak kemudian mati dan membentuk

kotoran. Selain itu dapat terjadi kalsifikasi, ruptur dan perdarahan plak berkapsul

tersebut di pembuluh koroner. Ruptur dan perdarahan plak ini dapat

menyebabkan pembentukan akut bekuan darah (trombus), yang akan semakin

menyumbat pembuluh dan dapat menimbulkan miokarditis.

VI.2 Saran

1) Perlu dilakukan penyuluhan pada masyarakat mengenai bahaya


radikal bebas dan cara mencegah terbentuknya radikal bebas dalam
jumlah berlebihan, guna mencegah perusakan lemak yang dapat
menyebabkan terbentuknya plak aterosklerosis dalam tubuh manusia.

2) Kontrol gaya hidup pada orang dengan kebiasaan mengkonsumsi


lemak dalam jumlah berlebihan, guna mencegah penumpukan
kolesterol jahat (LDL) yang dapat mengalami oksidasi oleh radikal
bebas dan menyebabkan terbentuknya plak aterosklerosis.

3) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai proses oksidasi


kolesterol LDL oleh radikal bebas, dalam upaya mencegah

43
terbentuknya plak aterosklerosis yang dapat berkembang sehingga
menyebabkan berbagai kelainan pada jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mitchell RN, Cotran RS. Jejas Adaptasi Dan Kematian Sel. Dalam: Kumar
V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins Buku Ajar Patologi. Edisis Ke - 7.
Prasetyo A, Pendit BU, Priliono T, Alih Bahasa. Asroruddin M, Hartanto
H, Darmaniah N, editor Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC; 2007: Hal. 3-
34.

2. Mayes PA. Struktur Dan Fungsi Vitamin Larut-Lipid. Dalam: Murray RK,
Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. Biokimia Harper. Edisi Ke - 25.
Hartono A, Alih Bahasa. Bani AP, Sikumbang TM, Editor Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: EGC; 2003. Hal. 613-631.

3. Pangkahila W. Mengapa Menjadi Tua. Dalam: Anti Aging Medicine.


Dharmawan B,editor. Jakarta: Buku Kompas; 2007: Hal. 1-24.

4. Murray RK. Sel Darah Merah Dan Putih. Dalam: Bender DA, Botham KM,
Granner DK, Keeley FW, Mayes PA, Murray RK, dkk. Biokimia Harper.
Edisi Ke - 27. Pendit BU, Alih Bahasa. Wulandari N, Rendy L,
Dwijayanthi L, Dany F, Liena, Rachman LY, Editor Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: EGC; 2009. Hal 636-652.

5. Muchtadi D. Apakah Penuaan Itu. Dalam: Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung:
Alvabeta; 2009: Hal. 71-79.

6. Dymas TP. Radikal Bebas. Available at: http://dyagi.multiply.


com/journal/item/4/RADIKAL_BEBAS. Accessed May 27, 2010.

7. Anonymous. Hubungan Antara Radikal Bebas Dengan Pola Hidup Tidak


Sehat. Available at: http://www.kafesantai.com/hidup-sehat/radikal-
bebas-1.php. Accesed Mey 21, 2010.

44
8. Brown CT. Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Ke - 6. Pendit
Bu, Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA, Alih Bahasa. Hartanto H,
Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, Editor Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta: EGC; 2005. Hal 576-612.

9. Schoen FJ, Cotran RS. Pembuluh Darah. Dalam: Kumar V, Cotran RS,
Robbins SL. Robbins Buku Ajar Patologi. Edisi Ke - 7. Pendit BU, Alih
Bahasa. Hartanto H, Darmaniah N, Wulandari N, Editor Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: EGC; 2007. Hal 365-404.

10. Mayes PA. Peranan Jaringan Dalam Metabolisme Lipid. Dalam: Cochrum
KC, Grodsky GM, Harper HA, Mayes PA, Rodwell VW, Tyler DD,
Wallin DD, dkk. Review Of Physiological Chemistry. Edisi Ke - 17.
Muliawan M, Editor Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC; 1979. Hal
360-384.

11. Anonymous. Aterosklerosis. Available at: http://medicastore.


com/penyakit/137/Aterosklerosis.Atherosclerosis.html.Accessed May 25,
2010.

12. Julica MP. Aterosklerosis. Available at: http://mawar-putri-julica.blogspot.


com/2009/05/atherosklerosis.html. Accessed May 25, 2010.

13. Sargowo HD. Peran Radikal Bebas Dalam Patogenesa Aterosklerosis.


Malang: Div. Kardiologi, Lab/SMF Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya/ RSUD Saiful Anwar; 1997. Jurnal
Kardiologi Indonesia / Vol. XXII. No 3, Juli – September 1997.

14. Wilson LM. Gangguan Sirkulasi. Dalam: Prince SA, Wilson LM.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi Ke - 6. Pendit
BU, Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA, Alih Bahasa. Hartanto H,
Susui N, Wulansari P, Mahanani DA, Editor Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta: EGC; 2005. Hal. 121-138.

45
15. Atinia SM. Clamydia Pneumonia Penyebab Penyakit-Penyakit
Kardiovaskuler. Available at: http://koranpdhi.com/buletin-edisi8/edisi8-
chlamydia.htm. Accessed May 22, 2010.

16. Necel. Biokimia Aterosklerosis. Available at: http://www.scribd.


com/doc/20912406/All-about-aterosklerosis. Accessed May 21, 2010.

17. Arief S. Radikal Bebas. Available at: http://www.pediatrik.


com/buletin/06224113752-x0zu6l.doc. Accessed July 15, 2010.

18. Iman. Hiperkolesterolemia. Available at: http://dokter-medis.blogspot.


com/2009/07/hiperkolesterolemia-bagian-1.html. Accessed July 15,
2010.

19. Maitra A, Kumar V. Penyakit Genetik dan Anak. Dalam: Robbins Buku Ajar
Patologi. Edisi Ke – 7. Prasetyo A, Pendit BU, Priliono T, Alih Bahasa.
Assroruddin M, Hartanto H, Darmaniah N, Editor Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta: EGC; 2007. Hal. 238-296.

20. Kusuma RJ. Oksidasi LDL Apa Dan Siapa. Available at:
http://www.scribd.com/doc/23693449/Oksidasi-LDL. Accessed July 16,
2010.

21. Almatsier S. Lipida. Dalam: Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama; 2006. Hal. 51-76.

22. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Metabolisme Kolesterol Dan Lipoprotein
Darah. Dalam: Biokimia Kedokteran Dasar. Pendit BU, Alih Bahasa.
Suyono J, Sadikin V, Mandera LI, Editor Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta: EGC; 2000. Hal. 513-532.

23. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Metabolisme Oksigen Dan Toksisitas
Oksigen. Dalam: Biokimia Kedokteran Dasar. Pendit BU, Alih Bahasa.
Suyono J, Sadikin V, Mandera LI, Editor Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta: EGC; 2000. Hal. 321-334.

46
24. Libby P. The Pathogenesis, Prevention, and Treatment ot Atherosclerosis.
Dalam: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL,
Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
Edisi ke – 17. New York: Mc Graw Hill; 2008. Hal. 1501-1509.

25. Moiska. Apa Itu Radikal Bebas. Available at: http://www.radikalbebas.com/.


Accessed July 22, 2010.

26. Botham KM, Mayes PA. Biosintesis Asam Lemak Dan Eikosanoid. Dalam:
Bender DA, Botham KM, Granner DK, Keeley FW, Mayes PA, Murray
RK, dkk. Biokimia Harper. Edisi Ke - 27. Pendit BU, Alih Bahasa.
Wulandari N, Rendy L, Dwijayanthi L, Dany F, Liena, Rachman LY,
Editor Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC; 2009. Hal 204-216.

27. Gumiwang I, Prasetya I, Ismail D. Antitrombotik Dan Trombolitik Pada


Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke – 4.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. Hal. 1633-1635.

28. Guyton AC, Hall JE. Metabolisme Lemak. Dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi Ke – 9. Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A, Alih
Bahasa. Setiawan I, Editor Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC; 1997.
Hal. 1077-1092.

29. Krisnatuti P, Yenrina R. Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung Koroner.


Jakarta : Trubus Agriwijaya ; 1999. Hal. 12-14.

30. Syah S. Omega Tiga Dan Pencegahan Jantung Koroner. Majalah Kedokteran
Indonesia 24 (4) 2001. Hal 6-7.

47
RIWAYAT HIDUP

Nama : I Wayan Adi Candra Winata

NRI : 060111160

Tempat/tanggal lahir : Paguyaman, 5 Desember 1988

Agama : Hindu

Nama Orang tua

Ayah : I Made Sudi S.Sos

Ibu : Triwijayati Djuary

Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

Saudara Kandung : Ni Made Verista Sari

Riwayat Pendidikan :

1. TK Melati Randangan, Gorontalo tahun 1993-1994.

2. SDN Inpres 2 Manunggal Karya, Gorontalo tahun 1994-2000 .

3. SLTP Negri 2 Marisa, Gorontalo tahun 2000-2003.

4. SMA Negri 1 Limboto, Gorontalo tahun 2003-2006.

5. Masuk Fakultas Kedokteran UNSRAT melalui jalur SPMB tahun


2006.

Mengikuti :

1. PBL I di Kelurahan Bahu Kec. Malalayang, Manado tahun 2007.

2. PBL II di Kelurahan Bahu Kec. Malalayang, Manado tahun 2008.

48
3. PBL III di Kelurahan Ranotana Weru Kec. Karombasan, Manado
tahun 2009.

4. Kuliah Kerja Nyata Terpadu (Satgas) Angkatan 88 di Posko LPM


UNSRAT, Kelurahan Kleak, Kec. Malalayang Manado tahun
2010.

49

You might also like