Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. Hubungan Tanah-Tanaman
Faktor lain, seperti suhu dan kekuatan ionik la-rutan juga dapat
mempengaruhi reaksi-reaksi yang mengendalikan konsentrasi hara
dalam larutan tanah.
Tabel 4. Estimasi jumlah hara yang disuplai oleh tiga mekanisme kepada
akar jagung yang tumbuh dalam tanah lempung-debu yang
dipupuk dosis tinggi dan pH tanah 6.8.
2.3. Difusi
Dari estimasi dalam Tabel 4 tampak bahwa kebutuhan P dan K
biasanya tidak dapat dipenuhi dari intersepsi dan aliran massa. Oleh
karena itu harus dipenuhi oleh proses difusi. Persamaan berikut ini
melukiskan faktor-faktor penting yang menentukan kecepatan difusi
unsur hara menuju ke permukaan akar:
dimana:
C1= konsentrasi hara terlarut pada suatu titik yang berjarak L dari
permukaan akar
C2 = konsentrasi hara terlarut pada permukaan akar
L = jarak dari permukaan akar ke titik tertentu C1.
Kalau unsur hara diambil dari larutan tanah, akan terjadi ke-
cenderungan untuk menggantikan defisit hara dari fase padatan tanah.
Konsentrasi hara dalam larutan tanah sering disebut sebagai faktor
intensitas dan sumber hara pada fase padatan tanah yang mensuplai
kembali larutan tanah disebut sebagai faktor kapasitas.
Faktor kapasitas dapat dibagi-bagi secara sembarangan menjadi
tiga kategori, yaitu:
(1). bentuk-bentuk yang berkesetimbangan secara cepat dengan
larutan tanah.
(2). bentuk-bentuk yang berkesetimbangan secara lambat hingga
agak lambat (kesetimbangan semu) dengan larutan tanah
(3). bentuk-bentuk yang tidak berkesetimbangan dengan larutan tanah,
karena tidak ada reaksi balik (unsur hara dibebaskan tetapi tidak
dijerap kembali).
M-atmosfer
Penguapan panen
M-pupuk M-tanaman M-
ternak
Bentuk M yg
Cepat berke- M-larutan tanah M-bahan organik
setimbangan
Bentuk M mineral
M lambat- primer
medium
pencucian
Kehilangan erosi
14
cepat
lambat lambat lambat
difusi C difusi
aliran massa E
pertumbuhan akar P
A
T
Tana Ca Mg K Na Ca Mg K Na C M K Na
h a g
................... me/100 g ......... ........ % ..........
1. Pendahuluan
Tujuan uji tanah telah dijelaskan oleh Tisdale dan Nelson (1966)
dan oleh Melsted (1967) adalah: (1) untuk mengevaluasi status
kesuburan sebidang lahan tertentu, (2) meramalkan peluang untuk
mendapatkan respon yang menguntungkan terhadap penggunaan ka-
pur dan pupuk, (3) menyediakan landasan untuk rekomendasi
pengapuran dan pemupukan, dan (4) mengevaluasi status kesuburan
tanah suatu wilayah.
Dengan kata lain, uji tanah dapat digunakan un-tuk diagnosis,
untuk pendugaan dosis pupuk, atau un-tuk pemupukan tanaman (Pizer,
1965a). Diagnosis defisiensi unsur hara dalam tanaman dapat
dilakukan atas dasar analisis daun atau analisis tanah. Pemisahan dua
macam pendekatan ini semata-mata hanya bersifat "keyakinan" saja,
karena keduanya tidak "mutually exclusive".
Memang, sebagaimana yang dijelaskan oleh Andrews (1968)
dan Leece (1968), analisis daun merupakan metode yang dalam
banyak kondisi lingkungan harus digunakan dalam kaitannya dengan
analisis kimia tanah, dan juga percobaan pot dan lapangan.
Secara umum ada empat fase dalam uji tanah, ya-itu (1)
sampling tanah, (2) analisis tanah, (3) penyusunan rekomendasi, dan (4)
interpertasi rekomendasi bagi petani.
Petani adalah pengguna akhir dari informasi uji tanah, meskipun
informasi tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum sampai
kepadanya.
2. Sampling tanah
Variasi ini dapat cukup besar; Harper (1965) hanya menemukan 40%
analisis P dari contoh tanah duplo termasuk ke dalam kategori yang sama,
dan 48% berbeda satu kategori.
Kalau unsur hara dalam tanah bersifat tidak mobil, seperti fosfat,
maka secara teoritis tidak sulit untuk mendapatkan kedalaman sampling
yang memuaskan. Akan tetapi kalau unsur hara dalam tanah bersifat
mobil maka diperlukan kompromi antara apa yang seharusnya dan apa
yang mungkin dilakukan.
4. Penyusunan rekomendasi
dalam lapisan tanah 4 inchi lebih dari 30 ppm. Para peneliti ini tidak
bekerja dengan tanah yang sama, tetapi Spencer et al. (1969) yang
bekerja di daerah yang sama dengan McLachlan, menemukan tigkat
kritis 25 ppm P dengan ekstraksi modifikasi Olsen untuk lapisan tanah
0-3 inch.
Kebanyakan estimasi ketersediaan unsur hara diperoleh dengan
menggunakan larutan pengekstraks. Akan tetapi penelitian tentang
hubungan respon tanaman dengan metode-metode yang secara teoritis
lebih baik juga diteruskan. Beckwith (1965) menunjukkan bahwa nilai
sorpsi fosfat daat digunakan untuk kalibrasi terhadap percobaan
lapangan sebagai suatu estimasi konvensional fosfat tersedia. Ozzane
dan Shaw (1968) menyimpulkan bahwa fosfor yang diserap pada
konsentrasi supernatan standar harus digunakan untuk estimasi
kebutuhan fosfat tanah. Mereka menemukan bahwa potensial fosfat dan
konsentrasi kesetimbangan ternyata berkorelasi sangat erat (r = 0.999),
dan mereka menunjukkan bahwa tidak perlu menggunakan metode
yang lebih mahal. Kemudian Ozzane dan Shaw (1968) juga
membandingkan uji sorpsi dengan metode ekstraksi lainnya. Mereka
menemukan bahwa walaupun fosfat larut bikarbonat menunjukkan
relasi yang bermanfaat dengan kebutuhan fosfat tanaman, namun
hubungannya dengan produksi pastur yang mendekati maksimum sangat
beragam dengan tipe-tipe tanah yang daya bufernya sangat berbeda-
beda. Interaksi antara fosfat larut bikarbonat dengan kapasitas buffer ini
juga telah ditemukan oleh Barrow (1967), dan efek kaapsitas buffer tanah
terhadap serapan P oleh White (1968).
White dan Haydock (1967, 1968) membandingkan potensial
fosfat kesetimbangan tanah dengan metode-metode ekstraksi, dan
berkesimpulan bahwa walaupun metode konvensional dapat dipilih mana
yang korelasinya terbaik dengan kebutuhan fosfat atau hasil relatif
tanaman, namun tidak satupun yang berkorelasi secara baik dengan
kedua krieteria tersebut. Pada sisi lain, pengukuran hubungan Q/I akan
menyediakan informasi tentang kuantitas dan intensitas yang
diperlukan untuk prediksi.
Holford (1966) menentukan tingkat kritis 51-150 ppm K-larut
asam asetat bagi tanaman tebu di Fiji; ia juga menetapkan tingkat kritis
fosfat ekstraksi Truog. Barrow et al. (1967) dalam penelitiannya tentang
potensial dan kapasitas hara menetapkan nilai minimum potensial
kalium bagi tanaman clover dalam media kultur larutan hara dan media
tanah. Dalam penelitian ini clover ditanam dalam berbagai kondisi
tanah hingga suplai kaliumnya dihabiskan, kemudian potensial
kaliumnya diukur.
23
4.2. Korelasi-korelasi
Hasil Hasil
1a 1b
Pupuk Pupuk
Hasil Hasil
1c 1d
Pupuk Pupuk
0.7
0.4
0.1
3 6 9 12 18 24 48
0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
3. Kelaparan Tersembunyi
optimum fisiologis
Hasil
Tanaman top yield
dosis sure'
kelaparan
tersembunyi optimum
ekonomis
gejala
dosis pupuk
Tabel 9. Pengaruh N,P, dan K serta Stress Air terhadap Kadar N,P,K
Daun Jagung
Uji cepat untuk menentukan unsur hara dalam cairan sel dari
jaringan tanaman segar ternyata mempunyai posisi penting dalam
diagnosis kebutuhan tanaman. Dalam uji ini hasilnya disajikan dalam
bentuk "sangat rendah", "rendah", "medium", atau "tinggi". Tujuannya
adalah untuk menduga taraf umum unsur hara tanaman.
Akar tanaman menyerap unsur hara dari tanah dan unsur
hara ini diangkut ke organ tanaman lainnya. Konsentrasi hara dalam
cairan sel biasanya merupakan indikasi yang baik tentang suplai hara
pada saat pengujian.
akan terjadi defisiensi dan tanaman diuji lebih awal maka akan ada
peluang untuk mengoreksinya.
Pada umumnya fase pertumbuhan yang paling kritis untuk
analisis jaringan ialah pada saat pembungaan hingga awal fase
pembuahan. Selama periode ini penggunaan unsur hara mencapai
tingkat maksimumnya. Misalnya pada tanaman jagung seringkali diambil
daun di dekat tongkol pada saat muncul bunga jantan. Hasil analisis ini
hanya dapat dimanfaatkan untuk program pemupukan tanaman
berikutnya.
Waktu dalam seharian juga berpengaruh terhadap kadar nitrat
jaringan tanaman, pagi hari biasanya kandungan nitrat lebih tinggi
dibandingkan dengan siang hari, terutama kalau suplai nitrogen
terbatas. Nitrat terakumulasi pada malam hari dan digunakan pada siang
hari pada saat karbohidrat disintesis. Oleh karena itu uji nitrat jaringan
tanaman tidak boleh dilakukan pada saat terlalu pagi atau terlalu sore
hari. Beberapa hal penting adalah:
(1). Idealnya ialah mengikuti serapan unsur hara sepanjang
musim dengan melakukan uji lapangan lima atau enam kali.
Kadar hara seharusnya lebih tinggi pada awal musim
kalau tanaman tidak mengalami stress.
(2). Kebutuhan tanaman akan unsur hara umumnya mencapai
maksimumnya pada saat fase pembungaan. Kalau uji
lapangan hanya dapat dilakukan sekali selama musim
pertumbuhan tanaman, maka pada saat pembungaan inilah
waktu yang paling tepat.
(3). Pembandingan tanaman di lapangan sangat bermanfaat.
Tanaman dari daerah defisiensi diuji dan dibandingkan
dengan tanaman dari daerah normal.
(4). Tanaman sangat beragam, sehingga harus diuji 10-15
tanaman dan hasilnya dirata-ratakan.
4.1.3. Kegunaan
Uji jaringan tanaman dan analisis tanaman dilakukan karena
alasan-alasan berikut ini:
(1). Untuk membantu menentukan kemampuan tanah dalam
mensuplai unsur hara. Mereka digunakan bersama-sama dengan
hasil uji tanah dan informasi tentang sejarah pengelolaan lahan.
(2). Untuk membantu mengidentifikasikan gejala defisiensi dan
menentukan saat-saat kekurangan unsur hara sebelum muncul
gejala defisiensi.
(3). Untuk membantu menentukan efek perlakuan kesuburan terhadap
suplai unsur hara dalam tanaman. Hal ini akan sangat berguna
41
4.2. Interpretasi
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kaitannya
dengan interpretasi diagnosis status hara tanaman adalah:
(1). Penampilan dan kesuburan tanaman secara umum
(2). Kadar hara-hara lain dalam tanaman
(3). Gangguan hama dan penyakit
(4). Kondisi tanah, aerasi dan kelembaban yang buruk
(5). Kondisi iklim, dan
(6). Waktu dalam seharian.
12
padi
10 jagung
43
gandum
4
12 REKOMENDASI PUPUK
10
8 padi jagung
44
4 gandum
kalium daun di bagian bawah sama atau lebih besar maka tanaman
tidak defisiensi kalium.
Untuk maksud-maksud tertentu ternyata uji jaringan tanaman
yang berwarna hijau ternyata lebih bermanfaat daripada analisis total.
Misalnya kalau suplai unsur hara dalam keadaan baru saja kekurangan,
maka masalah ini akan lebih mudah diketahui dengan uji jaringan.
Akan tetapi uji jaringan dan analisis total telah lazim digunakan dengan
berhasil untuk melacak status hara tanaman selama musim
pertumbuhannya.
40
*
30 Y = 1.20 + 31.88 X * *
r = 0.96 * * * *
* *
* * * *
20 * * *
* * *
* * * * *
* * * * *
10 * * *
* *
*
0
Peningkatan % N
Gambar 10. Hubungan antara Kadar N daun jagung dengan hasil jagung
(Hanway, 1962).
1.2
0.6
o.0
0.2 0.6 1.0 1.4 1.8 2.2 2.6
1.2 -
Ca
0.9 -
0.6 -
Mg
0.3 -
0.0
Kadar K tanaman, %
14
300 hasil
12 - q/Ac 200
400
100
10 -
0
8 - 0 100 200 400
lb K2O/Ac
6 - 200
4 - 100
2 - 0
Gambar 13. Kadar kalium tangkai daun menurun dengan cepat sejalan
dengan pertumbuhan kentang (Tyler et al., 1960 Dalam
Tisdale dan Nelson, 1975).
4.3.4. Survei
B (1-y)
A = ----------
y
51
5. Uji Biologis
Penggunaan tanaman yang sedang tumbuh telah menjadi
semakin menarik dalam kajian-kajian kebutuhan pupuk, dan telah
banyak perhatian yang diberikan terhadap penggunaan metode ini
untuk mengukur status kesuburan tanah.
Salah satu dari hasil pengujian disajikan dalam Tabel 13. Pada
umumnya hasil hasiul percobaan ini menunjukkan bahwa peningkatan
hasil moderat dicapai pada dosis pupuk yang moderat. Metode seperti ini
mempunyai daya prediksi yang sangat terbatas karena mengabaikan
variabilitas lokal kondisi tanah, oleh karena itu tidak dapat disusun
rekomendasi yang sifatnya spesifik untuk suatu lokasi.
Suatu modifikasi dari uji A. niger ini telah dilakukan oleh Mulder
untuk menentukan status Cu dan Mg dalam tanah. Suatu cara yang unik
ialah menentukan derajat defisiensi dengan menggunakan warna miselia
dan spora sebagai ukuran jumlah Cu atau Mg yang tersedia dalam
tanah. Organisme ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
ketersediaan hara lain seperti Mo, Ca, dan Mn.
6. Uji Tanah
Gambar 14. Keterkaitan antara hasil uji tanah dengan rekomendasi dosis
pupuk (Tisdale dan Nelson, 1975)
Salah satu asek yang sangat penting dari uji tanah adalah cara
mendapatkan contoh tanah yang dapat mewakili daerah yang diuji.
Biasanya contoh tanah komposit sebanyak 500-1000 g diambil dari suatu
bidang lahan. Dengan demikian prosedur pengambilan contoh tanah
harus benar-benar diikuti. Analisis kmiawi di laboratorium menggunakan
contoh tanah. Kalau contoh tanah yang diambil tidak mewakili kondisi
lapangan maka hasil rekomendasinya juga akan keliru. Pada umumnya
kesalahan sampling tanah di lapangan lebih besar dibandingkan dengan
kesalahan di laboratorium.
58
unsur hara yang tersedia bagi tanaman ditahan dalam bentuk kation-
tukar. Sedangkan di antara anion-anion hara ternyata fosfat paling kuat
diikat tanah, sulfat kurang kuat dan nitrat tidak ditahan oleh partikel-
partikel tanah.
Beberapa macam larutan pengekstraks telah banyak
digunakan dalam rangka untuk mengkorelasikan hasil uji tanah dengan
pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, perlu disadari bahwa larutan
pengekstraks mengadakan kontak dengan tanah hanya beberapa menit,
sedangkan tanaman menyerap hara dari tanah selama musim
pertumbuhannya. Menurut Bray (1948), tingkat kehandalan metode
ekstraksi ini ditentukan oleh tiga hal, yaitu (i) harus mampu mengekstraks
semua atau sebagian bentuk unsur hara tersedia dalam tanah yang
cirinya berbeda-beda, (ii) prosedur ekstraksinya harus cepat dan akurat,
(iii) jumlah unsur hara yang terkestraks harus berkorelasi dengan
pertumbuhan dan respon tanaman terhadap unsur hara yang terkait pada
berbagai kondisi.
Bahan organik tanah juga terlibat dalam penyediaan unsur hara.
Fraksi-fraksi tertentu dari bahan organik tanah mampu menahan kation
dalam bentuk dapat dipertukarkan; sedangkan fraksi lainnya dapat
terdekomposisi dan termineralisasi dengan melepaskan nitrogen, fosfat
dan sulfat. Kemasaman tanah juga merupakan karakteristik penting dan
seringkali mampu menjadi indeks yang baik untuk menggambarkan
beberapa kondisi tanah. Ia merupakan indikator kejenuhan basa,
kemungkinan keracunan atau defisiensi unsur-unsur tertentu.
(a). Kation
Prinsip dasar yang melandasi penentuan kation adalah
penggantian seluruh atau sebagian kation dari kompleks pertukaran
koloid tanah. Ammonium asetat merupakan pengekstraks yang lazim
digunakan untuk penentuan kalium, kalsium dan magnesium dalam
tanah. Umumnya contoh tanah dikeringkan lebih dahulu sebelum
ekstraksi untuk analisis kimia. Akan tetapi beberapa bukti penelitian
menunnjukkan bahwa serapan kalium oleh tanaman berkorelasi lebih
baik dengan kalium-tukar yang ditentukan dari contoh tanah yang tidak
dikeringkan. Hal ini diduga ada kaitannya dengan pelepasan atau fiksasi
kalium selama proses pengeringan tanah.
Persentase kejenuhan basa menunjukkan persentase dari
kapasitas tukar kation tanah yang ditempati oleh basa-basa tukar
termasuk ammonium, tetapi tidak termasuk H+ dan Al+++. Pentingnya
kejenuhan basa ini karena adanya kenyataan bahwa ketersediaan kation
tertentu bagi tanaman dipengaruhi oleh konsentrasi kation lainnya.
60
(b). Fosfor
Larutan pengekstraks, mulai dari air, alkalin, hingga asam-asam
lemah yang dicampur dengan asam-asam yang relatif kuat dan
ammonium fluorida telah banyak digunakan untuk ekstraksi fosfat.
Metode ekstraksi Bray I yang menggunakan 0.025 N HCl + 0.03N NH4F
menunjukkan korelasi yang baik dengan A-value dalam percobaan rumah
kaca dan dengan respon tanaman. Metode Olsen yang menggunakan
0.5N NaHCO3 cukup baik pada tanah-tanah alkalin. Beberapa metode
ekstraksi P-tanah yang lazim digunakan di daerah tropis disajikan dalam
Tabel 15.
Tabel 15. Korelasi antara hasil uji P-tanah dengan fraksi P-anorganik
dalam tanah dari Bangladesh.
demikian fraksi yang tidak resisten, yang dikenal sebagai 'bahan organik
mudah dioksidasi' akan dapat dioksidasi.
Nitrogen tersedia juga ditentukan dengan oksidasi kimiawi
dimana tanah dicerna dengan natrium karbonat dan kalium permanganat
selama beberapa menit untuk mereduksi nitrogen menjadi ammonium.
Bartholomew (1972) mengelompokkan uji N-tanah menjadi tiga kategori:
(i) determinasi N-organik atau fraksi N-organik yang dapat diekstraks
secara kimiawi, (ii) metode inkubasi untuk mengevaluasi laju mineralisasi,
dan (iii) pengukuran langsung N-anorganik. Sayangnya tidak satupun dari
metode-metode ini yang memenuhi ketiga persyaratan yang dikemukakan
oleh Bray (1948).
Hasil-hasil yang konsisten dari uji nitrogen diperumit oleh
kenyataan bahwa ketersediaan nitrogen tergantung pada dekomposisi
bahan organik.
Kondisi lingkungan, terutama kelembaban dan suhu tanah,
mempengaruhi kecepatan dekomposisi bahan organik. Oleh karena itu
pada umumnya hasil uji nitrogen tanah tidak cukup handal untuk
memprediksi respon nitrogen. Matode lain, terutama percobaan lapang
dan serapan tanaman, lebih sering digunakan untuk mengevaluasi
kebutuhan pupuk nitrogen.
Uji nitrifikasi di laboratorium juga sering dilakukan. Tanah
diinkubasi pada kondisi kelembaban dan suhu optimum selama dua
minggu, pada akhir inkubasi ini nitrat dicuci dan diukur.
(e). Belerang
Penentuan kebutuhan belerang dengan menggunakan uji tanah
agak rumit karena adanya berbagai bentuk dan cara pengikatan belerang
oleh komponen-komponen tanah. Bahan organik tanah mengandung
belerang, sehingga ketersediaan belerang dalam tanah juga dikendalikan
oleh dekomposisi bahan organik. Sementara itu pengikatan sulfat pada
fraksi anorganik tanah dipengaruhi oleh banyak faktor. Dua macam
larutan pengekstraks belerang tanah yang lazim digunakan adalah air dan
Ca(H2PO4)2. Teknik pengukuran BaSO4 secara turbidimetri lazim
digunakan.
Pada umumnya uji tanaman untuk menduga kebutuhan belerang
tanaman agak lebih berhasil di62bandingkan dengan uji tanah. Pada
banyak tanaman seringkali digunakan indikator rasio N:S untuk
menyatakan kebutuhan tanaman akan belerang. Nilai rasio N:S sebesar
14:1 hingga 16:1 dianggap sebagai nilai yang "baik", sedangkan nilai rasio
lebih dari 17:1 menunjukkan perlunya pemupukan belerang.
200-
* * r = - 0.61
* *
* * * * *
100-
* * *
* * * * *
* * * * * *
0.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 22
200 -
150 -
50 -
2 4 6 8 10 12 14 16 18 22
Gambar 15. Korelasi antara hasil analisis P-tanah dekategori hasil uji
tanah
66
100 -
* * * * *
* * * *
* * * *
75 - * * * * * * * *
* * *
* * * *
*
* *
50 - * * * *
* *
*
* *
25 - *
*
Tingkat kritis
*
*
0.0
0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
P - Bray I (ppm)
Gambar 16. Analisis data tebu dari Pernambuco, Brazil dengan metode
Cate dan nelson. Setiap titik mencerminkan suatu petak
kebun tebu (Sumber: ISFEIP, 1967. Dalam Sanchez, 1976).
Sangat rendah 0 - 50
Rendah 60 - 70
Medium 80 - 100
Tinggi 110 - 200
Sangat tinggi 210 - 400
Ekstrim tinggi > 400
1.00 -
0.85
0.60
0.40
0.15
0.0
Tabel 18. Respon padi unggul dan lokal terhadap pupuk kalium
% hasil maksimum
100 -
kedelai
50 -
25 -
0.0
0 20 30 40 50 60
300 -
uji tanah rendah
225 -
o.0
0 1 2 3 4
Dosis pupuk
Hasil tanaman
73
Batas genetik
A AB ABC ABCD
Hasil
160 -
140 D
120 C
100 -
80 B
60
A
40 -
0 1 2 3 4 5
Dosis pupuk yang ditambahkan
6.4.3. Nitrogen
1. Uji pH Tanah
1.2. Definisi pH
Konsep pH didasarkan atas hasil kali ion dari air murni. Air
berdisosiasi sangat sedikit:
pH
8.0 -
7.0 -
5.0
Bentonite
4.0
0 20 40 60 80 100
Kejenuhan basa, %
0.03 5.72
0.30 5.22
1.00 4.95
10.00 4.45
100.00 3.95
Tampak dari data ini bahwa CO2 melarut secara langsung dari
udara tanah dapat menurunkan pH air tanah. Air tanah dalam suatu pori
yang berisi 100% CO2 akan mempunyai pH 3.95, kalau tidak dibuffer oleh
tanah atau dinetralkan oleh senyawa-senyawa basis. Kapasitas buffer
tanah terletak pada kemampuannya untuk menjerap ion H pada tapak
jerapannya pada kondisi pH rendah atau sebaliknya pada pH tinggi. Asam
karbonat dalam tanah melarutkan berbagai senyawa dan H+
menggantikan kation lain dari tapak jerapan. Dengan demikian asam
karbonat ini juga mampu berpengaruh terhadap pH melalui efek garam
yang dibentuknya.
Dalam pengukuran pH tanah secara aktual, tanah dan air diaduk
atau dikocok sehingga mereka saling berkesetimbangan dengan CO2
dalam udara pada konsentrasi aktualnya di laboratorium. Karena ta nah
masam mempunyai kapasitas yang lebih besar untuk mensuplai ion
hidrogen daripada yang disuplai oleh CO2 dalam udara, maka CO2 ini
praktis tidak berpengaruh terhadap pH yang diukur. Hanya dalam tanah
yang sangat miskin H+ atau pH di atas 7, konsentrasi CO2 udara
mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pH tanah.
1.5. Pengukuran pH
Atau barangkali ada juga tanah masam yang tidak pernah mengandung
sejumlah besar kation basis selama periode pelapukannya.
pertukaran biasa (Clark dan Nichol, 1966). Feµ+++µ, Alµ+++µ, dan ion-
ion kompleks Al-hidroksi dan Fe-hidroksi melibatkan gugusan karboksil
dari bahan organik sehingga menyebabkan bahan organik berfungsi
sebagai asam lemah (Martin, 1960).
menggambarkan nilai uji tanah versus hasil relatif. Data ini juga
dapat berfungsi sebagai dasar untuk membagi tipe-tipe tanah ke dalam
beberapa kelompok.
Percobaan jangka pendek harus dilakukan pada tanah-tanah
dengan tingkat kesuburan yang berbeda-beda. Mereka akan
menunjukkan derajat respon yang dapat diantisipasi pada berbagai
level uji tanah dan berfungsi sebagai kendali yang sangat bagus
terhadap penilaian yang sedang digunakan. Karena pengujian seperti
ini tidak menyediakan ukuran bagi efek komulatif perlakuan terhadap
hasil tanaman atau perubahan tanah maka mereka mempunyai
keterbatasan untuk menentukan dosis pupuk yang harus
direkomendasikan untuk mencapai produktivitas yang lestari. Hal ini
telah dibuktikan oleh hasil-hasil pengujian yang dilaporkan oleh Rouse
(1968) pada tanaman kapas dan oleh Hartzog dan Adams (1971) pada
kacangtanah. Pada tanah-tanah yang tingkat ketersediaan P atau
K "medium" atau "tinggi" ternyata respon pemupukan hanya sedikit
atau tidak ada respon.
Hasil relatif, %
0.0
10 20 30 40 50 60 Kelompok I
15 30 45 60 75 90 Kelompok II
20 40 60 80 100 120 Kelompok III
Gambar 23. Hubungan antara uji tanah K dan hasil relatif tanaman
jagung, kapas, dan kedelai (Rouse, 1968).
Fosfor:
0 87 83 92 1* 82 87 1* 95 57 52 93 88
9 95 97 94 9 95 95 96 100 78 8 96 97
8 2
18 97 95 93 9 94 87 95 95 87 94 96 96
6
26 1* 99 95 9 98 100 93 95 94 1* 99 100
8
44 99 1* 1* 9 1* 89 95 86 1* 96 100 9
5 5
Ujitana 18 79 29 93 16 58
hP
Jenjang R R T M T T R T T
T M R
Kalium:
0 32 81 56 88 22 73 72 81 55 71 84 98
17 6 9 85 98 53 94 77 82 82 93 94 95
0 5
33 81 1* 94 98 73 86 96 92 92 98 100 96
50 85 1* 95 97 93 1* 99 1* 1* 99 99 99
66 1* 9 99 1* 94 96 1* 98 96 1* 98 100
9
83 98 1* 1* 96 1* 98 1* 94 98 98 10 99
0
102
Ujitana 34 68 22 175 67 13
hK 8
Jenjang R M M S R M T R M T
R R M
Keterangan : 1* = 100. Uji tanah dilakukan dengan ekstraksi
0.05N HCl + 0.025N H2SO4
Tabel 25. Pengaruh dosis pupuk P dan K terhadap nilai uji tanah
9 R M M
1929- 0 1971 58R 64M 64R 70 61R 145M 149M
71 R
1929- 16 1957 42R 123 107 81M 229T 253T 236M
57 T M
1958- 50 1971 118 124 154 166 172M 310T 260T
71 M T M T
1929- Tambaha 78 34 54 81 52 68 100
71 n
1929- 32 1957 67M 144 133 154 325T 273T 344T
57 T M T
1958- 100 1971 144 146 204 216 248T 373T 350T
71 T T T T
1929- Tambaha 104 5 104 131 128 131 190
71 n 6
Keterangan:
105
lb/acre lb/acre
3000 ST 3000
T
2600 M T 2600
2200 2200
1800 1800
1400 1400 M
0 25 50 75 100 0 25 50 75
100
Pound K/acre Pound K/acre
lb/acre lb/acre
2600 2600
2200 M T 2200 T
1800 1800 M
1400 1400
600 600
0 25 50 75 100 0 25 50 75
100
Pound K/acre Pound K/acre
106
lb/acre lb/acre
2600 T 2600
M
2200 2200 T
1800 1800 M
1400 1400
0 25 50 75 100 0 25 50 75
100
Gambar 24. Respon kapas terhadap K dalam rotasi dua tahun. Huruf
pada garis hasil menyatakan tingkat uji K-tanah pada
atahun 1967 setelah pemupukan selama 14 tahun (Cope,
1970b).
100
80 Kelompok III
60 -
Kelompok II
40 -
Kelompok I
20 -
0
40 80 120 160 200 240
Uji K-tanah, ppm
Gambar 25. Hubungan antara uji K-tanah dan respons tanaman kapas
terhadap K pada tanah-tanah yang KTK nya berbeda-beda.
109
2250
1800 -
Tabel 27. Kadar P dan K yang digunakan pada penjenjangan uji tanah
Tabel 28. Tabel konversi untuk mengubah ppm nilai uji P dan K tanah
menjadi indeks kesuburan untuk kapas dan legume pada
kelompok tanah yang berbeda-beda.
1. Pendahuluan
% ragam orisinal
50 -
25 -
0
0 15 40 60 80 100
Banyaknya anak contoh setiap contoh komposit
biji-bijian sangat cocok untuk uji pot. Tanaman dalam uji pot tidak
boleh dipanen terlalu awal. Unsur hara tanaman diperlukan lebih
banyak oleh tanaman dalam beberapa fase pertumbuhannya
dibandingkan dengan yang lain. Kalium terutama diambil pada awal
periode pertumbuhan, fosfor dan nitrogen banyak diperlukan untuk
pembentukan biji. Soper (1971) menunjukkan hubungan-hubungan ini
secara jelas dalam studi korelasinya de-ngan uji-uji tanah. Oleh karena itu
disarankan untuk tidak memanen sebelum bulir berkembang secara
penuh. Dengan demikian jumlah tanah (ukuran pot) harus cukup untuk
mendukung tanaman hingga dewasa penuh.
Disamping penentuan hasil tanaman setiap pot, maka
kandungan unsur hara dalam material tanaman yang dipanen juga
harus ditentukan untuk mengetahui total serapan setiap pot. Serapan
hara ini merupakan indikasi langsung dari ketersediaan unsur hara
dalam tanah. Tanaman akan menyerap unsur hara tersedia meskipun
ada faktor luar lainnya yang menghambat penggunaan unsur hara
tersebut dalam proses produksi hasil tanaman. Oleh karena itu nilai
serapan hara oleh tanaman ini seringkali dapat menjadi indikator dan
dapat digunakan sebagai ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk
mengetahui tingkat ketersediaan hara dalam tanah.
Beberapa peneliti lebih senang menggunakan kandungan hara
tanaman yang dinyatakan sebagai persentase dari bahan kering
tanaman dan bukannya total serapan hara. Mereka berargumentasi
bahwa total serapan hara yang diperoleh dengan mengalikan
persentase (kadar) dalam bahan tanaman dengan total berat bahan
tanaman sebagian tergantung kepada hasil tanaman dan oleh karena
itu lebih tergantung kepada kondisi pertumbuhan secara umum
dibandingkan dengan persentase kadarnya. Akan tetapi hal seperti ini
tidak selalu benar. Pertumbuhan tanaman yang buruk yang tidak
disebabkan oleh defisiensi unsur hara yang diuji biasanya akan
menghasilkan nilai kadar hara yang tinggi, sehingga hal ini akan dapat
menyebabkan kekeliruan dalam menyatakan "serapan hara yang tinggi".
Padahal sesungguhnya serapan hara yang riil rendah karena
pertumbuhan tanaman buruk.
3.1. Prosedur
Uji tanah pendahuluan seringkali dapat membantu untuk
menyeleksi contoh tanah yang tepat. Pot berukuran 10 liter diisi dengan
contoh tanah dan ditanami tanaman uji. Tiga dari enam pot diberi
semua unsur hara kecuali unsur yang diuji; ini merupakan "kontrol". Tiga
pot lainnya diberi unsur hara yang sama dan ditambah unsur hara
yang diuji, ini merupakan pot yang dipupuk. Bahan pupuk harus
121
dicampur secara baik dengan tanah, tidak boleh diberikan dalam bentuk
laruta karena akan dapat mengakibatkan distribusi hara yang tidak
merata dalam tanah.
Setelah panen berat kering total tanaman ditentukan setiap pot
dan analisis dilakukan untuk mengukur total serapan hara. Data hasil
percobaan ini disajikan dalam Tabel 29. Tanaman ujinya adalah padi
jenis unggul, sedangkan perlakuan kontrolnya adalah 120-0-80 kg/ha dan
perlakuan pemupukannya adalah 120-80-80. Empat kolom data uji
tanah menyatakan nilai-nilaiyang diperoleh dengan setiap metode
ekstraksi. Empat kolom berikutnya menunjukkan data tanaman
absolut dan kolom terakhir menyatakan nilai persentase hasil yang
diperoleh dengan jalan : hasil tanaman kontrol dibagi hasil tanaman
yang dipupuk lalu dikalikan 100%.
Ternyata ekstrak Bray dan Truog tidak memberikan data yang
berkorelasi nyata dengan data hasil tanaman. Pengekstrak yang agak
alkalin Na-bikarbonat dengan pH 8.5 lebih superior karena tidak peka
terhadap perubahan tipe tanah dan lebih sesuai untuk tanah sawah.
Nilai-nilai hasil analisis contoh tanah untuk setiap macam pengekstrak
dikorelasikan dengan lima tipe data tanaman dan koefisien korelasinya
disajikan dalam Tabel 30.
122
(1). Pada tanah kontrol: berapa besar nilai uji tanah telah
menurun sebagai akibat serapan hara oleh tanaman pertama. Nilai ini
harus berhubungan dengan jumlah aktual unsur hara uji yang diambil
oleh tanaman. Kemampuan untuk mensuplai unsur hara tersedia
mungkin saja beragam di antara tanah yang satu dengan tanah lainnya.
A. Nitrogen
B. Fosfor
C. Kalium
4.1.Analisis Multivariate
ujitanah/hasil tanaman dapat diukur satu demi satu, dan untuk setiap
faktor korelasinya dapat dikoreksi tahap demi tahap, bahkan juga untuk
faktor-faktor yang pengaruhnya terhadap hasil tanaman kurvilinear.
Prinsip dari metode koreksi secara grafis ini pada dasarnya
sama dengan analisis multivariate yang lebih komprehensif. Hasil-hasil
yang diperoleh bukanlah koefisien regresi yang terbaik dari faktor-
faktor pertumbuhan lainnya tetapi merupakan estimasinya, yang
secara efektif mampu memperbaiki korelasi uji tanah/hasil tanaman.
Keuntungannya ialah bahwa dengan menggunakan kertas grafik dan
kalkulator sederhana maka pengaruh sesuatu faktor pertumbuhan
terhadap korelasi uji tanah/hasil tanaman dapat diperiksa dengan mudah.
(a). pH tanah.
Nilai-nilai pH yang sangat tinggi dalam tanah berhubungan
dengan salinitas dan sodisitas yang lazimnya dinyatakan sebagai ESP
= Exchangeable Sodium Percentage dan SAR = Sodium Adsorption
Ratio (FAO, 1970). Dalam kisaran pH medium, tanaman mempunyai
preferensi tertentu. Pada tanaman serealia preferensi init tidak
menonjol, sedangkan pada tanaman lain seperti tanaman clover dan
teh ternyata preferensinya terhadap kondisi pH tanah sangat besar.
Nilai pH yang rendah berhubungan dengan Al dan Fe yang aktif
dalam tanah, keduanya mampu memfiksasi fosfat, dan berhubungan
erat dengan rendahnya Si tersedia yang penting bagi padi.
(b). Pengapuran
Penggunaan kapur untuk mengoreksi kemasaman tanah
mempunyai pengaruh yang besar terhadap tanaman dan efek pupuk.
Untuk menyusun rekomendasi pupuk berdasarkan uji tanah, maka
praktek pengapuran yang pernah dilakukan sebelumnya merupakan
faktor pertumbuhan penting yang harus dipertimbangkan.
(c). Salinitas
Kondisi-kondisi saline, yang lazimnya dinyatakan sebagai
konduktivitas elektrik, dapat menekan pertumbuhan tanaman dan
mempunyai efek negatif terutama terhadap serapan nitrogen, dan juga
agak berpengaruh terhadap serapan P dan K. Hal ini barangkali ada
kaitannya dengan kenyataan bahwa penggunaan N sangat tergantung
pada air tersedia dan bahwa salinitas menyebabkan stress air fisiologis
dalam tubuh tanaman. Dalam hubungan ini harus diperhatikan bahwa
konduktivitas hidraulik merupakan ukuran yang lebih baik dari efek
130
Respon tanaman,
kg/ha
0
2 4 6 8 10 12
Gambar 28. Hubungan antara hasil uji P-tanah dengan respon tanaman P
135
Tabel 31. Koreksi secara grafis terhadap korelasi antara hasil uji tanah
dengan respon tanaman
1 2 3 4 5 6
Uji-P Respon- Simpangan Banyak Koreksi respon
d, kg/ha
-50 -
4 5 6 7 8 9 10 11 12
Irigasi
Respon tanaman,
kg/ha
200
y2 = 165.0 – 6.5 X
r = - 0.82
100 -
Garis biaya
0
2 4 6 8 10 12 14 16
Gambar 30. Hubungan antara hasil uji P-tanah dengan respon tanaman
dan garis biaya
Respon tanaman,
kg/ha
200 -
100 -
0.0
2 4 6 8 10 12 14 16
Hasil uji P-tanah
Gambar 31. Hubungan antara hasil uji P-tanah dengan respon tanaman
pada berbagai irigasi
lebih dari dua atau tiga faktor yang mempengaruhi korelasi dan untuk
uni sangat di[perlukan koreksi. Hal ini dapat dilakukan dengan mem-
plot-kan simpangan d dari Tabel 3 dengan berbagai faktor yang
dikehendaki, atau dengan menghitung regresi b. Kalau regresi ini
menunjukkan slope yang nyata maka koreksi sangat diperlukan. Akan
tetapi kalau faktor tidak mempunyai pengaruh yang jelas maka slope
regresi (b) mendekati nol. Faktor yang dicurigai paling berpengaruh
harus dikoreksi lebih dahulu.
Perbaikan korelasi uji tanah/respon tanaman melalui
serangkaian koreksi yang berturut-turut akan menghasilkan
peningkatan koefisien korelasi r, karena sebagian pengaruh yang
menyebabkan terpencarnya titik-titik telah disingkirkan.
Respon tanaman
(kg/ha)
150 -
100 -
50 -
0
5 10 15 20 25 30
Uji tanah
Gambar 31. Hubungan antara nilai uji tanah dengan respons tanaman,
pendekatan regresi logaritmis dan regresi bersegmen. 143
144
Respon tanaman
(kg/ha)
200 -
* *
*
150 - * * * *
* *
* * *
100 - * * *
* ** *
50 - * * * * *
*
* *
0
5 10 15 20 25 30
Uji tanah
Tabel 32. Tabulasi data uji tanah dan respons tanaman untuk
keperluan analisis regresi
Bagian I Bagian II
Ujitanah Respons Log. Ujitanah Respons Log.
Tanaman tanaman
x y log x x y log x
1 180 0.000 12 50 1.079
2 100 0.301 14 30 1.146
3 130 0.477 14 80 1.146
4 60 0.602 18 60 1.255
4 200 0.602 19 30 1.279
5 160 0.699 20 10 1.301
7 80 0.845 25 70 1.398
8 40 0.903 26 20 1.415
9 110 0.954 28 50 1.447
30 30 1.477
43 1060 5.383 206 430 12.943
Rt 4.78 117.8 0.598 20.6 43 1.294
yang tinggi dan air tanah yang cukup banyak ternyata kehilangan N-
pupuk yang disebar di permukaan tanah relatif kecil, kurang dari 5%.
Respon tanaman
g/pot
y=31.4-2.25 x; r=-0.606*
30 -
20 -
10 -
0
2 4 6 8 10 12 14
Hasil Ujitanah
20 - y = 5.70 + 0.268 X
10 -
0
40 -20 0 20 40 60 80 mg/pot
Tambahan serapan
Respon tanaman
150
g/pot
y=29.1-1.88 x; r = - 0.737**
30
20 -
10
0 2 4 6 8 10 12 14
Hasil Ujitanah
1. Grafik Interpretasi
Teladan penggunaan kalibrasi ujitanah untuk penyusunan
rekomendasi pupuk disajikan dalam Gambar 37. Tiga kurva
menunjukkan respon tanaman pada tanah-tanah dengan nilai
ujitanahnya yang rendah, medium, dan tinggi. Pada tanah-tanah yang
kaya unsur hara uji maka akan terjadi respon tanaman yang rendah
sedangkan pada tanah yang miskin hara tentu saja akan sangat respon
terhadap pupuk.
Garis lurus dalam model ini menunjukkan berapa besar respon
tanaman yang diperlukan untuk dapat membayar kembali biaya
pemupukan. Bagian grafik di atas garis biaya ini merupakan wilayah
profit, dan bagian di bawah garis biaya adalah kerugian moneter.
Tanda-tanda panah menunjukkan titik-titik pada dua kurva yang di atas
dimana jarak vertikal dari kurva ke garis biaya adalah maksimum dan
ini menyatakan dosis pupuk yang menghasilkan manfaat ekonomis
tertinggi dan sering disebut dosis optimum. Dalam teladan ini ternyata
tanah-tanah yang hasil ujitanahnya tinggi akan mengalami peningkatan
hasil akibat pemupukan, tetapi tidak ekonomis.
Kalau harga pupuk menurun relatif terhadap harga tanaman,
atau kalau harga tanaman naik, maka garis biaya akan menjadi lebih
datar seperti ditunjukkan oleh garis patah-patah. Dalam kasus ini semua
dosis optimum meningkat dan bahkan pada tanah yang nilai
ujitanahnya tinggi masih ekonomis untuk menggunakan pupuk dengan
dosis yang terbatas.
152
R1 R2 R3 R4
0 1 2 3 4
Dosis pupuk
*
*
* *
* * *
*
* * *
*
100- * *
*
garis biaya
* *
*
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
Nilai uji tanah
300
Uji tanah rendah
250
200
Uji tanah
medium
150
100
Uji tanah rendah
50 garis biaya
0 1 2 3 4