You are on page 1of 19

LAPORAN MIKROTEHNIK

PEMBUATAN PREPARAT JARINGAN TUMBUHAN DENGAN


METODE PARAFFIN

artikel yang lainnya dapat anda dapatkan di


http://www.bangkoyoy.com

LABORATORIUM FISIOLOGI, KULTUR JARINGAN DAN


MIKROTEHNIK TUMBUHAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2008
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak cara dalam pembuatan preparat jaringan
tumbuhan, diantaranya adalah dengan metode parafin.
Metoda ini sekarang banyak digunakan, karena hampir
semua macam jaringan dapat dipotong dengan baik bila
menggunakan metoda ini. Kebaikan-kebaikan metoda ini
adalah irisan yang dihasilkan jauh lebih tipis dari pada
menggunakan metoda beku atau metoda seloidin. Dengan
metoda beku, tebal irisan rata-rata diatas 10 mikron, tapi
dengan metode paraffin tebal irisan dapat mencapai rata-
rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat
dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini.
Prosedurnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan
metode seloidin. Namun metode paraffin juga memiliki
kelemahan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan
mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat
dikerjakaan, bila menggunakan metode ini. Sebagian
besar enzim-enzim akan larut dengan medode ini
(Suntoro, 1983). Namun untuk dapat mempelajri prosedur
pembuatan sediaan dengan metode paraffin dan
mendapatkan hasil pengirisan setipis mungkin, maka
dilakukanlah praktikum ini.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum tentang
Pembuatan Preparat Jaringan Tumbuhan Dengan Metode
Paraffin adalah untuk mendapatkan preparat dengan irisan
yang sangat tipis sehingga dapat diketahui dan diamati
jaringan yang ada didalamnya.

1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan
praktikum ini adalah kita dapat melakukan pembuatan
preparat jaringan tumbuhan dengan metode paraffin
secara benar dan dengan langkah-langkah yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai merupakan terna dikotil semusim dengan


percabangan sedikit, sistem perakaran akar tunggang, dan
batang berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan
menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan
pencahayaan rendah. Kedelai, khususnya kedelai putih dari
daerah subtropik, juga merupakan tanaman hari-pendek
dengan waktu kritis rata-rata 13 jam. Ia akan segera berbunga
apabila pada masa siap berbunga panjang hari kurang dari 13
jam. Ini menjelaskan rendahnya produksi di daerah tropika,
karena tanaman terlalu dini berbunga.
Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang
membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping
(horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan
tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat
menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat
mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm.
Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan
alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai
juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar.
Menurut metode pewarnaan dari Handari Suntoro (1983),
urutan-urutan kerja pembuatan sediaan irisan dengan metode
parafin adalah sebagai berikut :
Fiksasi
Pencucian (Washing)
Dehidrasi
Penjernihan (clearing)
Infiltrasi parafin
Penanaman (embedding)
Penyayatan (section)
Penempelan (affilsing)
Deparafinasi
Pewarnaan (staining)
Penutupan (mounting)
Labelling
Metode paraffin merupakan cara pembuatan sediaan
dengan menggunakan paraffin sebagai media penanamna
(embedding). Langakah-langkah dalam pembuatan sediaan
tersebut adalah (Tim MITEK Tumbuhan, 2002):
1. Pematian dan fiksasi
Banyak larutan yang dapat digunakan untuk fiksasi,
diantaranya adalah larutan FAA (Formaldehyde Acetic-acid
Alcohol), dengan komposisi sebagai berikut: 50% atau 70%
etilalkohol 90 cc, Asam asetat glacial 5 cc Formalin 40 % 5
cc. Setelah bahan dipotong kira-kira 0,5 cm segera
dimasukkan ke dalam larutan FAA dengan perbandingan 1:
20 (bahan 1/20 volume FAA), tidak boleh lebih delapan
potong didalam vial. Lama fiksasi dalam FAA bagi bahan
yang kecil atau tipis minimum 12 jam sedangkan untuk
bahan yang besar atau tebal 24 jam.
2. Aspirasi
Aspirasi dilakukan dengan menggunakaan vakum (aspirator)
dan digunakan dengan interval waktu yang pendek dan
berkali-kali, dapat juga dengan menggunakan spet suntik. .
3.Pencucian
Pencucian dilakukan 2 kali dalam waktu 3 jam dengan
akohol 50%. Jumlah larutan dipakai hannya tepat menutupi
bahan.
4. Dehidrasi dengan TBA (Tertier Butil Alkohol), serta infitrsi
Dehidrasi dilakukan dengan campuran etilalkohol dan TBA
dalam konsentrasi tertentu yang masing-masing dinamai
larutan Johansen I sampai V.
5. Penanaman (Embedding)
Buat kotak keras yang agak tebal dengan ukuran kira-kira 5
X 2,5 X 2 cm- (panjang X lebar X tinggi), lalu isi dengan
paraffin keras yang cair dalam vial tadi, kemudian sebelum
paraffin membeku masukkan bahan. Atur bahan tersebut
dalam kotak kertas dengan menggunakan jarum yang
dipanaskan dengan lampu alcohol atau spritus dan beri
label. Setelah paraffin membeku dan bahan tidak
bergoyang, letakkan kotak kertas dalam air dingin. Biarkan
permukaan paraffin membeku, kemudian tekanlah seluruh
kotak kedalam air sampai paraffin membeku, atau dapat
juga dimasukkan kedalam freezer sampai seluruh paraffin
sama sekali membeku. Baru setelah itu paraffin dapat
dikeluarkan dari kotaknya.
6. Penyayatan
Potong balok paraffin menjadi balok-balok kecil yang
masing-masing mengandung sebuah bahan. Balok-balok
paraffin itu ditempelkan pada balok kayu menurut arah
sayatan yang dikehendaki. Penempelan dilakukan dengan
mencairkan sebagian balok paraffin dengan jarum yang
telah dipanasi, kemudian meletakkan balok paraffin pada
kayu. Lakukan hal itu beberapa kali sehingga balok paraffin
menempel dengan kuat pada balok kayu. Permukaan dari
balok paraffin yang telah ditempelkan sebaiknya empat
persegi atu bujur sangkar. Perhatikan bahwa sisi horizontal
harus benar-benar sejajar.
Bahan yang ada dalam balok paraffin disayat dengan
mikrotom putar (rotary microtome). Sebelum dipotong balok
yang telah ditempeli bahan dan pisau didinginkan dahulu
dengan air dingin (kulkas), sehingga suhu paraffin sama
dengan suhu pisau. Balok kayu yang telah ditempel dengan
balok paraffin dipasang pada pemegang yang terdapat pada
mikrotom. Aturlah tebal sayatan (biasanya antara 6-15
mikron) dengan memutar skrup pada sisi kanan mikrotom.
Pasang pisau pada mikrotom. Pada waktu pemutar
mikrotom dijalankan, bahan dalam paraffin yang telah
diletakkan pada pemegang bergerak naik turun dan maju
kedepan. Peganglah sayatan-sayatan paraffin yang
berbentuk pita itu dengan kuas halus. Pita paraffin hasil
sayatan disimpan pada kotak karton atau baki preparat.
Sebaiknya pemotongan dilakukan di ruangan ber-AC.
7. Penempelan sayatan
Cara penempelan adalah sebagai berikut:
a. Teteskan larutan perekat pada kaca obyek sebesar
tetesan kecil, gosok perekat tersebut sampai rata pada kaca
obyek dengan ujung jari hingga membentuk lapisan tipis.
b. Teteskan larutan formalin diatas kaca obyek yang telah
diberi perekat tadi. Letakkan sayatan diatasnya, dan
letakkan kaca obyek tersebut diatas papan pemanas selama
30 menit. Usahakan agar sayatan paraffin merata pada
permukaan kaca obyek. Amati dibawah mikroskop diseksi.
Periksa apakah sayatan bahan telah rata benar.
c. Isaplah kelebihan larutan formalin yang terdapat pada sisi
sayatan dengan kertas pengisap.
8. Pewarnaan
Untuk mewarnai bahan yang telah ditempel tersebut adalah
dengan cara merendamkan kaca obyek tersebut kedalam
bejana pewaarna (bejana coplin), biasanya dibutuhkan
bejana coplin tersebut kira-kira 12 buah, tergantung dengan
pewarna yang kita pakai. Masing-masing bejana diberi label
dengan nama zat yang berada didalamnya, demikian pula
dengan tutupnya.
Pewarnaan Safranin - Fast Green:
Xilol 100 % 2 -5 menit
Alkohol 100 % 2 -5 menit
Alkohol 95 % 2 -5 menit
Alkohol 70 % 2 -5 menit
Safranin 1 % dalam Alkohol 70 % 12 jam – 1 malam
Alkohol 95 % 2 -5 menit
Fast green 0,1 % dalam Alkohol 95 % 5 – 15 detik
Alkohol 100 % I 2 -5 menit
Alkohol 100 % II 2 -5 menit
Alkohol 100 % : Xilol 100 % 1: 1 2 – 5 menit
Xilol I 2 – 5 menit
Xilol I 2 – 5 menit
Diperiksa dibawah mikroskop apabila sudah terlihat warna
yang kontrase baik maka diberi canada balsam lalu ditutup
dengan kaca penutup.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum tentang Pembuatan Preparat jaringan
Tumbuhan dengan Metode Paraffin ini dilaksanakan pada hari
Rabu, tanggal 17 September 2008 di laboratorium Fisiologi,
Kultur Jaringan dan Mikroteknik Tumbuhan, Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas
Brawijaya, Malang.

3.2 Cara Kerja


3.2.1. Fiksasi
Obyek yang diinginkan dipotong lalu ddifiksasi dalam
FAA dan diletakkan di eksikator yang sudah dipasang
vacuum.
3.2.2. Pencucian dan dehidrasi
Setelah larutan fiksatif dibuang, diganti dengan alkohol
70%, 80% dan 95% berturut-turut masing-masing selama 20
menit. Setelah itu dibuang dan larutan diganti dengan
alkohol 100% dikocok selama 3 menit. Jika pengocokan
telah selesai dilakukan, alkohol 100% tersebut diganti
dengan alkohol 100% yang baru kemudia dibiarkan
overnight.
3.2.3. Penjernihan
Buang alkohol keesokan harinya, ganti dengan alkohol
100% yang baru dan biarkan selama 20 menit. Setelah itu
ganti dengan TBA 30%, 60%, dan 90% secara berturut-turut
masing-masing selama 20 menit. Kemudian gantilarutan
dengan TBA 100%, biarkan sebentar saja lalu bilas dan
ganti dengan larutan TBA 100% yang baru diamkan selama
20 menit.
3.2.4. Infiltrasi
Ganti TBA 100% dengan campuran TBA:paraffin cair 1:1
simpan dioven dengan suhu 58 derajat Celcius overnight,
keesokan harinya ganti dengan paraffin murni yang
dicairkan dan simpan dengan suhu 58 derajat Celcius, ulang
penggantian sebanyak 3x dengan paraffin cair masing-
masing selama 12 jam.
3.2.5. Penyelubungan
Buat kotak karton ukuran ±2x2x1.5 cm persegi. Pipet
obyek dengan pipet pastur yang sudah dipotong bagian
yang menyempit dengan cepat dan letakkan di kotak karton,
tambahkan paraffin cair hingga kotak penuh. Kemudian
biarkan blok di temperatur kamar hingga mengeras. Unrtuk
pemakaian pipet sekanjutnya lewatkan di api terlebih dahulu
untuk mencairkan paraffin yang menempel didinding pipet.
3.2.6. Pengirisan
Rapikan blok dan bentuk blok tersebut menjadi bentukan
prisma. Set mikrotom dengan ketebalan 10µm. Ambil
potongan seri dengan kuas, letakkan pada slide yang telah
diberi Mayer Albumin dan ditetesi sedikit aquades.
Panaskan slide tersebut diatas hot plate yang diatur bersuhu
suam-suam kuku (34-40) sampai melekat erat.
3.2.7. Pewarnaan
a. Setelah pita-pita paraffin melekat erat, lakukan pekarutan
paraffin, yaitu meletakkan slide ke container slide dan
memasukkan container tersebut ke container yang berisi
xilo I dan xilol II masing-masing selama 30 menit.
b. Pindah ke container yang berisi xilol:alkohol 3:1, 1:1, 3:1
masing-masing selama 5 menit.
c. Pindahkan ke alkohol absolut I dan alkohol absolut II
masing-masing selama 2 menit.
d. Pindahkan ke alkohol seri konsentrasi turun yaitu 95%,
80%, 60%, 40% dan 20% masing-masing selama 2 menit
kemudian dilanjutkan dengan air I dan air II masing-masing
selama 2 menit.
e. Pindahkan ke larutan Mayer Hemalum dan bersihkan
Mayer albumin yang mengikat warna dengan tissue.
f. Pindahkan ke air II dan air I masing-masing selama 2
menit.
g. Pindahkan ke alkohol seri naik yaitu 20%, 40%, 60%, 85%
dan 95% masing-masing selama 2 menit.
h. Pindahkan ke alkohol absolut II kemudian alkohol absolut
I masing-masing selama 2 menit.
i. Pindahkan ke xilol:alkohol 1:3, 1:1 dan 3:1 masing-masing
selama 2 menit.
j. Tetesi dengan Canada Balsam dan tutup dengan
coverslip.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisa Prosedur


Pada praktikum ini, bahan yang digunakan sebagai
percobaan adalah akar kedelai karena kedelai merupakan
salah satu jenis tumbuhan dikotil. Sehingga diharapkan
dengan menggunakan kedelai sebagai bahan dalam
percobaan menggunakan metode paraffin dapat diketahui
jaringan-jaringan yang terdapat pada jenis tanaman dikotil dan
dapat dibandingkan dengan jaringan pada akar monokotil.
Selain itu, kedelai merupakan salah satu jenis tanaman dikotil
yang mudah didapatkan juga mudah sebagai bahan
pengamatan karena ukurannya relatif lebih kecil dibandingkan
jenis tanaman dikotil lainnya.
Adapun langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam
percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Fiksasi
Pada tahapan fiksasi, obyek yang diinginkan dipotong
lalu ddifiksasi dalam FAA, dan diletakkan di eksikator yang
sudah dipasang vacuum. FAA merupakan larutan fiksatif
yang digunakan untuk mematikan sel tanpa merusak
jaringan sel itu sendiri. Dalam 200 ml FAA terdapat 100 ml
95% ethanol, 70 ml dH2O, 20 ml 37% larutan formaldehid,
dan 10 ml glacial acetic acid (Ruzin, 1999).
2. Pencucian dan dehidrasi
Setelah larutan fiksatif dibuang, diganti dengan alkohol
70%, 80% dan 95% berturut-turut masing-masing selama 20
menit. Setelah itu dibuang dan larutan diganti dengan
alkohol 100% dikocok selama 3 menit. Pengocokan yang
dilakukan dimaksudkan agar larutan menjadi homogen dan
merata diseluruh bagian bahan. Jika pengocokan telah
selesai dilakukan, alkohol 100% tersebut diganti dengan
alkohol 100% yang baru kemudia dibiarkan overnight.
Alkohol merupakan bahan yang digunakan untuk
membersihkan dan mengeringkan jaringan pada sel
tumbuhan. Perlakuan pemberian alkohol secara bertahap
ditujukan agar bahan awet dan steril.
3. Penjernihan
Buang alkohol keesokan harinya, ganti dengan alkohol
100% yang baru dan biarkan selama 20 menit. Setelah itu
ganti dengan TBA 30%, 60%, dan 90% secara berturut-turut
masing-masing selama 20 menit. Kemudian gantilarutan
dengan TBA 100%, biarkan sebentar saja lalu bilas dan
ganti dengan larutan TBA 100% yang baru diamkan selama
20 menit. TBA merupakan larutan yang berfungsi sebagai
penjernih.
4. Infiltrasi
Ganti TBA 100% dengan campuran TBA:paraffin cair 1:1
simpan dioven dengan suhu 58 derajat Celcius overnight,
keesokan harinya ganti dengan paraffin murni yang
dicairkan dan simpan dengan suhu 58 derajat Celcius, ulang
penggantian sebanyak 3x dengan paraffin cair masing-
masing selama 12 jam. Suhu 58º Celcius merupakan suhu
yang paling cocok untuk menjaga kondisi paraffin adar tetap
cair dan tidak mudah membeku. Untuk mendapatkan suhu
58ºC tersebut, maka bahan dimasukkan kedalam oven.
Penggantian paraffin dengan paraffin yang baru harus
dilakukan didekat api atau didalam oven (namun jangan
terlalu lama membuka dan membuka tutup oven karena titik
leleh paraffin berbeda cukup jauh dengan suhu ruang). Jika
objek (dalam hal ini jaringan tumbuhan) terlalu lama didalam
oven, dapat mengakibatkan jaringan mudah rusak dan rapuh
(ITB, 2008). Penggantian parafin selama 3x dalam jangka
waktu 12 jam bertujuan agar paraffin tetap dalam kondisi
yang.
5. Penyelubungan
Buat kotak karton ukuran ±2x2x1.5 cm persegi. Pipet
obyek dengan pipet pastur yang sudah dipotong bagian
yang menyempit dengan cepat dan letakkan di kotak karton,
tambahkan paraffin cair hingga kotak penuh. Pipet pastur
yang digunakan adalah pipet yang telah dipotong bagian
yang menyempitnya karena dengan begitu penggunaan
pipet bisa lebih mudah dan cepat untuk menghindari paraffin
dalam pipet membeku. Kemudian biarkan blok di temperatur
kamar hingga mengeras. Pengerasan blok ditujukan agar
Untuk pemakaian pipet selanjutnya lewatkan di api terlebih
dahulu untuk mencairkan paraffin yang menempel didinding
pipet.
6. Pengirisan
Rapikan blok dan bentuk blok tersebut menjadi bentukan
prisma. Set mikrotom dengan ketebalan 10µm. Ambil
potongan seri dengan kuas, letakkan pada slide yang telah
diberi Mayer Albumin dan ditetesi sedikit aquades. Mayer
albumin merupakan larutan fiksatif yang terdiri dari gliserin
sebanyak 50%, albumin sebanyak 2.5%, sodium klorida
sebanyak kurang dari 1.0% dan timerosol sebanyak
0.0025%. Dalam penggunaan Mayer Albumin harus hati-
hati, karena jika terkena mata akan dapat menyebabkan
iritasi pada mata, jiak terkena kulit juga bisa menyebabkan
iritasi dan jika terlalu lama menghirupnya dapat
menyebabkan iritasi saluran pernafasan (Fisherci, 2008).
Pemberian Mayer Albumin bertujuan untuk media penyerap
warna, dan pemberian akuades bertujuan untuk mencairkan
Mayer Albumin yang telah diberikan tadi. Panaskan slide
tersebut diatas hot plate yang diatur bersuhu suam-suam
kuku (34-40) sampai melekat erat. Pemanasan pada hot
plate dimaksudkan agar pita-pita parafin dapat melekat erat.
7. Pewarnaan
a. Setelah pita-pita paraffin melekat erat, lakukan pelarutan
paraffin, yaitu meletakkan slide ke container slide dan
memasukkan container tersebut ke container yang berisi
xilol selama 30 menit. Xilol berfungsi untuk mengeraskan
jaringan dan membuat jaringan mudah rapuh. Oleh sebab
itu, dianjurkan agar tidak terlalu lama merendam obyek
yang berupa jaringan tumbuhan didalam xilol (ITB, 2008).
b. Pindah ke container yang berisi xilol:alkohol dengan
perbandingan 3:1, 1:1, 3:1 masing-masing selama 5 menit.
c. Pindahkan ke alkohol I dan alkohol II masing-masing
selama 2 menit.
d. Pindahkan ke alkohol seri konsentrasi turun yaitu 95%,
80%, 60%, 40% dan 20% masing-masing selama 2 menit
kemudian dilanjutkan dengan air I dan air II masing-masing
selama 2 menit.
e. Pindahkan ke larutan Mayer Hemalum dan bersihkan
Mayer albumin yang mengikat warna dengan tissue. Mayer
Hemalum merupakan larutan yang digunakan untuk
prosedur pewarnaan.
f. Pindahkan ke air II dan air I masing-masing selama 2
menit agar memastikan slide tercuci bersih.
g. Pindahkan ke alkohol seri naik yaitu 20%, 40%, 60%, 85%
dan 95% masing-masing selama 2 menit.
h. Pindahkan ke alkohol II kemudian alkohol I masing-
masing selama 2 menit.
i. Pindahkan ke xilol:alkohol 1:3, 1:1 dan 3:1 masing-masing
selama 2 menit.
j. Tetesi dengan Canada Balsam dan tutup dengan
coverslip.

4.2 Analisis Hasil

1
3

Gambar 1. Hasil pengamatan Jaringan Akar Kedelai


Keterangan Gambar :
1. epidermis
2. korteks
3. silinder vaskular

Gambar 2. Jaringan Pada Akar Kedelai (Bima,2008)


Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa pada
akar kedelai terlihat adanya epidermis dan korteks, namun
pada silinder vaskular belum bisa diketahui dengan jelas
bagian-bagiannya seperti endodermis, protoxilem, floem,
metaxilem dan perisikel. Jaringan yang tidak dapat diketahui
dengan jelas bagian-bagiannya ini kemungkinan besar
dikrenakan kurang sempurnanya perlakuan pada waktu
pembuatan sediaan dengan metode paraffin. Namun dapat
juga dikarenakan pada waktu pengirisan menggunakan
mikrotom paraffin yang diiris pecah, sehingga jaringannyapun
iikut rusak. Pada prosedur infiltrasi yang dilakukan,
penggantian paraffin cair melewati batas waktu yang
diintruksikan/melebihi batas waktu yang semestinya. Hal ini
dikarenakan pada waktu itu oven sempat beberapa saat mati,
sehingga paraffin dalam flakon memadat dan akhirnya untuk
menunggu paraffin cair kembali membutuhkan waktu yang
lama yaitu sekitar 30 menit. Disamping itu terdapat banyak
kelompok yang melakukan praktikum ini dan penggantian
paraffin cair harus dilakukan secara bergantian. Hal inilah
yang menyebabkan waktu penggantian berjalan semakin
lama. Atau dapat juga dikarenakan kekurang telitian pada
waktu menuangkan paraffin dalam kotak/blok sehingga
mengakibatkan munculnya gelembung udara disekitar
objek/bahan. Munculnya delembung udara ini mengakibatkan
ketika diidris pita-pita paraffin menjadi berongga-rongga.
Asal akar adalah dari akar lembaga (radix), pada dikotil,
akar lembaga terus tumbuh sehingga membentuk akar
tunggang, pada monokotil, akar lembaga mati, kemudian pada
pangkal batang akan tumbuh akar-akar yang memiliki ukuran
hampir sama sehingga membentuk akar serabut. Akar
monokotil dan dikotil ujungnya dilindungi oleh tudung akar
atau kaliptra, yang fungsinya melindungi ujung akar sewaktu
menembus tanah, sel-sel kaliptra ada yang mengandung butir-
butir amylum, dinamakan kolumela (Mangestuti, 2008).
Pada akar muda bila dilakukan potongan melintang akan
terlihat bagian-bagian dari luar ke dalam, yaitu :
a. Epidermis
b. Korteks
c. Endodermis
d. Silinder Pusat/Stele
a. Epidermis
Susunan sel-selnya rapat dan setebal satu lapis sel, dinding
selnya mudah dilewati air. Bulu akar merupakan modifikasi
dari sel epidermis akar, bertugas menyerap air dan garam-
garam mineral terlarut, bulu akar memperluas permukaan
akar.
1. Ciri-ciri epidermis:
• Letak sel rapat
• Selnya hidup
• Tidak berklorofil, kecuali sel penjaga dari stomata.
• Tidak dapat ditembus air dari luar, kecuali
epidermis akar muda.
• Dapat ditembus udara.
• Dalam hal tertentu epidermis dapat menguapkan
air.
2. Fungsi epidermis:
• Sebagai pelindung.
• Tempat masuknya air dan mineral pada akar muda.
• Untuk keluar masuknya O2 dan CO2.
• Epidermis daun untuk trasnpirasi.
3. Modifikasi epidermis:
• Stomata
• Bulu daun
• Bulu akar

b. Korteks
Letaknya langsung di bawah epidermis, sel-selnya tidak
tersusun rapat sehingga banyak memiliki ruang antar sel.
Sebagian besar dibangun oleh jaringan parenkim.
c. Endodermis
Merupakan lapisan pemisah antara korteks dengan
silinder pusat. Sel-sel endodermis dapat mengalami
penebalan zat gabus pada dindingnya dan membentuk
seperti titik-titik, dinamakan titik Caspary. Pada pertumbuhan
selanjutnya penebalan zat gabus sampai pada dinding sel
yang menghadap silinder pusat, bila diamati di bawah
mikroskop akan tampak seperti hutuf U, disebut sel U,
sehingga air tak dapat menuju ke silinder pusat. Tetapi tidak
semua sel-sel endodermis mengalami penebalan, sehingga
memungkinkan air dapat masuk ke silinder pusat. Sel-sel
tersebut dinamakan sel penerus/sel peresap.
c.Silinder Pusat/Stele
Silinder pusat/stele merupakan bagian terdalam dari
akar. Terdiri dari berbagai macam jaringan :
- Persikel/Perikambium
Merupakan lapisan terluar dari stele. Akar cabang terbentuk
dari pertumbuhan persikel ke arah luar.
- Berkas Pembuluh Angkut/Vasis
Terdiri atas xilem dan floem yang tersusun bergantian
menurut arah jari jari. Pada dikotil di antara xilem dan floem
terdapat jaringan kambium.
- Empulur
Letaknya paling dalam atau di antara berkas pembuluh
angkut terdiri dari jaringan parenkim.

Jaringan pada akar monokotil dan dikotil tidak begitu


menampakkan adanya perbedaan, namun terdapat perbedaan
antara batang dikotil dan monokotil dalam susunan
anatominya. Berikut ini merupakan perbedaannya (Biologi,
2008) :

1. Batang Dikotil
Pada batang dikotil terdapat lapisan-lapisan dari luar ke
dalam, yaitu sebagai berikut :
a. Epidermis
Terdiri atas selaput sel yang tersusun rapat, tidak
mempunyai ruang antar sel. Fungsi epidermis untuk
melindungi jaringan di bawahnya. Pada batang yang
mengalami pertumbuhan sekunder, lapisan epidermis
digantikan oleh lapisan gabus yang dibentuk dari kambium
gabus.
b. Korteks
Korteks batang disebut juga kulit pertama, terdiri dari
beberapa lapis sel, yang dekat dengan lapisan epidermis
tersusun atas jaringan kolenkim, makin ke dalam tersusun
atas jaringan parenkim.
c. Endodermis
Endodermis batang disebut juga kulit dalam, tersusun
atas selapis sel, merupakan lapisan pemisah antara korteks
dengan stele. Endodermis tumbuhan Anguiospermae
mengandung zat tepung, tetapi tidak terdapat pada
endodermis tumbuhan Gymnospermae.
d. Stele/ Silinder Pusat
Merupakan lapisan terdalam dari batang. Lapis terluar
dari stele disebut perisikel atau perikambium. lkatan
pembuluh pada stele disebut tipe kolateral yang artinya
xilem dan floem. Letak saling bersisian, xilem di sebelah
dalam dan floem sebelah luar.
Antara xilem dan floem terdapat kambium intravasikuler,
pada perkembangan selanjutnya jaringan parenkim yang
terdapat di antara berkas pembuluh angkut juga berubah
menjadi kambium, yang disebut kambium intervasikuler.
Keduanya dapat mengadakan pertumbuhan sekunder yang
mengakibatkan bertambah besarnya diameter batang.
Pada tumbuhan Dikotil, berkayu keras dan hidupnya
menahun, pertumbuhan menebal sekunder tidak
berlangsung terus-menerus, tetapi hanya pada saat air dan
zat hara tersedia cukup, sedang pada musim kering tidak
terjadi pertumbuhan sehingga pertumbuhan menebalnya
pada batang tampak berlapis-lapis, setiap lapis
menunjukkan aktivitas pertumbuhan selama satu tahun,
lapis-lapis lingkaran tersebut dinamakan Lingkaran Tahun.

2. Batang Monokotil
Pada batang Monokotil, epidermis terdiri dari satu lapis sel,
batas antara korteks dan stele umumnya tidak jelas. Pada
stele monokotil terdapat ikatan pembuluh yang menyebar
dan bertipe kolateral tertutup yang artinya di antara xilem
dan floem tidak ditemukan kambium. Tidak adanya kambium
pada Monokotil menyebabkan batang Monokotil tidak dapat
tumbuh membesar, dengan perkataan lain tidak terjadi
pertumbuhan menebal sekunder. Meskipun demikian, ada
Monokotil yang dapat mengadakan pertumbuhan menebal
sekunder, misalnya pada pohon Hanjuang (Cordyline sp)
dan pohon Nenas seberang (Agave sp).
Gambar 3. Perbedaan Dikotol dan monokotil (Mangestuti,
2008)
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam pembuatan preparat permanen dengan metode


paraffin ini cukup sulit, membutuhkan waktu yang cukup lama,
zat yang banyak ragamnya dan alat yang juga banyak
ragamnya. Oleh karena itu dibutuhkan ketelitian dan
ketekunan dalam bekerja supaya mendapatkan hasil yang
baik. Kesalahan sedikit saja dari prosedur kerja akan
berdampak pada kegagalan. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan terhadap hasil praktikum didapatkan bahwa
jaringan yang diamati dengan menggunakan mikroskop tidak
dapat dengan jelas diketahui bagian-bagiannya. Hal ini dapat
dikarenakan terdapatnya kesalahan pada waktu pelaksanaan
prosedur, yaitu sectioning dengan menggunakan mikrotom.
Dimungkinkan pada waktu sectioning paraffin yang diiris
pecah sehingga jaringan yang terdapat pada pita-pita
paraffinpun ikut rusak.

5.2 Saran

Demi kelancaran acara praktikum dan hasil yang diperoleh


baik, maka diharapkan untuk praktikum selanjutnya benar-
benar diperhatikan setiap prosedur yang dilakukan. Butuh
ketelitian dan kesabaran yang tinggi untuk melakukan
percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Bima. 2008. Anatomi akar. http://bima.ipb.ac.id/~tpb-


ipb/materi/bio100/Gambar/vegetatif_tnm/anatomi_akar.jp
g. Tanggal akses 19 September 2008.

Biologi. 2008. Dikotil-Monokotil.


http://setracrew.multiply.com/journal/item/12/biologi.
Tanggal akses 19 Septembar 2008.

Fisherci. 2008. MSDS.


https://fscimage.fishersci.com/msds/89656.htm. Tanggal
akses 19 September 2008.

ITB. 2008. Metoda Analisis Biomedis Teknik Histologi.


http://www.sith.itb.ac.id/profile/pdf/metode_analisis_biom
edis_histologi/Metoda_analisis%20biomedisTeknikHistol
ogi.pdf. Tanggal akses 19 September 2008.

Mangestuti. 2008. Dikotil-Monokotil.


http://affuwa.wordpress.com/ Dr. Mangestuti, Apt.
MS. Ilmu Bahan Alam Fakultas Farmasi. Universitas
Airlangga. Tanggal akses 19 September 2008.

Procedures. 2008. Miccrotechnique. http://www.med-


chem.com/Para/procedures/microtechnique_form1.htm.
Tanggal akses 20 September 2008.

Ruzin, Steven. 2008. Mikrotechnique.


http://www.amazon.com/Plant-Microtechnique-
Microscopy-Steven-Ruzin/dp/0195089561. Tanggal
akses 20 September 2008.

Suntoro, Handari. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Bhratara


Karya Aksara.

Tim MITEK Tumbuhan. 2002. Penuntun Praktikum


Mikrobiologi Tumbuhan. Padang: UNP.

You might also like