Professional Documents
Culture Documents
DAN
PUNARBHAVA
I. PROBLEM OF EVIL
1. Masalah kenapa orang-orang yang tidak pernah berbuat curang, dusta, ko-
rup, amoral atau jahat selama hidupnya, bernasib sial, hidup sengsara dan
ditimpa bermacam-macam kesusahan, sedangkan banyak orang yang nya-
nyata-nyata hidup berdosa malahan hidup makmur, enak, nyaman dan se-
nang, disebut problem of evil.
2. Ada 2 (dua) teori yang dikemukakan untuk menjawab fakta paradok atau
problem of evil ini yaitu:
(a) Manusia lahir tanpa dosa, jadi baik atau jahat karena lingkungan.
TEORI (b) Dualitas kehidupan (sehat-sakit, senang-susah, pujian-hinaan, dsb)
UJIAN TUHAN
adalah ujian/cobaan yang diberikan oleh Tuhan.
(c) Hidup susah atau senang karena kebijakan Tuhan yang punya wewe-
nang mutlak dalam mengatur segala kehidupan di dunia fana.
3. Kedua teori tersebut tidak mampu menjelaskan kenapa ada problem of evil
di masyarakat manusia. Sebab keduanya tidak mampu menjawab pertanya-
nyaan berikut.
(a) Bila setiap orang mewarisi dosa leluhurnya dalam porsi yang sa-
ma, mengapa nasib sang manusia amat berbeda satu dengan ya-
ng lainnya? Bila seseorang miskin karena me-warisi dosa leluhur
lebih banyak dari si kaya, lalu apa alasan Tuhan menetapkan si
miskin harus me-nanggung dosa leluhur lebih banyak dari pada
si kaya?
(b) Apa alasan Tuhan menguji seseorang dengan membuat dia lahir
dalam keluarga miskin dan melarat se-umur hidupnya, sedang-
kan orang lain di-uji dengan lahir dalam keluarga kaya dan sena-
ng se-umur hidupnya?
(c) Mengapa tiga orang bersaudara yang lahir dalam keluarga sama,
besar dalam lingkungan sama, di-didik dengan cara yang sama
dan diberi makan sama, harus bernasib berlain-lainan?
(d) Jikalau setiap bayi lahir suci tanpa dosa, mengapa banyak bayi
lahir dengan pisik cacat, berpenyakitan atau abnormal yang menjadi pang-
kal derita kehidupannya di dunia fana?
4. Jawaban para penganut Teori dosa turunan, “Hanya Tuhan yang tahu”, ti-
dak memuaskan siapapun yang berpikir kritis. Sedangkan jawaban para
penganut Teori ujian/cobaan Tuhan, “Itu adalah rahasia Tuhan, hanya Tu-
han yang tahu”, pun tidak memuaskan mereka yang berpikir kritis.
II. TEORI TIDAK LOGIS DAN TIDAK RASIONAL
1. Teori dosa turunan tidak rasional, sebab kalau ayah saya yang melakukan
kejahatan, lalu mengapa saya yang tidak ikut berbuat jahat dan tidak tahu
permasalahannya, harus kena hukumqan dan menderita?
2. Teori bahwa hidup di dunia fana adalah ujian/cobaan Tuhan dan bahwa seti-
ap orang lahir suci tanpa dosa, tidak mencerminkan aturan dan tindakan Tu-
han yang maha arif, maha bijaksana, maha benar dan maha adil. Sebab, ba-
gaimanapun juga Tuhan yang maha bijak, maha benar dan maha adil, tidak
mungkin membuat hidup seseorang sengsara tanpa sebab dan alasan jelas
masuk akal.
3. Dalam kehidupan sehari-hari secara material
atau pisik nampak jelas bahwa orang di-hukum
dan menderita karena ada sebab dan alasannya.
Begitu pula, secara spiritual atau metapisik, se-
seorang lahir cacat/abnormal, hidup dalam ke-
miskinan dan menderita, pasti ada sebab-musa-
babnya dan tidak mungkin terjadi secara kebetu
lan. Dan Tuhan tidak mungkin menetapkan kehidupan seseorang sengsara
atau bahagia secara sewenang-wenang tanpa sebab dan alasan yang pasti
dan benar.
PHALA
PRARABDHA-KARMA
KONDISI KEHIDUPAN
PHALA MENENTUKAN SEKARANG
KRIYAMANA-KARMA
PHALA
SANCITA-KARMA
HIDUP KAYA DAN SENANG TETAPI SEDANG MENBUR BENIH PHALA ASUBHA-KARMA
BERPENCAHARIAN HARAM (AMORAL, YANG KELAK PASTI DIPANEN MENJELANG USIA
DUSTA, CURANG, JAHAT DAN KORUP) TUA ATAU DALAM PENJELMAAN BERIKUTNYA
SIFAT ALAM
SUBHA-KARMA DHARMA SURIK/DEVANI MUKTI
SATTVAM
SIFAT ALAM
RAJAS
ASUBHA-KARMA ADHARMA ASURIK SAMSARA
SIFAT ALAM
TAMAS
XV. PIKIRAN ADALAH PUSAT SEMUA INDRIYA JASMANI
1. Pikiran dikatakan pusat semua indriya jasmani, sebab pikiranlah yang me-
ngendalikan semua indriya dan tanpa ada kontak ke pikiran, setiap indriya
tidak bisa melakukan fungsinya masing-masing. Misal, sang bhakta yang
sedang asyik ber-japa sambil mengingat lila Sri Krishna, ti-
dak melihat ataupun mendengar apapun yang ter-jadi disekeli-
ling dirinya.
2. Karena itu, orang sungguh mendengar atau melihat jika infor-
masi tentang obyek yang di dengar telinga atau dilihat mata, di
terima (=masuk kedalam) pikiran. Dengan kata lain, orang be-
nar-benar mendengar atau melihat jika ada perhatian dari piki-
ran terhadap obyek yang didengar atau di lihat.
3. Selama belum ada keputusan dari pikiran, maka selama itu indriya-indriya
jasmani (telinga, mata, hidung, lidah, kulit, tangan, kaki. mulut, anus dan
kemaluan) tidak akan melakukan kegiatan apapun.
3 4
PIKIRAN
(MANAH)
5
2 9 8
7
9 7 8
1 6
TOKO DIMANA
PONSEL DIJUAL
XVII. PROSES TERJADINYA PHALA
Proses terjadinya phala dapat dijelaskan sebagai berikut.
Oleh karena ada benih yang ditaburkan di lahan itu, maka ia (benih itu) tum-
buh, lalu berbuah dan kemudian di panen oleh si penabur benih. Begitu pu-
la, oleh karena ada karma (perbuatan) yang dilakukan, maka ada phala (aki-
bat) yang timbul dan harus ditanggung oleh si pelaku yaitu sang jiva berjas-
mani manusia.
4. Sedangkan jenis karma dalam hubungannya dengan phala (akibat) nya da-
pat dijelaskan sebagai berikut.
li dalam berbagai jenis kehidupan yang lebih tinggi sebelum pada akhir-
nya kembali memperoleh badan manusia. Ini disebut evolusi spiritual ya-
itu sang jiva berangsur-angsur (pelan-pelan) merobah kesadarannya da-
ri tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi dengan berganti-ganti badan
jasmani mulai dari berbagai badan jasmani akuatik, tanaman/pohon, se-
rangga, burung, binatang dan akhirnya badan jasmani manusia.
POHON DAN
AQUATIK SERANGGA BURUNG BINATANG MANUSIA
TANAMAN
3. Jadi menurut teori evolusi spiritual Veda, sang jiva yang rohani-abadi tidak
pernah berubah meskipun berganti-ganti badan jasmani. Dan beraneka-ma
cam badan jasmani yang telah pernah di huninya, sudah ada sejak tercipta
nya alam semesta material ini dan wujud serta bentuknya pun tetap sama,
tidak pernah berobah.
4. Karena itu dikatakan bahwa evolusi spiritual ini adalah rangkaian perpinda
han sang jiva dalam jutaan kondisi kehidupan (badan jasmani) berlain-lain-
an yang menyengsarakan belaka.
5. Evolusi spiritual ini harus dijalani oleh setiap jiva berjasmani manusia ya-
ng salah/keliru menggunakan jasmani manusianya yaitu bukan untuk ber-
bhakti kepada Sri Krishna, tetapi untuk mengejar kesenangan material
dunia fana yang semu, khayal dan sementara.
6. Proses evolusi spiritual Veda tersebut diatas dapat diringkas sebagai berikut .
KEHIDUPAN
BINATANG (Gajah, kuda, harimau, srigala, onta,
(3.000.000 jenis) keledai, ular, kadal, tikus, singa, dsb)
- USIA/UMUR
- JENIS PEKERJAAN YANG TELAH DITETAPKAN
(a) - JUMLAH KEKAYAAN BERDASARKAN HUTANG
- MACAM PENGETAHUAN = TAKDIR
KARMA
- KAPAN DAN DIMANA
MATI
XXV. PHALA DARI KARMA SENDIRI DAN PHALA DARI KEHENDAK TUHAN
XXV. PHALA DARI KARMA SENDIRI DAN PHALA DARI KEHENDAK TUHAN
1. Sri Krishna yang melihat sang bhakta begitu tulus melakukan pelaya-
nan bhakti kepada diriNya, ingin agar dia segera kembali pulang ke ru –
mah asal alam rohani Vikunthaloka dan terus tinggal disana dalam hubu-
ngan bhakti (cinta-kasih) timbal-balik denganNya. Maka kepada bhakta
murni seperti ini Beliau menganugrahkan karunia Nya yang pa-
ling baik. Karunia apa?
2. Sri Krishna berkata, “Yasyaham anughrnami harisye tad
dhanam sanaih, bila Saya hendak memberikan karunia ter-baik
kepada seseorang, maka Saya ambil segala harta yang ada pa-
danya, sehingga dia menjadi tidak melekat pada kesenangan
material dunia fana” (Bhag.10.8.88).
3. Jadi karunia terbaik Tuhan adalah kemelekatan/keterikatan ke-
pada diriNya, atau cinta-kasih (bhakti) kepadaNya. Sebab dika-
takan,”Tat tu visaya tyagat sangan tyagac ca, cinta-kasih (bhak
ti kepada Tuhan hanya timbul di hati orang yang telah melepas-
kan diri dari segala kesenangan duniawi” (Narada Bhakti Sutra
sloka 35).
4. Karena fakta inilah setelah men-capai usia lima-puluhan tahun
para Brahmana dan Rajarishi dimasa lampau secara sukarela meninggal
kan kesenangan hidup duniawi-berkeluarga, lalu pergi ke hutan melaku-
kan tapa dan vrata guna mengembangkan cinta-kasih (bhakti) kepada Tu
han.
XXVI. SRI KRISHNA TIDAK TERKENA HUKUM KARMA DAN PUNARBHAVA
1. Para pemimpin umat dan tokoh ajaran Veda yang tidak sadar dirinya di-
jangkiti paham materialistik dan pilsafat monistik mayavada, me-nyata-
kan bahwa Sri Krishna pun terkena hukum karma-phala dan punar-
bhava. Dengan berkesimpulan demikian, kata Beliau, mereka tergolong
mudha, orang-orang bodoh (Bg.9.11).
2. Sri Krishna menyatakan diriNya sebagai berikut,
“Gunasya maya mulatvan na me moksa na bandhanam,
istilah terikat atau bebas (dari akibat karma) tidak terka-
it dengan diriKu, sebab Saya adalah Tuhan nan absolut
pengendali maya (Bhag.11.11.2). Na mam karmani lim-
panti, Saya tidak terkena akibat (phala) apapun dari ke-
giatan (karma) yang Ku lakukan (Bg.4.14). Janma karma ca me divyam,
kemunculan (kelahiran) dan kegiatan Ku di dunia fana semuanya berha
hakekat rohani (Bg.4.9). Mat kathah srnvan subhadra loka pavanah, ce-
ritra tentang kegiatan dan sifat-sifat pribadiKu mensucikan se
luruh alam semesta (Bhag.11.11.23).
3. Ketika berkunjung ke Dvaraka, para Deva berdoa kepada Tu-
han Krishna, “Tvam mayaya trigunayatmani, tenaga material
Anda yang mengkhayalkan (maya) yang tersusun dari Trigu-
na, berada dalam diriMu sendiri. Nattair bhavan ajita karma-
bhir ajya te vai, O Sri Ajita (Krishna), Anda pribadi tidak
pernah terkena reaksi (phala) kegiatan (karma) material apa-
pun” (Bhag.11.6.8)
4. Dalam Garuda Purana dinyatakan,”Apavitrah pavitro va sarvavastham
gato’ pi va yah smaret pundarikaksam sa bahyabhyantara sucih, apakah
seseorang sudah suci atau masih kotor dan tanpa memandang kondisi
lahiriahnya, hanya dengan mengingat Sri Krishna yang bermata se-
indah bunga padma, seseorang menjadi tersucikan lahir-batin”.
5. Para Rishi berkata, “Paras paranukathanam pavanam bhaga-
vad yasah, berkumpul bersama sambil memperbincangkan
kegiatan mulia Sri Bhgavan, Kepribadian Tuhan YME, Krishna
sungguh mensucikan hati” (Bhag.11.3.30).
6. Veda menyatakan, “Yajnarthat karmanah, laksanakan peker-
jaan itu untuk memuaskan Sri Vishnu (Krishna). Anyatra loko’
yam karma bandhanah, jika tidak akibat (phala) dari pekerja-
an (karma) itu akan mengikat si pelaku di dunia fana” (Bg.3.9)
7. Karena fakta-fakta tersebut diatas, maka Tuhan di-iba-
ratkan seperti matahari yang tidak ter-pengaruh oleh
keadaan di Bhumi. Dan sinar nya meniadakan segala
bau amis dan busuk tempat-tempat kotor. Dan Beliau
di-ibaratkan pula seperti samudra nan luas yang tetap
jernih meskipun setiap hari di-kotori oleh banyak su-
ngai dengan jutaan ton lumpur.
8. Hakekat Sri Krishna yang spiritual absolut adalah
bagaikan bilangan mutlak yang tidak terpengaruh oleh tanda (+) dan (-).
Ini berarti bahwa meskipun ber-avatara, turun ke alam fana, Beliau tidak
terpengaruh oleh dualitas material dunia fana. Sehingga kegiatan-kegia-
tan rohani (lila) Nya mensucikan, menyenangkan dan mem-bahagiakan
seluruh dunia beserta penduduknya.
9. Oleh sebab itu, Sri Krishna tidak pula
terkena hukum punarbhava yakni lahir ke
dunia fana karena hutang karma. Melain-
kan, Beliau turun ke alam material semata
mata karena karuniaNya yang tidak berse
bab demi kesejahteraan dunia beserta se-
gala makhluk penghuninya.
10. Karena itu Sri Krishna berkata,,“Yada yada hi dharmasya glanir bha-
vati bharata abhyutthanam adharmasya tadatmanam srjamy aham, ka-
panpun dan di manapun terjadi kemerosotan dharma dan adharma me-
rajalela, maka pada saat itu Saya turun sendiri ke dunia fana untuk pari-
tranaya sadhunam vinasaya ca durkrtam dharma samsthamanarthaya,
melindungi orang-orang saleh dan membasmi mereka yang jahat dan
menegakkan dharma”(Bg.4.7-8)
11. Mengerti kegiatan-kegiatan rohani (lila) Sri Krishna yang sungguh
mensucikan, mensejahterakan dan membahagiakan kehidupan segala
makhluk, tidak mudah. Sebab dikatakan, “Harer martya vidambhanena
drso nrnam calayatah, kegiatan rohani (lila) Sri Hari (Krishna) tidak
dimengerti secara benar oleh orang-orang yangdisebut manusia fana. Li-
la Beliau hanya membingungkan pikiran mereka” (Bg.3.1.42).
gelapan/kebodohan).
(d) Lima batangnya bagian atas = lima unsur materi kasar (pan-
ca-maha bhuta) alam fana yaitu akasa, udara, api, air dan ta
nah.
(e) Lima jenis bunganya = lima obyek indriya yaitu: aroma, sen-
tuhan, rasa, wujud/rupa dan suara.
(f) Sebelas cabangnya = lima indriya pekerja (tangan, kaki, mu- ,
lut anus dan kemaluan) dan lima indriya persepsi (telinga, mata, hidung,
lidah dan kulit) dan pikiran (manah).
(g) Dua ekor burung yang hinggap padanya = sang makhluk hidup (jiva atau
atma) dan Tuhan (Paramatma).
(h) Tiga macam kulit kayunya = Tridatu (udara, lendir dan empedu), dan
(i) Dua macam buahnya = kesenangan dan kesusahan.
2. Makna pohon kehidupan material ini adalah: jikalau sang jiva
berjasmani manusia hidup berdasarkan prinsip-prinsip dhar-
ma, itu berarti dia menanam benih perbuatan (karma) bajik.
Buah (phala) yang kelak dipetik dari pohon kehidupan yang di
tanamnya adalah kesenangan/kebahagiaan. Sebaliknya, jika-
lau sang jiva berjasmani manusia hidup berdasarkan prinsip-
prinsip adharma, itu berarti dia menanam benih perbuatan
(karma) buruk. Buah (phala) yang kelak dipetik dari pohon ke-
kehidupan yang ditanamnya adalah kesusahan/penderitaan.