You are on page 1of 37

KARMA-PHALA

DAN
PUNARBHAVA
I. PROBLEM OF EVIL
1. Masalah kenapa orang-orang yang tidak pernah berbuat curang, dusta, ko-
rup, amoral atau jahat selama hidupnya, bernasib sial, hidup sengsara dan
ditimpa bermacam-macam kesusahan, sedangkan banyak orang yang nya-
nyata-nyata hidup berdosa malahan hidup makmur, enak, nyaman dan se-
nang, disebut problem of evil.
2. Ada 2 (dua) teori yang dikemukakan untuk menjawab fakta paradok atau
problem of evil ini yaitu:

(a) Manusia menderita karena mewarisi dosa dari leluhur pertama.


TEORI (b) Hidup susah atau senang karena kebijakan Tuhan yang punya wewe-
DOSA TURUNAN
nang mutlak dalam mengatur segala kehidupan di dunia fana.

(a) Manusia lahir tanpa dosa, jadi baik atau jahat karena lingkungan.
TEORI (b) Dualitas kehidupan (sehat-sakit, senang-susah, pujian-hinaan, dsb)
UJIAN TUHAN
adalah ujian/cobaan yang diberikan oleh Tuhan.
(c) Hidup susah atau senang karena kebijakan Tuhan yang punya wewe-
nang mutlak dalam mengatur segala kehidupan di dunia fana.
3. Kedua teori tersebut tidak mampu menjelaskan kenapa ada problem of evil
di masyarakat manusia. Sebab keduanya tidak mampu menjawab pertanya-
nyaan berikut.
(a) Bila setiap orang mewarisi dosa leluhurnya dalam porsi yang sa-
ma, mengapa nasib sang manusia amat berbeda satu dengan ya-
ng lainnya? Bila seseorang miskin karena me-warisi dosa leluhur
lebih banyak dari si kaya, lalu apa alasan Tuhan menetapkan si
miskin harus me-nanggung dosa leluhur lebih banyak dari pada
si kaya?
(b) Apa alasan Tuhan menguji seseorang dengan membuat dia lahir
dalam keluarga miskin dan melarat se-umur hidupnya, sedang-
kan orang lain di-uji dengan lahir dalam keluarga kaya dan sena-
ng se-umur hidupnya?
(c) Mengapa tiga orang bersaudara yang lahir dalam keluarga sama,
besar dalam lingkungan sama, di-didik dengan cara yang sama
dan diberi makan sama, harus bernasib berlain-lainan?
(d) Jikalau setiap bayi lahir suci tanpa dosa, mengapa banyak bayi
lahir dengan pisik cacat, berpenyakitan atau abnormal yang menjadi pang-
kal derita kehidupannya di dunia fana?
4. Jawaban para penganut Teori dosa turunan, “Hanya Tuhan yang tahu”, ti-
dak memuaskan siapapun yang berpikir kritis. Sedangkan jawaban para
penganut Teori ujian/cobaan Tuhan, “Itu adalah rahasia Tuhan, hanya Tu-
han yang tahu”, pun tidak memuaskan mereka yang berpikir kritis.
II. TEORI TIDAK LOGIS DAN TIDAK RASIONAL
1. Teori dosa turunan tidak rasional, sebab kalau ayah saya yang melakukan
kejahatan, lalu mengapa saya yang tidak ikut berbuat jahat dan tidak tahu
permasalahannya, harus kena hukumqan dan menderita?
2. Teori bahwa hidup di dunia fana adalah ujian/cobaan Tuhan dan bahwa seti-
ap orang lahir suci tanpa dosa, tidak mencerminkan aturan dan tindakan Tu-
han yang maha arif, maha bijaksana, maha benar dan maha adil. Sebab, ba-
gaimanapun juga Tuhan yang maha bijak, maha benar dan maha adil, tidak
mungkin membuat hidup seseorang sengsara tanpa sebab dan alasan jelas
masuk akal.
3. Dalam kehidupan sehari-hari secara material
atau pisik nampak jelas bahwa orang di-hukum
dan menderita karena ada sebab dan alasannya.
Begitu pula, secara spiritual atau metapisik, se-
seorang lahir cacat/abnormal, hidup dalam ke-
miskinan dan menderita, pasti ada sebab-musa-
babnya dan tidak mungkin terjadi secara kebetu
lan. Dan Tuhan tidak mungkin menetapkan kehidupan seseorang sengsara
atau bahagia secara sewenang-wenang tanpa sebab dan alasan yang pasti
dan benar.

III. TAKDIR, NASIB DAN IKHTIAR


1. Oleh karena ilmu pengetahuan material (maya-tattva) dan ajaran-ajaran ro-
hani mutakhir yang muncul pada masa Kali-Yuga tidak mampu menjelaskan
secara logis, rasional dan pilosofis tentang nasib buruk atau derita yang me-
nimpa begitu banyak manusia dalam keadaan yang berbeda-benda, maka ba-
nyak sekali orang jadi bingung dan tidak mengerti apa itu takdir, nasib dan
ikhtiar.
2. Oleh karena tidak bisa mengerti takdir, nasib dan ikhtiar secara benar, maka
orang-orang berkesadaran materialistik me-
nimpakan kesalahan kepada Tuhan atas tak-
dir, nasib buruk dan kegagalan hidupnya,
seraya menyatakan bahwa Tuhan tidak ma-
ha kuasa karena tidak mampu meniadakan
derita yang menimpa begitu banyak makh-
luk manusia
3. Selama sang manusia meng-anggap bahwa kehidupannya di dunia fana ini
hanya sekali ini saja, dan bahwa sebelum kehidupan material sekarang tidak
ada kehidupan material yang telah pernah di jalani, dan setelah kehidupan
material sekarang berakhir tidak akan ada lagi kehidupan material yang ha-
rus dijalani, maka sang manusia tidak akan pernah bisa mengerti dengan be-
nar tentang takdir, nasib dan ikhtiar gagal dalam kehidupan yang sedang di-
jalaninya.

IV. UNGKAPAN MAHA PENGASIH DAN PENYAYANG YANG MEMBINGUNGKAN


1. Sifat Tuhan yang “Maha pengasih dan penyayang” paling sering dikuman-
dangkan oleh para penganut ajaran roani mutakhir. Pernyataan ini seolah-
berarti bahwa Tuhan tidak memiliki sifat-sifat lain apapun. Dan pernyataan
ini sungguh-sungguh membingungkan orang-orang yang ter-timpa nasib
malang dan hidup menderita.
2. Jika Tuhan sungguh maha pengasih dan penyayang, (a) Menga-
pa Tuhan membiarkan begitu banyak manusia hidup sengsara
karena kelaparan, perang, teror bom bunuh diri, bencana alam,
penyakit dan kecelakaan. (b) Mengapa Tuhan membiarkan keja-
hatan, kemunafikan, tindak-kekerasan dan berbagai macam per-
buatan amoral terus merajalela di masyarakat manusia? (c) Me-
ngapa Tuhan membiarkan para pembohong, pendusta, penipu
dan koruptor hidup enak dan nyaman dalam kesuka-citaan? Dan (d) Meng-
apa Tuhan membiarkan orang-orang baik-hati, saleh, jujur dan dermawan
ditimpa bermacam-macam kesulitan dan kesusahan hidup di dunia fana?

V. HUKUM KARMA-PHALA ADALAH PENGATUR KEHIDUPAN SEGALA MAKH-


LUK DI ALAM SEMESTA MATERIAL
1. Sesungguhnya Tuhan telah menetapkan aturan kehidu-
pan universal bagi segala makhluk dan alam dunia. Atu-
ran universal ini adalah hukum karma-phala, sebab-aki-
bat. Karma = perbuatan, dan phala = akibat, buah, hasil
atau reaksi.
2. Karma baik menimbulkan phala baik dan menyenangkan. Sebaliknya, kar-
ma buruk menimbulkan phala buruk yang menyengsaakan. Begitulah, kare-
na rajin bekerja, seserang punya penghasilan dan hidup senang. Sebalik-
nya, jika seseorang malas bekerja, maka dia tidak berpe-
hasilan dan hidup susah. Karena seseorang berwatak co-
ngkak, maka banyak orang tidak suka kepadanya.
3. Hukum Tuhan ini sungguh sederhana, namun ia menjadi
begitu komplek karena beraneka-macam perbuatan (kar-
ma) yang dilakukan oleh sang manusia dengan beraneka
macam akibat (phala) nya.

VI. KARMA-PHALA DARI SEGI WAKTU


Dari segi waktu timbulnya phala (akibat/buah/hasil), ada tiga
macam karma (perbuatan/kegiatan) yaitu:
1. Prarabdha-karma, perbuatan (karma) yang menimbulkan
akibat (phala) seketika. Contoh, bila anda mencaci seseo-
rang tanpa alasan jelas, maka anda di pukul dan sakit.
2. Kriyamana-karma, perbuatan (karma) yang akibat (phala) nya baru muncul
kemudian setelah beberapa waktu dalam kehidupan seseorang. Contoh, se-
seorang hidup mewah dari hasil rampokannya, tetapi setahun kemudian ia
ditangkap dan masuk penjara berdasarkan penyelidikan polisi.
3. Sancita-karma, perbuatan (karma) yang akibat (phala) nya ditanggung da-
lam masa penjelmaan berikutnya. Contoh, seorang pembunuh yang berha-
sil menghindari hukuman mati karena menyuap hakim, akan terbunuh pu-
la secara kejam dalam penjelmaan berikutnya.

VII. ANALISIS SEDERHANA ATAS KEHIDUPAN SESEORANG


1. Berdasarkan penjelasan ringkas diatas tentang hukum Karma-phala, seka
rang kita bisa menganalisis kehidupan orang sengsara seperti Tuan Amri.
(a) Karena tidak mampu meninggalkan kebiasaan me-rokoksetiap
hari, maka dia menderita sakit paru-paru = Prarabdha-karma.
(b) Karena semasih muda dia berjasa kepada negara sebagai peju-
ang kemerdekaan bangsa, maka kini setelah tua dia mendapat
uang pensiun secara rutin per bulan = Kriyamana-karma.
(c) Karena dalam masa penjelmaan sebelumnya dia (sebagai jiva)
pernah memukul anjing hingga si binatang lumpuh di kaki, ma-
ka dalam usianya yang semakim tua, Amri menderita lumpuh
di kaki sehingga harus berjalan pakai tongkat = Sancita-karma.
2. Maka secara pisik kehidupan nya nampak sebagai berikut.
“Tuan Amri hidup sengsara karena menderita sakit paru-paru dan ke-dua
kakinya lumpuh. Uang pensiunnya tidak cukup untuk merawat dan meng-
hidupi dirinya sendiri. Sungguh kasihan, dia hidup sengsara seperti itu”.
3. Jadi dengan memahami adanya hukum Tuhan yaitu Karma-phala yang uni
versal ini, maka beraneka-macam dualitas kehidupan (kaya-miskin, sena-
ng-susah, sakit-sehat, dsb) dan paradok kehidupan (yaitu orang baik hati
ditimpa kemalangan, sedangkan orang jahat hidup enak dan damai) dapat
dijelaskan secara logis, rasional dan memuaskan.

PHALA
PRARABDHA-KARMA

KONDISI KEHIDUPAN
PHALA MENENTUKAN SEKARANG
KRIYAMANA-KARMA

PHALA
SANCITA-KARMA

VIII. JUTAAN KARMA DAN JUTAAN PHALA


1. Hukum karma-phala tidaklah sesederhana seperti yang didengar. Sebab se-
tiap orang melakukan beraneka-macam perbuatan (karma) setiap hari yang
menimbulkan akibat (phala) yang bermacam-macam pula. Dan oleh karena
setiap orang melakukan jutaan karma dengan jutaan phala yang berlain-lain
an, maka timbullah jutaan kondisi kehidupan yang berbeda-beda di masya-
rakat manusia.
2. Phala (akibat) yang ditimbulkan oleh jutaan karma (perbuatan) berbeda-be-
da yang dilakukan oleh seseorang dan menentukan kondisi kehidupan diri-
nya (sebagai sang jiva) dalam penjelmaan berikutnya, hanya bisa di-putus-
kan secara benar, adil dan bijaksana oleh Sri Krishna dalamm aspekNya
sebagai Paramatma (Bg.13.23 dan 18.61).
3. Dalam hubungannya dengan hukum karma-phala, kondisi kehidupan manu-
sia yang berlain-lainan itu dapat diringkas secara umum sebagai berikut.

HIDUP KAYA DAN SENANG, BERPEN- SEDANG MENIKMATI PHALA SUBHA-KARMA


CAHARIAN HALAL DAN SEHAT WALA- YANG DILAKUKAN DALAM PENJELMAAN SEKA-
FIAT SAMPAI USIA TUA RANG DAN SEBELUMNYA

HIDUP KAYA DAN SENANG TETAPI SEDANG MENBUR BENIH PHALA ASUBHA-KARMA
BERPENCAHARIAN HARAM (AMORAL, YANG KELAK PASTI DIPANEN MENJELANG USIA
DUSTA, CURANG, JAHAT DAN KORUP) TUA ATAU DALAM PENJELMAAN BERIKUTNYA

SEDANG MENANGGUNG PHALA ASUBHA-KARMA


HIDUP SENGSARA DAN BERPENCA-
YANG DILAKUKANNYA DALAM MASA PENJEL-
HARIAN HALAL
MAAN SEBELUMNYA

HIDUP SALEH, JUJUR, DERMAWAN SEDANG MENABUR BENIH PHALA SUBHA-KARMA


DAN BERPENCAHARIAN HALAL YANG PASTI AKAN DIPANEN MENJELANG USIA
MESKI HIDUP SENGSARA TUA ATAU DALAM PENJELMAAN BERIKUTNYA

IX. HUTANG KARMA


1. Beraneka macam akibat (phala) perbuatan (karma) yang mengikat dan me-
ngotori kesadaran dan memaksa sang makhluk hidup (jiva) lahir lagi ke du-
nia fana, disebut hutang karma.
2. Bilamana hutang karma buruk dan jahat seseorang begitu banyak, maka da
lam penjelmaan berikutnya dia (sebagai jiva rohani-abadi) akan merosot de-
ngan memperoleh badan cacing atau ulat. Sebaliknya, bila hutang karma ba-
jik seseorang begitu banyak, maka dalam penjelmaan berikutnya dia akan
meningkat dengan memperoleh badan rihsi, deva atau brahmana.
3. Tetapi jika seseorang bebas dari segala hutang karma baik ataupun buruk,
maka dia tidak akan lahir lagi di dunia fana, melainkan kembali kepada Tu-
han dan tinggal bersamaNya di alam rohani kebahagiaan abadi Vaikuntha-
loka.

HUTANG KARMA SANG MAKHLUK HIDUP (ATMA) MEROSOT DALAM PENJELMAAN


BURUK BERIKUTNYA DENGAN MEMPEROLEH BADAN HEWAN/BINATANG

SANG MAKHLUK HIDUP (ATMA) MENINGKAT DALAM PENJELMAAN


HUTANG KARMA
BERIKUTNYA DENGAN MEMPEROLEH BADAN DEVA, RISHI ATAU
BAJIK
BRAHMANA

BEBAS DARI HU-


SANG MAKHLUK HIDUP (ATMA) KEMBALI KEPADA TUHAN DAN
TANG KARMA BA-
TINGGAL BERSAMANYA DI DUNIA ROHANI
JIK ATAU BURUK
X. PUNARBHAVA, KESEMPATAN MELUNASI HUTANG KARMA
1. Kelahiran kembali ke dunia fana atau alam material akibat hutang karma ya-
ng belum lunas, oleh Veda disebut punarbhava (punar = lagi, dan bhava =
lahir, menitis atau menjelma).
2. Secara umum, punarbhava disebut reinkarnasi
(reincarnation) yang berarti penjelmaan kembali
atau tumimbal lahir. Artinya, sang makhluk hi-
dup (jiva) yang di-belenggu oleh hutang karma
dari penjelmaan sebelumnya, harus men-jelma

(lahir) lagi ke dunia fana dengan badan jasmani


baru tertentu (manusia, deva, hewan, reptil atau
badan jenis lain) untuk menikmati atau menderita akibat (phala) dari perbu-
atan (karma) yang telah dilakukannya itu.
3. Dengan ber-punarbhava sebagai manusia, sang makhluk hidup (jiva) dapat
kesempatan untuk : (a) Mengurangi hutang karma buruk (asubha-karma).
(b) Menambah hutang karma bajik (subha-karma), dan (c) Berangsur- ang-
sur melunasi segala hutang karma bajik dengan tekun melakukan pelayan-
an bhakti (cinta-kasih) kepada Sri Krishna.
4. Jika seseorang sudah tidak memiliki (=bebas dari segala ) hutang karma
buruk dan bajik, itu berarti dia telah tersucikan, berada pada tingkat spiri-
tual, dan memenuhi syarat untuk kembali tinggal di alam rohani.

XI. HUTANG HARMA BURUK YANG SEMAKIM MENUMPUK


XI. HUTANG KARMA BURUK YANG SEMAKIM MENUMPUK
1. Pada jaman modern yang materialistik sekarang, kebanyakan orang sibuk
dalam beraneka-macam kegiatan pamerih mengejar kesenangan duniawi se-
mu dan sementara (maya-sukha). Begitulah, hidup sesat memuaskan indriya
jasmani hanyalah menambah hutang karma buruk (asubha-karma) belaka.
2. Reaksi (phala) hutang karma buruk yang semakim menumpuk dan meluas di
masyarakat ditunjukkan oleh fakta-fakta berikut:
(a) Kehidupan di kota-kota besar semakim tidak tenang, ti-
dak aman, tidak nyaman dan tidak damai.
(b) Perang, teror bom bunuh diri dan beraneka-macam tin-
dak kekerasan lain semakim meluas.
(c) Bencana alam (banjir, gempa, kebakaran hutan, angin
topan, tsunami, musim kering panjang, dsb) terjadi si-
lih berganti.
(d) Bermacam-macam penyakit kembali mewabah tanpa bi-
sa dicegah.
(e) Beraneka-macam perbuatan curang, korup, dusta, jahat
dan amoral semakim meluas.
(f) Kerusakan alam dan lingkungan hidup semakim parah.
3. Mereka yang disebut kaum intelektual modern dengan ber
aneka-macam gelar akademik, tidak perduli pada hukum
universal Tuhan “KARMA-PHALA dan PUNARBHAVA”ini. Mereka tidak mau
mengerti bahwa kehidupan manusia yang semakim menderita di muka Bhu
mi adalah karena akibat (phala) hutang karma buruk yang semakim menum-
puk dan meluas di masyarakat.
4. Oleh karena buta dan tuli rohani, mereka yang disebut para sarjana dunia-
wi bertabiat materialistik, tidak sadar bahwa teori-teori hidup bahagia di
dunia fana melalui pemuasan indriya badan jasmani yang mereka ciptakan
dan di praktekkan oleh rakyat, hanya semakim menambah dan memperba-
nyak hutang karma buruk di masyarakat manusia modern.

XII. PENGETAHUAN TENTANG HUKUM KARMA-PHALA DAN PUNARBHAVA


1. Pengetahuan ini adalah bagian dari pengetahuan Veda. Ia mencakup penge-
tahuan tentang:
(a) Sang makhluk hidup (jiva/roh).
(b) Alam material (dunia fana) dan
alam spiritual (dunia rohani).
(c) Tiga sifat alam material (Tri-guna).
(d) Hakekat badan jasmani.
(e) Para deva pengendali urusan
material dunia fana.
(f) Watak Sura dan Asura, dan
(g) Prinsip-prinsip dharma dan adhar-
ma.
2. Oleh karena hukum Tuhan yang universal ini adalah bagian dari pengetahu-
an Veda, maka ia harus dimengerti sesuai petunjuk Veda yaitu mendengar
pengetahuan ini dari sang Acarya (guru kerohanian) yang memiliki garis per
guruan (sampradaya) sah dan mengajarkan berdasarkan prinsip parampara
atau proses deduktip.

XIII. AWAL DARI ASUBHA-KARMA


1. Keinginan (iccha) untuk menikmati secara terpisah dari Sri Krishna dan
ke-engganan (dvesa) untuk melayani Beliau di dunia rohani adalah awal da-
ri asubha-karma (perbuatan buruk) sang makhluk hidup (jiva). Sri Krish-
na berkata, “Iccha dvesa samutthena dvandva mohena bha-
rata sarge yanti parantapa, O keturunan Bharata, dibuai oleh
keinginan menikmati secara terpisah dariKu dan ke-enggan-
an melayaniKu, wahai Penakluk musuh, maka ia (sang jiva)
jatuh ke alam material” (Bg.7.27).
2. Dengan kata lain, sang makhluk hidup (jiva) menyalah-guna-
kan kebebasan/kemerdekaan sedikit yang dimilikinya dengan
menyimpang dari kedudukan dasarnya sebagai abdi/pelayan
kekal Tuhan di dunia rohani.
3. Karena itu, Sukadeva Gosvami memberitahu Raja Pariksit,
“Oleh karena na bhajante, tidak mau meng-abdi kepada Tu-
han Krishna dan avajananti, tidak senang kepada Beliau, ma-
ka sthanad brastah patanti adhah, jatuhlah sang jiva ke alam
material” (Bhag.11.5.3).
4. Sri Krishna maha pemurah, sehingga atas karunianya, sang jiva diberi
kesempatan dan tempat untuk merealisir keinginan (iccha) dan ke-enggan-
an (dvesa) nya itu dengan tinggal di dunia fana atau alam material. Tidak di
sadari oleh sang jiva bahwa iccha dan dvesa demikian adalah kesesatan ya
ng menyebabkan dirinya jatuh dan hanyut dalam samudra derita kehidupan
material dunia fana.

XIV. JENIS KARMA DITENTUKAN OLEH UNSUR-UNSUR TRIGUNA


1. Veda menyatakan, “Guna bhavyena karmanah, kegiatan timbul karena ter-
jadi interaksi tiga sifat alam material dalam badan jasmani (Bhag.11.11.10).
Gunaih karmani sarvasah, segala macam kegiatan timbul karena interaksi
sifat-sifat alam material (Bg.3.27).
2. Hubungan antara Tri-Guna (tiga sifat alam material yaitu: sattvam, rajas
dan tamas) dengan perbuatan/kegiatan (karma), dharma dan adharma, wa-
tak Sura (daivi sampad) dan Asura (asuri-sampad) dan tujuan yang dicapai,
secara umum dapat diringkas sebagai berikut.

SIFAT ALAM
SUBHA-KARMA DHARMA SURIK/DEVANI MUKTI
SATTVAM

SIFAT ALAM
RAJAS
ASUBHA-KARMA ADHARMA ASURIK SAMSARA
SIFAT ALAM
TAMAS
XV. PIKIRAN ADALAH PUSAT SEMUA INDRIYA JASMANI
1. Pikiran dikatakan pusat semua indriya jasmani, sebab pikiranlah yang me-
ngendalikan semua indriya dan tanpa ada kontak ke pikiran, setiap indriya
tidak bisa melakukan fungsinya masing-masing. Misal, sang bhakta yang
sedang asyik ber-japa sambil mengingat lila Sri Krishna, ti-
dak melihat ataupun mendengar apapun yang ter-jadi disekeli-
ling dirinya.
2. Karena itu, orang sungguh mendengar atau melihat jika infor-
masi tentang obyek yang di dengar telinga atau dilihat mata, di
terima (=masuk kedalam) pikiran. Dengan kata lain, orang be-
nar-benar mendengar atau melihat jika ada perhatian dari piki-
ran terhadap obyek yang didengar atau di lihat.
3. Selama belum ada keputusan dari pikiran, maka selama itu indriya-indriya
jasmani (telinga, mata, hidung, lidah, kulit, tangan, kaki. mulut, anus dan
kemaluan) tidak akan melakukan kegiatan apapun.

XVI. PROSES TERJADINYA KARMA


1. Badan jasmani sang makhluk hidup (jiva) terdiri dari:
(a) Badan jasmani halus (subtle material body) yang
tersusun dari: pikiran, ego dan kecerdasan.
(b) Badan jasmani kasar (gross material body) yang
tersusun dari : akasa, udara, api, air dan tanah.
(Perhatikan Bg. 7.4).
2. Selanjutnya dikatakan bahwa indriya-indriya jasmani lebih halus dari pa-
da obyek-obyeknya. Pikiran lebih halus dari pada indriya-indriya. Kecer-
dasan lebih halus dari pada pikiran. Dan sang makhluk hidup (=jiva yang
diselimuti ego) lebih halus dari pada kecerdasan (perhatikan Bg.3.42).
3. Berdasarkan sloka-sloka Veda tersebut diatas, proses terjadinya karma
dapat dijelaskan sebagai berikut.

Badan jasmani menjadi pe-


JIVA DILIPUTI Sang jiva hanya tinggal merasa-
EGO kan suka dan duka yang timbul
nyebab kegiatan (karma) dan
akibat (phala) nya (Bg.13.21) dari kegiatan badan jasmaninya
(Bg.13.21)
KECERDASAN
(BUDDHI)

3 4
PIKIRAN
(MANAH)
5
2 9 8
7

INDRIYA PENDENGAR INDRIYA PENGLIHAT INDRIYA PEKERJA INDRIYA PEKERJA


(TELINGA) (MATA) (TANGAN) (KAKI)

9 7 8
1 6
TOKO DIMANA
PONSEL DIJUAL
XVII. PROSES TERJADINYA PHALA
Proses terjadinya phala dapat dijelaskan sebagai berikut.

SIFAT ALAM SATTVAM MEMBELI PONSEL


SENANG MEMILIKI
DOMINAN MENYELIMU- DENGAN UANG TABU-
PONSEL
TI DIRI NGAN YANG CUKUP

SIFAT ALAM RAJAS MEMBELI PONSEL SENANG PUNYA PONSEL


DOMINAN MENYELIMU- DENGAN PINJAM DAN SUSAH BAYAR
TI DIRI UANG DI BANK HUTANG

SIFAT ALAM TAMAS MEMBELI PONSEL BERURUSAN DENGAN


DOMINAN MENYELIMU- DENGAN BAYAR POLISI KARENA TIDAK
TI DIRI BELAKANGAN MAMPU BAYAR HUTANG

XVIII. PROSES TERJADINYA PUNARBHAVA


1. Segala karma (perbuatan/kegiatan) yang dilakukan oleh indriya-indriya ba-
dan jasmani ter-rekam di dalam pikiran, sehingga setiap orang bisa ingat
karma yang dilakukan beberapa hari, sebulan atau pun seta-
hun yang lalu.
2. Daya tampung pikiran dalam merekam data-data kegiatan ya-
ng di-lakukan oleh badan jasmani kasar sang makhluk hidup
(jiva) tak dapat ditandingi oleh daya tampung hard-disc kom-
puter bikinan sang manusia yang ter-amat canggih.
3. Hubungan antara pikiran dengan hukum karma-phala dapat dijelaskan seca-
ra analogis sebagai berikut.

KARMA PIKIRAN PHALA

BENIH YANG HASIL


LAHAN
DITABUR PANEN

Oleh karena ada benih yang ditaburkan di lahan itu, maka ia (benih itu) tum-
buh, lalu berbuah dan kemudian di panen oleh si penabur benih. Begitu pu-
la, oleh karena ada karma (perbuatan) yang dilakukan, maka ada phala (aki-
bat) yang timbul dan harus ditanggung oleh si pelaku yaitu sang jiva berjas-
mani manusia.
4. Sedangkan jenis karma dalam hubungannya dengan phala (akibat) nya da-
pat dijelaskan sebagai berikut.

PRARABDHA-KARMA TANAMAN PALAWIJA YANG PANENNYA


KRIYAMANA-KARMA
adalah DIPETIK DALAM MASA KEHIDUPAN SEKARANG
KARMA
TANAMAN PALAWIJA YANG PANENNYA
SANCITA-KARMA adalah DIPETIK DALAM PENJELMAAN NANTI
5. Sancita-karma membentuk hutang-hutang karma yang menumpuk mengo-
tori pikiran. Hutang-hutang karma ini adalah rekaman beraneka-macam ke-
giatan pamerih memuaskan indriya jasmani dan membuai sang jiva deng-
an beraneka-ragam niat, minat, kehendak, dam-
baan dan keinginan untuk menikmati kesena-
ngan material dunia fana.
6. Dengan kata lain, hutang karma yang mengoto-
ri pikiran, mengikat sang jiva dengan cita-cita
untuk terus tinggal dan hidup di alam material
dan me-nikmati kesenangan material dengan
berbagai cara.
7. Pada saat kematian, badan jasmani kasar (gross material body) sang jiva
segera membusuk dan hancur. Tetapi ia (sang jiva), dengan berkendaraan
badan jasmani halus (subtle material body) yang tersusun dari ego, kecer-
dasan dan pikiran (yang dimuati bermacam-macam hutang karma), berpin-
dak ke badan jasmani kasar baru tertentu sesuai dengan macam kesada-
rannya pada saat ajal.
8. Sri Krishna berkata, “Yam yam vapi smaran bhavam
tyajaty ante kalevaram tam tam evaiti kaunteya sada tad
bhava bhavitah, keadaan apapun yang seseorang ingat
pada saat ajal, pasti keadaan itu yang akan dia peroleh”
(Bg.8.6).
9. Begitulah pada saat ajal, seseorang pasti hanya ingat karma (perbuatan)
yang paling sering dilakukan dan paling disukainya atau menjadi hobi.
Dan ingatannya itu menentukan macam kesadarannya pada saat kemati-
an mengakhiri hidupnya.
10. Proses terjadinya punarbhava dapat diringkas sebagai berikut.

SIBUK BEKERJA SU- PADA SAAT AJAL KEMBALI MENJELMA


GRHAMEDI PAYA HIDUP BAHA- INGAT PADA ANAK JADI MANUSIA
GIA BERKELUARGA DAN ISTRI

SEBAGAI MODEL PADA SAAT AJAL


MENJELMA MEN-
PERAGAWATI DALAM BERBAGAI INGAT PADA KE-
JADI POHON
KONTES DAN SHOW GIATAN SHOW

MENGHABISKAN PADA SAAT AJAL


PESILANCAR WAKTUNYA SETIAP INGAT PADA KEGIA- MENJELMA JADI
HARI BERSILANCAR TAN BERSELANCAR IKAN
DI LAUT

XIX. PROSES PERPINDAHAN AMAT HALUS


1. Veda menyatakan bahwa proses perpindahan sang makhluk hidup (jiva)
dari badan jasmani kasar lama yang telah usang dan rusak ke badan jas-
mani kasar baru dengan berkendaraan badan halus, adalah proses amat
halus dan berada diluar pengamatan indriya-indriya jasmani kasar.
2. Perpindahan tersebut, kata Veda, adalah bagaikan perpindahan si ulat
dari satu lembar daun ke lembar daun lainnya. Sebelum melepaskan
daun yang ditempatinya, si ulat sudah berpegangan pada daun lain ya-
ng hendak di tempati.
3. Begitu pula, sebelum meninggalkan badan jasmani kasar la-
ma, sang jiva sudah masuk (=berpegangan) ke badan jasma-
ni halus tertentu yaitu pikiran (manah) yang telah dimuati
mentalitas tertentu sesuai dengan karma (kegiatan) yang pa-
ling disenangi dan paling sering dilakukan dengan badan jas
maninya sekarang.
4. Keadaan mentalitas pikiran atau macam kesadaran pada saat
ajal menentukan jenis badan jasmani kasar berikutnya yang
akan dihuni oleh sang jiva.
5. Pikiran yang dimuati mentalitas tertentu di-sebut paham hi-
dup. Dan paham hidup ini adalah kumpulan keingingan, mi-
nat, dambaan, kemauan, kehendak,kesukaan, tabiat, prilaku,
watak, sifat, perangai, pola dan cara menikmati. Semua ini ter-bentuk
dalam pikiran.
6. Veda menyatakan, “Srotam caksuh sparsanam ca rasanam ghranam
eva ca adhisthaya manas cayam visayan upasevate, sang makhluk hi-
dup mengembangkan jenis indriya pendengar, penglihat, pengecap,
pencium dan perasa tertentu yang semuanya ter-kumpul dalam piki-
ran.Begitulah kemudian ia memperoleh badan jasmani kasar baru ter-
tentu untuk menikmati obyek-obyek indriya tertentu pula”(Bg.15.9).
7. Selanjutnya Veda menyatakan,“Manah karma mayam nrnam, kondisi pi-
kiran sang manusia ditentukan oleh akibat (phala) perbuatan (karma) ya-
ng dilakukannya. Indriyaih pancabhir yatam lokal lokam prayatyanya at-
ma tad anuvartate, bersamaan dengan ke-lima indriya persepsi, pikiran-
nya berpindah dari satu badan jasmani kasar ke badan jasma-
ni kasar lain, dan sang jiva ikut pula ber-pindah bersama nya”
(Bhag.11.22.37).
8. Dan Sri Krishna sendiri berkata, “Sang makhluk hidup (ji-
va) yang jatuh ke dunia fana, membawa serta bermacam - ma-
cam paham hidup bersama dirinya dari satu badan jasmani ka
sar ke badan jasmani kasar lain, vayur gandhan iva sayat, ba-
gaikan angin membawa aroma” (Bg.15.8).

XX. EVOLUSI SPIRITUAL


1. Veda menyatakan bahwa sesuai dengan macam dan in-
tensitas asubha-karma (perbuatan berdosa) yang dila-
kukannya, sang jiva berjasmani manusia bisa merosot
dengan lahir sebagai anjing, kadal, tikus atau makhluk
rendah lain.
2. Setelah menjelma sebagai ikan, maka sang jiva harus lahir berulang-ka-

li dalam berbagai jenis kehidupan yang lebih tinggi sebelum pada akhir-
nya kembali memperoleh badan manusia. Ini disebut evolusi spiritual ya-
itu sang jiva berangsur-angsur (pelan-pelan) merobah kesadarannya da-
ri tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi dengan berganti-ganti badan
jasmani mulai dari berbagai badan jasmani akuatik, tanaman/pohon, se-
rangga, burung, binatang dan akhirnya badan jasmani manusia.

POHON DAN
AQUATIK SERANGGA BURUNG BINATANG MANUSIA
TANAMAN

3. Jadi menurut teori evolusi spiritual Veda, sang jiva yang rohani-abadi tidak
pernah berubah meskipun berganti-ganti badan jasmani. Dan beraneka-ma
cam badan jasmani yang telah pernah di huninya, sudah ada sejak tercipta
nya alam semesta material ini dan wujud serta bentuknya pun tetap sama,
tidak pernah berobah.
4. Karena itu dikatakan bahwa evolusi spiritual ini adalah rangkaian perpinda
han sang jiva dalam jutaan kondisi kehidupan (badan jasmani) berlain-lain-
an yang menyengsarakan belaka.
5. Evolusi spiritual ini harus dijalani oleh setiap jiva berjasmani manusia ya-
ng salah/keliru menggunakan jasmani manusianya yaitu bukan untuk ber-
bhakti kepada Sri Krishna, tetapi untuk mengejar kesenangan material
dunia fana yang semu, khayal dan sementara.
6. Proses evolusi spiritual Veda tersebut diatas dapat diringkas sebagai berikut .

KEHIDUPAN MANU (Deva, Asura, Gandharva, Siddha,Yak-


SIA/HUMANOID
(400.000 jenis) sha, Rakshasa, Manusia, Carana, dsb)

KEHIDUPAN
BINATANG (Gajah, kuda, harimau, srigala, onta,
(3.000.000 jenis) keledai, ular, kadal, tikus, singa, dsb)

KEHIDUPAN (Bangau, elang, nasar, gagak, merak


BURUNG merpati, balam, camar,
MEROSOT AKIBAT (1000.000 jenis) perkutut,dsb)
ASUBHA-KARMA
KEHIDUPAN (Kumbang, lebah, nyamuk, kecoa, ku-
SERANGGA
pu-kupu, kutu, lalat, anai-anai, dsb)
(1.100.000 jenis)

KEHIDUPAN (Kubis, sawi, bayam, pinang, beringin


TANAMAN/POHON
(2.000.000 jenis) kelapa, durian, mangga, pepaya, dsb)

KEHIDUPAN (Ganggang, trumbu-karang, ikan,


AKUATIK gu-
(900.000 jenis) rita, ubur-ubur, cumi, bulu-babi, dsb)
XXII. PHALA TEMPORER DAN PHALA PERMANEN
1. Kegiatan (karma) materialistik pamerih memuaskan indriya jasmani agar
hidup bahagia di dunia fana yang dilakukan oleh orang-orang yang tergo-
long Asura, memberikan hasil (phala) temporer. Kesenangan yang timbul
dari kontak antara indriya jasmani dengan obyeknya yaitu beraneka ma-
cam barang kebutuhan hidup, berlangsung sebentar saja dan tidak sung-
guh-sungguh memuaskan.
2. Kegiatan (karma) rohani mengendalikan indriya-indriya ba-
dan jasmani dan menyibukkannya dalam pelayanan bhakti
kepada Sri Krishna, memberikan hasil (phala) permanen.
Dikatakan, “Nehabhikrama-naso’ sti pratyavayo na vidyate,
dalam menempuh jalan spiritual ini, tidak ada kerugian atau
pengurangan. Svalpam apy asya dharmasya trayate mahato
bhayat, kemajuan yang sedikit saja dalam jalan spiritual ini
akan menjauhkan orang dari mara-bahaya paling besar”(Bg.
2.40).
3. Phala temporer karma materialistik pamerih menyebabkan
si pelaku merosot kedalam kehidupan yang lebih rendah.
Tetapi phala permanen karma spiritual menuntun si pelaku
menuju kehidupan bahagia nan kekal di alam rohani.

XXIII. HUBUNGAN ANTARA HUKUM KARMA-PHALA DENGAN TAKDIR, NASIB


DAN IKHTIAR
XXIII. HUBUNGAN ANTARA HUKUM KARMA-PHALA DENGAN TAKDIR, NASIB
DAN IKHTIAR
1. Veda menyatakan bahwa semasih sang makhluk hidup (jiva) ber-
ada didalam kandungan si ibu, takdir, nasib dan ikhtiar dalam ke-
hidupan yang dia akan jalani kelak, telah ditetapkan sesuai deng-
an hutang-hutang karma nya. Dikatakan, “Ayuh karma ca vittam
ca vidya nidhanam eva ca pancaitani hi srjyante garbhathasye-
va dehinam, usia (umur), pekerjaan, kekayaan, pengetahuan dan
kematian telah ditetapkan semasih se-seorang berada dalam kan-
dungan” (CN.4.1).
2. Berdasarkan sloka Veda tersebut, maka takdir, nasib dan ikhtiar dapat
diringkas sebagai berikut.

- USIA/UMUR
- JENIS PEKERJAAN YANG TELAH DITETAPKAN
(a) - JUMLAH KEKAYAAN BERDASARKAN HUTANG
- MACAM PENGETAHUAN = TAKDIR
KARMA
- KAPAN DAN DIMANA
MATI

AKIBAT BAIK, BURUK, ME-


NYENANGKAN ATAU ME- DISEBUT NASIB
(b) NYENGSARAKAN DARI
TAKDIR

IKHTIAR GAGAL ATAU DITENTUKAN OLEH HUTANG-HUTANG KARMA


(c) BERHASIL
3. Hubungan antara hukum karma-phala dan punarbhava dengan takdir, na-
sib dan ikhtiar dapat dijelaskan secara analogis sebagai berikut.

TAKDIR NASIB AKIBAT (PHALA)


HUTANG-KARMA PILIHAN KARMA

BEBAS PILIH KEGIATAN:


MENURUTI ATURAN - BACA KORAN
UANG TUAN EDI NAIK YANG BERLAKU DALAM - NGOBROL DENGAN PE-
SEDIKIT BUS KE JAKARTA BUS NUMPANG LAIN
- TIDUR SAJA

BEBAS PILIH KEGIATAN:


JASMANI TUAN EDI HIDUP GAGAL MEMPERO- - MENGEMIS
CACAT SENGSARA LEH PEKERJAAN - JADI PEMBERSIH KUIL
- TINGGAL DI PANTI ASUH

4. Sementara anda harus melunasi hutang-hutang karma dengan kegagalan


atau keberhasilan ikhtiar, pada saat yang sama anda punya kebebasan be
rikhtiar atau ber-karma (berbuat/bertindak) untuk mengejar kesenangan
duniawi, atau meniti jalan spiritual keinsyafan diri. Anda punya kebebas-
an penuh untuk menentukan macam kehidupan yang anda inginkan.
XXIV. NAISKARMYA, BEKERJA TANPA AKIBAT/REAKSI
1. Veda menyatakan bahwa untuk sampai pada tingkat spiritual brahma-bhu
ta atau visuddha-sattvam, berhubungan dengan Tuhan, sang jiva harus
bebas dari segala hutang karma buruk ataupun karma bajik. Sebab, pha-
la (akibat) karma buruk menyebabkan sang jiva merosot kedalam kehidu
pan yang lebih rendah. Dan phala (akibat) karma bajik
mengantarkannya ke alam sorgawi. Dengan kata lain,
hutang karma buruk maupun bajik mengikat sang jiva
di alam material.
2. Agar bebas dari phala (akibat) karma bajik ataupun bu-
ruk atau agar bisa naiskarmya, bebas dari segala huta-
ng karma, seseorang harus bekerja (ber-karma) sema-
ta-mata untuk menyenangkan Sri Krishna, dan ini disebut pelayanan
bhakti (hrsikena hrsikesa sevanam bhaktir ucyate).
3. Dalam Bhagavad-Gita, Sri Krishna berulang-ulang minta
(lewat Arjuna) agar saya dan anda semua ber-karma (bekerja)
untuk kesenanganNya semata. Dengan kata lain, Beliau minta
agar kita semua melakukan pelayanan bhakti kepadaNya. Yaj-
narthat karmano’nyatra loko yam karma bandhanah, laksana-
kan pekerjaanmu untuk kepuasan Sri Vishnu, jika tidak peker-
jaan itu akan mengikat si pelaku di dunia fana (Bg.3.9). Mayi
sarvani karmani, lakukan semua pekerjaanmu untukKu (Bg.3.
30). Yad karosi tad kurusva mad arpanam, apapun yang anda
perbuat, lakukan itu semua sebagai persembahan kepadaKu (Bg.9.27). Su-
bhasubha phalair evam moksyase karma bandhanaih, dengan berbuat de-
mikian, maka anda terbebas dari segala akibat (phala) perbuatan (karma)
bajik ataupun buruk (Bg.9.28)
4. Dalam Brahman Samhita (5.54) dinyatakan, “Karmani nidahati
kintu ca bhakti bhajan, dengan melaksanakan pelayanan bhak-
ti (kepada Sri Govinda), maka segala akibat (phala) dari perbu-
atan (karma) yang dilakukan jadi terhapus”.
5. Dalam Srimad Bhagavatam, Sri Krishna berkata kepada Ud-
dhava, “Seperti halnya api menyala membakar kayu jadi abu,
tatha mad visaya bhaktir uddhaivanamsa krtsnasah, begitu pu
la, O Uddhava, pelayanan bhakti kepadaKu membakar segala dosa yang
diperbuat oleh penyembahku menjadi abu (Bhag.11.14.19). Maya bhaktim
param kurvan karmabhir na sa badhyate, dengan menekuni jalan keroha-
nian bhakti kepadaKu, seseorang tidak akan terkena akibat (phala) dari ke
giatan (karma) yang dilakukannya (Bhag.11.29.20)”.
6. Demikianlah, dengan bekerja (ber-karma) dalam pela-
yanan bhakti kepada Sri Krishna, se-seorang jadi
naiskarmya, bebas dari segala akibat (phala) kerja
(karma) yang dilakukannya dan mencapai tingkat spi-
ritual berhubungan dengan Tuhan.

XXV. PHALA DARI KARMA SENDIRI DAN PHALA DARI KEHENDAK TUHAN
XXV. PHALA DARI KARMA SENDIRI DAN PHALA DARI KEHENDAK TUHAN
1. Sri Krishna yang melihat sang bhakta begitu tulus melakukan pelaya-
nan bhakti kepada diriNya, ingin agar dia segera kembali pulang ke ru –
mah asal alam rohani Vikunthaloka dan terus tinggal disana dalam hubu-
ngan bhakti (cinta-kasih) timbal-balik denganNya. Maka kepada bhakta
murni seperti ini Beliau menganugrahkan karunia Nya yang pa-
ling baik. Karunia apa?
2. Sri Krishna berkata, “Yasyaham anughrnami harisye tad
dhanam sanaih, bila Saya hendak memberikan karunia ter-baik
kepada seseorang, maka Saya ambil segala harta yang ada pa-
danya, sehingga dia menjadi tidak melekat pada kesenangan
material dunia fana” (Bhag.10.8.88).
3. Jadi karunia terbaik Tuhan adalah kemelekatan/keterikatan ke-
pada diriNya, atau cinta-kasih (bhakti) kepadaNya. Sebab dika-
takan,”Tat tu visaya tyagat sangan tyagac ca, cinta-kasih (bhak
ti kepada Tuhan hanya timbul di hati orang yang telah melepas-
kan diri dari segala kesenangan duniawi” (Narada Bhakti Sutra
sloka 35).
4. Karena fakta inilah setelah men-capai usia lima-puluhan tahun
para Brahmana dan Rajarishi dimasa lampau secara sukarela meninggal
kan kesenangan hidup duniawi-berkeluarga, lalu pergi ke hutan melaku-
kan tapa dan vrata guna mengembangkan cinta-kasih (bhakti) kepada Tu
han.
XXVI. SRI KRISHNA TIDAK TERKENA HUKUM KARMA DAN PUNARBHAVA
1. Para pemimpin umat dan tokoh ajaran Veda yang tidak sadar dirinya di-
jangkiti paham materialistik dan pilsafat monistik mayavada, me-nyata-
kan bahwa Sri Krishna pun terkena hukum karma-phala dan punar-
bhava. Dengan berkesimpulan demikian, kata Beliau, mereka tergolong
mudha, orang-orang bodoh (Bg.9.11).
2. Sri Krishna menyatakan diriNya sebagai berikut,
“Gunasya maya mulatvan na me moksa na bandhanam,
istilah terikat atau bebas (dari akibat karma) tidak terka-
it dengan diriKu, sebab Saya adalah Tuhan nan absolut
pengendali maya (Bhag.11.11.2). Na mam karmani lim-
panti, Saya tidak terkena akibat (phala) apapun dari ke-
giatan (karma) yang Ku lakukan (Bg.4.14). Janma karma ca me divyam,
kemunculan (kelahiran) dan kegiatan Ku di dunia fana semuanya berha
hakekat rohani (Bg.4.9). Mat kathah srnvan subhadra loka pavanah, ce-
ritra tentang kegiatan dan sifat-sifat pribadiKu mensucikan se
luruh alam semesta (Bhag.11.11.23).
3. Ketika berkunjung ke Dvaraka, para Deva berdoa kepada Tu-
han Krishna, “Tvam mayaya trigunayatmani, tenaga material
Anda yang mengkhayalkan (maya) yang tersusun dari Trigu-
na, berada dalam diriMu sendiri. Nattair bhavan ajita karma-
bhir ajya te vai, O Sri Ajita (Krishna), Anda pribadi tidak
pernah terkena reaksi (phala) kegiatan (karma) material apa-
pun” (Bhag.11.6.8)
4. Dalam Garuda Purana dinyatakan,”Apavitrah pavitro va sarvavastham
gato’ pi va yah smaret pundarikaksam sa bahyabhyantara sucih, apakah
seseorang sudah suci atau masih kotor dan tanpa memandang kondisi
lahiriahnya, hanya dengan mengingat Sri Krishna yang bermata se-
indah bunga padma, seseorang menjadi tersucikan lahir-batin”.
5. Para Rishi berkata, “Paras paranukathanam pavanam bhaga-
vad yasah, berkumpul bersama sambil memperbincangkan
kegiatan mulia Sri Bhgavan, Kepribadian Tuhan YME, Krishna
sungguh mensucikan hati” (Bhag.11.3.30).
6. Veda menyatakan, “Yajnarthat karmanah, laksanakan peker-
jaan itu untuk memuaskan Sri Vishnu (Krishna). Anyatra loko’
yam karma bandhanah, jika tidak akibat (phala) dari pekerja-
an (karma) itu akan mengikat si pelaku di dunia fana” (Bg.3.9)
7. Karena fakta-fakta tersebut diatas, maka Tuhan di-iba-
ratkan seperti matahari yang tidak ter-pengaruh oleh
keadaan di Bhumi. Dan sinar nya meniadakan segala
bau amis dan busuk tempat-tempat kotor. Dan Beliau
di-ibaratkan pula seperti samudra nan luas yang tetap
jernih meskipun setiap hari di-kotori oleh banyak su-
ngai dengan jutaan ton lumpur.
8. Hakekat Sri Krishna yang spiritual absolut adalah
bagaikan bilangan mutlak yang tidak terpengaruh oleh tanda (+) dan (-).
Ini berarti bahwa meskipun ber-avatara, turun ke alam fana, Beliau tidak
terpengaruh oleh dualitas material dunia fana. Sehingga kegiatan-kegia-
tan rohani (lila) Nya mensucikan, menyenangkan dan mem-bahagiakan
seluruh dunia beserta penduduknya.
9. Oleh sebab itu, Sri Krishna tidak pula
terkena hukum punarbhava yakni lahir ke
dunia fana karena hutang karma. Melain-
kan, Beliau turun ke alam material semata
mata karena karuniaNya yang tidak berse
bab demi kesejahteraan dunia beserta se-
gala makhluk penghuninya.
10. Karena itu Sri Krishna berkata,,“Yada yada hi dharmasya glanir bha-
vati bharata abhyutthanam adharmasya tadatmanam srjamy aham, ka-
panpun dan di manapun terjadi kemerosotan dharma dan adharma me-
rajalela, maka pada saat itu Saya turun sendiri ke dunia fana untuk pari-
tranaya sadhunam vinasaya ca durkrtam dharma samsthamanarthaya,
melindungi orang-orang saleh dan membasmi mereka yang jahat dan
menegakkan dharma”(Bg.4.7-8)
11. Mengerti kegiatan-kegiatan rohani (lila) Sri Krishna yang sungguh
mensucikan, mensejahterakan dan membahagiakan kehidupan segala
makhluk, tidak mudah. Sebab dikatakan, “Harer martya vidambhanena
drso nrnam calayatah, kegiatan rohani (lila) Sri Hari (Krishna) tidak
dimengerti secara benar oleh orang-orang yangdisebut manusia fana. Li-
la Beliau hanya membingungkan pikiran mereka” (Bg.3.1.42).

XXVII. POHON KEHIDUPAN MATERIAL


1. Badan jasmani yang di huni/dikendarai oleh sang makhluk hidup (jiva)
dan terbentuk dari 24 (dua puluh empat) unsur materi alam fana beserta
segala macam kegiatan (karma) dan akibat (phala) nya, diibaratkan oleh
Veda sebagai pohon kehidupan material.
Pohon kehidupan material ini dapat dijelaskan sebagai berikut (Bhag.11.
12.22-23).
(a) Benih/bibit nya = perbuatan (karma) bajik dan jahat.
(b) Akar-akarnya yang berjumlah ratusan = beraneka-macam ke
inginan sang jiva.
(c) Tiga batangnya bagian bawah = triguna, tiga sifat alam ma-
terial sattvam (kebaikan), rajas (kenafsuan) dan tamas (ke-

gelapan/kebodohan).

(d) Lima batangnya bagian atas = lima unsur materi kasar (pan-
ca-maha bhuta) alam fana yaitu akasa, udara, api, air dan ta
nah.
(e) Lima jenis bunganya = lima obyek indriya yaitu: aroma, sen-
tuhan, rasa, wujud/rupa dan suara.
(f) Sebelas cabangnya = lima indriya pekerja (tangan, kaki, mu- ,
lut anus dan kemaluan) dan lima indriya persepsi (telinga, mata, hidung,
lidah dan kulit) dan pikiran (manah).
(g) Dua ekor burung yang hinggap padanya = sang makhluk hidup (jiva atau
atma) dan Tuhan (Paramatma).
(h) Tiga macam kulit kayunya = Tridatu (udara, lendir dan empedu), dan
(i) Dua macam buahnya = kesenangan dan kesusahan.
2. Makna pohon kehidupan material ini adalah: jikalau sang jiva
berjasmani manusia hidup berdasarkan prinsip-prinsip dhar-
ma, itu berarti dia menanam benih perbuatan (karma) bajik.
Buah (phala) yang kelak dipetik dari pohon kehidupan yang di
tanamnya adalah kesenangan/kebahagiaan. Sebaliknya, jika-
lau sang jiva berjasmani manusia hidup berdasarkan prinsip-
prinsip adharma, itu berarti dia menanam benih perbuatan
(karma) buruk. Buah (phala) yang kelak dipetik dari pohon ke-
kehidupan yang ditanamnya adalah kesusahan/penderitaan.

XXVIII. TEBANGLAH POHON KEHIDUPAN MATERIAL INI


1. Veda minta agar saya dan anda menebang pohon ke-
hidupan material ini. Sebab kedua macam buahnya
yaitu kesenangan dan kesusahan material sama-sama
mengikat sang jiva di dunia fana dalam lingkaran sam-
sara yaitu: kelahiran (janma), usia-tua (jara), penyakit
(vyadhi) dan kematian (mrtyu). Karena itu, pohon kehidupan ini disebut
pohon samsara.
2. Bagaimanakah caranya menebang pohon kehidupan atau pohon sam-
sara ini? Veda menjawab, “Asanga sastrena drdhena chittva, tebanglah
pohon kehidupan material ini dengan senjata (kampak) ketidak-meleka
tan pada kesenangan material dunia fana (Bg.15.3). Asajjitatma hari se-
vaya sitam jnanasinam tarati param, potonglah keterikatan pada obyek-
obyek indriya (yang memberikan kesenangan duniawi semu) dengan
pedang pengetahuan rohani yang telah di-asah dengan pelayanan bhak
ti kepada Sri Hari (Bhag.7.5.31)”.

You might also like