Professional Documents
Culture Documents
Dari jumlah itu, sepertiganya macet total (tak membayar bunga lebih dari
sembilan bulan). Total jenderal, dana pencadangan kredit macet yang harus
disediakan untuk keempat bank ini sudah mencapai Rp 50 triliun. Itu baru posisi
Desember. Akhir Maret nanti, dana pencadangan yang diperlukan bakal
membengkak dahsyat. Soalnya, menurut seorang direktur bank pemerintah, hari-
hari ini hampir tak ada kredit yang bisa membayar bunga. Efisiensi rasio
(perbandingan antara penghasilan bunga dan target yang ditetapkan) di bank-
bank milik negara itu cuma 10 persen. Dengan kata lain, dari bunga kredit 35
persen, yang bisa ditarik tak lebih dari 3,5 persen. Karena itu bisa dipastikan
kredit macet bakal makin meledak. Kredit yang Desember lalu statusnya masih
kurang lancar (menunggak bunga tiga bulan), Maret nanti akan menjadi kredit
yang diragukan (menunggak enam bulan bunga). Adapun yang diragukan bakal
masuk ke jajaran kredit macet (menunggak bunga sembilan bulan). Di atas
kertas, Maret nanti, dana pencadangan yang harus disediakan untuk empat
peserta Bank Mandiri akan melambung hampir menjadi Rp 75 triliun. Padahal,
biaya rekapitalisasi yang direncanakan untuk keempat bank ini tak lebih dari Rp
70 triliun.
Kesimpulannya: rencana merger keempat bank ini harus dirombak. Entah
bagaimana pertimbangannya, Bapindo dan Bank Exim dikawinkan lebih dulu.
BBD dan BDN harus menunggu kemudian.
Tapi mengapa kredit macet di bank-bank BUMN sampai di luar
perhitungan? Banyak cerita menarik, walaupun belum semuanya bisa
dikonfirmasi. Menurut seorang direktur bank pemerintah, banyak di antara kredit
itu yang diberikan sebagai upeti kepada ''bos" sekadar untuk mempertahankan
kedudukan. Karena itu, gampang dimengerti jika banyak kredit yang diberikan
begitu saja tanpa agunan yang cukup, bahkan untuk sebuah proyek yang tidak
pernah ada.
Mau contoh? Banyak. Seorang pengusaha beken tiba-tiba mengajukan
permohonan kredit puluhan miliar untuk membangun pabrik tapioka raksasa di
daerah Sumatra. Untuk melobi bank, pengusaha ini mengajak anak pejabat yang
paling berkuasa saat itu. Sebagai agunan, selain proyek itu juga diserahkan
sebuah rumah pribadi di kawasan Menteng, Jakarta.
Bagaimana sikap bank? Gampang ditebak, hanya dalam tempo empat
hari (normalnya proses kredit miliaran seperti ini berlangsung empat bulan), bank
mencairkan kredit yang diminta. Melihat tongkrongan peminta kredit, keberadaan
proyek dan agunan tampaknya tak perlu dicek lebih teliti.
Nah, kini, kredit itu macet tak terbayar. Ketika agunan mau ditarik, apa
yang terjadi? Rumah Menteng itu sudah ditinggali seorang mantan menteri yang
cukup punya pengaruh. Bank tampaknya ngeper untuk mengusir mantan pejabat
tinggi ini. Proyeknya? Nuwun sewu, belum dibangun.
Itu baru satu contoh. Patgulipat yang lebih hebat juga ada. Ceritanya
berawal dari 1995, ketika seorang pengusaha muda datang ke Bapindo. Ia minta
persetujuan mengambil alih perusahaan peternakan sapi di Salatiga, Jawa
Tengah, yang sedang menunggak utang ke Bapindo. Bank pemerintah ini minta
sang pengusaha mengajukan rencana usaha. ''Gampang," sang pengusaha
menyanggupi.
Tak lama kemudian ia datang dengan segebok usulan. Seiring dengan
penyelamatan peternakan sapi itu, juga akan dibangun proyek baru pemotongan
hewan di daerah Subang, Jawa Barat. Alasannya, pemerintah akan segera
menutup rumah pemotongan hewan di Cakung, Jakarta Timur, (lantaran
mengganggu permukiman) dan memindahkannya ke luar kota. Informasi ''dalam"
ini dapat dia kuping. Kesempatan pun disambar. Tak lupa ia juga menggandeng
anak dan cucu seorang pejabat tinggi.
Untungnya, Bapindo ketika itu cukup punya nyali untuk menolak.
Alasannya, bank yang pernah kepeleset perkara Eddy Tansil ini sudah pernah
memberi kredit semacam ini empat kali, dan semuanya macet. Dengan berat
hati, sang pengusaha pun mundur teratur.
Tapi jangan keburu senang. Tiga tahun kemudian, Desember 1998, ia
datang lagi untuk proyek yang sama tapi dengan posisi yang berbeda. Kali ini
Bapindo diminta menebus kredit yang sudah dicairkan perusahaan itu dari Bank
Pacific, yang bulan sebelumnya dilikuidasi.