Professional Documents
Culture Documents
PEMASARAN
TERHADAP HARGA GABAH DI TINGKAT PETANI
(Suatu kasus Pemasaran di Kecamatan Gunungguruh Kabupaten
Sukabumi)
Oleh:
Reny Sukmawani
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
meningkatkan hasil dan mutu padi, baik secara regional maupun nasional.
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 2
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra padi di Jawa Barat meskipun
luas areal pertanamannya tidak seluas wilayah Karawang dan Priangan Timur.
Dari luas wilayah 412.591,92 ha, 121.846 ha diantaranya merupakan areal lahan
sawah sebagai sentra produksi padi. Salah satu kecamatan yang menjadi sentra
Pada komoditas padi terdapat dua tujuan yang harus dipikirkan secara
Disatu pihak pemerintah harus memikirkan nasib petani sebagai produsen beras
dipihak lain juga harus memikirkan daya beli masyarakat secara umum.
petani. Hal ini disebabkan oleh harga gabah yang diterima petani rendah. Hasil
penelitian Erizal Jamal, dkk (2006), Surono (2001) dalam Husni (2004) dan
2
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 3
diantaranya adalah : (1) masih dominannya sistem pola panen pembelian secara
tebasan akibat kebutuhan yang mendesak dan penggunaan modal panjar, (2) dan
modal panjar dan pemilihan saluran pemasaran terhadap harga jual gabah di
Kebijakan perdagangan, (2) Kebijakan nilai tukar, (3) Kebijakan pajak dan
subsidi dan (4) Intervensi langsung seperti penetapan harga dasar (flour price)
Kriteria yang digunakan untuk memutuskan harga dasar atau harga tetap
(2) Kriteria Harga Batas, (3) Kriteria Imbang Tukar dan (4) Kriteria Multivaritas
3
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 4
dalam kebijakan harga di Indonesia dapat dilihat dari program pengadaan stok
harga beras yang berperanan penting dalam pengendalian harga barang lain, (2)
tetapi hasil riil yang dicapai dari kebijakan harga belum menunjukkan hasil yang
Bulog dalam stabilitasi harga beras di pasar domestik pada rezim Orde Baru (1969
– 1997), rezim pasar bebas (1998 – 1999) dan rezim pasar terbuka terkendali
(2000 – 2003) menyimpulkan bahwa peran Bulog dalam stabilitasi harga beras
konsumen tidak ada sama sekali dalam ketiga rezim tersebut. Sehingga,
memberikan jaminan harga gabah di tingkat petani yang memadai terutama pada
tertuang dalam Inpres Nomor 9 Tahun 2002. Selanjutnya melalui Inpres Nomor 2
2005 diganti dengan Inpres Nomor 3 Tahun 2007, dengan menambahkan tujuan
4
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 5
memberlakukan Inpres Nomor 1 tahun 2008 dan sekarang terhitung sejak tanggal
2.400/kg
adalah Rp 3.000/kg
Menteri Pertanian.
produk pertanian dari petani produsen kepada konsumen baik di pasar domestik
maupun pasar ekspor. Sedangkan pasar adalah tempat bertemunya penjual dan
pembeli atau suatu tempat dimana terjadi penawaran dan permintaan homogen.
4. Pasar pelabuhan
5
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 6
produsen dan pemakai akhir terdapat satu atau beberapa saluran tataniaga, yaitu
rumit dan menantang yang dihadapi produsen. Saluran yang dipilih sangat
harga yang diterima oleh produsen. Jadi harga yang diterima produsen dapat pula
6
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 7
Modal adalah barang atau uang yang digunakan bersama faktor produksi
1. Modal tetap, meliputi: tanah dan bangunan. Modal tetap dicirikan dengan
Bagi sebagian petani, modal ini merupakan kendala. Modal panjar adalah
Salah satu fungsi dari pedagang perantara adalah turut membantu dalam
permodalan petani yang mengalami hal tersebut. Ketika petani akan memulai
sarana produksi lainnya bahkan berupa uang tunai. Dalam perjanjian ini petani
Pola penjualan hasil panen dengan cara ini banyak dilakukan petani
Gabah dan Beras di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di Jawa Barat, Jawa
7
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 8
Timur dan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa sebagian besar petani menjual
bantuan modal dengan sistem pembayaran pada saat panen. Pada kondisi
demikian, posisi tawar petani menjadi lemah sehingga harga yang diperoleh pun
analisis yang digunakan adalah petani padi sawah pada lahan beririgasi teknis
Uji secara simultan dilakukan dengan uji F, sedangkan uji parsial dilakukan
8
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 9
harga gabah di tingkat petani. Hal ini berarti jika faktor-faktor atau variabel bebas
1. Hasil uji t untuk variabel modal panjar menunjukkan nilai t hitung = 4,934
9
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 10
4.2. Pembahasan
dengan luas lahan yang sempit, modal panjar yang dibutuhkan pun tidak terlalu
tinggi tetapi berakibat besar terhadap harga yang diterima petani dari hasil
tenaga kerja karena dikerjakan oleh mereka sendiri, sehingga semakin minimlah
modal panjar ini sebagai akibat dari tingginya kebutuhan hidup mereka sehingga
tidak dapat menyimpan uang dalam bentuk tabungan untuk modal usahataninya.
Hal ini sependapat dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Deptan (2006),
6 ton/ha relatif tinggi pada saat itu, secara nominal keuntungan tersebut relatif
10
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 11
lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar lahan garapan petani kurang dari
0,5 ha dan produktivitas kurang dari 6 ton/ha. Hal inilah yang menyebabkan
petani kekurangan modal dan atau memiliki modal yang terbatas sehingga
terpaksa harus meminjam, padahal modal adalah salah satu sumberdaya yang
penting.
Oleh karena itu Untuk lebih menjamin ketersediaan modal usaha bagi
pelaku bisnis pertanian, perlu dicari alternatif model pembiayaan yang sesuai
11
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 12
padinya. Para tengkulak akan mendatangi mereka dan membeli hasil panenannya.
Dengan begitu para petani bisa terbantu masalah penjualan, karena dengan hasil
panen yang tidak terlalu besar tidak mungkin bagi para petani untuk memasarkan
sendiri hasil panennya. Selain itu tengkulak juga sangat menguntungkan para
pengusaha padi mitra BULOG dan BULOG itu sendiri, karena sistem distribusi
padi menjadi lebih efisien. Namun walaupun demikian, ternyata para tengkulak
ini bisa dan sering menciptakan harga sendiri sesuai keinginan mereka. Mereka
membeli gabah para petani dengan harga yang sangat rendah dibawah HPP yang
12
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 13
tataniaga yang harus dilewati gabah tersebut hingga menjadi beras. Biasanya
yang memproses gabah tersebut menjadi beras. Hal ini senada dengan hasil
penelitian Sudi Mardianto, dkk (2005) bahwa salah satu sumber rendahnya harga
jual gabah yang diterima petani adalah panjangnya mata rantai pemasaran gabah
dari produsen hingga pedagang besar yang memproses gabah menjadi beras.
akibatnya harga yang diterima petani akan lebih rendah lagi (Kardi, 1987).
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
13
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 14
waktu dan tempat penelitian yang berbeda-beda sebagai bahan kajian dan
yang baik.
14
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 15
DAFTAR PUSTAKA
Deli Sopian. 2008. Analisis Harga Gabah dan Tingkat Pendapatan Petani di
Lokasi Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi
Pedesaan (LUEP). (Studi Kasus Kecamatan Pameungpeuk dan Bale
Endah, kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat) Skripsi. Program
Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. IPB
Bogor (tidak dipublikasikan).
Erizal Jamal, Khairina M. Noekman, Hendiarto, Ening Ariningsih & Andi Askin.
2006. Analisis Kebijakan Penetuan Harga Pembelian Gabah. Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Husni Malian, A; Sudi Mardianto dan Mewa Ariani. 2004. ”Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produksi, Konsumsi dan Harga Beras serta Inflasi Bahan
Makanan”. Jurnal Agroekonomi. Volume 22 No. 2.
15
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 16
Sudi Mardianto, Yana Supriatna dan Nur Khoiriyah Agustin. 2005. Dinamika
Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Indonesia. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi.
Volume 23 No. 2.
RIWAYAT HIDUP
Biodata
Muhammadiyah Sukabumi)
Riwayat Pendidikan :
16
Lampiran 6. Lanjutan Hasil Uji Regresi 17
2009
Pertanian (sekarang)
Riwayat Pekerjaan :
17