You are on page 1of 13

DARAH dan CAIRAN SEREBROSPINAL

Cairan Serebro Spinal (CSS) ditemukan di ventrikel otak dan sisterna


dan ruang subarachnoid yang mengelilingi otak dan medula spinalis.
Seluruh ruangan berhubungan satu sama lain, dan tekanan cairan diatur
pada suatu tingkat yang konstan.

Gambar 1. Anatomi ventrikel otak dan ruang subarachnoid

Fungsi Bantalan Cairan Serebrospinal

Fungsi utamanya adalah untuk melindungi sistem saraf pusat (SSP)


terhadap trauma. Otak dan cairan serebrospinal memiliki gaya berat
spesifik yang kurang lebih sama (hanya berbeda sekitar 4%), sehingga
otak terapung dalam cairan ini. Oleh karena itu, benturan pada kepala
akan menggerakkan seluruh otak dan tengkorak secara serentak,
menyebabkan tidak satu bagian pun dari otak yang berubah bentuk
akibat adanya benturan tadi.

Pembentukan, Aliran dan Absorpsi Cairan Serebrospinal

Sebagian besar CSS (dua pertiga atau lebih) diproduksi di pleksus


choroideus ventrikel serebri (utamanya ventrikel lateralis). Sejumlah kecil
dibentuk oleh sel ependim yang membatasi ventrikel dan membran
arakhnoid dan sejumlah kecil terbentuk dari cairan yang bocor ke ruangan
perivaskuler disekitar pembuluh darah otak (kebocoran sawar darah
otak).

Pada orang dewasa, produksi total CSS yang normal adalah sekitar
21 mL/jam (500 mL/ hari), volume CSS total hanya sekitar 150 mL. CSS
mengalir dari ventrikel lateralis melalui foramen intraventrikular (foramen
Monroe) ke venrikel ketiga, lalu melewati cerebral aquaductus
(aquaductus sylvii) ke venrikel keempat, dan melalui apertura medialis
(foramen Magendi) dan apertura lateral (foramen Luschka) menuju ke
sisterna cerebelomedular (sisterna magna). Dari sisterna
cerebelomedular, CSS memasuki ruang subarakhnoid, bersirkulasi
disekitar otak dan medula spinalis sebelum diabsorpsi pada granulasi
arachnoid yang terdapat pada hemisfer serebral.

Sekresi Pleksus Koroideus

Pleksus koroideus adalah pertumbuhan pembuluh darah seperti


kembang kol yang dilapisi oleh selapis tipis sel. Pleksus ini menjorok ke
dalam kornu temporal dari setiap ventrikel lateral, bagian posteror
ventrikel ketiga dan atap ventrikel keempat.

Sekresi cairan oleh pleksus koroideus terutama bergantung pada


transpor aktif dari ion natrium melewati sel epitel yang membatasi bagian
luar pleksus. Ion- ion natrium pada waktu kembali akan menarik sejumlah
besar ion-ion klorida, karena ion natrium yang bermuatan positif akan
menarik ion klorida yang bermuatan negatif. Keduanya bersama – sama
meningkatkan kuantitas osmotis substansi aktif dalam cairan
serebrospinal, yang kemudian segera menyebabkan osmosis air melalui
membran, jadi menyertai sekresi cairan tersebut. Transpor yang kurang
begitu penting memindahkan sejumlah kecil glukosa ke dalam cairan
serebrospinal dan ion kalium dan bikarbonat keluar dari cairan
serebrospinal ke dalam kapiler. Oleh karena itu, sifat khas dari cairan
serebrospinal adalah sebagai berikut: tekanan osmotik kira-kira sama
dengan plasma; konsentrasi ion natrium kira-kira sama dengan plasma;
klorida kurang lebih 15% lebih besar dari plasma; kalium kira-kira 40%
lebih kecil; dan glukosa kira-kira 30% lebih sedikit. Inhibitor carbonic
anhidrase (acetazolamide), kortikosteroid, spironolactone, furosemide,
isoflurane dan agen vasokonstriksi untuk mengurangi produksi CSS.

Absorpsi Cairan Serebrospinal Melalui Vili Arakhnoidalis

Absorpsi CSS melibatkan translokasi cairan dari granulasi arachnoid


ke dalam sinus venosus otak. Vili arakhnoidalis, secara mikroskopis
adalah penonjolan seperti jari dari membran arakhnoid ke dalam dinding
sinus venosus. Kumpulan besar vili-vili ini biasanya ditemukan bersama-
sama, dan membentuk suatu struktur makroskopis yang disebut granulasi
arakhnoid yang terlihat menonjol ke dalam sinus. Dengan menggunakan
mikroskop elektron, terlihat bahwa vili ditutupi oleh sel endotel yang
memiliki lubang-lubang vesikular besar yang langsung menembus badan
sel. Telah dikemukakan bahwa lubang ini cukup besar untuk
menyebabkan aliran yang relatif bebas dari cairan serebrospinal, molekul
protein, dan bahkan partikel–partikel sebesar eritrosit dan leukosit ke
dalam darah vena. Sebagian kecil diabsorpsi di nerve root sleeves dan
limfatik meningen. Walaupun mekanismenya belum jelas diketahui,
absorpsi CSS ini tampaknya berbanding lurus terhadap tekanan intra
kranial (TIK) dan berbanding terbalik dengan tekanan vena serebral
(Cerebral Venous Pressure = CVP). Karena otak dan medula spinalis
sedikit disuplai oleh sistem limfatik, absorpsi melalui CSS merupakan
mekanisme utama untuk mengembalikan protein perivaskuler dan
interstitiil ke dalam aliran darah.

Ruang Perivaskuler dan Cairan Serebrospinal

Pembuluh darah yang mensuplai otak pertama-tama berjalan


melalui sepanjang permukaan otak dan kemudian menembus ke dalam,
membewa selapis pia mater, yaitu membran yang menutupi otak. Pia
mater hanya melekat longgar pada pembuluh darah, sehingga terdapat
sebuah ruangan, yaitu ruang perivaskuler, yang ada di antara pia mater
dan setiap pembuluh darah. Oleh karena itu, ruang perivaskuler mengikuti
arteri dan vena ke dalam otak sampai arteriol dan venula, tapi tidak
sampa ke kapiler.

Fungsi Limfatik Ruang Perivaskuler

Sama halnya dengan di tempat lain dalam tubuh, sejumlah kecil


protein keluar dari parenkim kapiler ke dalam ruang interstitiil otak,
karena tidak ada pembuluh limfe dalam jaringan otak, protein ini
meninggalkan jaringan terutama dengan mengalir bersama cairan yang
melalui ruang perivaskuler ke dalam ruang subarakhnoid. Untuk mencapai
ruang subarakhnoid, protein akan mengalir bersama cairan serebrospinal
untuk diabsorpsi melalui vili arakhnoidalis ke dlam vena-vena serebral.
Ruang perivaskuler, sebenarnya, merupakan sistem limfatik yang khusus
untuk otak.

Selain menyalurkan cairan dan protein, ruang perivaskuler juga


menyalurkan partikel asing dari otak ke dalam ruang subarakhnoid.
Misalnya, ketika terjadi infeksi di otak, sel darah putih dan jaringan mati
infeksius lainnya dibawa keluar melalui ruang perivaskuler.

Gambar 2. Diagram aliran cairan serebrospinal

Tekanan Cairan Serebrospinal

Tekanan normal dari sistem cairan serebrospinal ketika seseorang


berbaring pada posisi horizontal, rata-rata 130 mm air (10 mmHg),
meskipun dapat juga serendah 65 mm air atau setinggai 195 mm air pada
orang normal.

Pengaturan Tekanan Cairan Serebsrospinal oleh Vili Arakhnoidalis

Normalnya, tekanan cairan serebrospinal hampir seluruhnya diatur


oleh absorpsi cairan melalui vili arakhnoidalis. Alasannya adalah bahwa
kecepatan normal pembentukan cairan serebrospinal bersifat konstan,
sehingga dalam pengaturan tekanan jarang terjadi faktor perubahan
dalam pembentukan cairan. Sebaliknya, vili berfungsi seperti katup yang
memungkinkan cairan dan isinya mengalir ke dalam darah dalam sinus
venosus dan tidak memungkinkan aliran sebaliknya. Secara normal, kerja
katup vili tersebut memungkinkan cairan serebrospinal mulai mengalir ke
dalam darah ketika tekanan sekitar 1,5 mmHg lebih besar dari tekanan
darah dalam sinus venosus. Kemudian, jika tekanan cairan serebrospinal
masih meningkat terus, katup akan terbuka lebar, sehingga dalam
keadaan normal, tekanan tersebut tidak pernah meningkat lebih dari
beberapa mmHg dibanding dengan tekanan dalam sinus.

Sebaliknya, dalam keadaan sakit vili tersebut kadang-kadang


menjadi tersumbat oleh partikel-partikel besar, oleh fibrosis, atau bahkan
oleh molekul protein plasma yang berlebihan yang bocor ke dalam cairan
serebrospinal pada penyakit otak. Penghambatan seperti ini dapat
menyebabkan tekanan cairan serebrospinal menjadi sangat tinggi.

Pengukuran Tekanan Cairan Serebrospinal

Prosedur yang biasa digunakan untuk mengukur tekanan cairan


serebrospinal adalah sebagai berikut : Pertama, orang tersebut berbaring
horizontal pada sisi tubuhnya, sehingga tekanan cairan spinal sama
dengan tekanan dalam ruang tengkorak. Sebuah jarum spinal kemudian
dimasukkan ke dalam kanalis spinalis lumbalis di bawah ujung terendah
medula spinalisdan dihubungkan dengan sebiuah pipa kaca. Cairan spinal
tersebut dibiarkan naik pada pipa kaca sampai setinggi-tingginya. Jika
nilainya naik sampai setinggi 136 mm di atas tingkat jarum tersebut,
tekanannya dikatakan 136 mm air atau, dibagi dengan 13,6 yang
merupakan berat jenis air raksa, kira-kira 10 mmHg.

PATOFISIOLOGI CAIRAN SEREBROSPINAL

Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat


diketahui dengan memperhatikan:

a. Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila
berwarna: kuning,santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh.
Warna kuning muncul dari protein. Peningkatan protein yang penting
danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan
serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah
merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan
memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu jam
danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal.
Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000
sel/ml.

b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan
cairan dan tahanan terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah
satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari
keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada
posisi, bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal
antara 8-20 cm H2O pada daerahh lumbal, siterna magna dan ventrikel,
sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal akan
meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang
subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan
melalui ruang serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer,
normal tekanan akan sedikit naik pada perubahan nadi dan respirasi, juga
akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk..

Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan


pemeriksaan Queckenstedt yaitu dengan penekanan pada kedua vena
jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena jugularis akan
meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam
waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali
peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan
intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena
peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan
serebrospinal atau penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan
oedema serebri. Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan
pelebaran ven dan hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi menjadi
hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus
komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari
ventrikel ke ruang subarachnoid tidak terganggu. Kelainan ini bisa
disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis
sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana viscositas CSS
meningkat danproduksi CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif
terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau
pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan
stenosis aquaduktus serebri, atau penekanan suatu msa terhadap
foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for. Monroe.
Kelainan tersebut bis aberupa kelainan bawaan atau didapat.

c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin
hanya terdapat 1 sel polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan
meningkat pada proses inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera
mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal
punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan
terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna.
Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak
spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung memberikan
respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding
dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya
jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik
jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara berlebihan
(5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari abses
serebri atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel
memberikan petunjuk ke arah penyebab peradangan. Monositosis tampak
pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang
ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit
lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis,
lympoma susunan saraf pusat, reaksi
tubuh terhadap benda asing.

d. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan
serebrospinal sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya
makin menurun dari mulai tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna
dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar glukosa cairan
serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6.
Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal secara difusi
difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa cairan
serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa
cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia
menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal,
glukosa
serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling
umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan
meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga
ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya,
cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat khemikal. Inflamasi
pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rheumatoid
mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah.
Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek
dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.

e. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-
15 mg%. pada sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-
45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar
protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal
berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih
dari
1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba
(pellicle) atau bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.
Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya
sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau
peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang
biasanya terjadi pada keadaan peradangan,iskemia baktrial trauma atau
neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi
yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal,
misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan
kadar immunoglobulin cairan serebrospinal ditemukan pada multiple
sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor
intra kranial dan penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk
ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub acut
sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal
bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan
memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.

f. Elektrolit
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl
120-130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan
serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis,
hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.

g. Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0.
Bila terdapat perubahan osmolaritas darah akan diikuti perubahan
osmolaritas CSS.

h. PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis
danmetabolik alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH
darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar
HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila
metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah
bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.

IV. PENGAMBILAN CAIRAN SEREBROSPINAL


Pengambilann cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal
Punksi, Sisternal Punksi atau Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi
merupakan prosedure neuro diagnostik yang paling sering dilakukan,
sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang
benar-benar ahli.

Indikasi Lumbal Punksi:


1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan
sel, kimia dan bakteriologi
2. Untukmembantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti
tumor dan spinal anastesi
3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada
pneumoencephalografi, dan zat kontras pada myelografi

Kontra Indikasi Lumbal Punski:


1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri
kepala, muntah dan papil edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi

Persiapan Lumbal Punksi:


1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP
2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan
pasen/keluarga terutama pada LP dengan resiko tinggi

Teknik Lumbal Punksi:


1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral
decubitus dengan leher, punggung, pinggul dan tumit lemas. Boleh
diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut.
2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-
4, yaitu setinggi crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi
intervertebrale ke atas atau ke bawah. Pada bayi dan anak setinggi
intervertebrale L4-5
3. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi
4. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL
5. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum
tegak lurus dengan ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah
dirasakan menembus jaringan meningen penusukan dihentikan, kemudian
jarum diputar dengan bagian pinggir yang miring menghadap ke kepala.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test
Queckenstedt bila diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan
jumlah danjenis sel, kadar gula, protein, kultur baktri dan sebagainya.

Daftar Pustaka

1. Morgan, Edward et al, 2006, Clinical Anesthesiology, Edisi 4,


McGraw-Hill: New York
2. Guyton and Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC: Jakarta.

TUGAS

BIOKIMIA
DARAH dan CAIRAN
SEREBROSPINALIS

OLEH :

MEGI OKTA PUTRA

NPM :

UNIVERSITAS MITRA LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2010

You might also like